Diagnosis of Asthma.
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
NASKAH LENGKAP
Denpasar, 30 Januari 2016
1
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Teman sejawat Yth.
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
oleh karena Rahmat-Nyalah Naskah Lengkap ini dapat terselesaikan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat membantu para teman sejawat sebagai
petunjuk dari program acara yang akan disajikan dalam Asthma Meeting:
Comperhenssive Approach Of Asthma dan dapat dijadikan sebagai bahan
diskusi atau tukar pikiran bagi para peserta. Juga semoga naskah Lengkap
yang ada dalam buku ini dapat menambah pengetahuan dan masukan
kepada para teman sejawat sehingga dapat meningkatkan SDM masingmasing peserta.
Panitia sangat menyadari banyak sekali kekurangannya maka
dengan rendah hati panitia menyampaikan permohonan maaf yang
sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan buku ini dan dalam
penyelenggaraan Asthma Meeting: Comperhenssive Approach Of
Asthma kurang berkenan di hati Teman Sejawat, karena hal tersebut
benar-benar di luar kesengajaan dan di luar jangkauan kemampuan kami.
Sebagai akhir kata, kami ucapkan selamat atas partisipasi dan
kehadirannya pada Asthma Meeting: Comperhenssive Approach Of
Asthma ini dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Denpasar, Januari 2016
Prof. Dr. dr. I D Bagus Ngurah Rai, SpP(K)
Ketua Panitia
2
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
DAFTAR ISI
Overview Asma: Masalah Asma Global ............................................... 4
Patogenesis Asma ............................................................................. 13
Patofisiologi Asma.............................................................................. 23
Diagnosis Asma ................................................................................. 25
Penanganan Asma Akut
Layanan Primer ...................................................................... 36
Instalasi Gawat darurat .......................................................... 50
Hospital Management of Asthma
Tatalaksana Asma diruang Rawat Inap .................................... 64
Intensive Care Setting ............................................................ 76
Tataksana Asma Jangka Panjang ........................................................ 93
Dificult Asma ..................................................................................... 104
Asma Pada Usia Lanjut ...................................................................... 119
Asma Dalam Kehamilan ..................................................................... 127
Asma Kerja ........................................................................................ 147
Exercise Induced Asthma (EIA) ........................................................... 153
Asthma COPD Overlap Syndrome (ACOS) .......................................... 160
Terapi Invasiv Asma (Bronkial Termoplasti Pada Asma) ..................... 174
Denpasar, 30 Januari 2016
3
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Overview Asma: Masalah Asma Global
Ida Bagus Ngurah Rai
Divisi Paru Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK UNUD / RSUP Sanglah
Pendahuluan
Asma adalah salah satu penyakit saluran nafas kronik utama, yang
mengenai 1-18% penduduk di suluruh dunia. Asma ditandai oleh keluhan
respirasi, seperti mengi, sesak, rasa berat di dada, dan/atau batuk serta
hambatan aliran udara ekspirasi yang variabel. Variabel disini dimaksudkan
bahwa semua gejala dan bukti hambatan aliran udara ekspirasi tersebut
terjadi fluktuatif dalam hal waktu dan intensitasnya. Variasi tersebut terjadi
akibat rangsangan berbagai faktor pencetus seperti aktivitas fisik, allergen,
iritan, perubahan cuaca, atau infeksi virus.1
Asma merupakan masalah kesehatan serius di dunia. Asma dapat
mengenai semua orang dari berbagai kelompok umur di semua wilayah di
seluruh dunia. Prevalensi asma terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir, terutama pada anak-anak.1 Peningkatan kejadian asma biasanya
didapatkan pada masyarakat yang mengadopsi gaya hidup barat (western
lifestyle) serta pada daerah urban. Peningkatan proporsi kaum urban yang
diproyeksikan pada tahun 2025 menjadi 59% juga diprediksi meningkatkan
prevalensi asma dalam satu decade ke depan. Pada tahun 2025
diperkirakan terjadi penambahan prevalensi asma 100 juta kasus lagi.2
4
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Masalah utama pada asma adalah beban medis dan sosioekonomi
yang dialami. Secara medis, pasien asma akan mengalami penurunan
kualitas hidup yang gradual. Bila tidak dilakukan manajemen yang tepat,
penyakit asmanya akan menjadi tidak terkontrol dengan segala
konsekuensi perburukan anatomi dan fisiologis saluran nafas. Selain itu,
masalah efek samping obat juga muncul pada kasus yang tidak ditangani
sesuai pedoman terapi yang ada. Selain konsekuensi medis, masalah sosioekonomi juga muncul akibat asma. Pasien asma akan mengalami
penurunan produktivitas kerja serta prestasi belajar pada pasien usia
sekolah. Selain itu, beban ekonomi dalam penanganan asma juga sangat
tinggi.2
Masalah global asma memaang masih tetap menjadi perhatian
berbagai organisasi kesehatan di dunia. Berbagai upaya disusun untuk
menurunkan beban asma tersebut. Berikut ini akan disampaikan berbagai
masalah epidemiologi, sosio-ekonomi yang diakibatkan oleh asma untuk
membuka wawasan dan memberikan gambaran besarnya masalah dan
lingkup asma.
Epidemiologi Asma
Asma merupakan penyakit kronis paling umum di dunia. Sekitar 300
juta penduduk dunia diperkirakan menderita asma, dengan 250.000
kematian setiap tahunnya. Angka ini tersebar di berbagai belahan dunia.
Semua Negara di dunia tidak dapat terbebas dari asma. Variasi angka
prevalensi antar bangsa di seluruh dunia diakibatkan kualitas fasilitas
Denpasar, 30 Januari 2016
5
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
kesehatannya, teknik surveilans yang digunakan, diagnosis dokter, serta
jaringan informasi masalah kesehatan yang dimiliki.
The World Health Survey mengungkapkan terjadinya variasi angka
prevalensi asma antar berbagai Negara di dunia. Selain itu, terdapat variasi
kejadian asmaantara asma berdasarkan diagnosis dokter dan berdasarkan
profil gejala yang dikeluhkan, termasuk mengi dalam 12 bulan terakhir.
Angka kejadian asma pada orang dewasa berdasarkan catatan diagnosis
dokter adalah 4,3 % (95 % CI: 4,2-4,4). Paling rendah di Cina (0,2%) dan
tertinggi di Australia (21%). Sedangkan angka prevalensi asma berdasarkan
keluhan klinis yang dilaporkan pasien adalah 4,5 % (95 % CI: 4,4-4,6),
didaptkan juga dengan variasi antar Negara yang cukup lebar. Angka
prevalensi terendah di Vietnam sebesar 1%, tertinggi di Australia 21,5%.
1.0 % in Vietnam to 21.5 % in Australia. Perbedaan angka prevalensi
tersebut kemungkinan diakibatkan oleh variasi tingkat pengetahuan dan
pengalaman klinisi dalam mendiagnosis asma yang tepat sesuai panduan
dan konsensus standar yang diacu di seluruh dunia. 3
Prevalensi asma secara klinis juga digunakan GINA untuk
menentukan standar penghitungan angka kejadian asma. Cara ini dipakai
untuk mempersempit variasi akibat tidak adanya tes tunggal universal
untuk diagnosis asma, perbedaan klasifikasi asma, dan perbedaan
interpretasi keluhan dan gejala asma antar Negara-negara di dunia. Kriteria
klinis asma yang dipakai gold standard adalah temuan hiperresponsivitas
bronchus dan mengi. Gambar 1 menunjukkan peta prevalensi asma secara
klinis di seluruh dunia. Seperti yang dapat dilihat, banyak area di dunia
6
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
yang belum memiliki data terstandar, sehingga angka prevalensi asma yang
sebenarnya mungkin lebih tinggi.
Gambar 1. Peta Dunia Prevalensi Klinis Asma2
Berdasarkan RISKESDAS 2013, prevalensi asma di Indonesia
didapatkan 4,5% dari seluruh penduduk Indonesia. Asma menduduki
peringkat pertama dari kategori prevalensi penyakit kronik tidak menular.
Apabila diproyeksikan dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun
2013 yang berjumlah lebih dari 248 juta jiwa, maka jumlah pasien asma di
Indonsia lebih dari 11 juta jiwa.5 Angka tersebut merupakan jumlah yang
sangat banyak untuk ditangani oleh dokter, khususnya spesialis terkait
yang kebanyakan terdistribusi di kota-kota besar.
Denpasar, 30 Januari 2016
7
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Selain angka prevalensi, angka kematian akibat asma juga menjadi
masalah tersendiri. Mencari angka kematian akibat asma memang sangat
menantang. Pada beberapa kasus, kematian yang terjadi pada pasien asma
bukan akibat langsung asma, sehingga menimbulkan kelompok positif
palsu. Sebaliknya pada kelompok negative palsu, kematian yang jelas
akibat
asma, disebutkan
oleh penyebab lain. GINA dan WHO
menstandarisasi angka kematian asma berdasakrkan populasi kelompok
umur 5-35 tahun. Case fatality rates dipakai untuk menggambarkan jumlah
kematian akibat asma setiap 100.000 pasien asma (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Dunia berdasarkan Case Fatality Rate Asma2
8
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Beban asma secara epidemiologi dapat dilihat dari beberapa
perhitungan. Teknik penghitungan data yang paling sering dipakai adalah
Disability-adjusted life year (DALY). Satu DALY asma artinya hilangnya satu
tahun kehidupan akibat asma. Data WHO tahun 2001 menyebutkan
peringkat asma pada ranking 25 DALY berbagai penyakit di dunia, dengan
angka DALY 15,0.1,4
Beban ekonomi asma juga relatif sulit ditentukan secara global.
Berbagai estimasi dibuat di beberapa Negara dalam mencoba menghitung
berapa biaya yang diakibatkan oleh asma dari berbagai sektor kehidupan.
Beban langsung akibat penyakit asma dapat dilihat dari biaya pengobatan
dan perawatan pasien asma. Sedangkan biaya tidak langsung dihitung
berdasarkan efek negative asma pada produktivitas pasien. Pada beberapa
penelitian,beban indirek asma bahkan lebih tinggi dari beban langsung
asma akibat pengobatannya. Beban ekonomi ini bervariasi antara negara
dengan pendapatan tinggi dan rendah.6,7
Penelitian di Amerika tahun 2009 mendapatkan estimasi biaya total
untuk asma di populasi sebesar 56 milyar Dollar Amerika per tahun, atau
3.259 Dolar Amerika per pasien per tahun. Penelitian lain di Eropa tahun
2011 mendapatkan angka rerata biaya langsung untuk asma 19,5 milyar
EURO, sedangkan biaya tidak langsung mencapai 14,4 milyar EURO.6 Untuk
Negara Asia, angka estimasi di Hongkong mencapai 1.189 Dolar Amerika
per pasien per tahun untuk total biaya langsung dan tidak langsung dari
Asma. Sedangkan di Vietnam 184 Dolar Amerika per pasien per tahun.4
Denpasar, 30 Januari 2016
9
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Besarnya beban ekonomi asma ini sebenarnya dapat ditekan
menjadi jauh lebih rendah. Hal ini dicapai dengan semaksimal mungkin
menangani pasien asma untuk mencapai asma terkontrol. Mencapai asma
terkontrol memang masih menjadi permasalahan yang rumit. Dalam
komponen manajemen asma, berbagai faktor mempengaruhi outcome.
Tingkat kepatuhan berobat, ketersediaan obat kontroler pada layanan
kesehatan dan jaminan kesehatan nasional, harga obat yang mahal,
pemerataan distribusi obat, serta tingkat pengetahuan dokter dalam
menangani asma, sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan asma
mencapai status terkontrol.2,4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asma
Berbagai faktor telkah diketahui mempengaruhi asma, tetapi tidak
ada satupun yang merupakan faktor spesifik untuk asma. Selama ini
berbagai faktor yang mempengaruhi asma dikategorikan menjadi 2
kelompok besar, yaitu faktor genetik dan non-genetik. Para ahli akhirnya
berkesimpulan, bahwa kedua faktor tersebut bersama-sama membentuk
wajah asma.
Faktor genetik sering dikaitkan dengan terjadinya asma dalam
keluarga. Banyak bukti menampilkan kejadian asma yang meningkat pada
populasi anak kembar serta pada riwayat orang tua asma.8 Kerentanan
genetic yang akhirnya diasumsikan mempengaruhi terjadinya asma pada
seorang pasien, terutama anak-anak. Genetik juga dihubungkan dengan
10
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
peranan alergi pada asma. Riwayat alergi pada keluarga menjadi standar
pertanyaan dalam memeriksa pasien asma.4
Kerentanan genetic asma saja sebenarnya belum cukup untuk
menimbulkan asma. Masih ada peranan faktor lingkungan, dalam hal ini
partikel dan kualitas udara, yang mempengaruhi timbulnya asma. Faktor
lingkungan atau sering juga disebut faktor non-genetik sering dikaitkan
dengan pencetus serangan asma, akibat kemampuannya menimbulkan
gejala asma baik secara langsung maupun setelah proses sensitisasi.1
Beberapa faktor lingkungan yang sering dihubungkan dengan asma antara
lain debu, asap, jamur dan kelembaban tempat tinggal, serbuk sari
tanaman, partikel dari hewan ternak atau hewan peliharaan, asap rokok,
perubahan cuaca, serta berbagai bahan berbahaya dari pajanan di tempat
kerja.4 Selain faktor lingkungan tersebut, beberapa faktor lain seperti
infeksi virus pernafasan, pemakaianobat golongan aspirin atau beberapa
antibiotika lain, aktivitas fisik, makanan tertentu, serta emosi juga dapat
mempengaruhi asma.
Ringkasan
Asma merupakan salah satu penyakit non-infeksi utama di dunia
dengan prevalensi yang tinggi. Asma dapat diderita oleh semua populasi di
dunia. Angka kematian akibat asma juga masih cukup tinggi. Asma juga
membawa masalah psiko-sosio-ekonomik yang cukup serius. Beban
ekonomi asma sangat tinggi, terutama akibat tidak terkontrolnya penyakit
Denpasar, 30 Januari 2016
11
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
ini. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi asma harus mendapat
perhatian oleh para klinisi, pasien, dan pemerintah.
Daftar Pustaka
1. Global
Initiative fo
Asthma.
Global
Strategy
for
Asthma
Management and Prevention updated 2015. 2015
2. Masoli M, Fabian D, Holt S, et al. Global Burden of Asthma.
GINA.2014
3. Croisant S. Epidemiology of Asthma: Prevalence and Burden of
Disease. In: Brasier AR(ed.) Heterogeneity in Asthma, Advances in
Experimental Medicine and Biology. 14th ed. Springer Science and
Business Media. New York;2014:pp.17-29
4. Global Asthma Network. The Global Asthma Report 2014. 2014
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKERDAS)
2013.
6. Gibson GJ, Loddenkemper R, Sibille Y, et al. for European
Respiratory Society. Lung Health in Europe: Facts and Figures. 2013
7. Bahadori K, Dayle-Waters MM, Marra C, et al. Economic burden of
asthma: a systematic review. BMC Pulm Med 2009;9:24-30
8. Rees J. Prevalence. In: Rees J, Kanabar D, Pattani S (eds). ABC of
Athma 6th ed. Blackwell Publishing. London;2010:pp.6-9.
12
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
PATOGENESIS ASMA
Ketut Suryana
Divisi Alergi-Imunologi, Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK Unud - RSUP Sanglah Denpasar
Pendahuluan
Asma merupakan penyakit dengan manifestasi klinis yang bervariasi
(heterogenous), namun mempunyai karakteristik suatu inflamasi kronik
dari saluran nafas (Chronic Airway Inflammation). Manifestasi klinis yang
dapat dijumpai pada asma, antara lain : riwayat adanya keluhan pada
sistim pernafasan, seperti : mengi, sesak nafas, dada berat / tidak nyaman
dan batuk dengan intensitas yang bervariasi sepanjang waktu serta adanya
keterbatasan saat mengeluarkan udara pernafasan (expiratory airflow
limitation) 1,2.
Prevalensi asma dilaporkan terus meningkat dengan estimasi saat
ini di dunia sekitar 300 juta. Fakta ini merupakan masalah kesehatan global
yang serius terutama di Negara sedang berkembang berkaitan dengan
beban biaya pengobatan dan beban psikososial karena menurunnya
kemampuan dan produktivitas kerja misalnya, baik secara individu maupun
masyarakat 1.
Denpasar, 30 Januari 2016
13
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Inflamasi kronik saluran nafas pada asma melibatkan berbagai sel
imunokompeten dan elemennya. Berbagai interleukin dan vascular
endotheleal growth factor merupakan sitokin penting pada hiperreaktivitas
bronkus.
Pemahaman tentang patogenesis asma dengan baik dan benar
diharapkan dapat menjadi dasar kajian berkaitan strategi pengelolaan
asma 3,4.
Key Words : asma, patogenesis, terapi biologi.
Inflamasi pada Saluran Nafas
Inflamasi saluran nafas
mempunyai peranan utama pada
patogenesis asma, dengan melibatkan berbagai sel imunokompeten dan
mediator yang akan menyebabkan timbulnya gejala asma1,4.
Inhalasi antigen mengaktifkan sel mast dan sel Th-2 di saluran
nafas, selanjutnya akan dilepaskan mediator inflamasi seperti : histamine,
leukotrien dan sitokin seperti : IL-4 dan IL-5. Sitokin IL-5 akan menuju ke
sumsum tulang yang akan menyebabkan defrensiasi eosinofil. Eosinofil
sirkulasi masuk ke inflammatory site dan mengalami migrasi ke paru
dengan rolling / menggulir di endotel vaskuler tempat inflamasi,
mengalami aktivasi, adhesi, ektravasasi dan kemotaksis.
Eosinofil
berinteraksi dengan selektin kemudian menempel di endotel melalui
14
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
perlekatannya dengan integrin di vascular-cell adhesion molecule (VICAM1) dan intercellular adhesion molecule (ICAM-1) 5.
Gambar 1. Mekasnisme Inflamasi 5 .
Eosinofil, sel mast, basofil, limfosit T, masuk ke saluran nafas dengan
pengaruh kemokin dan sitokin seperti RANTES, eotaksin, monocyte
chemotactic protein (MCP-1) dan macrophage inflammatory protein (MIPα
a g dilepas oleh sel epitel. Eosi ofil teraktivasi melepaskan mediator
inflamasi seperti leukotrien dan protein granul untuk mencederai saluran
nafas. Survival eosinofil diperlama oleh IL-4 dan GM-CSF, mengakibatkan
inflamasi saluran nafas yang persisten (Gambar-1) 5.
Denpasar, 30 Januari 2016
15
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Inflamasi dan Hiperresponsifnes Saluran Nafas
Sensitisasi alergen, virus, polutan udara mengakibatkan terjadinya
inflamasi kronik dengan peran utama dari eosinofil.
Sensitisasi
allergen
Virus
Polutan udara
Inflamasi kronik
Hiperresponsiveness
Bronkitis
eosinofilic
saluran nafas
Trigger Alergen
Exercise
Gejala
Udara dingin
Batuk
Mengi
Dada Berat
SO2
Sesak
Particulates
Gambar 2. Inflamasi dan hiperresponsifnes saluran nafas 6 .
16
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Inflamasi kronik saluran nafas selanjutnya berkembang menjadi keadaan
bronchial hyperresponsiveness. Adanya triger seperti : alergen, exercise,
udara dingin, SO2, particulates dapat mencetuskan serangan asma dengan
gejala dapat berupa batuk, dada berat, sesak nafas, mengi (Gambar 2) 6.
Patogenesis Asma
Antigen ditangkap (up take) oleh sel dendrit, selanjutnya dipecah
menjadi peptide yang lebih kecil dan membentuk kompleks dengan
molekul MHC-klas II menjadi Peptide-MHC klas II complex. Complex ini
melalui T cell receptor memberi signal kepada naive T-lymphocyte (Th-0),
selanjutnya akan disekresikan IL-12 yang akan menstimulasi Th-1 untuk
mensekresi IFN-γ, l
photo i , IL-2 dan disisi lain IL-12 menginhibisi Th-2
response 6.
Sedangkan stimulasi pada Th-2 lymphocyte akan menghasilkan
berbagai
Denpasar, 30 Januari 2016
17
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Gambar 3. Patogenesis Asma (Morris, J, 2015) 2
sitokin seperti : IL-4, IL-5, IL-13, IL-9,
GM-CSF. Sitokin tersebut
mempengaruhi sel-sel imunokompeten seperti limfosit B, eosinofil, basofil.
Mediator inflamasi yang dihasilkan mengakibatkan terjadinya perubahan
anatomis (anatomical changes) sehingga timbul manifestasi klinis asma
(Gambar 3) 2,6-8.
18
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Mediator dan Manifestasi Klinis Asma
Tabel 1. Pengaruh mediator terhadap manifestasi klinis asma 9.
Mediator
Tanda dan Gejala Asma
Histamin
Bronkokonstriksi,
eksudasi
protein
plasma, sekresi mucus
Leukotriens
Bronkonstriksi, eksudasi protein plasma,
sekresi mucus
Kinins
Bronkonstriksi, batuk
Prostaglandins
Bro kos triksi
prostagla di
E α,
prostaglandin
D2),
Anti
bronkokonstriktor (prostaglandin E2),
batuk (prostaglandin F2ɑ
Mediator dan Terapi Biologi / Biological Therapeutics pada Asma
Degranulasi sel Mast melepaskan berbagai mediator seperti
leukotriens dan Platlet Activating Factor (PAF). Mediator tersebut yang
dominan berperan pada bronkokonstriksi akut.
Terapi yang ditujukan
untuk menghambat aktivitas
Denpasar, 30 Januari 2016
19
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Gambar 4. Mediator dan Target Terapi pada Asma 5.
sel Mast (kromolin) dan
relaksasi otot polos bronkus / bronkodilator
seperti epinefrin, teofilin. Obat-obat tersebut juga mempunyai efek
menghambat aktivitas sel Mast. Sel Mast juga melepaskan sitokin
proinflamasi, yang terutama berperan pada inflamasi saluran nafas reaksi
fase lambat. Kortikosteroid iberikan untuk menghambat sintesis sitokin
(Gambar 4) 5.
Terapi
biologi
pada
berbagai
penyakit
belakangan
mulai
berkembang termasuk pada strategi terapui asma. Pada terapi biologi yang
menjadi target sasran terapi adalah antibodi, soluble receptor 3-5
20
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Rangkuman
Inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel
imunokompeten dan elemennya merupakan dasar patogenesis asma .
Berbagai interleukin dan vascular endotheleal growth factor merupakan
sitokin penting pada hiperreaktivitas bronkus. Pemahaman tentang
patogenesis asma dengan lebih baik dan benar diharapkan dapat menjadi
dasar kajian berkaitan strategi pengelolaan asma. Demikian juga termasuk
pengembangan terapi biologi dengan demikian inflamasi kronik pada asma
dapat dikontrol .
Daftar Pustaka
1. Global Initiative for Asthma. 2015. Pocket Guide for Health
Professionals, Updated 2015.
2. Morris, MJ. Asthma. Updated Dec 31, 2015. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview.
Downloaded on: 17 Januari 2016.
3. Cook ML, Bochner BS. Update on Biological Therapeutic for Asthma.
WAO Journal. 2010 ; 3 : 188-194.
4. Biswas A, Papierniak E, Sriram PS. Role of Biologics in Management
of Asthma. Austin J of Pulm & Respir Med. 2015 ; vol. 2(2), 01-09.
5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. 2010. Robbins and Cotran
Pathologis Basis of Disease. 8th Edition. China. Saunders
Elseiver.p:43-78.
6. Barnes PJ. Pathophysiology of asthma. Eur Respir Mon, 2003, 23,
84–113
7. Murdoch JR, Lloyd CM. Chronic inflammation and asthma.
Mutation Research 690 (2010) 24–39
Denpasar, 30 Januari 2016
21
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
8. Bradding P. Asthma: Eosinophil Disease, Mast Cell Disease, or Both?
Allergy, Asthma, and Clinical Immunology, Vol 4, No 2 (Summer),
2008: pp 84–90
9. Alenzi FQ. Alanazi2 FGB. Al-Faim AD, Al-Rabea MW. Tamimi5 W,
Tarakji B, et al. The role of eosinophils in asthma. Health 5 (2013)
339-343.
10. Ishmael FT. TResponse in the Pathogenesis of Asthma. JAOA 2011;
(Suppl 7); Vol 111(11): S11-S17.
22
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
PATOFISIOLOGI ASMA
Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An, KAR
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas dengan gejala
mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat, batuk saat malam atau
dini hari. Serangan biasanya berkaitan dengan obstruksi luas saluran napas
di dalam paru, namun bervariasi. Obstruksi ini seringkali bersifat reversibel,
baik secara spontan atau dengan terapi. Namun demikian, obstruksi
saluran napas dapat menjadi gagal napas akibat peningkatan kerja
pernapasan, inefisiensi pertukaran gas, dan kelelahan otot pernapasan.
Obstruksi saluran napas yang bersifat rekuren disebabkan oleh
bronkokonstriksi, edema saluran napas, hiperresponsivitas saluran napas,
dan remodeling saluran napas, berupa: inflamasi, hipersekresi mukus,
fibrosis subepitelial, hipertrofi otot polos saluran napas, dan angiogenesis.
Inflamasi memegang peran sentral dalam patofisiologi asma. Inflamasi
saluran napas melibatkan interaksi berbagai tipe sel dan mediator.
Gambaran imunohistopatologis asma meliputi infiltrasi sel inflamasi
neutrofil (khususnya pada onset mendadak, eksaserbasi berat, asma
Denpasar, 30 Januari 2016
23
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
okupasional, dan perokok), eosinofil, limfosit, aktivasi sel mast, cedera sel
epitel.
Karakteristik patologi asma mengakibatkan peningkatan resistensi
saluran napas dan hiperinflasi paru dinamis. Hal ini akan mengakibatkan
konsekuensi sebagai berikut. 1) Peningkatan work of breathing. Hal ini
terjadi akibat peningkatan resistensi saluran napas dan penurunan
pulmonary compliance karena volume paru yang besar. 2) Ventilation–
perfusion mismatch. Hal ini mendasari kondisi hipoksemia dan hiperkapnia
pada penyakit paru. Penyempitan dan penutupan saluran napas akan
mengganggu pertukaran gas. 3) Interaksi kardiopulmoner. Fungsi jantung
dipengaruhi oleh perubahan volume paru dan tekanan intrapleura.
24
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Diagnosis Asma
IGN Bagus Artana
Divisi Paru Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK UNUD / RSUP Sanglah
Pendahuluan
Asma merupakan penyakit saluran nafas kronik yang sering terjadi
dan menimpa semua lapisan masyarakat. Asma menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama di dunia. Kejadian asma berkisar antara 118% dari jumlah populasi pada berbagai negara. Asma terjadi pada
berbagai belahan dunia, baik negara maju atau negara berkembang. Hingga
saat ini asma masih menjadi salah satu penyakit non-infeksi dengan
prevalensi tertinggi. Perkiraan global terbaru dari Global Asthma Network
mendapatkan sebanyak 334 juta orang menderita asma di seluruh dunia.
Angka ini diperkirakan akan terus meningkat.1,2
Selain tingginya prevalensi, asma juga memiliki dampak sosioekonomi yang besar pula. Pasien asma, terlebih yang tidak terkontrol, akan
mengalami penurunan produktifitas yang signifikan. Mereka akan sering
tidak masuk sekolah atau kerja akibat asma yang dideritanya. Selain itu,
biaya yang dikeluarkan untuk penanganan asma juga sangat tinggi. Global
Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan sekitar 1-2 persen dari seluruh
Denpasar, 30 Januari 2016
25
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
pembiayaan kesehatan suatu Negara dialokasikan untuk penanganan
asma.1
Berbagai organisasi kesehatan bidang respirasi di dunia telah
mengeluarkan konsensus atau panduan untuk mendiagnosis asma.
Sebagian besar konsensus tersebut bisa didapatlkan dengan mudah dan
gratis. Walaupun demikian, kejadian misdiagnosis atau underdiagnosis
asma masih tinggi, terutama pada populasi anak dan orang tua. Karadag,
dkk.3 melakukan penelitian pada 1134 pasien asma usia 1-17 tahun di
Turki. Hanya 45,5% yang langsung didiagnosis asma berdasarkan riwayat
serangan asma senmentara sisanya tidak langsung didiagnosis dan
ditangani sebagai asma. Penelitian Nish dan Schwietz4 pada tentara
Angkatan Udara Amerika di Texas juga mendapatkan hasil serupa. Pada
192 tentara AU yang baru masuk dilakukan pemeriksaan untuk asma sesuai
dengan consensus nasional. Didapatkkan 30% yang menderita asma, dari
sebelumnya dengan hasil tes kesehatan normal.
Pada populasi orang tua juga didapatkan masalah yang sama.
Banerjee, dkk5 juga mendapatkan hal serupa. Delapan puluh dua pasien
dari 199 lansia dengan diagnosis PPOK memiliki tes reversibilitas yang
positif. Hal ini artinya, hampir setengah pasien PPOK pada penelitian ini
merupakan pasien asma. Parameswaran, dkk.6 dari penelitian komunitas
juga menyimpulkan bahwa asma pada lanjut usia masih tidak diidentifikasi
dengan baik, sehingga penatalaksanaannya masih kurang optimal.
Diagnosis asma memang menjadi tantangan tersendiri dalam
manajemen pasien asma yang baik. Kesalahan diagnosis dan under26
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
diagnosis masih sering dijumpai pada praktek klinis sehari-hari dari
berbagai kelompok umur pasien. Berikut ini kami sampaikan panduan
mendiagnosis pasien dengan asma.
Diagnosis Asma
Asma secara umum dikenal memiliki karakteristik
gejala dan
hambatan aliran udara yang variabel dan episodik. Hal inilah yang menjadi
dasar dalam mendiagnosis asma. Diagnosis asma didapatkan dengan
mengidentifikasi kedua kondisi karakteristik tersebut. Gejala respirasi yang
sering dihubungkan dengan asma adalah mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, atau batuk. Gejala-gejala tersebut memiliki karakteristik tersendiri
untuk mendukung diagnosis asma. Semakin banyak gejala yang ditemukan
pada pasien akan makin menguatkan dugaan kearah asma, terutama pada
kasus dewasa. Sementara itu, kronologis gejala yang biasanya memburuk
saat malam hari atau dini hari serta bervariasi intensitasnya juga
mendekatkan kita pada diagnosis asma. Karakteristik lain adalah pencetus
keluhan dan gejala tersebut yang sangat beragam mulai dari infeksi virus
(flu), olah raga, pajanan alergen, perubahan cuaca, gas iritan, atau bahkan
tertawa yang terlalu keras.(Gambar 1)1
Variabel kedua yang harus dibuktikan selain gejala yang episodik di
atas adalah hambatan aliran udara ekspirasi yang bervariasi dari waktu ke
waktu serta tingkat keparahannya. Hal ini memerlukan pemeriksaan fungsi
paru yang dilakukan pada pasien saat sedang eksaserbasi dan dalam konsisi
asma yang stabil. Pemeriksaan tes fungsi paru memerlukan alat spirometri
Denpasar, 30 Januari 2016
27
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
yang khusus dan dilakukan oleh petugas terlatih. Hal inilah yang sering
menjadi kendala dalam menegakkan diagnosis asma, khususnya di fasilitas
kesehatan primer. Pada konsensus GINA, pemeriksaan tes fungsi paru
dapat dilakukan dengan pemeriksaan peakflow-meter yang lebih
sederhana dan mudah untuk dilakukan oleh petugas kesehatan di
perifer.1,7
Gambar 1. Bagan Diagnosis Asma1
28
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Konfirmasi untuk hambatan aliran udara ekspirasi yang bervariasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara pemeriksaan. Pada prinsipnya,
semakin lebar variasi fungsi paru yang didapatkan, makin meyakinkan
diagnosis
yang
didapatkan.
Berikut
ini
beberapa
tes
yang
direkomendasikan oleh GINA tahun 2015 serta hasil positif dari pasien
dewasa:1
Bronchodilator (BD) reversibility test positif :
Peningkatan FEV1 >12% dan >200 mL dari baseline, 10–15 menit
setelah inhalasi albuterol 200–400 mcg atau obat ekuivalennya
Variabilitas hasil PEF dua kali sehari yang eksesif selama 2 minggu :
Variabilitas PEF diurnal rata-rata >10%
Peningkatan fungsi paru signifikan setelah pengobatan dengan antiinflamasi selama 4 minggu :
Peningkatan FEV1 >12% dan >200mL (atau PEF >20%) dari baseline
setelah terapi 4 minggu, tanpa infeksi saluran nafas
Exercise challenge test positif :
Penurunan FEV1 >10% dan 200mL dari baseline
Bronchial challenge test positif :
Pe uru a FEV
% dari aseli e de ga dosis
hista i e sta dar atau pe uru a
etha holi atau
% de ga
ra gsa ga
hiperventilasi terstandar, salin hipertonis, atau manitol
Denpasar, 30 Januari 2016
29
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Variasi fungsi paru yang eksesif antara kunjungan ke dokter :
Variasi FEV1 >12% dan >200mL antara kunjungan, tanpa adanya
infeksi saluran nafas
Beberapa tes lain dapat dilakukan sesuai indikasinya. Tes provokasi
bronchus dilakukan pada kasus-kasus tidak ditemukannya hambatan aliran
udara yang sesuai dengan kriteria saat tes awal. Pada kondisi ini diperlukan
rangsangan untuk mencetuskan hambatan aliran udara yang dimaksudkan.
Beberapa bahan yang biasa dipakai untuk tes provokasi ini antara lain
methacholine, histamine, latihan fisik, atau manitol. Pada kasus asma alergi
dapat juga dilakukan tes alergi. Tes alergi yang sering dilakukan adalah skin
prick test atau IgE spesifik.1
Fractional Exhaled Nitric Oxide (FENO) merupakan salah satu
modalitas tes diagnosis asma terbaru yang cukup menjanjikan. Penggunaan
FENO ini dihubungjkan dengan pengukuran eosinophil pada sputum. Hasil
yang meningkat dari kedua tes ini akan lebih mengarahkan diagnosis pada
asma. Penelitian oleh Smith, dkk. menunjukkan superioritas FENO untuk
diagnosis asma dibandingkan hambatan aliran udara variable yang
merupakan pemeriksaan konvensional untuk asma. Pada pasien dengan
gejala kl;inis tidak spesifik atau meragukan, FENO lebih dari 50 ppb (part
per billion) lebih mengarah pada asma, dan memberikan respons yang baik
pada terapi dengan inhalasi kortikosteroid.1,8
30
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Asesmen Asma
Setelah diagnosis asma ditegakkan, pada setiap pasien asma harus
dilakukan beberapa asesmen tambahan. Asesmen dilakukan dalam hal
status kontrol asma (symptom control dan risiko outcome yang buruk di
masa yang akan datang), masalah terapi, serta asesmen komorbiditas.
Ketiga hal ini harus selalu dinilai sejak awal pasien didiagnosis menderita
asma serta setiap kali pasien datang untuk pemeriksaan rutin.1,9,10
Menilai status kontrol asma merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan terapi asma. Kontrol asma memiliki dua
bagian utama, yaitu penilaian gejala dan risiko untuk outcome buruk dalam
jangka panjang. Penilaian gejala asma mencakup segala keluhan yang
berhubungan dengan penyakit asma (mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, dan batuk) serta pengaruh gejala tersebut dalam kehidupan seharihari pasien (beban medis dan psiko-sosial dan ekonomi). Symptom control
yang buruk sangat berhubungan dengan peningkatan risiko eksaserbasi
asma. Secara umum, penilaian symptom control dilakukan dengan
menanyakan segala keluhan dan kondisi yang berkaitan dengan asma
dalam 4 minggu terakhir dengan satuan hari dalam seminggu (Tabel 1).
Beberapa kuesioner seperti Asthma Control Questionnaire (ACQ) atau
Asthma Control Test (ACT), dapat diberikan pada pasien untuk membantu
menilai symptom control ini.9,10
Sedangkan asesmen faktor risiko outcome asma yang buruk didapat
dengan menilai faktor risiko eksaserbasi, faktor risiko hambatan aliran
udara menetap, serta faktor risiko efek samping pengobatan. Selain itu,
Denpasar, 30 Januari 2016
31
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
data mengenai FEV1 saat memulai terapi serta pengecekan rutin setiap 3-6
bulan sangat ideal dalam melengkapi penilaian risiko outcome asma ini
secara komprehensif.1
Tabel 1. Asesment kontrol asma menurut GINA 20151
Hal yang dialami pasien dalam
Terkontrol
4 minggu terakhir
Gejala
asma
siang
Terkontrol
Tidak
sebagian
terkontrol
hari
>2X/minggu
Terbangun malam hari akibat
tidak ada
3-4
asma
yang
1-2 variabel
variabel
Penggunaan
obat
pelega
dialami
>2X/minggu
Hambatan aktivitas akibat asma
Faktor risiko independen yang dapat dimodifikasi untuk terjadinya
eksaser asi a tara lai gejala as a a g tidak terko trol, pe ggu aa β
agonis kerja cepat (short-acting β2 agonist/SABA) dosis tinggi (>200 dosiskanister
sebulan),
penggunaan
inhalasi
kontikosteroid
(inhaled
corticosteroid/ICS) yang tidak adekuat dari segi kepatuhan atau teknik
penggunaan inhaler, FEV1 rendah (
NASKAH LENGKAP
Denpasar, 30 Januari 2016
1
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Teman sejawat Yth.
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
oleh karena Rahmat-Nyalah Naskah Lengkap ini dapat terselesaikan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat membantu para teman sejawat sebagai
petunjuk dari program acara yang akan disajikan dalam Asthma Meeting:
Comperhenssive Approach Of Asthma dan dapat dijadikan sebagai bahan
diskusi atau tukar pikiran bagi para peserta. Juga semoga naskah Lengkap
yang ada dalam buku ini dapat menambah pengetahuan dan masukan
kepada para teman sejawat sehingga dapat meningkatkan SDM masingmasing peserta.
Panitia sangat menyadari banyak sekali kekurangannya maka
dengan rendah hati panitia menyampaikan permohonan maaf yang
sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan buku ini dan dalam
penyelenggaraan Asthma Meeting: Comperhenssive Approach Of
Asthma kurang berkenan di hati Teman Sejawat, karena hal tersebut
benar-benar di luar kesengajaan dan di luar jangkauan kemampuan kami.
Sebagai akhir kata, kami ucapkan selamat atas partisipasi dan
kehadirannya pada Asthma Meeting: Comperhenssive Approach Of
Asthma ini dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Denpasar, Januari 2016
Prof. Dr. dr. I D Bagus Ngurah Rai, SpP(K)
Ketua Panitia
2
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
DAFTAR ISI
Overview Asma: Masalah Asma Global ............................................... 4
Patogenesis Asma ............................................................................. 13
Patofisiologi Asma.............................................................................. 23
Diagnosis Asma ................................................................................. 25
Penanganan Asma Akut
Layanan Primer ...................................................................... 36
Instalasi Gawat darurat .......................................................... 50
Hospital Management of Asthma
Tatalaksana Asma diruang Rawat Inap .................................... 64
Intensive Care Setting ............................................................ 76
Tataksana Asma Jangka Panjang ........................................................ 93
Dificult Asma ..................................................................................... 104
Asma Pada Usia Lanjut ...................................................................... 119
Asma Dalam Kehamilan ..................................................................... 127
Asma Kerja ........................................................................................ 147
Exercise Induced Asthma (EIA) ........................................................... 153
Asthma COPD Overlap Syndrome (ACOS) .......................................... 160
Terapi Invasiv Asma (Bronkial Termoplasti Pada Asma) ..................... 174
Denpasar, 30 Januari 2016
3
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Overview Asma: Masalah Asma Global
Ida Bagus Ngurah Rai
Divisi Paru Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK UNUD / RSUP Sanglah
Pendahuluan
Asma adalah salah satu penyakit saluran nafas kronik utama, yang
mengenai 1-18% penduduk di suluruh dunia. Asma ditandai oleh keluhan
respirasi, seperti mengi, sesak, rasa berat di dada, dan/atau batuk serta
hambatan aliran udara ekspirasi yang variabel. Variabel disini dimaksudkan
bahwa semua gejala dan bukti hambatan aliran udara ekspirasi tersebut
terjadi fluktuatif dalam hal waktu dan intensitasnya. Variasi tersebut terjadi
akibat rangsangan berbagai faktor pencetus seperti aktivitas fisik, allergen,
iritan, perubahan cuaca, atau infeksi virus.1
Asma merupakan masalah kesehatan serius di dunia. Asma dapat
mengenai semua orang dari berbagai kelompok umur di semua wilayah di
seluruh dunia. Prevalensi asma terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir, terutama pada anak-anak.1 Peningkatan kejadian asma biasanya
didapatkan pada masyarakat yang mengadopsi gaya hidup barat (western
lifestyle) serta pada daerah urban. Peningkatan proporsi kaum urban yang
diproyeksikan pada tahun 2025 menjadi 59% juga diprediksi meningkatkan
prevalensi asma dalam satu decade ke depan. Pada tahun 2025
diperkirakan terjadi penambahan prevalensi asma 100 juta kasus lagi.2
4
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Masalah utama pada asma adalah beban medis dan sosioekonomi
yang dialami. Secara medis, pasien asma akan mengalami penurunan
kualitas hidup yang gradual. Bila tidak dilakukan manajemen yang tepat,
penyakit asmanya akan menjadi tidak terkontrol dengan segala
konsekuensi perburukan anatomi dan fisiologis saluran nafas. Selain itu,
masalah efek samping obat juga muncul pada kasus yang tidak ditangani
sesuai pedoman terapi yang ada. Selain konsekuensi medis, masalah sosioekonomi juga muncul akibat asma. Pasien asma akan mengalami
penurunan produktivitas kerja serta prestasi belajar pada pasien usia
sekolah. Selain itu, beban ekonomi dalam penanganan asma juga sangat
tinggi.2
Masalah global asma memaang masih tetap menjadi perhatian
berbagai organisasi kesehatan di dunia. Berbagai upaya disusun untuk
menurunkan beban asma tersebut. Berikut ini akan disampaikan berbagai
masalah epidemiologi, sosio-ekonomi yang diakibatkan oleh asma untuk
membuka wawasan dan memberikan gambaran besarnya masalah dan
lingkup asma.
Epidemiologi Asma
Asma merupakan penyakit kronis paling umum di dunia. Sekitar 300
juta penduduk dunia diperkirakan menderita asma, dengan 250.000
kematian setiap tahunnya. Angka ini tersebar di berbagai belahan dunia.
Semua Negara di dunia tidak dapat terbebas dari asma. Variasi angka
prevalensi antar bangsa di seluruh dunia diakibatkan kualitas fasilitas
Denpasar, 30 Januari 2016
5
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
kesehatannya, teknik surveilans yang digunakan, diagnosis dokter, serta
jaringan informasi masalah kesehatan yang dimiliki.
The World Health Survey mengungkapkan terjadinya variasi angka
prevalensi asma antar berbagai Negara di dunia. Selain itu, terdapat variasi
kejadian asmaantara asma berdasarkan diagnosis dokter dan berdasarkan
profil gejala yang dikeluhkan, termasuk mengi dalam 12 bulan terakhir.
Angka kejadian asma pada orang dewasa berdasarkan catatan diagnosis
dokter adalah 4,3 % (95 % CI: 4,2-4,4). Paling rendah di Cina (0,2%) dan
tertinggi di Australia (21%). Sedangkan angka prevalensi asma berdasarkan
keluhan klinis yang dilaporkan pasien adalah 4,5 % (95 % CI: 4,4-4,6),
didaptkan juga dengan variasi antar Negara yang cukup lebar. Angka
prevalensi terendah di Vietnam sebesar 1%, tertinggi di Australia 21,5%.
1.0 % in Vietnam to 21.5 % in Australia. Perbedaan angka prevalensi
tersebut kemungkinan diakibatkan oleh variasi tingkat pengetahuan dan
pengalaman klinisi dalam mendiagnosis asma yang tepat sesuai panduan
dan konsensus standar yang diacu di seluruh dunia. 3
Prevalensi asma secara klinis juga digunakan GINA untuk
menentukan standar penghitungan angka kejadian asma. Cara ini dipakai
untuk mempersempit variasi akibat tidak adanya tes tunggal universal
untuk diagnosis asma, perbedaan klasifikasi asma, dan perbedaan
interpretasi keluhan dan gejala asma antar Negara-negara di dunia. Kriteria
klinis asma yang dipakai gold standard adalah temuan hiperresponsivitas
bronchus dan mengi. Gambar 1 menunjukkan peta prevalensi asma secara
klinis di seluruh dunia. Seperti yang dapat dilihat, banyak area di dunia
6
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
yang belum memiliki data terstandar, sehingga angka prevalensi asma yang
sebenarnya mungkin lebih tinggi.
Gambar 1. Peta Dunia Prevalensi Klinis Asma2
Berdasarkan RISKESDAS 2013, prevalensi asma di Indonesia
didapatkan 4,5% dari seluruh penduduk Indonesia. Asma menduduki
peringkat pertama dari kategori prevalensi penyakit kronik tidak menular.
Apabila diproyeksikan dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun
2013 yang berjumlah lebih dari 248 juta jiwa, maka jumlah pasien asma di
Indonsia lebih dari 11 juta jiwa.5 Angka tersebut merupakan jumlah yang
sangat banyak untuk ditangani oleh dokter, khususnya spesialis terkait
yang kebanyakan terdistribusi di kota-kota besar.
Denpasar, 30 Januari 2016
7
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Selain angka prevalensi, angka kematian akibat asma juga menjadi
masalah tersendiri. Mencari angka kematian akibat asma memang sangat
menantang. Pada beberapa kasus, kematian yang terjadi pada pasien asma
bukan akibat langsung asma, sehingga menimbulkan kelompok positif
palsu. Sebaliknya pada kelompok negative palsu, kematian yang jelas
akibat
asma, disebutkan
oleh penyebab lain. GINA dan WHO
menstandarisasi angka kematian asma berdasakrkan populasi kelompok
umur 5-35 tahun. Case fatality rates dipakai untuk menggambarkan jumlah
kematian akibat asma setiap 100.000 pasien asma (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Dunia berdasarkan Case Fatality Rate Asma2
8
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Beban asma secara epidemiologi dapat dilihat dari beberapa
perhitungan. Teknik penghitungan data yang paling sering dipakai adalah
Disability-adjusted life year (DALY). Satu DALY asma artinya hilangnya satu
tahun kehidupan akibat asma. Data WHO tahun 2001 menyebutkan
peringkat asma pada ranking 25 DALY berbagai penyakit di dunia, dengan
angka DALY 15,0.1,4
Beban ekonomi asma juga relatif sulit ditentukan secara global.
Berbagai estimasi dibuat di beberapa Negara dalam mencoba menghitung
berapa biaya yang diakibatkan oleh asma dari berbagai sektor kehidupan.
Beban langsung akibat penyakit asma dapat dilihat dari biaya pengobatan
dan perawatan pasien asma. Sedangkan biaya tidak langsung dihitung
berdasarkan efek negative asma pada produktivitas pasien. Pada beberapa
penelitian,beban indirek asma bahkan lebih tinggi dari beban langsung
asma akibat pengobatannya. Beban ekonomi ini bervariasi antara negara
dengan pendapatan tinggi dan rendah.6,7
Penelitian di Amerika tahun 2009 mendapatkan estimasi biaya total
untuk asma di populasi sebesar 56 milyar Dollar Amerika per tahun, atau
3.259 Dolar Amerika per pasien per tahun. Penelitian lain di Eropa tahun
2011 mendapatkan angka rerata biaya langsung untuk asma 19,5 milyar
EURO, sedangkan biaya tidak langsung mencapai 14,4 milyar EURO.6 Untuk
Negara Asia, angka estimasi di Hongkong mencapai 1.189 Dolar Amerika
per pasien per tahun untuk total biaya langsung dan tidak langsung dari
Asma. Sedangkan di Vietnam 184 Dolar Amerika per pasien per tahun.4
Denpasar, 30 Januari 2016
9
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Besarnya beban ekonomi asma ini sebenarnya dapat ditekan
menjadi jauh lebih rendah. Hal ini dicapai dengan semaksimal mungkin
menangani pasien asma untuk mencapai asma terkontrol. Mencapai asma
terkontrol memang masih menjadi permasalahan yang rumit. Dalam
komponen manajemen asma, berbagai faktor mempengaruhi outcome.
Tingkat kepatuhan berobat, ketersediaan obat kontroler pada layanan
kesehatan dan jaminan kesehatan nasional, harga obat yang mahal,
pemerataan distribusi obat, serta tingkat pengetahuan dokter dalam
menangani asma, sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan asma
mencapai status terkontrol.2,4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asma
Berbagai faktor telkah diketahui mempengaruhi asma, tetapi tidak
ada satupun yang merupakan faktor spesifik untuk asma. Selama ini
berbagai faktor yang mempengaruhi asma dikategorikan menjadi 2
kelompok besar, yaitu faktor genetik dan non-genetik. Para ahli akhirnya
berkesimpulan, bahwa kedua faktor tersebut bersama-sama membentuk
wajah asma.
Faktor genetik sering dikaitkan dengan terjadinya asma dalam
keluarga. Banyak bukti menampilkan kejadian asma yang meningkat pada
populasi anak kembar serta pada riwayat orang tua asma.8 Kerentanan
genetic yang akhirnya diasumsikan mempengaruhi terjadinya asma pada
seorang pasien, terutama anak-anak. Genetik juga dihubungkan dengan
10
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
peranan alergi pada asma. Riwayat alergi pada keluarga menjadi standar
pertanyaan dalam memeriksa pasien asma.4
Kerentanan genetic asma saja sebenarnya belum cukup untuk
menimbulkan asma. Masih ada peranan faktor lingkungan, dalam hal ini
partikel dan kualitas udara, yang mempengaruhi timbulnya asma. Faktor
lingkungan atau sering juga disebut faktor non-genetik sering dikaitkan
dengan pencetus serangan asma, akibat kemampuannya menimbulkan
gejala asma baik secara langsung maupun setelah proses sensitisasi.1
Beberapa faktor lingkungan yang sering dihubungkan dengan asma antara
lain debu, asap, jamur dan kelembaban tempat tinggal, serbuk sari
tanaman, partikel dari hewan ternak atau hewan peliharaan, asap rokok,
perubahan cuaca, serta berbagai bahan berbahaya dari pajanan di tempat
kerja.4 Selain faktor lingkungan tersebut, beberapa faktor lain seperti
infeksi virus pernafasan, pemakaianobat golongan aspirin atau beberapa
antibiotika lain, aktivitas fisik, makanan tertentu, serta emosi juga dapat
mempengaruhi asma.
Ringkasan
Asma merupakan salah satu penyakit non-infeksi utama di dunia
dengan prevalensi yang tinggi. Asma dapat diderita oleh semua populasi di
dunia. Angka kematian akibat asma juga masih cukup tinggi. Asma juga
membawa masalah psiko-sosio-ekonomik yang cukup serius. Beban
ekonomi asma sangat tinggi, terutama akibat tidak terkontrolnya penyakit
Denpasar, 30 Januari 2016
11
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
ini. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi asma harus mendapat
perhatian oleh para klinisi, pasien, dan pemerintah.
Daftar Pustaka
1. Global
Initiative fo
Asthma.
Global
Strategy
for
Asthma
Management and Prevention updated 2015. 2015
2. Masoli M, Fabian D, Holt S, et al. Global Burden of Asthma.
GINA.2014
3. Croisant S. Epidemiology of Asthma: Prevalence and Burden of
Disease. In: Brasier AR(ed.) Heterogeneity in Asthma, Advances in
Experimental Medicine and Biology. 14th ed. Springer Science and
Business Media. New York;2014:pp.17-29
4. Global Asthma Network. The Global Asthma Report 2014. 2014
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKERDAS)
2013.
6. Gibson GJ, Loddenkemper R, Sibille Y, et al. for European
Respiratory Society. Lung Health in Europe: Facts and Figures. 2013
7. Bahadori K, Dayle-Waters MM, Marra C, et al. Economic burden of
asthma: a systematic review. BMC Pulm Med 2009;9:24-30
8. Rees J. Prevalence. In: Rees J, Kanabar D, Pattani S (eds). ABC of
Athma 6th ed. Blackwell Publishing. London;2010:pp.6-9.
12
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
PATOGENESIS ASMA
Ketut Suryana
Divisi Alergi-Imunologi, Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK Unud - RSUP Sanglah Denpasar
Pendahuluan
Asma merupakan penyakit dengan manifestasi klinis yang bervariasi
(heterogenous), namun mempunyai karakteristik suatu inflamasi kronik
dari saluran nafas (Chronic Airway Inflammation). Manifestasi klinis yang
dapat dijumpai pada asma, antara lain : riwayat adanya keluhan pada
sistim pernafasan, seperti : mengi, sesak nafas, dada berat / tidak nyaman
dan batuk dengan intensitas yang bervariasi sepanjang waktu serta adanya
keterbatasan saat mengeluarkan udara pernafasan (expiratory airflow
limitation) 1,2.
Prevalensi asma dilaporkan terus meningkat dengan estimasi saat
ini di dunia sekitar 300 juta. Fakta ini merupakan masalah kesehatan global
yang serius terutama di Negara sedang berkembang berkaitan dengan
beban biaya pengobatan dan beban psikososial karena menurunnya
kemampuan dan produktivitas kerja misalnya, baik secara individu maupun
masyarakat 1.
Denpasar, 30 Januari 2016
13
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Inflamasi kronik saluran nafas pada asma melibatkan berbagai sel
imunokompeten dan elemennya. Berbagai interleukin dan vascular
endotheleal growth factor merupakan sitokin penting pada hiperreaktivitas
bronkus.
Pemahaman tentang patogenesis asma dengan baik dan benar
diharapkan dapat menjadi dasar kajian berkaitan strategi pengelolaan
asma 3,4.
Key Words : asma, patogenesis, terapi biologi.
Inflamasi pada Saluran Nafas
Inflamasi saluran nafas
mempunyai peranan utama pada
patogenesis asma, dengan melibatkan berbagai sel imunokompeten dan
mediator yang akan menyebabkan timbulnya gejala asma1,4.
Inhalasi antigen mengaktifkan sel mast dan sel Th-2 di saluran
nafas, selanjutnya akan dilepaskan mediator inflamasi seperti : histamine,
leukotrien dan sitokin seperti : IL-4 dan IL-5. Sitokin IL-5 akan menuju ke
sumsum tulang yang akan menyebabkan defrensiasi eosinofil. Eosinofil
sirkulasi masuk ke inflammatory site dan mengalami migrasi ke paru
dengan rolling / menggulir di endotel vaskuler tempat inflamasi,
mengalami aktivasi, adhesi, ektravasasi dan kemotaksis.
Eosinofil
berinteraksi dengan selektin kemudian menempel di endotel melalui
14
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
perlekatannya dengan integrin di vascular-cell adhesion molecule (VICAM1) dan intercellular adhesion molecule (ICAM-1) 5.
Gambar 1. Mekasnisme Inflamasi 5 .
Eosinofil, sel mast, basofil, limfosit T, masuk ke saluran nafas dengan
pengaruh kemokin dan sitokin seperti RANTES, eotaksin, monocyte
chemotactic protein (MCP-1) dan macrophage inflammatory protein (MIPα
a g dilepas oleh sel epitel. Eosi ofil teraktivasi melepaskan mediator
inflamasi seperti leukotrien dan protein granul untuk mencederai saluran
nafas. Survival eosinofil diperlama oleh IL-4 dan GM-CSF, mengakibatkan
inflamasi saluran nafas yang persisten (Gambar-1) 5.
Denpasar, 30 Januari 2016
15
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Inflamasi dan Hiperresponsifnes Saluran Nafas
Sensitisasi alergen, virus, polutan udara mengakibatkan terjadinya
inflamasi kronik dengan peran utama dari eosinofil.
Sensitisasi
allergen
Virus
Polutan udara
Inflamasi kronik
Hiperresponsiveness
Bronkitis
eosinofilic
saluran nafas
Trigger Alergen
Exercise
Gejala
Udara dingin
Batuk
Mengi
Dada Berat
SO2
Sesak
Particulates
Gambar 2. Inflamasi dan hiperresponsifnes saluran nafas 6 .
16
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Inflamasi kronik saluran nafas selanjutnya berkembang menjadi keadaan
bronchial hyperresponsiveness. Adanya triger seperti : alergen, exercise,
udara dingin, SO2, particulates dapat mencetuskan serangan asma dengan
gejala dapat berupa batuk, dada berat, sesak nafas, mengi (Gambar 2) 6.
Patogenesis Asma
Antigen ditangkap (up take) oleh sel dendrit, selanjutnya dipecah
menjadi peptide yang lebih kecil dan membentuk kompleks dengan
molekul MHC-klas II menjadi Peptide-MHC klas II complex. Complex ini
melalui T cell receptor memberi signal kepada naive T-lymphocyte (Th-0),
selanjutnya akan disekresikan IL-12 yang akan menstimulasi Th-1 untuk
mensekresi IFN-γ, l
photo i , IL-2 dan disisi lain IL-12 menginhibisi Th-2
response 6.
Sedangkan stimulasi pada Th-2 lymphocyte akan menghasilkan
berbagai
Denpasar, 30 Januari 2016
17
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Gambar 3. Patogenesis Asma (Morris, J, 2015) 2
sitokin seperti : IL-4, IL-5, IL-13, IL-9,
GM-CSF. Sitokin tersebut
mempengaruhi sel-sel imunokompeten seperti limfosit B, eosinofil, basofil.
Mediator inflamasi yang dihasilkan mengakibatkan terjadinya perubahan
anatomis (anatomical changes) sehingga timbul manifestasi klinis asma
(Gambar 3) 2,6-8.
18
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Mediator dan Manifestasi Klinis Asma
Tabel 1. Pengaruh mediator terhadap manifestasi klinis asma 9.
Mediator
Tanda dan Gejala Asma
Histamin
Bronkokonstriksi,
eksudasi
protein
plasma, sekresi mucus
Leukotriens
Bronkonstriksi, eksudasi protein plasma,
sekresi mucus
Kinins
Bronkonstriksi, batuk
Prostaglandins
Bro kos triksi
prostagla di
E α,
prostaglandin
D2),
Anti
bronkokonstriktor (prostaglandin E2),
batuk (prostaglandin F2ɑ
Mediator dan Terapi Biologi / Biological Therapeutics pada Asma
Degranulasi sel Mast melepaskan berbagai mediator seperti
leukotriens dan Platlet Activating Factor (PAF). Mediator tersebut yang
dominan berperan pada bronkokonstriksi akut.
Terapi yang ditujukan
untuk menghambat aktivitas
Denpasar, 30 Januari 2016
19
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Gambar 4. Mediator dan Target Terapi pada Asma 5.
sel Mast (kromolin) dan
relaksasi otot polos bronkus / bronkodilator
seperti epinefrin, teofilin. Obat-obat tersebut juga mempunyai efek
menghambat aktivitas sel Mast. Sel Mast juga melepaskan sitokin
proinflamasi, yang terutama berperan pada inflamasi saluran nafas reaksi
fase lambat. Kortikosteroid iberikan untuk menghambat sintesis sitokin
(Gambar 4) 5.
Terapi
biologi
pada
berbagai
penyakit
belakangan
mulai
berkembang termasuk pada strategi terapui asma. Pada terapi biologi yang
menjadi target sasran terapi adalah antibodi, soluble receptor 3-5
20
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Rangkuman
Inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel
imunokompeten dan elemennya merupakan dasar patogenesis asma .
Berbagai interleukin dan vascular endotheleal growth factor merupakan
sitokin penting pada hiperreaktivitas bronkus. Pemahaman tentang
patogenesis asma dengan lebih baik dan benar diharapkan dapat menjadi
dasar kajian berkaitan strategi pengelolaan asma. Demikian juga termasuk
pengembangan terapi biologi dengan demikian inflamasi kronik pada asma
dapat dikontrol .
Daftar Pustaka
1. Global Initiative for Asthma. 2015. Pocket Guide for Health
Professionals, Updated 2015.
2. Morris, MJ. Asthma. Updated Dec 31, 2015. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview.
Downloaded on: 17 Januari 2016.
3. Cook ML, Bochner BS. Update on Biological Therapeutic for Asthma.
WAO Journal. 2010 ; 3 : 188-194.
4. Biswas A, Papierniak E, Sriram PS. Role of Biologics in Management
of Asthma. Austin J of Pulm & Respir Med. 2015 ; vol. 2(2), 01-09.
5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. 2010. Robbins and Cotran
Pathologis Basis of Disease. 8th Edition. China. Saunders
Elseiver.p:43-78.
6. Barnes PJ. Pathophysiology of asthma. Eur Respir Mon, 2003, 23,
84–113
7. Murdoch JR, Lloyd CM. Chronic inflammation and asthma.
Mutation Research 690 (2010) 24–39
Denpasar, 30 Januari 2016
21
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
8. Bradding P. Asthma: Eosinophil Disease, Mast Cell Disease, or Both?
Allergy, Asthma, and Clinical Immunology, Vol 4, No 2 (Summer),
2008: pp 84–90
9. Alenzi FQ. Alanazi2 FGB. Al-Faim AD, Al-Rabea MW. Tamimi5 W,
Tarakji B, et al. The role of eosinophils in asthma. Health 5 (2013)
339-343.
10. Ishmael FT. TResponse in the Pathogenesis of Asthma. JAOA 2011;
(Suppl 7); Vol 111(11): S11-S17.
22
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
PATOFISIOLOGI ASMA
Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An, KAR
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas dengan gejala
mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat, batuk saat malam atau
dini hari. Serangan biasanya berkaitan dengan obstruksi luas saluran napas
di dalam paru, namun bervariasi. Obstruksi ini seringkali bersifat reversibel,
baik secara spontan atau dengan terapi. Namun demikian, obstruksi
saluran napas dapat menjadi gagal napas akibat peningkatan kerja
pernapasan, inefisiensi pertukaran gas, dan kelelahan otot pernapasan.
Obstruksi saluran napas yang bersifat rekuren disebabkan oleh
bronkokonstriksi, edema saluran napas, hiperresponsivitas saluran napas,
dan remodeling saluran napas, berupa: inflamasi, hipersekresi mukus,
fibrosis subepitelial, hipertrofi otot polos saluran napas, dan angiogenesis.
Inflamasi memegang peran sentral dalam patofisiologi asma. Inflamasi
saluran napas melibatkan interaksi berbagai tipe sel dan mediator.
Gambaran imunohistopatologis asma meliputi infiltrasi sel inflamasi
neutrofil (khususnya pada onset mendadak, eksaserbasi berat, asma
Denpasar, 30 Januari 2016
23
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
okupasional, dan perokok), eosinofil, limfosit, aktivasi sel mast, cedera sel
epitel.
Karakteristik patologi asma mengakibatkan peningkatan resistensi
saluran napas dan hiperinflasi paru dinamis. Hal ini akan mengakibatkan
konsekuensi sebagai berikut. 1) Peningkatan work of breathing. Hal ini
terjadi akibat peningkatan resistensi saluran napas dan penurunan
pulmonary compliance karena volume paru yang besar. 2) Ventilation–
perfusion mismatch. Hal ini mendasari kondisi hipoksemia dan hiperkapnia
pada penyakit paru. Penyempitan dan penutupan saluran napas akan
mengganggu pertukaran gas. 3) Interaksi kardiopulmoner. Fungsi jantung
dipengaruhi oleh perubahan volume paru dan tekanan intrapleura.
24
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Diagnosis Asma
IGN Bagus Artana
Divisi Paru Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK UNUD / RSUP Sanglah
Pendahuluan
Asma merupakan penyakit saluran nafas kronik yang sering terjadi
dan menimpa semua lapisan masyarakat. Asma menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama di dunia. Kejadian asma berkisar antara 118% dari jumlah populasi pada berbagai negara. Asma terjadi pada
berbagai belahan dunia, baik negara maju atau negara berkembang. Hingga
saat ini asma masih menjadi salah satu penyakit non-infeksi dengan
prevalensi tertinggi. Perkiraan global terbaru dari Global Asthma Network
mendapatkan sebanyak 334 juta orang menderita asma di seluruh dunia.
Angka ini diperkirakan akan terus meningkat.1,2
Selain tingginya prevalensi, asma juga memiliki dampak sosioekonomi yang besar pula. Pasien asma, terlebih yang tidak terkontrol, akan
mengalami penurunan produktifitas yang signifikan. Mereka akan sering
tidak masuk sekolah atau kerja akibat asma yang dideritanya. Selain itu,
biaya yang dikeluarkan untuk penanganan asma juga sangat tinggi. Global
Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan sekitar 1-2 persen dari seluruh
Denpasar, 30 Januari 2016
25
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
pembiayaan kesehatan suatu Negara dialokasikan untuk penanganan
asma.1
Berbagai organisasi kesehatan bidang respirasi di dunia telah
mengeluarkan konsensus atau panduan untuk mendiagnosis asma.
Sebagian besar konsensus tersebut bisa didapatlkan dengan mudah dan
gratis. Walaupun demikian, kejadian misdiagnosis atau underdiagnosis
asma masih tinggi, terutama pada populasi anak dan orang tua. Karadag,
dkk.3 melakukan penelitian pada 1134 pasien asma usia 1-17 tahun di
Turki. Hanya 45,5% yang langsung didiagnosis asma berdasarkan riwayat
serangan asma senmentara sisanya tidak langsung didiagnosis dan
ditangani sebagai asma. Penelitian Nish dan Schwietz4 pada tentara
Angkatan Udara Amerika di Texas juga mendapatkan hasil serupa. Pada
192 tentara AU yang baru masuk dilakukan pemeriksaan untuk asma sesuai
dengan consensus nasional. Didapatkkan 30% yang menderita asma, dari
sebelumnya dengan hasil tes kesehatan normal.
Pada populasi orang tua juga didapatkan masalah yang sama.
Banerjee, dkk5 juga mendapatkan hal serupa. Delapan puluh dua pasien
dari 199 lansia dengan diagnosis PPOK memiliki tes reversibilitas yang
positif. Hal ini artinya, hampir setengah pasien PPOK pada penelitian ini
merupakan pasien asma. Parameswaran, dkk.6 dari penelitian komunitas
juga menyimpulkan bahwa asma pada lanjut usia masih tidak diidentifikasi
dengan baik, sehingga penatalaksanaannya masih kurang optimal.
Diagnosis asma memang menjadi tantangan tersendiri dalam
manajemen pasien asma yang baik. Kesalahan diagnosis dan under26
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
diagnosis masih sering dijumpai pada praktek klinis sehari-hari dari
berbagai kelompok umur pasien. Berikut ini kami sampaikan panduan
mendiagnosis pasien dengan asma.
Diagnosis Asma
Asma secara umum dikenal memiliki karakteristik
gejala dan
hambatan aliran udara yang variabel dan episodik. Hal inilah yang menjadi
dasar dalam mendiagnosis asma. Diagnosis asma didapatkan dengan
mengidentifikasi kedua kondisi karakteristik tersebut. Gejala respirasi yang
sering dihubungkan dengan asma adalah mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, atau batuk. Gejala-gejala tersebut memiliki karakteristik tersendiri
untuk mendukung diagnosis asma. Semakin banyak gejala yang ditemukan
pada pasien akan makin menguatkan dugaan kearah asma, terutama pada
kasus dewasa. Sementara itu, kronologis gejala yang biasanya memburuk
saat malam hari atau dini hari serta bervariasi intensitasnya juga
mendekatkan kita pada diagnosis asma. Karakteristik lain adalah pencetus
keluhan dan gejala tersebut yang sangat beragam mulai dari infeksi virus
(flu), olah raga, pajanan alergen, perubahan cuaca, gas iritan, atau bahkan
tertawa yang terlalu keras.(Gambar 1)1
Variabel kedua yang harus dibuktikan selain gejala yang episodik di
atas adalah hambatan aliran udara ekspirasi yang bervariasi dari waktu ke
waktu serta tingkat keparahannya. Hal ini memerlukan pemeriksaan fungsi
paru yang dilakukan pada pasien saat sedang eksaserbasi dan dalam konsisi
asma yang stabil. Pemeriksaan tes fungsi paru memerlukan alat spirometri
Denpasar, 30 Januari 2016
27
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
yang khusus dan dilakukan oleh petugas terlatih. Hal inilah yang sering
menjadi kendala dalam menegakkan diagnosis asma, khususnya di fasilitas
kesehatan primer. Pada konsensus GINA, pemeriksaan tes fungsi paru
dapat dilakukan dengan pemeriksaan peakflow-meter yang lebih
sederhana dan mudah untuk dilakukan oleh petugas kesehatan di
perifer.1,7
Gambar 1. Bagan Diagnosis Asma1
28
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Konfirmasi untuk hambatan aliran udara ekspirasi yang bervariasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara pemeriksaan. Pada prinsipnya,
semakin lebar variasi fungsi paru yang didapatkan, makin meyakinkan
diagnosis
yang
didapatkan.
Berikut
ini
beberapa
tes
yang
direkomendasikan oleh GINA tahun 2015 serta hasil positif dari pasien
dewasa:1
Bronchodilator (BD) reversibility test positif :
Peningkatan FEV1 >12% dan >200 mL dari baseline, 10–15 menit
setelah inhalasi albuterol 200–400 mcg atau obat ekuivalennya
Variabilitas hasil PEF dua kali sehari yang eksesif selama 2 minggu :
Variabilitas PEF diurnal rata-rata >10%
Peningkatan fungsi paru signifikan setelah pengobatan dengan antiinflamasi selama 4 minggu :
Peningkatan FEV1 >12% dan >200mL (atau PEF >20%) dari baseline
setelah terapi 4 minggu, tanpa infeksi saluran nafas
Exercise challenge test positif :
Penurunan FEV1 >10% dan 200mL dari baseline
Bronchial challenge test positif :
Pe uru a FEV
% dari aseli e de ga dosis
hista i e sta dar atau pe uru a
etha holi atau
% de ga
ra gsa ga
hiperventilasi terstandar, salin hipertonis, atau manitol
Denpasar, 30 Januari 2016
29
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Variasi fungsi paru yang eksesif antara kunjungan ke dokter :
Variasi FEV1 >12% dan >200mL antara kunjungan, tanpa adanya
infeksi saluran nafas
Beberapa tes lain dapat dilakukan sesuai indikasinya. Tes provokasi
bronchus dilakukan pada kasus-kasus tidak ditemukannya hambatan aliran
udara yang sesuai dengan kriteria saat tes awal. Pada kondisi ini diperlukan
rangsangan untuk mencetuskan hambatan aliran udara yang dimaksudkan.
Beberapa bahan yang biasa dipakai untuk tes provokasi ini antara lain
methacholine, histamine, latihan fisik, atau manitol. Pada kasus asma alergi
dapat juga dilakukan tes alergi. Tes alergi yang sering dilakukan adalah skin
prick test atau IgE spesifik.1
Fractional Exhaled Nitric Oxide (FENO) merupakan salah satu
modalitas tes diagnosis asma terbaru yang cukup menjanjikan. Penggunaan
FENO ini dihubungjkan dengan pengukuran eosinophil pada sputum. Hasil
yang meningkat dari kedua tes ini akan lebih mengarahkan diagnosis pada
asma. Penelitian oleh Smith, dkk. menunjukkan superioritas FENO untuk
diagnosis asma dibandingkan hambatan aliran udara variable yang
merupakan pemeriksaan konvensional untuk asma. Pada pasien dengan
gejala kl;inis tidak spesifik atau meragukan, FENO lebih dari 50 ppb (part
per billion) lebih mengarah pada asma, dan memberikan respons yang baik
pada terapi dengan inhalasi kortikosteroid.1,8
30
Denpasar, 30 Januari 2016
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
Asesmen Asma
Setelah diagnosis asma ditegakkan, pada setiap pasien asma harus
dilakukan beberapa asesmen tambahan. Asesmen dilakukan dalam hal
status kontrol asma (symptom control dan risiko outcome yang buruk di
masa yang akan datang), masalah terapi, serta asesmen komorbiditas.
Ketiga hal ini harus selalu dinilai sejak awal pasien didiagnosis menderita
asma serta setiap kali pasien datang untuk pemeriksaan rutin.1,9,10
Menilai status kontrol asma merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan terapi asma. Kontrol asma memiliki dua
bagian utama, yaitu penilaian gejala dan risiko untuk outcome buruk dalam
jangka panjang. Penilaian gejala asma mencakup segala keluhan yang
berhubungan dengan penyakit asma (mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, dan batuk) serta pengaruh gejala tersebut dalam kehidupan seharihari pasien (beban medis dan psiko-sosial dan ekonomi). Symptom control
yang buruk sangat berhubungan dengan peningkatan risiko eksaserbasi
asma. Secara umum, penilaian symptom control dilakukan dengan
menanyakan segala keluhan dan kondisi yang berkaitan dengan asma
dalam 4 minggu terakhir dengan satuan hari dalam seminggu (Tabel 1).
Beberapa kuesioner seperti Asthma Control Questionnaire (ACQ) atau
Asthma Control Test (ACT), dapat diberikan pada pasien untuk membantu
menilai symptom control ini.9,10
Sedangkan asesmen faktor risiko outcome asma yang buruk didapat
dengan menilai faktor risiko eksaserbasi, faktor risiko hambatan aliran
udara menetap, serta faktor risiko efek samping pengobatan. Selain itu,
Denpasar, 30 Januari 2016
31
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA
data mengenai FEV1 saat memulai terapi serta pengecekan rutin setiap 3-6
bulan sangat ideal dalam melengkapi penilaian risiko outcome asma ini
secara komprehensif.1
Tabel 1. Asesment kontrol asma menurut GINA 20151
Hal yang dialami pasien dalam
Terkontrol
4 minggu terakhir
Gejala
asma
siang
Terkontrol
Tidak
sebagian
terkontrol
hari
>2X/minggu
Terbangun malam hari akibat
tidak ada
3-4
asma
yang
1-2 variabel
variabel
Penggunaan
obat
pelega
dialami
>2X/minggu
Hambatan aktivitas akibat asma
Faktor risiko independen yang dapat dimodifikasi untuk terjadinya
eksaser asi a tara lai gejala as a a g tidak terko trol, pe ggu aa β
agonis kerja cepat (short-acting β2 agonist/SABA) dosis tinggi (>200 dosiskanister
sebulan),
penggunaan
inhalasi
kontikosteroid
(inhaled
corticosteroid/ICS) yang tidak adekuat dari segi kepatuhan atau teknik
penggunaan inhaler, FEV1 rendah (