Pelatihan SPI Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang November 2013 mpdf
SYNCORE - always deliver value
Pelatihan SPI Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang November 2013
posted by admin on November 26, 2013
Satuan Pengendalian Internal (SPI) Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang beserta jajaran
pimpinan dan semua kepala unit mengadakan Workshop Audit Internal Berbasis Resiko, dengan
mengundang narasumber Rudy Suryanto, SE.,M.Acc.,CA.,Ak dari SYNCORE Consulting. PIP
Semarang telah ditetapkan menjadi BLU sejak tahun 2009 dan konsekuensinya harus terus
meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan akuntabilitas. Sebagai bagian dari
peningkatan akuntabilitas dan transparansi sesuai ketentuan PP No 23 tahun 2005 tentang BLU,
maka perlu perlu dibentuk SPI. Training berlangsung selama dua hari dari tanggal 11 sd 12
November 2013 bertempat di Hotel Santik Premiere Semarang.
Mengacu pada PP No 60 tahun 2008, tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, fungsi
SPI paling tidak sekurang-kurangnya harus memberikan keyakinan yang memadai (quality
assurance) atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, memberikan peringatan dini (early
warning) dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi instansi pemerintah, dan memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Untuk memenuhi fungsi dan peran
tersebut maka aparat pengendalian internal pemerintah (APIP) harus mengubah paradigma lama
dan menguasai teknik audit berbasis resiko.
Paradigma lama audit internal, adalah audit internal memerankan fungsi seperti anjing penjaga
(watchdog). Tidak heran sebagian besar orang merasa tidak nyaman ketika didatangi oleh Audit
Internal. Unit-unit menjadi tertutup dan kaku ketika ada proses observasi atau wawancara dari
audit internal, sehingga audit internal kesulitan mengidentifikasi permasalahan yang sebenarnya
dan temuan-temuan menjadi bersifat administratif dan kurang substantif.
Paradigma ini coba dirubah lewat rumusan-rumusan baru dari Insititute of Internal Auditor (IIA)
yaitu lembaga profesi yang menaungi internal auditor di seluruh dunia. IIA menekankan bahwa
internal auditor harus melakukan dua peran sekaligus yaitu Penjaminan (Assurance) dan
Konsultansi. Bidang garapnya pun tidak semata-mata bidang keuangan, tetapi tata kelola,
perbaikan proses dan manajemen resiko. Auditor internal diharapkan bisa menjadi mitra strategis
dari manajemen dalam memecahkan masalah-masalah yang pelik untuk membantu organisasi
mencapai tujuan.
Perbedaan paradigma ini perlu dilembagakan, salah satunya dalam bentuk piagam audit internal
(Internal Audit Charter). Piagam yang terdir dari dua atau tiga halaman ini kemudin
disebarluaskan kesemua unit organisasi sehingga mereka memahami pergeseran peran dari
Auditor Internal saat ini.
Salah satu metodologi yang paling pas untuk digunakan untuk memerankan peran pengawasan
dan konsultasi adalah audit berbasis resiko. Audit berbasis resiko terdiri dari tiga tahap
Identifikasi/Pengukuran, Respon dan Reporting. Auditor akan membantu manajemen dalam
melakukan identifikasi dan pengukuran resiko sehingga bisa diidentifikasi proses dan resiko
utama dari suatu organisasi. Untuk proses atau area resiko utama tersebut dikaji apakah
organisasi telah melakukan respon yang memadai. Respon yang memadai ini dilembagakan dalam
Sistem Pengendalian Internal. Sistem pengendalian internal ini harus dievaluasi secara berkala
dan adanya temuan-temuan atau penyimpangan harus dilaporkan secara tepat waktu oleh
manajemen ke pihak-pihak yang memiliki otoritas.
Manajemen dan auditor internal harus bekerja keras pada awalnya untuk membuat peta resiko
dalam suatu organisasi. Setelah mendapatkan peta resiko maka bisa disusun area prioritas dan
prosedur-prosedur untuk menguji apakah SPI organisasi masih memadai untuk merespon
resiko-resiko yang ada. Setiap ada hal yang perlu diperbaiki tidak disebut temuan tetapi disebut
area of improvement (AoI). Manajemen dinilai bukan dari banyaknya temuan, tetapi dari
banyaknya AoI yang tuntas ditindaklanjuti. Sehingga manajemen dan auditor internal dalam hal
ini memiliki kepentingan yang sama.
Selama training banyak sekali pertanyaan dan pembahasan yang muncul, karena paradigma ini
bagi mereka relatif baru. Peserta menjadi bersemangat karena dengan paradigma baru ini peran
Auditor Internal menjadi lebih jelas dan strategis.
Sebagai tindaklanjut dari pelatihan akan disusun database resiko dan skoring resiko sebagai
dasar penentuan area prioritas dan perancangan prosedur-prosedur audit untuk tahun 2014.
Tags: audit internal, pelatihan audit internal
Permalink | Comments (0) | Last updated on August 28, 2014
Pelatihan SPI Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang November 2013
posted by admin on November 26, 2013
Satuan Pengendalian Internal (SPI) Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang beserta jajaran
pimpinan dan semua kepala unit mengadakan Workshop Audit Internal Berbasis Resiko, dengan
mengundang narasumber Rudy Suryanto, SE.,M.Acc.,CA.,Ak dari SYNCORE Consulting. PIP
Semarang telah ditetapkan menjadi BLU sejak tahun 2009 dan konsekuensinya harus terus
meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan akuntabilitas. Sebagai bagian dari
peningkatan akuntabilitas dan transparansi sesuai ketentuan PP No 23 tahun 2005 tentang BLU,
maka perlu perlu dibentuk SPI. Training berlangsung selama dua hari dari tanggal 11 sd 12
November 2013 bertempat di Hotel Santik Premiere Semarang.
Mengacu pada PP No 60 tahun 2008, tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, fungsi
SPI paling tidak sekurang-kurangnya harus memberikan keyakinan yang memadai (quality
assurance) atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, memberikan peringatan dini (early
warning) dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi instansi pemerintah, dan memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Untuk memenuhi fungsi dan peran
tersebut maka aparat pengendalian internal pemerintah (APIP) harus mengubah paradigma lama
dan menguasai teknik audit berbasis resiko.
Paradigma lama audit internal, adalah audit internal memerankan fungsi seperti anjing penjaga
(watchdog). Tidak heran sebagian besar orang merasa tidak nyaman ketika didatangi oleh Audit
Internal. Unit-unit menjadi tertutup dan kaku ketika ada proses observasi atau wawancara dari
audit internal, sehingga audit internal kesulitan mengidentifikasi permasalahan yang sebenarnya
dan temuan-temuan menjadi bersifat administratif dan kurang substantif.
Paradigma ini coba dirubah lewat rumusan-rumusan baru dari Insititute of Internal Auditor (IIA)
yaitu lembaga profesi yang menaungi internal auditor di seluruh dunia. IIA menekankan bahwa
internal auditor harus melakukan dua peran sekaligus yaitu Penjaminan (Assurance) dan
Konsultansi. Bidang garapnya pun tidak semata-mata bidang keuangan, tetapi tata kelola,
perbaikan proses dan manajemen resiko. Auditor internal diharapkan bisa menjadi mitra strategis
dari manajemen dalam memecahkan masalah-masalah yang pelik untuk membantu organisasi
mencapai tujuan.
Perbedaan paradigma ini perlu dilembagakan, salah satunya dalam bentuk piagam audit internal
(Internal Audit Charter). Piagam yang terdir dari dua atau tiga halaman ini kemudin
disebarluaskan kesemua unit organisasi sehingga mereka memahami pergeseran peran dari
Auditor Internal saat ini.
Salah satu metodologi yang paling pas untuk digunakan untuk memerankan peran pengawasan
dan konsultasi adalah audit berbasis resiko. Audit berbasis resiko terdiri dari tiga tahap
Identifikasi/Pengukuran, Respon dan Reporting. Auditor akan membantu manajemen dalam
melakukan identifikasi dan pengukuran resiko sehingga bisa diidentifikasi proses dan resiko
utama dari suatu organisasi. Untuk proses atau area resiko utama tersebut dikaji apakah
organisasi telah melakukan respon yang memadai. Respon yang memadai ini dilembagakan dalam
Sistem Pengendalian Internal. Sistem pengendalian internal ini harus dievaluasi secara berkala
dan adanya temuan-temuan atau penyimpangan harus dilaporkan secara tepat waktu oleh
manajemen ke pihak-pihak yang memiliki otoritas.
Manajemen dan auditor internal harus bekerja keras pada awalnya untuk membuat peta resiko
dalam suatu organisasi. Setelah mendapatkan peta resiko maka bisa disusun area prioritas dan
prosedur-prosedur untuk menguji apakah SPI organisasi masih memadai untuk merespon
resiko-resiko yang ada. Setiap ada hal yang perlu diperbaiki tidak disebut temuan tetapi disebut
area of improvement (AoI). Manajemen dinilai bukan dari banyaknya temuan, tetapi dari
banyaknya AoI yang tuntas ditindaklanjuti. Sehingga manajemen dan auditor internal dalam hal
ini memiliki kepentingan yang sama.
Selama training banyak sekali pertanyaan dan pembahasan yang muncul, karena paradigma ini
bagi mereka relatif baru. Peserta menjadi bersemangat karena dengan paradigma baru ini peran
Auditor Internal menjadi lebih jelas dan strategis.
Sebagai tindaklanjut dari pelatihan akan disusun database resiko dan skoring resiko sebagai
dasar penentuan area prioritas dan perancangan prosedur-prosedur audit untuk tahun 2014.
Tags: audit internal, pelatihan audit internal
Permalink | Comments (0) | Last updated on August 28, 2014