The effects of stimulant growth hormones on tissue culture of seaweed Kappaphycus alvarezii in vitro | Fadel | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 2282 4156 1 SM

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 1, 77-84 (Mei 2013)
Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index

ISSN 2337-4403
e-ISSN 2337-5000
jasm-pn00026

The effects of stimulant growth hormones on tissue culture of seaweed
Kappaphycus alvarezii in vitro
Pengaruh penambahan hormon perangsang tumbuh pada kultur jaringan rumput laut
Kappaphycus alvarezii secara in vitro
Ariyati H. Fadel1*, Grevo S, Gerung2, Emma Suryati3, and Inneke F.M. Rumengan2
1

Program Magister Ilmu Perairan, Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu,
Manado 95115
2
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
3
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, Sulawesi Selatan

*E-mail: [email protected]

Abstract: In order to anticipate the qualified and sustainable seed requirement for seaweed culture, it is necessary to
conduct tissue culture for vegetative cultivation of isolated leaves, bud, and stemin an artificial medium enriched
with nutrient and growth regulator. The purpose of this study is to obtain newly grown plant in a big quantity in
relatively short period of time, with physiological and morphological properties similar to the stocks. Culture
media used were Grund Medium and PES with an addition of a growth regulator, IAA (Indol acetic acid) and
BAP (Benzil amino purin). The buds produced were buds with similar properties as the parent. The longest bud
(1,851 mm) was obtained in Grund Medium with IAA treatment, while the length of bud in PES medium was
only 0.612 mm. The number of buds was highest (10,6) in Grund media with IAA+BAP (1:1) treatment, and
6,82 with IAA treatment in PES media. The survival rate of explants was highest in media enriched with 0.5
mg/L IAA (indol acetic acid). The best media for growing seaweed Kappaphycus alvarezii was Grund Medium©
Keywords: : propagation; growth regulator; seaweed; Kappaphycus alvarezii; in vitro.
Abstrak: Untuk mengantisipasi kebutuhan bibit yang berkualitas dan tersedia secara kontinyu, diperlukan suatu
upaya kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan mengisolasi bagian tanaman seperti
daun, mata tunas, serta batang dalam media buatan secara aseptik yang diperkaya dengan nutrien dan zat
perangsang tumbuh. Tujuannya untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang
relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologis sama dengan tanaman induknya. Media kultur
yang digunakan adalah media Grund Medium dan PES dengan penambahan zat perangsang tumbuh yaitu IAA
(Indol acetic acid) dan BAP (Benzil amino purin). Tunas yang dihasilkan merupakan anakan yang mempunyai

sifat yang sama dengan induknya. Panjang tunas tertinggi dicapai pada media Grund Medium dengan perlakuan
IAA (1,851 mm) dan media PES sebesar 0,612 mm. Sedangkan jumlah tunas tertinggi dicapai perlakuan
IAA+BAP (1:1) sebesar 10,6 pada media Grund dan perlakuan IAA sebesar 6,82 pada media PES. Untuk tingkat
kelangsungan hidup (sintasan) eksplan yang paling baik pada media yang diberikan pupuk IAA (indol acetic
acit) dengan kosentrasi 0,5 mg/L. sedangkan media yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Kappaphycus
alvarezii adalah media Grund Medium©
Kata-kata kunci: propagasi; zat perangsang tumbuh; rumput laut; Kappaphycus alvarezii; in vitro.

dimanfaatkan dalam industri makanan dan
obat-obatan. Budidaya rumput laut mempunyai
prospek pengembangan ekspor, karena
permintaan pasar dunia yang relatif tinggi
(Winarno, 1990). Selain itu, budidaya rumput
laut membuka peluang untukpemberdayaan
masyarakat pesisir yang berkonsekuensi
memacu peningkatan sediaan benih unggulan
baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.

PENDAHULUAN
Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii atau

sering dikenal dengan Eucheuma cotonii
merupakan golongan alga merah (Rhodophyta)
yang
mengandung
karaginan
dan
banyakdibudidayakan oleh masyarakat pesisir.
Rumput laut K. alvarezii adalah komoditas
unggulan penghasil karaginan yang banyak
77

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 1 (Mei 2013)

Pada umumnya usaha budidaya rumput
laut K. alvarezii dilakukan dengan jalan
penyetekan (pemotongan thalli) yang akan
dijadikan bibit untuk dikembang biakkan secara
produktif. Namun demikian, perbanyakan
dengan caraini belum dapat mememenuhi
permintaan bibit yang makin meningkat.

Disamping permasalahan itu, usaha budidaya
rumput laut diperhadapkan pada masalah hama
dan penyakit, keterbatasan penyediaan benih
yang berkualitas dan berkesinambungan karena
tergantung pada musim.Untuk itu kultur
jaringan secara in vitromerupakan salah satu
alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi
segala masalah tersebut (Suryati et al., 2005).
Upaya perbaikan teknologi budidaya
rumput laut telah dirintis oleh Balai Penelitian
Perikanan Pantai sejak Tahun 1992. Salah satu
upaya yang telah dilaksanakan adalah propagasi
rumput laut Glacilaria verrucosa dan
Eucheuma sp secara in vitro. Kemudian
dilanjutkan dengan perbaikan teknik kultur
jaringan dengan menggunakan media kultur
yang diperkaya dengan beberapa macam pupuk
pada makroalga.
Penggunaan media kultur merupakan
salah satu syarat yang harus terpenuhi pada

kultur jaringan. Komposisi media sangat
menentukan keberhasilan kultur jaringan. Salah
satu komponen media yang sangat diperlukan
bagi pertumbuhan dan regenerasi adalah zat
perangsang tumbuh.
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan beberapa tahun
terakhir pada kultur jaringan rumput laut K.
alvarezii diperoleh informasi mengenai media
yang baik pada perbanyakan secara invitro
(Suryati et al., 2002). Lebih lanjut Suryati dan
Mulyaningrum (2009) melaporkan penggunaan
medium PES (Provasoli’s Enric swater) dengan
kosentrasi zat perangsang tumbuh yang
optimum 0,4 mg/L pada induksi kalus rumput
laut K. alvarezii. Istilah kalus dan thallus dalam
kultur jaringan, Induksi kalus digunakan pada
media agar sedangkan kultur thallus digunakan
pada media cair. Kemungkinan penggunaan
medium lain dengan zat pengatur tumbuh yang

lain perlu dijajaki. IAA (Indol acetic acitd) dan
BAP (Benzyl amino purine) adalah golongan
zat perangsang tumbuh golongan auksin dan
sitokinin yang digunakan secara luas dalam

kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
thallus (Prakoeswa et al., 2008).
Penelitian ini didesain menggunakan
medium PES, dan dibandingkan dengan
medium Grund dengan penambahan zat
perangsang tumbuh IAA dan BAP dengan
konsentrasi berbeda untuk propagasi thallus
rumput laut K. alvarezii secara in vitro.
Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah (1) penambahan zat
perangsang tumbuh eksogen yang jenisnya
sama dengan hormon endogen dapat memacu
percepatan pertumbuhan thallus rumput laut K.
Arvarezii; (2) penggunaan medium yang lebih
sederhana seperti medium Grund jika dengan

penambahan zat perangsang tumbuh dengan
konsentrasi yang optimal dapat membantu
pertumbuhan thallus. Dengan demikian tujuan
dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan
medium kultur yang optimal dengan
penambahan zat perangsang tumbuh; (2)
mengetahui
pengaruh
penambahan
zat
perangsang tumbuh; dan(3) mengetahui zat
perangsang tumbuh yang optimal bagi
pertumbuhan thallus rumput laut K. alvarezii
pada kultur in vitro.

MATERIAL DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi
Balai
Penelitian

dan
Pengembangan Budidaya Air Payau – Maros
Sulawesi Selatan. Rumput lautK. alvareziiyang
digunakan, berasal dari perairan Takalar
Sulawesi Selatan. Media kultur jaringan yang
dicobakan ada 2 macam yaitu Media Grund dan
PES, masing-masing sebagai medium dasar
yang kemudian ditambahkan dengan zat
perangsang tumbuh IAA (Indol acetic acitd)
dan BAP (Benzyl amino purine) dengan
konsentrasi berbeda. Bahan-bahan lain yang
dipakai adalah air laut steril, akuades steril,
alkohol 70%, bethadine 1%, antibiotik 0,1%,
antibotik mix 300 ppm, dan kertas saring
Whatman pori.
Persiapan Eksplan
Mula-mula rumput laut yang dijadikan
eksplan, dibawa ke laboratorium dengan
dikemas menggunakan styrofoam. Selanjutnya
78


Fadel et al.: The effects of stimulant growth hormones on tissue culture of seaweed…

rumput laut tersebut dicuci bersih dengan air
laut, dan kemudian dipilih bagian thallus yang
masih segar dan tidak terdapat luka, dengan
mengutamakan jaringan mudah yang sedang
tumbuh aktif.Thallus rumput laut kemudian
dipotong menggunakan pisau steril dengan
ukuran kurang lebih 1 cm. Thallus yang sudah
dipotong-potong tersebut kemudian diletakan
dalam baskom yang berisi air laut 30 ppt untuk
selanjutnya disterilisasi.

Medium, masing-masing 6 perlakuan dan 5 kali
ulangan.keenam macam perlakuan dimaksud
adalad IAA dan BAP yang diujikan adalah
perlakuan A (IAA), B (BAP), C (IAA+BAP
1:1), D (IAA+BAP 2:1), E (IAA+BAP 1:2) dan
2 macam kontrol tanpa zat perangsang tumbuh

masing-masing hanya berisi medium Grund dan
medium PES. Jadi keseluruhan percobaan ada
60 unit.

Kultur eksplan
Eksplan yang telah disterilkan dimasukan
kedalam botol kultur 250 ml dengan volume
100 ml media dengan menggunakan pinset.
Masing-masing botol kultur berisi 20 eksplan.
Botol
kultur
ditutup
dengan
plastik
transparan/bening dan diikat dengan karet
gelang agar tidak lepas. Setiap botol kultur
diberi label agar memudahkan pergantian
media selanjutnya. Botol kultur ditempatkan
pada shaker dengan kecepatan 70-80
putaran/menit. Ditempatkan dalam ruangan

kultur yang ber AC dengan suhu ruangan 250C,
intensitas cahaya 1500 lux dan lama/foto
periode L : D 12 : 12.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan panjang tunas
Pada media Grund Semua perlakuan zat
perangsang tumbuh memiliki panjang tunas
yang berbeda. Pada medium Grund, panjang
tunas tertinggi diperoleh pada perlakuan A
(1,851 mm)
yang berbeda nyata dengan
perlakuan D (1,173 mm); C (1,041 mm); B
(0,864 mm); Kontrol (0,563) dan E (0,509).
Perlakuan D dan C berbeda nyata dengan
perlakuan B, kontrol dan E. Sedangkan
perlakuan B, kontrol dan E masing-masing
tidak berbeda nyata.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
pertumbuhan panjang tunas maksimum
diperoleh pada perlakuan zat perangsang
tumbuh IAA. Hal yang sama dalam penelitian
Suryati dan Mulyaningrum (2009) yang
mendapati perpanjangan tunas rumput laut K.
alvarezii maksimum pada penambahan zat
perangsang tumbuh jenis IAA. Perbedaan
panjang tunas disebabkan karena kandungan
hormon endogen pada tiap eksplan berbeda,
sehingga mempengaruhi respon terhadap
hormon eksogen yang diberikan. IAA (indol
acetic acid) merupakan hormon tanaman yang
termasuk golongan auxin, IAA berperan
didalam pembelahan sel pada jaringan,
diferensiasi
unsur-unsur
trakheal
dan
diferensiasi
sel
sewaktu
membentang
(Hendaryono et al., 1994 dalam Suryati dan
Mulyaningrum 2009). Kosentrasi IAA yang
digunakan berkisar 0,4 hingga 1,0 mg/L dan
yang memberikan pertumbuhan yang paling
baik yaitu pada kosentrasi 0,4 mg/L dalam
penelitian induksi kalus (Suryati dan
Mulyaningrum 2009). Sedangkan pada
penelitian ini menggunakan konsentrasi 0,5

Pengamatan
Pengamatan kondisi eksplan rumput laut
dilakukan setiap hari dengan pergantian media
dilakukan setiap minggu. Jumlah tunas dan
panjang tunas eksplan rumput laut diamati
setiap 2 minggu sekali. Dan tingkat
kelangsungan hidup diamati pada awal dan
akhir penelitian. Eksplan rumput laut ini
dikultur selama 9 minggu atau ± 2 bulan.
Parameter yang diamati setiap 2 minggu
sekali adalah pertambahan panjang tunas (mm),
dan jumlah tunas. Pasda akhir ekspperimen
dihitung kelangsungan hidup (SR dalam %)
dengan membagi jumlah eksplan awal (No)
dengan jumlah eksplan pada akhir eksperimen
(Nt).
Analisis data
Data
dianalisis
dengan
sidik
ragam/analisis varians (Anova) satu arah,
menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan perlakuan zat perangsang
tumbuh pada media kultur PES dan Grund
79

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 1 (Mei 2013)

Panjang Tunas (mm)

Panjang Tunas (mm)

0.8

2
1.5
1
0.5

0.6
0.4
0.2
0

0

A
A

B

C

D

E

B

C

D

E

K

K

ZPT : A (IAA), B (BAP), C (IB 1:1), D (IB 2:1), E (IB
1:2), K (kontrol)

ZPT : A (IAA), B (BAP), C (IB 1:1), D (IB 2:1), E (IB
1:2), K (kontrol)

Gambar 1.Rata-rata Pertambahan Panjang Tunas K.
alvarezii pada Media Grund Medium.

Gambar 2.Rata-rata panjang Tunas K. alvarezii
pada Media PES

mg/L dan dapat memberikan pertumbuhan yang
baik. Perbedaan panjang tunas juga diduga
disebabkan karena media yang digunakan yakni
Grund Medium yang belum pernah dicobakan
pada rumput laut yang sebelumnya digunakan
media PES dan Conwy. Media Grund medium
merupakan media kultur yang kaya dengan
senyawa yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrien pada rumput laut K.
alvarezii. Rata-rata pertambahan panjang tunas
rumput laut K. alvarezii dapat dilihat pada
Gambar 1.
Pada medium PES, hasil pengamatan
panjang tunas tertinggi dicapai oleh perlakuan
dengan pemeberian hormon IAA yakni 0,612
mm, kemudian IAA+BAP (1:1) 0,364 mm,
kontrol 0,199 mm, IAA+BAP (1:2)
0,173
mm, IAA+BAP (2:1): 0,129 mm dan BAP
(0,083 mm). Pertumbuhan panjang tunas
selama penelitian terlihat bahwa pemberian
hormon perangsang tumbuh IAA (indol acetic
acid) lebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian hormon lainnya. Penambahan
hormon perangsang tumbuh pada media kultur
memperlihatkan
perkembangan
dan
pertumbuhan tunas rumput laut K. alvarezii,
pemberian hormon perangsang tumbuh pada
media kulutr memacu terjadinya induksi kalus
pada rumput laut membentuk tunas (Reddy et
al., 2003).
Pada pertumbuhan tunas rumput laut K.
alvarezii, pemberian hormon IAA memberikan
sintasan dan pertumbuhan yang optimal pada
proses diferensiasi dalam media kultur.
Kosentrasi IAA yang digunakan berkisar 0,4
mg/L hingga 1,0 mg/L, dalam penelitian ini

kosentrasi yang digunakan adalah 0,5 mg/L dan
dapat memberikan pertumbuhan yang baik pada
thallus rumput laut K. alvarezii, penelitian yang
sama oleh Suryati et al. (2009) yang mendapati
konsentrasi optimum IAA 0,4 mg/L pada
induksi kalus dan pembentukan embrio rumput
laut K. alvarezii. Pada kosentrasi yang lebih
tinggi memperlihatkan pertumbuhan yang
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan hormon pertumbuhan IAA pada
rumput laut relatif kecil maka dengan
peningkatan kosentrasi, eksplan rumput laut
mengalami degradasi dan menyebabkan
kematian. Sehingga kosentrasi 0,4 mg/L – 0,5
mg/L, sudah dapat memenuhi kebutuhan
diferensiasi
jaringan,
sedangkan
pada
kosentrasi
yang
lebih
tinggi
dapat
menyebabkan terjadinya peracunan pada
jaringan yang dapat menyebabkan kematian
(Hendaryono et al., 1994). Rata-rata pertumbuhan panjang rumput laut K. alvarezii pada
media PES disajikan pada Gambar 2.
Pertumbuhan Jumlah Tunas
Pada medium Grund hasil penelitian
menunjukan bahwa semua perlakuan tidak
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
pertambahan jumlah tunas, jumlah tunas
tertinggi pada akhir penelitian dicapai pada
perlakuan IAA+BAP 1:1 (10,6) kemudi
an
IAA+BAP 2:1 yakni 9,96, IAA (9,84), BAP
(8,96), kontrol (8,4) dan IAA+BAP (6,92).
Pengamatan jumlah tunas dilakukan tiap
dua minggu sekali. Dari hasil pengamatan yang
ada dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah
tunas rumput laut K. alvarezii disetiap
perlakuan bervariasi hal ini diduga karena
80

Fadel et al.: The effects of stimulant growth hormones on tissue culture of seaweed…
8

10

Jumlah Tunas

Jumlah Tunas

12
8
6
4

6
4
2

2
0

0
A

B

C

D

E

A

K

B

C

D

E

K

ZPT : A (IAA), B (BAP), C (IB 1:1), D (IB 2:1), E (IB
1:2), K (kontrol)

ZPT : A (IAA), B (BAP), C (IB 1:1), D (IB 2:1), E (IB
1:2), K (kontrol)

Gambar 3. Rata-rata Jumlah Tunas K. Alvarezii
pada Media Grund

Gambar 4.Rata-rata Jumlah Tunas Rumput Laut K.
alvarezii pada Media PES.

masing-masing hormon memberikan daya
pengaruh tersendiri dalam mempercepat
pertambahan jumlah tunas dengan kata lain
semua perlakuan memberikan pengaruh yang
sama terhadap jumlah tunas. IAA+BAP (1:1)
memeberikan pengaruh pertambahan jumlah
tunas yang tinggi. Auksin (IAA) mempengaruhi
pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi
dan
percabangan
akar,
perkembangan buah, dominansi apikal,
fototropisme dan geotropisme sedangkan
Sitokinin (BAP) mempengaruhi pertumbuhan
dan diferensiasi akar mendorong pembelahan
sel dan pertumbuhan secara umum, mendorong
perkecambahan dan menunda penuaan (Bioma,
2008).
Secara umum pemberian hormon pada
media memberikan pengaruh yang positif
terhadap pertambahan jumlah tunas.Liebig
dengan hukum minimumnya menyatakan
bahwa pertumbuhan suatu tanaman tergantung
pada jumlah bahan makanan (unsur hara) yang
disediakan baginya dalam jumlah minimum
(Odum, 1993). Rata-rata pertambahan jumlah
tunas rumput laut K. alvarezii disajikan pada
Gambar 3.
Pada medium PES, hasil pengukuran
jumlah tunas menunjukan rata-rata jumlah
tunas tertinggi pada akhir penelitian di
Laboratorium dicapai pada perlakuan dengan
pemberian hormon IAA (6,82), kemudian
pemberian hormon BAP (5,74), hormon
IAA+BAP 1:1 (5,52), hormon IAA+BAP 1:2
(4,76), kontrol (4,74), dan yang terrendah
hormon IAA+BAP 2:1 (3,5).
Dari hasil pengamatan yang ada dapat
dilihat bahwa pertambahan jumlah tunas
rumput laut K. alvarezii disetiap perlakuan

bervariasi disebabkan karena kandungan
hormon endogen pada tiap eksplan berbeda,
sehingga mempengaruhi respon terhadap
hormon eksogen yang diberikan seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya pada media
Grund Medium. Dalam penelitian ini
pertambahan jumlah tunas rumput laut K.
alvarezii yang lebih banyak tumbuh adalah
pada perlakuan pemberian hormon IAA.
Hormon IAA (indol acetic acid) merupakan
hormon tanaman yang termasuk golongan
auxin, yang berperan didalam pembelahan sel
pada jaringan, pengaruh rangsangan auxin pada
pertumbuhan tunas menunjukan adanya
indikasi,
adanya
tekanan
osmotik,
meningkatkan sintesa protein, meningkatkan
permiabilitas sel terhadap air, dan melunakan
dinding sel yang diikuti dengan menurunya
tekanan pada dinding sehingga air dapat masuk
kedalam sel dan meningkatkan volume sel,
maka dengan demikian dapat digunakan
sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Secara umum pemberian hormon pada
media memberikan pengaruh yang positif
terhadap pertambahan jumlah tunas.Hormon
yang diberikan digunakan untuk kelangsungan
hidup rumput laut K. alvarezii selama masa
pemeliharaan. Konsentrasi IAA 0,5 mg/L
mampu meningkatkan panjang tunas rumput
laut kappaphycus alvarezii, namun pada
kosentrasi yang lebih tinggi justru akan
menghambat perpanjangan tunas. Hal ini dapat
mempengaruhi morfogenesis, namun dalam
jumlah berlebih justru akan menghambat. Ratarata pertambahan jumlah tunas eksplan rumput
laut K. alvarezii disajikan dalam Gambar 4.
Tingkat kelangsungan hidup
81

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 1 (Mei 2013)
45

60

Sintasan %

Sintasan (%)

45
30

30

15

15
0

0
A

B

C

D

E

A

K

B

C

D

E

K

ZPT: A(IAA), B(BAP), C(IAA+BAP 1:1), D(IAA+BAP
2:1), E(IAA+BAP 1:2), K (kontrol)

ZPT: A(IAA), B(BAP), C(IAA+BAP 1:1), D(IAA+BAP
2:1), E(IAA+BAP 1:2), K (kontrol)

Gambar 6. Sintasan Rumput Laut K. alvarezii
pada Media PES

Gambar 5. Sintasan Rumput Laut K. alvarezii
pada media Grund Medium

rata tingkat kelangsungan hidup rumput laut K.
alvarezii disajikan pada Gambar 5.
Pada medium PES, Hasil penelitian kultur
jaringan rumput laut K. alvarezii yang
dipelihara selama 9 minggu menunjukan bahwa
sintasan eksplan rumput laut tertinggi dicapai
oleh perlakuan IAA yakni 36%, kemudian BAP
(2%), IAA+BAP (1:1) yaitu 1% sedangkan
IAA+BAP (2:1), IAA+BAP (1:2) dan kontrol
yang sama sekali tidak ada sintasan..
Menurunnya kemampuan hidup eksplan
pada awal pemeliharaan diduga karena
disebabkan adanya kemampuan eksplan untuk
memperbaiki jaringannya yang terpotong
namun sulit untuk sembuh sehingga ekplan
mati.Kematian eksplan tersebut diawali dengan
media yang terlihat keruh, eksplan mulai
memutih ujungnya dan berlendir kemudian
mati. Selain itu kematian eksplan kemungkinan
juga dapat disebabkan oleh kemampuan
adaptasi eksplan terhadap pemberian hormon
pada media kultur yang digunakan. Yang mana
masing-masing
hormon
dalam
media
mempunyai komposisi nutrien yang berbeda.
Apabila ketersediaannya berlebihan maka dapat
menghambat atau bersifat racun yang dapat
membuat eksplan mati. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bryan (1971) dalam Malingkas
(2002) bahwa unsur hara yang berlebihan akan
mengakibatkan racun bagi tanaman. Kematian
ini juga kemungkinan diakibatkan oleh
guncangan shaker yang terus menerus selama
kultur. Hal ini sesuai dengan pendapat (Huang
et al., 1998) yang menyatakan bahwa
guncangan shaker dengan intensitas yang tinggi
selama kultur serta pergantian media kultur

Pada
medium
Grund,
tingkat
kelangsungan hidup eksplan untuk semua
perlakuan berbeda, dimana untuk perlakuan
IAA sebesar 47%, IAA+BAP (I:1) sebesar
45%, kontrol (38%), IAA+BAP 2:1 (30%),
BAP (22%) dan terkecil IAA+BAP 1:2 (13%).
Sintasan tertinggi dicapai oleh perlakuan
hormon IAA + BAP 1:1 (53%). Kemampuan
hidup eksplan pada kultur jaringan di
Laboratorium semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya umur (waktu) pemeliharaan.
Kematian eksplan diduga disebabkan oleh
sterilisasi eksplan, penyembuhan luka yang
belum sempurna dan pemotongan eksplan yang
kurang baik sehingga pada saat kultur banyak
ujung eksplan yang mengalami kematian, yang
diawali dengan memutihnya ujung eksplan dan
berlendir sampai akhirnya mati.
Bervariasinya kemampuan hidup eksplan
kemungkinan disebabkan oleh kemampuan
adaptasi eksplan terhadap media dan pemberian
hormon yang diberikan berbeda-beda, dimana
masing-masing
perlakuan
mempunyai
komposisi nutrien yang berbeda, terutama
mikro nutriennya yang apabila ketersediaan
kekurangan maupun kelebihan maka akan dapat
menghambat pertumbuhan eksplan. Kematian
juga dapat disebabkan oleh guncangan shaker
yang terus menerus selama kultur. Hal ini
sesuai dengan pendapat Huang et al. (1998)
yang menyatakan bahwa guncangan shaker
dengan intensitas yang tinggi selama kultur
serta pergantian media kultur secara periodik
dapat membunuh sel-sel jaringan rumput laut
yang mengakibatkan penurunan sintasan. Rata82

Fadel et al.: The effects of stimulant growth hormones on tissue culture of seaweed…

secara periodik dapat membunuh sel-sel
filamen kalus yang mengakibatkan penurunan
sintasan. Rata-rata sintasan rumput laut K.
alvarezii dapat dilihat pada Gambar 6.
Untuk tingkat kelangsungam hidup
ternyata pada medium kultur yang diperkaya
dengan
pupuk
grund
memperlihatkan
pertumbuhan dan pembentukan tunas yang
lebih baik, hal ini disebabkan karena kebutuhan
nutrien dari eksplan dapat dipenuhi dan dapat
memacu pertumbuhan rumput laut tersebut.
Medium Grund baik digunakan pada
pertumbuhan mikroalgae dan nutriennya dapat
diserap dan dimanfaatkan pada kultur
makroalgae seperti K. alvarezii.

yang tak bisa kusebut satu per satu terima kasih
atas bantuan, saran dan kritiknya.

REFRENSI
BIOMA, (2008) Peranan Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) dalam Pertumbuhan dan
Perkembangan
Tumbuhan.
Institut
Pertanian Bogor. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
DEWI, I. R. (2008) Peranan dan Fungsi
Fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman.
Bandung: Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran.
GUNAWAN, L. W. (1992) Teknik Kultur
Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar
Universitas. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
HARYANTO (2005) Hormon Tumbuhan.
Fakultas
Pertanian,
Universitas
Brawijaya, Malang. Jakarta: Rajawali.
HENDARYONO, D.P.S. and Wijayani, A.
(1994)
Teknik
Kultur
Jaringan.
Yogyakarta: Kanisius.
MALINGKAS, R. (2002) Perbanyakan Benih
Rumput Laut Glacilaria verrucosa (H)
Papenfuss melalui Kultur In vitro pada
berbagai Media Kultur serta Aplikasinya.
Program Pasca Sarjana. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
MULYANINGRUM, S.R.H. (2011) Optimasi
Formula Zat Pengatur Tumbuh pada
Mikropropagasi
Rumput
Laut
Kappaphycus alvarezii secara in-vitro.
Malang: Program Pascasarjana Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Brawijaya.
NOPIANTI (2007) Pengaruh Jenis Hormon
yang Berbeda terhadap Pertumbuhan
Eksplan Rumput Laut pada Media Kultur
Jaringan Rumput Laut K. alvarezii
Maros: BRPBAP.
PRAKOESWA, S.A., RIBKAHWATI, and
SURYANINGSIH, D.R. (2009) Teknik
Kultur Jaringan Tanaman. Sidoarjo: Dian
Prima Lestari.
REDDY, C.R.K, et al. (2003) In vitro somatic
embryogenesis and regeneration of
somatic embryos from pigmented callus

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Media kultur yang baik digunakan untuk
pemeliharaan
thallus
rumput
laut
Kappaphycus alvarezii adalah media Grund
Medium.
2. Pemberian zat pengatur tumbuh pada media
kultur jaringan memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan mutlak panjang tunas,
jumlah tunas dan kelangsungan hidup
eksplan rumput laut Kappaphycus alvarezii.
3. Zat pengatur tumbuh yang optimum untuk
pertumbuhan
thallus
rumput
laut
Kappaphycus alvarezii adalah IAA dengan
kosentrasi 0,5 mg/L.
Ucapan terima kasih. Penulis ucapkan terima
kasih
kepada
Balai
Penelitian
dan
Pengembangan Budidaya Air Payau MarosSulawesi Selatan yang sudah memberikan
ruang untuk penulis dalam melakukan
penelitian, kepada Papa dan Mama (Hasan
Fadel dan Masnun Hi Taher) yang sudah
membesarkan dengan kasih sayang dan
mendoakan
penulis
dalam
mencapai
kesuksesan, kepada suami tercinta (Cuwandi
Bi) dan anak tersayang (Zacky C BI) yang
selalu mendoakan dan sabar menunggu
kepulangku, tak lupa kepada semua pihak yang
telah banyak membantuku selama penelitian
83

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 1 (Mei 2013)

of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty
(Rhodophyta, Gigarti-nales). J. Phycol.
39, pp. 610-616.
REDDY, C.R.K., JHA, B. and FUJITA, Y.
(2008)
Seaweed
micropropagation
techniques and their potentials: an
overview. J. Appl.Phycol., 20, 609-632.
SUGIARTO (1978) Rumput laut (Alga)
manfaat potensi dan usaha budidaya.
Jakarta: LON-LIPI.
SURYATI, E., SULAEMAN, DALFIAH, A.
and PASANDE, R. (2002) Teknik Kultur
Jaringan Rumput Laut Eucheuma sp.
dalam Rangka Penyediaan Benih pada
Budidaya. Seminar Nasional Rumput
Laut dan Mini Simposium Mikroalgae
dan Kongres Ikatan Fikologi indodesia.
SURYATI, E., SULAEMAN, PARENRENGI,
A. and ROSMIATI (in press) Teknik
Kultur Jaringan Glacilaria sp. dari
Beberapa Sumber yang berbeda dalam
Rangka Penyediaa Benih pada Budidaya.
J. Pen. Perik. Indonesia.

SURYATI,
E.,
SULAEMAN,
A.
PARENRENGI, and ROSMIATI (2005)
Teknik Perbanyakan Rumput Laut
Gracillaria verrucosta melalui teknik
kultur jaringan. Maros: Balai Riset
Perikanan
Budidaya
Air
Payau
(BARPBAP).
SURYATI, E. and MULYANINGRUM,
S.R.H. (2009) Regenerasi Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii (Doty) Melalui
Induksi Kalus dan Embrio dengan
Penambahan
Hormon
Perangsang
Tumbuh Secara In Vitro. Jurnal Riset
Akuakultur, 4(1), pp. 39-45.
WANG, A., LI. S. and DAUN, D. (2006)
Filament induction in Halymenia sinensis
(Halymeniaceae, Rodophyta). Botanica
Marina, pp. 352-354
WINARNO,
F.G.
(1990)
Teknologi
pengelolahan rumput laut. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Diterima: 22 April 2013
Disetujui: 29 April 2013

84

Dokumen yang terkait

Land suitability of seaweed farming in Minahasa Regency, North Sulawesi Province | Schaduw | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 1972 3613 1 SM

0 0 10

Editorial | Lasut | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 1962 3593 1 SM

0 1 2

Editorial | Lasut | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 2255 4108 1 SM

0 0 2

Ratio of C:N in culture media of silk worm, Tubifex sp. | Solang | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 12391 24704 1 SM

0 0 5

Content | JASM | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 12386 24694 1 SM

0 0 1

Content | JASM | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 12395 24710 1 SM

0 0 2

Suitability analysis of culture area using floating cages in Ambon Bay | Tjoa | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 7297 14298 1 SM

0 0 6

Community structure of seaweed beds in Mantehage Island, North Sulawesi, Indonesia | Sormin | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 14043 28016 1 SM

0 0 6

Effect of NPK ferlilizer (nitrogen, phosphorus, potassium) on seaweed, Kappaphycus alvarezii, growth and white spot desease prevention | Ismail | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 12389 24700 1 SM

0 0 5

Study on carrageenan content and growth of seaweed, Kappaphycus alvarezii, infected by white spot disease using different doses of NPK in Banggai Islands | Poke | AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT (Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan) 7303 14310 1 SM

0 0 5