Siaran Pers 23 Januari 2014 Hentikan Pembahasan RKUHAP Pada Periode ini

SIARAN PERS
KOMITE UNTUK PEMBARUAN HUKUM PIDANA (KUHAP):
HENTIKAN PEMBAHASAN RANCANGAN KUHAP PADA DPR PERIODE INI

Kami, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite untuk Pembaruan
Hukum Acara Pidana (KuHAP), mendesak Pemerintah dan DPR untuk menghentikan
pembahasan Rancangan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) pada
periode DPR ini (2009-2014) sekaligus mendorong agar pembahasan dilakukan pada periode
DPR mendatang (2014-2019).
Perlu ditegaskan, sikap kami pada awalnya adalah mendorong pembahasan Rancangan
KUHAP dilakukan pada DPR periode ini. Sikap tersebut, pada tataran proses, dilandasi atas
dua prasyarat yaitu (i) ketersediaan waktu yang cukup dan (ii) metode pembahasan yang
efektif serta partisipatif. Namun, melihat perkembangan pembahasan di DPR, kedua
prasyarat tersebut berpotensi tidak akan terpenuhi terutama apabila Rancangan KUHAP
dipaksakan dibahas pada DPR periode ini. Berikut adalah paparan argumentasinya.
1. Masa kerja DPR periode 2009-2014 yang tersisa sangat singkat
Praktis DPR hanya memiliki sekitar 109 hari kerja dalam waktu 9 (sembilan) bulan untuk
menyelesaikan tugasnya di periode ini, yaitu terhitung dari 15 Januari 2014 (pembukaan
Masa Sidang III Tahun Persidangan 2013-2014) sampai dengan 1 Oktober 2014
(pelantikan anggota DPR periode 2014-2019). Hal ini juga disertai dinamika pemilihan
umum baik legislatif (9 April 2014) maupun presiden (9 Juli 2014), yang tentu menguras

cukup banyak perhatian dan tenaga dari anggota DPR, khususnya Panja RKUHAP.
Waktu yang tersedia sangat singkat. Sementara di sisi lain, secara kuantitas jumlah pasal
dan daftar isian masalah yang dibahas cukup banyak (1.169 daftar isian masalah). Secara
kualitas, materi yang dibahas juga cukup kompleks, melibatkan banyak pemangku
kepentingan, dan berdampak luas pada struktur hukum serta hak asasi manusia. Substansi
KUHAP sangat penting dan fundamental bagi jalannya proses peradilan pidana. Apabila
dipaksakan dalam kondisi dan waktu yang tidak mendukung, maka tentu akan
berpengaruh pada kualitas substansi yang
dihasilkan.
2. Konstelasi pemilu 2014 dan transisi masa jabatan DPR menyita waktu dan perhatian
DPR
Pelaksanaan masa kampanye legislatif sudah berlangsung mulai 11 Januari hingga 5 April
2014. Hal ini tidak dapat dipungkiri akan menyita cukup banyak waktu dan fokus anggota
DPR untuk turun ke daerah pemilihan masing-masing. Setelah masa kampanye dan
pemilihan legislatif selesai, DPR akan kembali disibukkan dengan agenda pemilihan
presiden dan pergantian periode jabatan DPR. Dengan mempertimbangkan kondisi politik
yang berkembang, waktu pembahasan yang singkat, dan fokus untuk melakukan
pembahasan yang terpecah, maka substansi yang dihasilkan nantinya cukup rentan menuai
permasalahan.
3. Belum adanya kesepakatan yang signifikan antara Pemerintah dengan DPR

Pembahasan yang dilakukan selama ini bukan berarti sia-sia karena memang belum ada
kesepakatan signifikan yang diambil oleh Pemerintah dan DPR. Dari pemantauan Komite
terhadap 2 (dua) kali rapat kerja antara Pemerintah dengan DPR, tanggal 27 November
dan 5 Desember 2013, pembahasan masih berkutat pada penghapusan penyelidikan dalam

Rancangan KUHAP. Terkait hal tersebut serta topik-topik lainnya, belum ada kesepakatan
yang diambil. Padahal pembahasan dapat dilakukan secara efektif karena Rancangan
KUHAP sudah diserahkan Pemerintah kepada DPR pada 28 November 2012, lebih dari
satu tahun lalu. Oleh karena itu, tidak ada alasan yang cukup logis untuk melanjutkan
pembahasan pada DPR periode ini.
4. Partisipasi dan pelibatan masyarakat tidak optimal dalam pembahasan
Pembahasan suatu undang-undang, terutama apabila undang-undang tersebut cukup
fundamental dan berdampak luas, sepatutnya membuka ruang pelibatan masyarakat secara
aktif. Komite, dalam proses pembahasan memang pernah diundang pada Rapat Dengar
Pendapat Umum di Komisi III (22 Mei 2013) atau beberapa kali berdiskusi dengan fraksifraksi di DPR, yang dilakukan atas inisiatif Komite. Namun, dalam perkembangannya,
partisipasi dalam bentuk akses terhadap proses maupun dokumen cukup sulit untuk
dilaksanakan. Perlu diperhatikan, Pasal 96 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa untuk
memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan, harus diberikan akses yang mudah
terhadap masyarakat. Salah satu contoh, ihwal kemudahan ini tidak ditemui Komite ketika

meminta daftar isian masalah yang sudah disusun oleh DPR dengan alasan rahasia negara.
Berdasarkan fakta dan argumentasi diatas, maka sikap KuHAP terhadap pembahasan
Rancangan KUHAP adalah:
1. Mendesak Pemerintah dan DPR (dalam hal ini Panja Rancangan KUHAP) untuk
menghentikan pembahasan Rancangan KUHAP hingga periode DPR 2009-2014 berakhir.
2. Mendorong Pemerintah dan DPR untuk memasukkan Rancangan KUHAP masuk ke dalam
Program Legislasi Nasional, baik 5 (lima) tahunan (2014-2019) maupun prioritas 1 (satu)
tahunan.
3. Mendorong Pemerintah dan DPR untuk merumuskan metode pembahasan Rancangan
KUHAP yang efektif pada periode DPR berikutnya (2014-2019).
4. Mendesak Pemerintah dan DPR memberikan jaminan pelibatan dan partisipasi masyarakat
secara optimal, baik akses terhadap proses maupun akses terhadap dokumen.
Jakarta, 23 Januari 2014
Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP)
Kontak:
Miko Ginting, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) : 085722447687

Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP)
Arus Pelangi, CDS, Elsam, HRWG, HuMA, ICJR, ILR, ILRC, Imparsial, LBH APIK, LBH
Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, LeIP, Mappi UI, PBHI, PSHK.