BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK-HAK EKONOMI NEGARA BERKEMBANG DALAM INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL.

(1)

BUKU AJAR (BAHAN AJAR)

HAK-HAK EKONOMI NEGARA BERKEMBANG DALAM

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

Oleh :

I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

HAK-HAK EKONOMI NEGARA BERKEMBANG DALAM INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

Pada tahun-tahun terakhir sebelum berakhirnya Abad ke-20, negara berkembang dihadapkan pada berbagai pertanyaan fundamental yang memerlukan suatu keputusan eksistensial atau exsistensial decision dalam menentukan tempatnya

dalam konstelasi perkembangan global yang sedang berjalan. Pada Abad ke-16 dan ke-17, awal ekspansi Eropa ke seluruh dunia, yang berakhir dengan dominasi Barat, kita tidak dapat membaca peta global yang sedang berubah sehingga tidak dapat menentukan strategi jangka panjang yang harus dianut. Namun sekarang negara berkembang dapat memilih strategi, karena dapat membaca perkembangan yang sedang terjadi. Pertanyaan utama yang secara fundamental harus dihadapi oleh negara berkembang adalah:

1. Apa yang dikehendaki oleh negara berkembang mengenai keadaan interen pada masing-masing masyarakat kita.

2. Apa yang dikehendaki oleh negara berkembang mengenai keadaan dan konstelasi eksteren yang sedang berubah pesat.1

Jawaban terhadap pertanyaan fundamental tersebut harus mencakup elemen aspiratif dan ideal maupun elemen yang mengandung realisme serta pengakuan bahwa tidak semua hal berada ditangan kita untuk ditentukan. Pertanyaan fundamental tersebut tidak dapat dijawab hanya dengan teori abstrak dan juga tidak

1

H.S. Kartadjoemena, 2000, Substansi Perjanjian GATT/WTO Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa, Cet. 1, UI-Press, Jakarta, h. 286-287.


(3)

dapat dijawab tanpa melifat konteks riil yang sedang kita hadapi, yaitu konteks interdependensi. Dapat diperkirakan bahwa interdependensi antarnegara dan antar masyarakat di dunia ini akan semakin meningkat. Interdependensi tersebut akan banyak menunjang laju pertumbuhan perekonomian dunia. Tetapi hal itu tidak akan mewujudkan surga dalam dunia. Adanya interdependensi dan laju pertumbuhan yang tinggi tidak otomatis dapat menyelamatkan negara berkembang tanpa suatu strategi yang jelas dan tanpa perumusan mengenai apa yang dikehendaki oleh negara berkembang. Proses tersebut mengandung risiko maupun peluang. Bagi negara berkembang, dalam proses interdependensi global yang semakin meluas, tantangannya adalah: bagaimana memanfaatkan peluang yang ada dan mencegah dampak negatif yang dapat timbul.2

Demikian pula halnya dalam kepentingan ekonomi negara berkembang pada era globalisasi ini, negara berkembang harus mampu memanfaatkan peluang yang ada dan mencegah dampak negatif yang dapat timbul. Negara-negara berkembang yang ada di dunia ini harus mampu memahami dan memanfaatkan hak-hak ekonominya, sehingga dapat menumbuhkembangkan dan melindungi perekonomian negara yang bersangkutan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahtraan rakyat di negara-negara berkembang. Terpenting juga bahwa negara-negara industri besar yang tergolong dalam negara-negara maju harus menghormati dan melindungi hak-hak ekonomi negara berkembang.

Perlindungan hak-hak ekonomi negara berkembang terdapat dalam beberapa instrumen Hukum Internasional. Instrumen-instrumen Hukum Internasional memuat

2


(4)

konsep-konsep pembangunan internasional yang sangat penting dan berguna bagi pembangunan ekonomi di negara-negara ketiga atau negara-negara berkembang.

Hak-hak ekonomi negara berkembang ini terdapat didalam beberapa instrumen Hukum Internasional, antara lain:

A. International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (UNGA

Resolution 2200 A (XXI) of 16 December 1966).3

Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Rakyat setiap negara memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, untuk secara bebas menentukan status politik dan mewujudkan pembangunan ekonomi mereka.

2. Rakyat setiap negara dapat, untuk keperluan mereka, secara bebas menggunakan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengabaikan berbagai kewajiban kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan, dan prinsip-prinsip hukum internasional. Dalam kasus apapun setiap orang harus dihindarkan dari hal-hal yang menyulitkan kehidupan mereka.

3. Setiap negara anggota Convenant ini harus meningkatkan pewujudan hak

untuk menentukan nasib sendiri dan menghormati hak tersebut sesuai dengan ketentuan Piagam PBB.4

B. UNGA Resolution On Permanent Sovereignty Over Natural Resources 1942

(UNGA Resolution 1803 (XVII), 14 December 1942).5

B.1. Hal-hal yang mendasar sebagai berikut:

3

Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 2.

4

Pasal 1 Covenant.

5


(5)

1. Konvenan Hak Azasi Manusia tentang Self-determination, menyatakan:

rakyat dapat, untuk kepentingan diri mereka sendiri, secara merdeka

memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa menghambat

kewajiban internasional dalam kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan

prinsip saling menguntungkan, dan hukum internasional”.6

2. Resolusi Majelis Umum PBB 1314 (XIII), 12 Desember 1958, tentang

self-determination, dalam hubungan dengan kekayaan dan sumberdaya alam

dengan tetap mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasinal dan Piagam PBB dan Commission on Permanent Sovereignty over Natural Resources,

yang antara lain merekomendasikan penguatan prinsip kerjasama internasional dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang.

3. Resolusi Majelis Umum PBB 1515 (XV), 15 Desember 1960, merekomendasikan penghormatan terhadap hak berdaulat setiap negara untuk memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka, menurut kebutuhan nasional mereka, dan penghormatan terhadap kemerdekaan ekonomi negara-negara.

B.2. Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

3. Hak berdaulat penuh rakyat dan suatu bangsa terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya harus digunakan untuk kepentingan pembangunan nasionalnya dan kesejahateraan hidup mereka.

4. Penerapan kedaulatan rakyat dan bangsa secara bebas dan menguntungkan terhadap sumber daya alamnya harus didasarkan pada hubungan saling

6


(6)

menghormati dan saling menguntungkan antara satu negara dengan negara lainnya berdasarkan azas kedaulatan dan kesederajatan.

C. Charter Of Economic Rights And Duties Of States 1972 (UNGA Resolution 3281 (XXIX), 12 December 1972).7

Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Setiap negara memiliki hak berdaulat dan tak terhapuskan (inalienable) untuk menentukan sistem ekonominya sendiri menurut kehendak rakyatnya, tanpa campur tangan, tekanan, ancaman, pihak luar dalam bentuk apapun.

2. Dalam pengeksploitasian sumber daya alam oleh dua atau lebih negara, setiap negara harus bekerjasama berdasarkan sistem informasi dan konsultasi pendahuluan untuk mencapai pemanfaatan yang optimum tanpa akibat buruk terhadap kepentingan legitimit negara lainnya.

3. Setiap negara memiliki hak untuk ikut serta dalam perdagangan internasional dan bentuk kerjasama ekonomi lainnya dengan mengabaikan perbedaan politik, ekonomi dan sistem sosial mereka. Tidak ada satupun negara memperoleh perlakuan diskriminasi dalam hal apapun karena perbedaan yang melekat pada dirinya. Dalam kaitan dengan tujuan perdagangan internasional dan kerjasama ekonomi internasional lainnya, setiap negara bebas menentukan bentuk kerjasama luar negeri mereka dan ikut serta dalam pengaturan multilateral maupun bilateral, sesuai dengan kewajiban dan kebutuhan kerjasama ekonomi internasional mereka.

4. Setiap negara memiliki hak untuk ikut serta dalam organisasi produsen-produsen komoditas primer dalam rangka pengembangan ekonomi nasional, untuk

7

Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 6.


(7)

mendapatkan pendanaan atau keuangan yang stabil untuk pembangunan mereka dan, sesuai dengan tujuan mereka, membantu keberlanjutan proses pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya menggerakkan pembangunan negara-negara berkembang. Dalam hubungan dengan itu, setiap negara memiliki kewajiban untuk menghormati hak-hak tersebut dengan mencegah penerapan tindakan politik dan ekonomi yang dapat membatasi hak-hak itu.

5. Setiap negara memiliki tanggungjawab primer untuk memajukan ekonomi, sosial dan budaya rakyatnya. Untuk tujuan ini, setiap negara memiliki hak dan kewajiban untuk menentukan tujuan dan cara pembangunannya, sepenuhnya menggerakkan dan menggunakan sumber daya alamnya, untuk mengadakan perubahan sosial-ekonomi yang progresif dan menjamin partisipasi penuh rakyatnya dalam proses dan kemanfaatan pembangunan.

6. Negara-negara memiliki hak, dengan persetujuan para pihak, untuk berpartisipasi dalam kerjasama sub-regional, regional, dan interregional selaras dengan tujuan pembangunan sosial-ekonomi mereka. Seluruh negara yang terlibat dalam kerjasama seperti itu memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa kebijakan-kebijakan dari kelompok-kelompok tersebut di mana mereka menjadi anggotanya berkaitan dengan ketentuan dari Piagam ini dan bersifat

outward-looking, konsisten dengan kewajiban-kewajiban internasional mereka

dan kepentingan kerjasama internasinal, dan sepenuhnya memperhatikan kepentingan sah negara-negara ketiga, khususnya negara-negara sedang berkembang.


(8)

7. Setiap negara memiliki hak untuk menikmati manfaat dari pembangunan dan kemajuan sains dan teknologi untuk penggerakan pembangunan sosial ekonomi mereka.

8. Setiap negara harus memfasilitasi akses negara-negara berkembang untuk pencapaian teknologi dan sains modern, pengalihan teknologi dan penciptaan teknologi asli untuk kepentingan negara-negara berkembang dalam bentuk dan sesuai dengan prosedur yang terbaik bagi kebutuhan dan ekonomi mereka. Untuk keperluan itu, negara maju harus bekerjasama dengan negara-negara berkembang dalam pendirian, penguatan dan pembangunan infrastruktur sains dan teknologi mereka dan kegiatan teknologi untuk memperluas dan mengubah ekonomi negara-negara berkembang.

9. Seluruh negara harus bekerjasama dalam penelitian dalam rangka pengembangan panduan atau regulasi alih teknologi yang lebih diterima secara internasional, dengan perhatian penuh terhadap kepentingan negara-negara berkembang.

10. Setiap negara mengemban kewajiban untuk bekerjasama dalam memajukan perdagangan dunia yang lebih stabil, luas, dan bebas, perbaikan kesejahteraan dan standar kehidupan seluruh rakyat, khususnya pada negara-negara berkembang. Dalam hubungan dengan ini, negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan yang diarahkan pada pengamanan keuntungan-keuntungan tambahan untuk perdagangan internasional negara-negara berkembang dalam rangka mencapai peningkatan substansial dalam perolehan devisa luar negeri mereka, diversifikasi ekspor mereka, akselerasi tingkat pertumbuhan perdagangan mereka, dengan memperhatikan kebutuhan pembangunan mereka,


(9)

perbaikan peluang mereka untuk berpartisipasi dalam perluasan perdagangan dan neraca perdagangan dunia yang lebih menguntungkan bagi negara-negara berkembang dalam menikmati keuntungan yang dihasilkan oleh perkembangan tersebut.

11. Kerjasama internasional untuk pembangunan adalah tujuan dan kewajiban bersama negara-negara. Setiap negara harus bekerjasama dengan usaha-usaha negara-negara berkembang untuk menggerakkan pembangunan sosial ekonomi mereka dengan cara menyediakan kondisi eksternal yang baik dan dengan memperluas bantuan-bantuan secara aktif bagi mereka, sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pembangunan mereka, dengan sepenuhnya memperhatikan kedaulatan dan kesederajatan negara-negara dan bebas dari persyaratan apapun yang diambil dari kedaulatan mereka.

12. Negara-negara maju harus memperluas, memperbaiki dan memperbesar prefrensi tarif umum yang tidak bersifat timbal-balik dan diskriminatif bagi negara-negara berkembang sesuai dengan kesimpulan yang disepakati dan keputusan yang terkait yang ditetapkan sehubungan dengan ketentuan ini, dalam kerangka kerja organisasi internasional yang berkompeten. Negara-negara maju juga harus memberikan pertimbangan-pertimbangan yang kuat untuk penentapan tindakan tarif pada sektor yang lainnya, pada bidang-bidang yang memungkinkan dan perlu melalui cara yang memungkinkan perlakuan yang dapat memberikan kekhususan dan perlakuan lebih baik, untuk menciptakan perdagangan dan keperluan pembangunan negara-negara berkembang. Dalam pelaksanaan hubungan ekonomi internasional negara-negara maju harus dengan sukarela


(10)

menghindarkan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap pembangunan nasional negara-negara berkembang, sebagaimana dilakukan melalui perlakuan khusus tariff umum dan tindakan-tindakan khusus lainnya yang disepakati secara umum menurut kebutuhan mereka.

13. Dengan pandangan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dan menjembatani kesenjangan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang, negara-negara maju harus memberikan perlakuan khusus secara umum, tidak bersifat timbal balik dan tidak diskriminatif bagi negara-negara berkembang dalam bidang kerjasama ekonomi internasional yang memungkinkan.

14. Negara-negara berkembang harus, berdasarkan usaha mereka sendiri meningkatkan perdagangan mereka secara keseluruhan, diberikan dengan memberikan perhatian terhadap kemungkinan untuk memperluas perdagangan mereka dengan negara-negara sosialis, dengan menetapkan persyaratan-persyaratan perdagangan bagi negara-negara ini yang bersifat tidak inferior dibanding dengan yang mereka berikan kepada negara-negara maju.

15. Setiap negara harus mendukung tujuan dan kebutuhan-kebutuhan pembangunan negara-negara berkembang yang diakui atau disetujui secara bersama dan saling menguntungkan dengan mengutamakan increased net flow dari sumber daya

alam riil kepada negara-negara berkembang dari seluruh sumber daya alam, dengan memperhatikan segala kewajiban dan komitment yang ditetapkan oleh negara bersangkutan, dalam rangka memperkuat kembali usaha-usaha negara berkembang untuk menggerakkan pembangunan ekonomi dan soaial mereka.


(11)

16. Untuk meningkatkan mobilitas sumber daya mereka secara efektif, negara-negara berkembang harus memperkuat kerjasama ekonomi mereka dan memperluas perdagangan yang saling mengutungkan untuk dapat menggerakkan pembangunan ekonomi dan sosial mereka. Setiap negara, khususnya negara-negara maju, secara individual maupun melalui organisasi internasional yang berkompeten di mana mereka menjadi anggotanya, harus menyediakan dukungan dan kerjasama yang tepat dan efektif.

17. Setiap negara mengemban kewajiban untuk melakukan hubungan ekonomi yang saling menguntungkan dengan memperhatikan kepentingan negara lain. Khususnya, menghindarkan tindakan yang dapat merugikan kepentingan negara-negara berkembang.

18. Dalam pembangunan ekonomi dunia jangka panjang, masyarakat internasional, khususnya anggota-anggotanya yang telah maju, harus memberi perhatian khusus terhadap masalah dan kepentingan negara-negara terkebelakang termasuk negara-negara sedang berkembang, negara-negara berkembang yang tidak berpantai dan negara-negara berkembang kepulauan, untuk membantu mereka memecahkan kesulitan-kesulitan dan dengan demikian menyumbang terhadap pembangunan ekonomi dan sosial mereka.

19. Perdagangan internasional harus dilaksanakan tanpa merugikan negara-negara berkembang berkenaan dengan pemberlakuan perlakuan khusus dalam hal non-diskriminasi umum dan non-resiprositas, berdasarkan kemanfaatan yang saling menguntungkan, keuntungan yang berkeadilan dan pertukaran perlakuan


(12)

20. Seluruh negara harus bekerjasama dengan negara-negara berkembang dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka untuk memperoleh devisa dari transaksi-transaksi tidak nyata, sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka dan konsisten dengan tujuan-tujuan di atas.

D. Declaration On The Establishment Of A New International Economic Order

(NIEO) 1974 (UNGA Spec. Sess. A/RES/3201 (S-VI), 1974).8

Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Hak setiap negara untuk menentukan sistem ekonomi dan sosial yang ditekankan sebagai sesuatu yang terpenting bagi pembangunan mereka sendiri dan tidak merupakan obyek diskriminasi dari apapun sebagai akibatnya.

2. Hak negara-negara berkembang dan rakyat yang berada dalam wilayah jajahan dan dominasi rasial dan pendudukan asing untuk mewujudkan kebebasan mereka dan hak untuk mengatur secara efektif sumberdaya alam dan kegiatan ekonomi mereka.

3. Perluasan bantuan bagi negara-negara berkembang, rakyat dan wilayah yang berada di bawah dominasi asing dan penjajah, pendudukan asing, diskriminasi rasial atau warna kulit atau obyek dari ekonomi, politik atau bentuk tindak kebijakan menekan lainnya untuk memperoleh dari mereka sub-ordinasi untuk menggunakan hak-hak berdaulat mereka dan untuk mengamankan dari mereka kemanfaatan atas segala hal.

4. Perluasan bantuan aktif terhadap negara-negara berkembang oleh seluruh anggota komunitas internasional, bebas dari persyaratan-persyaratan politik dan militer.

8

Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 19.


(13)

5. Jaminan bahwa salah satu tujuan reformasi sistem moneter internasional haruslah peningkatan pembangunan pada negara-negara berkembang dan sirkulasi sumber daya riil yang memadai bagi mereka.

6. Perlakuan khusus dan perlakuan yang tidak didasarkan prinsip timbal balik bagi negara-negara berkembang, dalam hal memungkinkan, dalam seluruh bidang kerjasama ekonomi internasional.

7. Pengamanan persyaratan-persyaratan yang menguntungkan untuk pengalihan sumber-sumber keuangan untuk negara-negara berkembang.

8. Pemberian akses terhadap perkembangan sains dan teknologi modern bagi negara-negara berkembang, dan meningkatkan alih teknologi dan penciptaan teknologi asli untuk keperluan negara-negara berkembang dalam bentuk dan sesuai dengan prosedur yang pling sesuai dengan kemapuan ekonomi mereka. 9. Penguatan, melalui tindakan individuail dan kolektif, ekonomi yang saling

menguntungkan, perdagangan, keiangan dan kerjasama teknis antar negara-negara berkembang, terutama dengan dasar perlakuan khusus.

10.Penyediaan fasilitas peran dalam mana prosedur perusahaan dapat bergerak dalam kerangka kerja kerjasama internasional dan, dengan memperhatikan tujuannya, antara lain pembantuan peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan dan penggerakan pembangunan negara-negara berkembang.

Dengan demikian, bahwasannya pembahasan hukum berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berbasis pembangunan sosial dan ekonomi harus dibahas sebagai bagian dari konsep-konsep pembangunan, khusus di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai


(14)

bagian dari konsep pembangunan internasional di bawah PBB, para penulis menganggap The Charter of Economic Right and Duties of State sebagai langkah

awal kearah kodifikasi dan perkembangan baru (the codification and progressive

development of law) dari Prinsip-Prinsip Hukum Internasional bertalian dengan

persoalan Tata Ekonomi Internasional Baru (The New International Economic Order,

1974 ). Deklarasi PBB tentang pembentukan suatu Tata Ekonomi Internasional Baru,

sebagai deklarasi politik diterima tanpa pungutan suara. Piagam ini diterima sebagai instrumen universal untuk mengatur hubungan ekonomi internasional.9

Demikianlah beberapa hak-hak ekonomi negara berkembang dalam instrumen Hukum Internasional.

HAK-HAK NEGARA BERKEMBANG DALAM BIDANG INVESTASI

Kepentingan negara berkembang dalam tatanan masyarakat internasional sangat perlu mendapat perhatian. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana nasib negara berkembang dalam proses yang semakin global dan interdependen, dengan kegiatan ekonomi yang semakin borderless dimana satuan-satuan usaha, yang

semakin multinasional, semakin bertindak secara otonom, dan negara maju semakin menghendaki keterbukaan pasar dan kesempatan usaha di seluruh dunia. Kemudian timbul pertanyaan: apakah negara berkembang mampu mempertahankan

9

http://www.goegle.com, Daud Silalahi, 2003, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Pengelolaan (Termasuk Perlindungan) Sumber Daya Alam Yang Berbasis Pembangunan Sosial Dan Ekonomi, makalah ini disampaikan pada: Seminar Pembangunan Nasional VIII, dengan tema: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, dilaksanakan di Denpasar 14-18 Juli 2003, diakses 23-Januari-2006, 23.11 WITA.


(15)

eksistensinya menghadapi perubahan yang pesat tersebut? Bagaimana negara berkembang harus bersikap secara menyeluruh agar dapat memanfaatkan perkembangan global yang sedang berjalan tanpa terlindas oleh suatu proses yang tidak terkendali ?10

Pertanyaan tersebut sangat relevan dan perlu dijawab dengan kepala dingin. Bahwasannya negara berkembang harus menentukan sikap mengenai apa yang ingin dicapai secara fundamental. Sehingga terdapat inti dari pilihan strategis, adalah: bagaimana dapat memanfaatkan interdependensi yang menguntungkan, sementara juga dapat meraih otonomi yang seluas mungkin dalam penentuan nasibnya sendiri. Sejauh mana pilihan tersebut merupakan pilihan yang mutually exclusive antara

kemakmuran dan kemerdekaan, serta sejauh mana kita dapat melakukan kedua hal itu tanpa adanya kontradiksi.11

Terkait dengan hal di atas, perlu juga dikaji tentang posisi negara berkembang dalam era liberalisasi investasi saat ini. Terutama dalam posisi negara berkembang menerima kehadiran investasi asing. Mencermati berbagai pendapat tentang kehadiran investor, lalu timbul suatu pertanyaan yakni, apakah setiap permohonan investasi yang diajukan oleh investor asing harus diterima begitu saja oleh negara penerima modal ataukah investor asing harus mengikuti peraturan tentang penanaman modal yang ditentukan oleh negara penerima modal?12 Dalam hal ini menarik

disimak seperti apa yang dikemukakan oleh Detlev F. Vagts:

10

H.S. Kartadjoemena, op. cit., h. 285.

11

Ibid., h. 286.

12


(16)

”Suatu pemerintah yang mempertimbangkan sungguh-sungguh setiap usulan penanaman modal asing dihadapkan pada dilema antara hasrat untuk menggunakan penanaman modal tersebut sebagai sarana mencapai sasaran nasional tertentu dan adanya ketakutan kalau bermacam-macam nilai nasional akan terancam oleh penanaman modal tersebut. Yang mendukung dan yang melawan sulit untuk ditimbang atau dihitung dengan cara yang memuaskan. Godaan-godaan mengizinkan teori lasses-faire berlaku cukup besar, namun karena pemerintah semakin jeli melihat ketidaksamaan antara kepentingan nasional dan bisnis, maka pemerintah lebih berminat untuk menetapkan pembangunan ekonomi dalam pengawasan seksama yang terkoordinasi, mereka merasa lebih sulit membiarkan hal-hal tersebut berjalan sesuai dengan

kemauan arah bisnis swasta.”13

Jika dicermati secara seksama pandangan penulis di atas, tampak bahwa suatu negara yang berdaulat mempunyai otoritas untuk mengatur negaranya termasuk masalah investasi (foreign direct invesment). Kedaulatan suatu negara (termasuk

negara berkembang) untuk mengatur masalah investasinya adalah merupakan hak dari negara tersebut. Hak negara, khususnya hak negara berkembang dalam bidang investasi sangat menentukan kehidupan perekonomian negara berkembang tersebut. Dengan demikian maka sangat relevan jika hak negara berkembang dalam bidang investasi tersebut diatur dalam instrumen Hukum Internasional. Adapun hak-hak negara berkembang dalam bidang investasi diatur dalam instrumen Hukum Internasional sebagai berikut:

A. International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (UNGA Resolution 2200 A (XXI) of 16 December 1966).14

13

Detlev F. Vagts, dalam: Peranan Hukum Dalam Perekonomian Di Negara Berkembang. Penyunting: T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Cet. 1, Hlm. 68, dalam: Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung, h. 28-29.

14


(17)

Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

Rakyat setiap negara dapat, untuk keperluan mereka, secara bebas menggunakan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengabaikan berbagai kewajiban kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan, dan prinsip-prinsip hukum internasional. Dalam kasus apapun setiap orang harus dihindarkan dari hal-hal yang menyulitkan kehidupan mereka.

B. UNGA Resolution On Permanent Sovereignty Over Natural Resources 1942

(UNGA Resolution 1803 (XVII), 14 December 1942).15

B.1 Hal-hal yang mendasar sebagai berikut:

1. Konvenan Hak Azasi Manusia tentang Self-determination, menyatakan:

rakyat dapat, untuk kepentingan diri mereka sendiri, secara merdeka

memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa menghambat

kewajiban internasional dalam kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan

prinsip saling mnguntungkan, dan hukum internasional”.16

2. Resolusi Majelis Umum PBB 1515 (XV), 15 Desember 1960, merekomendasikan penghormatan terhadap hak berdaulat setiap negara untuk memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka, menurut kebutuhan nasional mereka, dan penghormatan terhadap kemerdekaan ekonomi negara-negara.

B.2 Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Hak berdaulat penuh rakyat dan suatu bangsa terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya harus digunakan untuk kepentingan pembangunan nasionalnya dan kesejahateraan hidup mereka.

15

Ibid, h. 3.

16


(18)

2. Eksplorasi, pengembangan dan pengalihan suatu sumber daya alam termasuk modal asing yang diimpor yang diperlukan untuk tujuan tersebut, harus sesuai dengan aturan dan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu dan ditentukan secara merdeka oleh rakyat dan bangsa tersebut dalam hubungan dengan perizinan, pembatasan atau larangan-larangan untuk kegiatan tersebut.

3. Dalam hal suatu perizinan diberikan, modal asing dan segala perolehan yang dihasilkan oleh modal tersebut harus diatur menurut persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh hukum nasional dan internasional yang berlaku. Keuntungan yang diperoleh harus dinikmati secara proporsional berdasarkan kesepakatan, misalnya antara investor dengan negara tuan rumah, dengan jaminan tidak merugikan salah satu pihak terutama sehubungan dengan kedaulatan negara terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya.

4. Nasionalisasi (nationalization), ekspropriasi (expropriation) atau rekuisisi

(requisition) harus didasarkan pada alasan-alasan kemanfaatan publik,

keamanan atau kepentingan nasional yang dianggap melampaui kepentingan-kepentingan individu atau kepentingan-kepentingan pribadi murni, baik dalam maupun luar negeri. Dalam hal, hal tersebut terjadi, pemilik harus mendapat kompensasi yang layak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara pengambil tindakan dan hukum internasional yang berlaku. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah kompensasi yang diberikan maka yurisdiksi negara pengambil tindakanlah yang harus digunakan. Namun demikian, berdasarkan persetujuan dari negara dan pihak-pihak yang bersangkutan, penyelesaian


(19)

sengketan harus dilakukan melalui prosedur arbitrase atau peradilan internasional.

5. Penerapan kedaulatan rakyat dan bangsa secara bebas dan menguntungkan terhadap sumber daya alamnya harus didasarkan pada hubungan saling menghormati dan saling menguntungkan antara satu negara dengan negara lainnya berdasarkan azas kedaulatan dan kesederajatan.

6. Kerjasama pembangunan ekonomi internasional negara-negara berkembang, dalam bentuk penanaman modal publik maupun pribadi, perdagangan barang dan jasa, bantuan teknis, atau pertukaran informasi ilmiah, harus diperuntukan bagi pembangunan nasional mereka dan harus berdasarkan penghormatan terhadap kebebasan dan kedaulatan terhadap kekayaan dan sumber daya alam mereka.

7. Pelanggaran terhadap hak rakyat dan bangsa sehubungan dengan kedaulatan terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya dianggap bertentangan dengan jiwa dan prinsip-prinsip Piagam PBB dan merugikan kerjasama pembangunan nasional dan perdamaian internasional.

8. Persetujuan penanaman modal asing berlaku mengikat berdasarkan azas kebebasan, oleh atau diantara negara-negara, berdasarkan azas etikad baik: negara dan organisasi internasional harus secara langsung menghormati kedaulatan rakyat dan bangsa-bangsa terhadap kekayaan dan sumber daya alam mereka sesuai dengan Piagam dan prinsip-prinsip yang ditentukan didalam Resolusi ini.


(20)

C. Charter Of Economic Rights And Duties Of States 1972 (UNGA Resolution 3281

(XXIX), 12 December 1972).17

Memuat hal-hal penting sebagai berikut:

1. Setiap negara memiliki hak mengatur dan menggunakan kewenangan terhadap modal asing didalam yurisdiksinya menurut hukum, kebijakan, prioritas dan tujuan nasionalnya. Tidak ada negara ditekan untuk memberikan perlakuan khusus terhadap modal asing.

2. Setiap negara memiliki hak mengatur dan mengawasi kegiatan perusahaan transnasional di dalam yurisdiksi nasionalnya dan mengambil tindakan yang dapat menjamin bahwa kegiatan mereka sesuai dengan hukum, aturan, kebijakan yang berlaku, dan sesuai dengan kebijakan ekonomi dan sosial mereka. Perusahaan transnasional tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara tuan rumah. Setiap negara harus, dengan sepenuhnya memperhatikan hak-hak berdaulat mereka, bekerjasama dengan negara lain dalam menggunakan hak yang diatur dalam paragraf ini;

3. Setiap negara memiliki hak untuk melakukan nasionalisasi, ekspropriasi atau alih kepemilikan hak milik asing oleh negara tuan rumah harus disertai kompensasi yang layak, sesuai dengan seluruh hukum dan kebijakan dan seluruh keadaan yang dipandang pertinen oleh negara

bersangkutan. Dalam hal masalah kompensasi berkembang menjadi sengketa, harus diselesaikan menurut hukum nasional negara tuan rumah,

17

Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 6.


(21)

melalui lembaga peradilannya, kecuali secara sukarela disepakati oleh negara-negara terkait untuk menyelesaikan melalui cara-cara damai lainnya, berdasarkan prinsip kedaulatan dan kesederajatan negara dan prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian (principle of free

choice of means).

4. Dalam pengeksploitasian sumber daya alam oleh dua atau lebih negara, setiap negara harus bekerjasama berdasarkan sistem informasi dan konsultasi pendahuluan untuk mencapai pemanfaatan yang optimum tanpa akibat buruk terhadap kepentingan legitimit negara lainnya.

5. Tidak satupun negara memiliki hak untuk mendorong penanaman modal yang mungkin mengakibatkan kesulitan pembebasan suatu wilayah yang berada dibawah pendudukan dengan kekuatan militer.

Demikianlah hak-hak negara berkembang dalam bidang investasi yang terdapat dalam instrumen Hukum Internasional.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Detlev F. Vagts, dalam: Peranan Hukum Dalam Perekonomian Di Negara Berkembang. Penyunting: T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Cet. 1, Hlm. 68, dalam: Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung.

H.S. Kartadjoemena, 2000, Substansi Perjanjian GATT/WTO Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa, Cet. 1, UI-Press, Jakarta.

Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung.

B. Dokumen Internasional

Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra.

C. Artikel

http://www.goegle.com, Daud Silalahi, 2003, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Pengelolaan (Termasuk Perlindungan) Sumber Daya Alam Yang Berbasis Pembangunan Sosial Dan Ekonomi, makalah ini disampaikan pada: Seminar Pembangunan Nasional VIII, dengan tema: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, dilaksanakan di Denpasar 14-18 Juli 2003, diakses 23-Januari-2006, 23.11 WITA.


(1)

Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

Rakyat setiap negara dapat, untuk keperluan mereka, secara bebas menggunakan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengabaikan berbagai kewajiban kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan, dan prinsip-prinsip hukum internasional. Dalam kasus apapun setiap orang harus dihindarkan dari hal-hal yang menyulitkan kehidupan mereka.

B. UNGA Resolution On Permanent Sovereignty Over Natural Resources 1942 (UNGA Resolution 1803 (XVII), 14 December 1942).15

B.1 Hal-hal yang mendasar sebagai berikut:

1. Konvenan Hak Azasi Manusia tentang Self-determination, menyatakan:

rakyat dapat, untuk kepentingan diri mereka sendiri, secara merdeka memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa menghambat kewajiban internasional dalam kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling mnguntungkan, dan hukum internasional”.16

2. Resolusi Majelis Umum PBB 1515 (XV), 15 Desember 1960, merekomendasikan penghormatan terhadap hak berdaulat setiap negara untuk memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka, menurut kebutuhan nasional mereka, dan penghormatan terhadap kemerdekaan ekonomi negara-negara.

B.2 Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Hak berdaulat penuh rakyat dan suatu bangsa terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya harus digunakan untuk kepentingan pembangunan nasionalnya dan kesejahateraan hidup mereka.


(2)

2. Eksplorasi, pengembangan dan pengalihan suatu sumber daya alam termasuk modal asing yang diimpor yang diperlukan untuk tujuan tersebut, harus sesuai dengan aturan dan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu dan ditentukan secara merdeka oleh rakyat dan bangsa tersebut dalam hubungan dengan perizinan, pembatasan atau larangan-larangan untuk kegiatan tersebut.

3. Dalam hal suatu perizinan diberikan, modal asing dan segala perolehan yang dihasilkan oleh modal tersebut harus diatur menurut persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh hukum nasional dan internasional yang berlaku. Keuntungan yang diperoleh harus dinikmati secara proporsional berdasarkan kesepakatan, misalnya antara investor dengan negara tuan rumah, dengan jaminan tidak merugikan salah satu pihak terutama sehubungan dengan kedaulatan negara terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya.

4. Nasionalisasi (nationalization), ekspropriasi (expropriation) atau rekuisisi (requisition) harus didasarkan pada alasan-alasan kemanfaatan publik, keamanan atau kepentingan nasional yang dianggap melampaui kepentingan-kepentingan individu atau kepentingan-kepentingan pribadi murni, baik dalam maupun luar negeri. Dalam hal, hal tersebut terjadi, pemilik harus mendapat kompensasi yang layak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara pengambil tindakan dan hukum internasional yang berlaku. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah kompensasi yang diberikan maka yurisdiksi negara pengambil tindakanlah yang harus digunakan. Namun demikian, berdasarkan persetujuan dari negara dan pihak-pihak yang bersangkutan, penyelesaian


(3)

sengketan harus dilakukan melalui prosedur arbitrase atau peradilan internasional.

5. Penerapan kedaulatan rakyat dan bangsa secara bebas dan menguntungkan terhadap sumber daya alamnya harus didasarkan pada hubungan saling menghormati dan saling menguntungkan antara satu negara dengan negara lainnya berdasarkan azas kedaulatan dan kesederajatan.

6. Kerjasama pembangunan ekonomi internasional negara-negara berkembang, dalam bentuk penanaman modal publik maupun pribadi, perdagangan barang dan jasa, bantuan teknis, atau pertukaran informasi ilmiah, harus diperuntukan bagi pembangunan nasional mereka dan harus berdasarkan penghormatan terhadap kebebasan dan kedaulatan terhadap kekayaan dan sumber daya alam mereka.

7. Pelanggaran terhadap hak rakyat dan bangsa sehubungan dengan kedaulatan terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya dianggap bertentangan dengan jiwa dan prinsip-prinsip Piagam PBB dan merugikan kerjasama pembangunan nasional dan perdamaian internasional.

8. Persetujuan penanaman modal asing berlaku mengikat berdasarkan azas kebebasan, oleh atau diantara negara-negara, berdasarkan azas etikad baik: negara dan organisasi internasional harus secara langsung menghormati kedaulatan rakyat dan bangsa-bangsa terhadap kekayaan dan sumber daya alam mereka sesuai dengan Piagam dan prinsip-prinsip yang ditentukan didalam Resolusi ini.


(4)

C. Charter Of Economic Rights And Duties Of States 1972 (UNGA Resolution 3281 (XXIX), 12 December 1972).17

Memuat hal-hal penting sebagai berikut:

1. Setiap negara memiliki hak mengatur dan menggunakan kewenangan terhadap modal asing didalam yurisdiksinya menurut hukum, kebijakan, prioritas dan tujuan nasionalnya. Tidak ada negara ditekan untuk memberikan perlakuan khusus terhadap modal asing.

2. Setiap negara memiliki hak mengatur dan mengawasi kegiatan perusahaan transnasional di dalam yurisdiksi nasionalnya dan mengambil tindakan yang dapat menjamin bahwa kegiatan mereka sesuai dengan hukum, aturan, kebijakan yang berlaku, dan sesuai dengan kebijakan ekonomi dan sosial mereka. Perusahaan transnasional tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara tuan rumah. Setiap negara harus, dengan sepenuhnya memperhatikan hak-hak berdaulat mereka, bekerjasama dengan negara lain dalam menggunakan hak yang diatur dalam paragraf ini;

3. Setiap negara memiliki hak untuk melakukan nasionalisasi, ekspropriasi atau alih kepemilikan hak milik asing oleh negara tuan rumah harus disertai kompensasi yang layak, sesuai dengan seluruh hukum dan kebijakan dan seluruh keadaan yang dipandang pertinen oleh negara bersangkutan. Dalam hal masalah kompensasi berkembang menjadi sengketa, harus diselesaikan menurut hukum nasional negara tuan rumah,

17

Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 6.


(5)

melalui lembaga peradilannya, kecuali secara sukarela disepakati oleh negara-negara terkait untuk menyelesaikan melalui cara-cara damai lainnya, berdasarkan prinsip kedaulatan dan kesederajatan negara dan prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian (principle of free choice of means).

4. Dalam pengeksploitasian sumber daya alam oleh dua atau lebih negara, setiap negara harus bekerjasama berdasarkan sistem informasi dan konsultasi pendahuluan untuk mencapai pemanfaatan yang optimum tanpa akibat buruk terhadap kepentingan legitimit negara lainnya.

5. Tidak satupun negara memiliki hak untuk mendorong penanaman modal yang mungkin mengakibatkan kesulitan pembebasan suatu wilayah yang berada dibawah pendudukan dengan kekuatan militer.

Demikianlah hak-hak negara berkembang dalam bidang investasi yang terdapat dalam instrumen Hukum Internasional.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Detlev F. Vagts, dalam: Peranan Hukum Dalam Perekonomian Di Negara Berkembang. Penyunting: T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Cet. 1, Hlm. 68, dalam: Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung.

H.S. Kartadjoemena, 2000, Substansi Perjanjian GATT/WTO Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa, Cet. 1, UI-Press, Jakarta.

Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung.

B. Dokumen Internasional

Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra.

C. Artikel

http://www.goegle.com, Daud Silalahi, 2003, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Pengelolaan (Termasuk Perlindungan) Sumber Daya Alam Yang Berbasis Pembangunan Sosial Dan Ekonomi, makalah ini disampaikan pada: Seminar Pembangunan Nasional VIII, dengan tema: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, dilaksanakan di Denpasar 14-18 Juli 2003, diakses 23-Januari-2006, 23.11 WITA.