PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEBERAKSARAAN BERORIENTASI BUDAYA LOKAL UNTUK MENUNTASKAN TUNAAKSARA DEWASA PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN CIREBON.
LOKAL UNTUK MENUNTASKAN
TUNAAKSARA DEWASA
PADA MASYARAKAT PESISIR
DI KABUPATEN CIREBON
Disertasi
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
oleh
KUSWARA
NIM 0907783
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
(2)
ii
KUSWARA, M.PD. NIM 0907783
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEBERAKSARAAN BERORIENTASI BUDAYA LOKAL UNTUK MENUNTASKAN
TUNAAKSARA DEWASA PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN CIREBON
Disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi: Promotor,
Prof. Dr. Syihabuddin, M.Pd. NIP 196001201987031001
Kopromotor,
Dr. Vismaia S. Damayanti, M.Pd. NIP 196704151992032001
Anggota,
Dr. Yeti Mulyati, M.Pd. NIP 196008091986012001
Penguji I, Penguji II,
Prof. Dr. Sabarti Akhadiah Dr. Andoyo Sastromiharjo
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Dr. Sumiyadi, M.Hum. NIP 196603201991031004
(3)
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ini dengan judul PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEBERAKSARAAN BERORIENTASI BUDAYA LOKAL UNTUK MENUNTASKAN TUNAAKSARA DEWASA PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN CIREBON beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya bersedia menanggung risiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 24 Desember 2014 Yang membuat pernyataan,
(4)
iv
Suatu hari dia akan belajar untuk terbang, pertama ia harus belajar untuk berdiri dan berjalan dan berlari dan mendaki dan menari;
seseorang yang tidak bisa terbang, menjadi bisa terbang. He who would learn to fly one day must first learn to stand and walk and run and climb and dance; one cannot fly into flying.
Friedrich Nietzsche Buat istri dan
(5)
v
WITH LOCAL CULTURE FOR ELIMINATING ADULT ILLITERATES OF COASTAL COMMUNITY IN CIREBON DISTRICT
Human Development Index (HDI) is one of the indicators to measure the prosperity of an area or a country. The development of Indonesian HDI tends to relatively fluctuate and is always behind China, Thailand, Malaysia and The Philippines. This alarming position shows that the achievements of Indonesia in health and longevity (as measured by life expectancy at birth), education (measured by adult literacy and combined primary, secondary, and tertiary enrollments), and living standard (measured by GDP per capita in purchasing power parity terms) are under its neighboring countries, except for Vietnam, Laos, Cambodia, and Myanmar. The program of illiteracy eradication is one the efforts in pursuing the achievement of improvement of literacy education that will significantly enhance the improvement of education index as part of HDI components. Even though illiteracy eradication has been done massively, the existence of illiteracy residue which has not been completed indicates serious and complex problems in the illiteracy eradication endeavors. The purpose of the present study is aimed to; 1) identified the socio-cultural condition, 2) describe the situation of literacy, 3) design hypothetical model of local culture oriented literacy learning, and 4) tested the effectiveness of local culture oriented literacy learning in eradicating illiteracy of coastal community in Gebang Mekar Village, Gebang District, Cirebon Regency. The study is focused on the development of listening, speaking, reading, writing skills, and arithmatics of adult illiterates, with local culture of coastal community as orientation. The main theory used refers to: 1) literacy theory, 2) adult education theory, and 3) culture theory. The process of model development refers to the procedure developed by Borg and Gall (1989: 784-785). The exploratory study shows that the HDI index of Cirebon regency in 2011 was 69,27, which was under the average of West Java HDI (72,73), with 3,36 point discrepancies, while the illiteracy number was 88.550 people. The design of the model developed refers to socio-cultural condition of the learning community, which was economically deprived, part of them were absolutely or partially illiterate, low ability in using Indonesian and lived in an environment that has coastal cultural richness which can be used as learning resources. The result of analysis concerning the effectiveness of local culture oriented literacy learning model shows that the model is effective in improving literacy competence, Indonesian language competence, acquisition of certain vocation, local culture enhancement, self-empowerment, and the acquisition and application of IT skills. The effectiveness test as statistically measured indicates changes at the level of literacy acquisition skills from not having it to skillful.
(6)
vi ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEBERAKSARAAN BERORIENTASI BUDAYA LOKAL UNTUK MENUNTASKAN
TUNAAKSARA DEWASA PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN CIREBON
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu tolak ukur angka kesejahteraan suatu daerah atau negara. Perkembangan IPM Indonesia relatif berfluktuasi dan selalu berada di bawah Tiongkok, Thailand, Malaysia dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga kecuali Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar. Program penuntasan tunaaksara merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan target tercapainya peningkatan pendidikan keberaksaraan yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan indeks pendidikan sebagai bagian dari komponen IPM. Walaupun program penuntasan tunaaksara telah dilakukan secara masif, tetapi masih adanya sisa tunaaksara yang belum tertuntaskan menunjukkan masih adanya permasalahan serius dan kompleks dalam usaha-usaha penuntasan tunaaksara. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) mengidentifikasi kondisi sosial budaya, 2) mendeskripsikan profil keberaksaraan, 3) merancang model pembelajaran keberaksaraan berorientasi budaya lokal, dan 4) menguji efektivitas model pembelajaran keberaksaraan berorientasi budaya lokal dalam menuntaskan tunaaksara masyarakat pesisir di Desa Gebang Mekar Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung pada orang dewasa yang berorientasi budaya lokal pada masyarakat pesisir. Induk landasan teorinya mengacu pada tiga teori keilmuan utama, yaitu: 1) teori keberaksaraan, 2) teori pendidikan orang dewasa, dan 3) teori kebudayaan. Proses pengembangan model mengacu pada prosedur yang dikembangkan oleh Borg and Gall (1989: 784-785). Hasil studi eksplorasi menunjukkan bahwa nilai IPM Kabupaten Cirebon tahun 2011 sebesar IPM 69,27 yang berarti masih berada di bawah rata-rata IPM Jawa Barat (72,73) dengan selisih 3,36 poin, sedangkan data tunaaksaranya sebanyak 88.550 jiwa. Rancangan model yang dikembangkan mengacu pada kondisi sosial budaya warga belajar yang secara ekonomis miskin, sebagiannya merupakan tunaaksara murni atau parsial, rendah tingkat penguasaan Bahasa Indonesia, dan tinggal di lingkungan yang memiliki kekayaan budaya masyarakat pesisir yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran. Hasil uji efektivitas model pembelajaran keberaksaraan berorientasi budaya lokal menunjukkan bahwa model cukup efektif dalam meningkatkan kompetensi keberaksaraan, kompetensi berbahasa Indonesia, juga berdampak efektif terhadap penguasaan vokasional tertentu, penguatan budaya lokal, pemberdayaan diri, dan penguasaan dan pemanfaatan TIK. Hasil uji efektivitas yang diukur dengan uji statistik menunjukkan ada perubahan tingkat penguasaan kecakapan keberaksaraan dari belum menguasai menjadi terampil.
(7)
vii
Puji syukur peneliti sampaikan karena telah dapat menyelesaikan tugas yang amat berat ini, yakni penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul: Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir di Kabupaten Cirebon. Suka dan duka dalam proses penyusunannya menjadikan karya ini amat sangat berarti dalam penggalan kehidupan peneliti.
Tujuan pembangunan manusia secara tegas memilih tiga sasaran yang ingin dicapai, yaitu hidup sehat dan panjang umur, berpendidikan, dan dapat menikmati hidup secara layak. Ini berarti pembangunan manusia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkaitan dengan kualitas manusia dan masyarakat. Karena itu, manusia merupakan sentral dari proses pembangunan tersebut. Sebagai sentral, manusia menjadi subjek, sekaligus objek pembangunan, dengan kata lain manusia sebagai pelaku dan sasaran pembangunan.
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan manusia, UNDP telah menerbitkan suatu indikator yaitu Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur kesuksesan pembangunan dan kesejahteraan suatu negara. IPM adalah suatu tolak ukur angka kesejahteraan suatu daerah atau negara. Perkembangan IPM Indonesia juga relatif berfluktuasi dan selalu berada di bawah Tiongkok, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga kecuali Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar. Program penuntasan tunaaksara merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan target tercapainya peningkatan pendidikan keberaksaraan yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan indeks pendidikan sebagai bagian dari komponen IPM.
Disertasi ini terdiri atas lima bab. Pada Bab I membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,dan struktur organisasi peneltitian. Bab II membahas landasan teoretis, penelitian sebelumnya, dan kerangka pikir penelitian. Bab III membahas
(8)
viii
metodologi penelitian, yang terdiri atas: lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, dan teknik pengumpulan data. Bab IV membahas hasil penelitian dan pembahasan, yang terdri atas pengolahan data dan analisis temuan. Bab V membahas simpulan dan saran, yang terdiri atas simpulan dan saran.
Sadar akan kekurangan dan keterbatasan, saran dan kritik konstruktif dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan. Semoga naskah penelitian disertasi ini dapat memperkaya perbendaharan model pembelajaran keberaksaraan dan memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk menuntaskan tunaaksara. Akhirnya, semoga semua makhluk berbahagia.
Bandung, 24 Desember 2014 Tertanda,
(9)
ix
Sejak proses penyusunan desain sampai melahirkan bentuk disertasi seperti yang ada ini, banyak pihak yang telah mengulurkan bantuannya, baik dalam bentuk kerja sama, memberikan saran, kritik, dan masukan dalam penyelesaian penulisan disertasi ini. Hanya ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam yang dapat peneliti haturkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan tersebut, yaitu:
Pertama, Bapak Prof. Dr. Syihabuddin, M.Pd, sebagai promotor; Bapak Prof. Dr. Yoyo Mulyana, M.Ed. (Alm.) sebagai ko-promotor awal, Ibu Dr. Vismaia S. Damayanti, M.Pd., dan Ibu Dr. Yeti Mulyati, M.Pd., masing-masing sebagai ko-promotor pengganti dan anggota. Di tengah-tengah kesibukan mereka yang amat padat, mereka senantiasa meluangkan waktu dan menyempatkan diri dalam pembimbingan disertasi ini. Dengan ketelitian, kesungguhan, kesabaran, dan dorongan yang beliau tunjukkan selama proses bimbingan sehingga peneliti bersemangat menyelesaikan disertasi ini. Beliau telah menumbuhkan wawasan pemahaman dan mempertajam analisis, merangsang tumbuhnya berbagai gagasan baru, menjadi fasilitator, dan juga pendidik yang sangat peneliti banggakan dan teladani.
Kedua, ucapan yang sama disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd., sebagai Rektor Universitas Pendidikan Indonesia beserta para stafnya; Bapak Prof. Furqon, M.A., Ph.D., Bapak Prof. Fuad Abdul Hamied, M.A., Ph.D, Bapak Prof. Dr. Didi Suryadi, M.Ed. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana beserta seluruh staf (Asdir I dan Asdir II) yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mengikuti pendidikan pada jenjang doktor (S3) di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
Ketiga, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Ibu Dr. Vismaia S. Damayanti, M.Pd. dan Bapak Dr. Sumiyadi, M.Hum. beserta seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, yaitu: Prof. Dr. Yus Rusyana, Prof. Dr. Ahmad Slamet Hardjasudjana, M.A., Prof. Dr. Syamsuddin A.R., M.S., Prof. Dr.
(10)
x
Iskandarwassid, M.Pd., Prof. Dr. Yoyo Mulyana, M.Ed. (Alm), Prof. Dr. Yoce Aliah Darma, M.Pd., Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Pd., Prof. Dr. Kosadi Hidayat, M.Pd., Prof. Dr. Syihabuddin, M.Pd., Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd., Dr. Isah Cahyani, M.Pd., Dr. Yeti Mulyati, M.Pd., yang telah membekali pengetahuan, membimbing, dan menunjukkan jalan kebaikan mulai dari pekuliahan sampai pada penulisan desertasi ini.
Keempat, Bapak Dr. Ade Kusmiadi, M.Pd. dan Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd. sebagai Kepala PP-PAUDNI Regional I Bandung, Drs. Dadan Supriatna, M.Pd. dan Drs. Dadang Sudarman Trisutalaksana sebagai Kepala Bidang di PP-PAUDNI Regional I Bandung, Dr. Liza Hanurani, M.Pd., Hidayat, M.Pd., Unus Nasrudin, S.Pd., Dr. Abdul Muis Tanjung sebagai Kepala Seksi di PP-PAUDNI Regional I Bandung, serta Dr. Uum Suminar, M.Pd. sebagai Kasubag Tata Usaha di PP-PAUDNI Regional I Bandung, yang telah membantu dan mempermudah segala urusan yang berkaitan dengan izin belajar di SPs UPI Bandung. Terima kasih juga kepada rekan-rekan kerja yang telah ikut membantu dan memberi masukan dalam penyusunan disertasi ini seperti rekan: Drs. Endin Suhanda, M.M.Pd., Dian Sudaryuni Kurnia, S.S., M.Hum., Mia Rachmiati, S.Kom, M.I.Kom., Agus Ramdhani, S.Sos., M.M.Pd., Agus Sofyan, M.Pd., dan Ujang Rahmat, S.S.
Kelima, terima kasih atas kerjasama dan bantuannya kepada Saudara Nandi, S.Pd.SD. sebagai Ketua PKBM Bina Kreatif Bahari Gebang Mekar, Dede Johan Wahyudi sebagai tutor di kelas eksperimen, Hari Nuroji sebagai tutor di kelas kontrol, dan seluruh staf serta seluruh warga belajar di Desa Gebang Mekar yang sudah terlibat dalam uji coba model yang dilakukan. Mereka telah memberikan saran-saran yang berharga dan membantu dalam merancang bahan belajar yang berkaitan dengan budaya lokal, memvalidasi model hipotetik serta bahan belajar yang digunakan dalam pembelajaran.
Keenam, terima kasih atas bantuannya kepada Bapak Ade Kandar sebagai Kepala Bidang PNF Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, Bapak Kusnadi sebagai Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Cirebon, Bapak Rokhman sebagai pamong belajar di SKB Kabupaten Cirebon. Terima kasih juga
(11)
xi
yang telah membantu kelancaran peneliti selama melakukan uji coba model di Desa Gebang Mekar.
Ketujuh, terima kasih pula kepada Prof. Dr. Didi Sukyadi, M.A. dalam kapasitasnya sebagai praktisi akademisi yang telah membantu penyelesaian penyusunan disertasi ini. Terima kasih pula kepada Dr. Safuri Musa, M.Pd., Dr. Ayi Olim, dan Dr. Asep Mulyana, S.IP., M.Pd. yang telah banyak memberikan saran-saran yang berharga melalui diskusi untuk mempertajam masalah yang akan diteliti, terutama berkaitan dengan kerangka kerja metodologi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini.
Kedelapan, kepada rekan-rekan seangkatan, di antaranya Setiawan Jerman, Cecep ‘Cepot’, Dadang Subang, Jey Ternate (Alm), Yety Padang, Evie LPMP, Diana Bale Bandung, Titin Tasik, Khaerudin Aceh, Esul Sumedang, Hendaryan Ciamis, Edy Purnomo CX (Alm), Corie Buata Menado, Aryani Sukabumi, Agus Mulyanto UNINUS, dan yang lainnya yang sejak awal dan selama perkuliahan berusaha saling menyemangati untuk menyelesaikan tugas-tugas dari Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pengajar sampai seminar proposal penelitian, mereka semua banyak memberikan saran dan masukan yang berharga hingga menjadi bentuk disertasi seperti ini.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan saya tujukan kepada istriku Nurhidayah Nasution, M.M. dan anak-anakku: Najwa Bilbina Maharani, Kayla Melbena Nareswari, dan Oksana Norabel Quina, mereka penghibur dikala suntuk dan penyemangat dikala lelah. Terima kasih juga kepada kedua orang tua, Kinik Juwaeni dan Nenek di Majalengka, dan kedua mertua di Bandung: Opung Raja (H. Nawi Nasution, S.H.) dan Opung Boru (Hj. Helena Hutapea). Mereka tak henti-hentinya memberi semangat dan dorongan kepada peneliti untuk segera menyelesaikan studinya. Terima kasih pula kepada Kakanda Didik Sukyadi dan Nanang Sunarya beserta keluarga yang telah memberikan dorongan semangat dan doa kepada peneliti. Terima kasih juga kepada kakak dan adik ipar (Luhut M.
(12)
xii
Nasution dan M. Nur Nasution) bersama keluarga atas dorongan semangatnya selama ini.
Semoga karya ini bermanfaat bagi masyarakat.
Bandung, 24 Desember 2014 Tertanda,
(13)
xiii
PERNYATAAN ………..
LEMBAR PERSEMBAHAN ...
ABSTRAK ………
KATA PENGANTAR ………..
UNGKAPAN TERIMA KASIH ……….. DAFTAR ISI ………..…………... DAFTAR TABEL ………..………...………. DAFTAR GAMBAR ………...……... DAFTAR GRAFIK ………...……... DAFTAR LAMPIRAN ……….……..……...………….... BAB I PENDAHULUAN ………... A. Latar Belakang Penelitian………...…………... B. Identifikasi Masalah ………..………... C. Rumusan Masalah………... D. Tujuan Penelitian ………... E. Manfaat Penelitian ……….……… F. Struktur Organisasi Penelitian ….……….………..….
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………
A. Pendahuluan ……….
B. Pendidikan Keberaksaraan ………... 1. Landasan dan Konsep Keberaksaraan ….………... 2. Model Pembelajaran Keberaksaraan ……...…………... 3. Standar Kompetensi Keberaksaraan .……...…………... 4. Kriteria Ketuntasan Minimal ………….…...…………... C. Pendidikan Orang Dewasa ... D. Kebudayaan dan Pembelajaran ………... E. Hasil Penelitian Terdahulu ….………... F. Kerangka Pikir Penelitian ….………...………. G. Simpulan ... BAB III METODE PENELITIAN .……….
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ………... . B. Desain Penelitian ..………... C. Prosedur Penelitian ..………... 1. Studi Pendahuluan ……… 2. Pengembangan Model ……….. 3. Pengujian Model ……… D. Definisi Operasional ………..……..
E. Instrumen Penelitian ………
F. Proses Pengembangan Instrumen ……… G. Teknik Pengumpulan Data ………..
iii iv v vii ix xiii xv xviii xix xx 1 1 16 17 18 18 19 21 21 22 22 33 35 39 40 46 53 61 62 64 64 64 67 67 69 70 71 73 75 76
(14)
xiv
H. Teknik Analisis Data ...………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..…… A. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Kabupaten Cirebon ……
1. Kondisi Sosial Budaya di Kabupaten Cirebon ……..……….... 2. Kondisi Sosial Budaya di Kecamatan Gebang ………... 3. Kondisi Sosial Budaya di Desa Gebang Mekar………... 4. Pembahasan Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pesisir
Cirebon ... 5. Analisis Kebutuhan Budaya ... B. Profil Keberaksaraan di Lokasi Penelitian ……… 1. Situasi Keberaksaraan di Provinsi Jawa Barat ………. 2. Situasi Keberaksaraan di Kabupaten Cirebon ………. 3. Situasi Keberaksaraan di Desa Gebang Mekar ……… 4. Pembahasan Situasi Keberaksaraan di Kabupaten Cirebon ….. 5. Analisis Kebutuhan Program ... C. Rancangan Model Pembelajaran ...………....
1. Konsep Model Hipotetik ……… 2. Kajian Pakar dan Praktisi Terhadap Model ………... 3. Hasil Uji Coba Model Tahap I .………..……… 4. Hasil Uji Coba Model (Eksperimen) Tahap II ….……..……… 5. Pembahasan Hasil Uji Coba Model ………....…………...…. 6. Konsep Model Akhir ... D. Efektivitas Model Pembelajaran ...………... 1. Uji Efektivitas Model pada Uji Coba Tahap I ………... 2. Uji Efektivitas Model pada Uji Coba Tahap II ……….. 3. Perbandingan Efektivitas Model dengan Kelas Kontrol ……… 4. Perbandingan Efektivitas Model dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal ... 5. Perbandingan Efektivitas Model dengan Hasil Observasi ... 6. Pembahasan Efektivitas Model Pembelajaran ... 7. Simpulan ...
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……..……….…..…...…
A. Simpulan ….……….……….
B. Saran ………...……….…….…………..
DAFTAR PUSTAKA …….……….….………. LAMPIRAN………... 76 78 79 79 83 88 105 117 124 124 134 138 143 152 159 159 166 172 189 207 212 230 231 236 240 245 250 265 269 270 270 274 277 284
(15)
xv
1.1 : Peringkat IPM di Beberapa Negara Asia ……….……... 1.2 : Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2010–2012 ....………… 1.3 : Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Ciayumajakuning Tahun 2013
..………. 1.4 : Kabupaten dengan AMH di Bawah Rata-rata Provinsi Tahun 2013 ……. 1.5 : Penduduk Usia 15 ke Atas yang Tunaaksara di Jawa Barat pada Tahun
2011 per Kabupaten/Kota ..………... 4.1 : Keadaan Penduduk di Kecamatan Gebang ... 4.2 : Keadaan Penduduk Kecamatan Gebang Berdasarkan Kelompok Umur
dan Tingkat PendidikanTahun 2013 …………... 4.3 : Tabel Penduduk Berdasarkan Usia Desa Gebang Mekar ………. 4.4 : Kepala Keluarga Perempuan ... 4.5 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Gebang
Mekar ……...………..
4.6 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Pendidikan ………...……….……... 4.7 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Pengeluaran ………….……… 4.8 : Data Usia di Bawah 19 Tahun yang Bersekolah ...………….…………... 4.9 : Angka Partisipasi Sekolah (APS) ... 4.10 : Data Warga Desa Gebang Mekar yang Tidak Sekolah di Bawah Usia 19
Tahun ………...… 4.11 : Tabel Putus Sekolah dan Belum Pernah Sekolah ..………....
4.12 : Data Alasan Tidak Sekolah …..………. 4.13 : Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Pendidikan Lulus tidak
Melanjutkan ………..………...………...
4.14 : Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Pendidikan Putus
Sekolah ………
4.15 Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Belum Pernah Sekolah.. 4.16 : Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Sarjana ………. 4.17 : Kesehatan Rumah di Gebang Mekar ……….. 4.18 : Kondisi Air Bersih ……….. 4.19 : Kondisi MCK di Desa Gebang Mekar ……… 4.20 : Pemakaian Bahasa Pada Masyarakat Desa Gebang Mekar ……… 4.21 : Penggunaan Bahasa Berdasarkan Kegiatan Masyarakat Desa Gebang
Mekar ………..
4.22 : Penduduk Usia 15 ke Atas yang Tunaaksara Jawa Barat pada Tahun 2011 per Kabupaten/Kota ……… 4.23 : Penurunan Tunaaksara di Jawa Barat Tahun 2009-2001 ……… 4.24 : Garapan Tunaaksara yang Dibiayai APBN/D ……… 4.25 : Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Kemampuan Baca ………. 4.26 : Kondisi Tunaaksara di Desa Gebang Mekar ……….. 4.27 : Karakteristik Warga Belajar Uji Coba Tahap I ……….. 4.28 : Karakteristik Warga Belajar Uji Coba Tahap II Kelas Eksperimen …….. 4.29 : Karakteristik Warga Belajar Uji Coba Tahap II Kelas Kontrol ...……….. 4.30 : Kategori Pengkondisian Pembelajaran ………...
4 5 8 11 12 85 86 89 90 91 92 94 95 96 96 97 97 99 100 101 101 102 103 104 115 117 126 128 130 137 138 139 140 142 173
(16)
xvi
4.31 : Kategori Penyajian Wacana Budaya ……….. 4.32 : Kategori Penciptaan Makna Budaya ……….. 4.33 : Kategori Pembimbingan Belajar Keberaksaraan ……… 4.34 : Kategori Evaluasi Pembelajaran ………. 4.35 : Kategori Penghargaan ………. 4.36 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Tutor ……….. 4.37 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Warga Belajar ……… 4.38 : Kategori Peran Tutor ……….. 4.39 : Kategori Metodologi Pembelajaran ……… 4.40 : Kategori Kurikulum Pembelajaran ………. 4.41 : Kategori Bahan Ajar ………... 4.42 : Kategori Media Pembelajaran ………. 4.43 : Kategori Waktu Pembelajaran ……… 4.44 : Kategori Sarana dan Prasarana Pembelajaran ………. 4.45 : Kategori Kompetensi Keberaksaraan ………. 4.46 : Kategori Kompetensi Berbahasa Indonesia ……… 4.47 : Kategori Keterampilan Vokasional Tertentu ……….. 4.48 : Kategori Pemberdayaan Diri ………... 4.49 : Kategori Penguatan Budaya Lokal ………. 4.50 : Kategori Penguasaan dan Pemanfaatan TIK ………... 4.51 : Kategori Pengkondisian Pembelajaran ………... 4.52 : Kategori Penyajian Wacana Budaya ………. 4.53 : Kategori Penciptaan Makna Budaya ……….. 4.54 : Kategori Pembimbingan Belajar Keberaksaraan ……… 4.55 : Kategori Evaluasi Pembelajaran ………. 4.56 : Kategori Penghargaan ………. 4.57 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Tutor ……….. 4.58 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Warga Belajar ……… 4.59 : Kategori Peran Tutor ………... 4.60 : Kategori Metodologi Pembelajaran ……… 4.61 : Kategori Kurikulum Pembelajaran ………. 4.62 : Kategori Bahan Ajar ………... 4.63 : Kategori Media Pembelajaran ………. 4.64 : Kategori Waktu Pembelajaran ……… 4.65 : Kategori Sarana dan Prasarana Pembelajaran ………. 4.66 : Kategori Kompetensi Keberaksaraan ………. 4.67 : Kategori Kompetensi Berbahasa Indonesia ……… 4.68 : Kategori Keterampilan Vokasional Tertentu ……….. 4.69 : Kategori Pemberdayaan Diri ………... 4.70 : Kategori Penguatan Budaya Lokal ………. 4.71 : Kategori Penguasaan dan Pemanfaatan TIK ………... 4.72 : Rincian Hasil Pretest – Posttest Kelas Uji Coba Tahap I ………... 4.73 : Ringkasan Data Paired–Sample Statistic Kelas Uji Coba Tahap I ………. 4.74 : Ringkasan Data Paired-Sample Correlations Kelas Uji Coba Tahap I …... 4.75 : Ringkasan Data Paired-Sample Test Kelas Uji Coba Tahap I ……… 4.76 : Rincian Hasil Pretest – Posttest Uji Coba Tahap II Kelas Eksperimen …..
173 174 175 176 176 177 178 179 180 180 181 182 183 183 184 185 186 187 188 189 190 190 191 192 193 193 194 195 196 197 198 199 199 200 201 202 203 204 205 206 207 231 232 233 234 236
(17)
xvii
Eksperimen ………..
4.79 : Ringkasan Data Paired-Sample Test Uji Coba Tahap II Kelas
Eksperimen ………..
4.80 : Rincian Hasil Pretest – Posttest Uji Coba Tahap II Kelas Kontrol ………. 4.81 : Ringkasan Data Paired–Sample Statistic Uji Coba Tahap II Kelas
Kontrol ……….
4.82 : Ringkasan Data Paired-Sample Correlations Uji Coba Tahap II Kelas
Kontrol ……….
4.83 : Ringkasan Data Paired-Sample Test Uji Coba Tahap II Kelas Kontrol …. 4.84 : Daftar Nilai Prauji dan Pascauji Kelas Uji Coba Tahap I …... 4.85 : Daftar Nilai Prauji dan Pascauji Kelas Uji Coba Tahap II Kelas
Eksperimen …... 4.86 : Daftar Nilai Prauji dan Pascauji Kelas Uji Coba Tahap I Kelas Kontrol… 4.87 : Catatan Observasi Pertengahan Program Uji Coba Model Tahap I ... 4.88 : Temuan Masalah Saat Pertengahan Program Uji Coba Model Tahap I … 4.89 : Catatan Observasi Sarana dan Prasarana Uji Coba Model Tahap II Kelas
Eksperimen ……... 4.90 : Catatan Observasi Penyelenggaraan Program Uji Coba Model Tahap II
Kelas Eskperimen ……... 4.91 : Catatan Observasi Tutor Uji Coba Model Tahap II Kelas Eskperimen ….. 4.92 : Catatan Pemantauan Penyelenggaraan Uji Coba Model Tahap II Kelas
Kontrol ……...
237
238 241
241
242 243 245
247 249 251 253
254
255 257
(18)
xviii DAFTAR GAMBAR
2.1 : Kerangka Pikir Penelitian
3.1 : Komponen Analisis Data Model Interaktif (Miles dan Huberman) 4.1 : Peta Kabupaten Cirebon dan Batas Wilayah di Sekelilingnya 4.2 : Peta Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon
4.3 : Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara Intensif (GNPBI) 4.4 : Peta Tunaaksara Jawa Barat
4.5 : Pola Penuntasan Tunaaksara di Jawa Barat
4.6 : Program Aplikatif Penuntasan Tunaaksara Provinsi Jawa Barat 4.7 : Zona Merah Tunaaksara di Propinsi Jawa Barat
4.8 : Kerangka Model Hipotetik Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal
4.9 : Alur Pembelajaran Hipotetik Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal
4.10 : Kerangka Model Akhir Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal
4.11 : Alur Pembelajaran Akhir Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal
62 77 79 84 125 127 131 133 134 160 162
213
216
(19)
xix
4.1 : Prosentase Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin ……..………… 4.2 : Prosentase Kepala Keluarga Menurut Jenis Pekerjaan ………. 4.3 : Prosentase Kepala Keluarga Menurut Latar Belakang Pendidikan ….. 4.4 : Prosentase Kepala Keluarga Menurut Pengeluaran ……….. 4.5 : Prosentase Alasan Tidak Sekolah Anak di Bawah Usia 19 Tahun ….. 4.6 : Prosentase Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Pendidikan ……… 4.7 : Prosentase Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang
Pendidikan Putus Sekolah Berdasarkan Jenjang dan Jenis Kelamin … 4.8 : Prosentase Kondisi Rumah di Gebang Mekar ……….. 4.9 : Prosentase Akses Air Bersih ………. 4.10 : Prosentase Kondisi MCK di Gebang Mekar ………. 4.11 : Target Penurunan Tunaaksara Provinsi Jawa Barat 2011 ………. 4.12 : Posisi IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2011 ………
90 91 93 94 98
99
100 102 103 105 129 135
(20)
xx
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kurikulum Pembelajaran …...…..……….. 2. Silabus Pembelajaran ………. 3. Instrumen Evaluasi Uji Coba Model ... 4. Instrumen Prauji dan Pascauji ...………. 5. Surat Keputusan Direktur PPS-UPI tentang Pembimbing Penulisan
Disertasi ………...………..
6. Riwayat Hidup ...
284 298 303 312 280 339 342
(21)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
THE MODEL DEVELOPMENT OF LITERACY LEARNING ORIENTED WITH LOCAL CULTURE FOR ELIMINATING ADULT ILLITERATES
OF COASTAL COMMUNITY IN CIREBON DISTRICT
Human Development Index (HDI) is one of the indicators to measure the prosperity of an area or a country. The development of Indonesian HDI tends to relatively fluctuate and is always behind China, Thailand, Malaysia and The Philippines. This alarming position shows that the achievements of Indonesia in health and longevity (as measured by life expectancy at birth), education (measured by adult literacy and combined primary, secondary, and tertiary enrollments), and living standard (measured by GDP per capita in purchasing power parity terms) are under its neighboring countries, except for Vietnam, Laos, Cambodia, and Myanmar. The program of illiteracy eradication is one the efforts in pursuing the achievement of improvement of literacy education that will significantly enhance the improvement of education index as part of HDI components. Even though illiteracy eradication has been done massively, the existence of illiteracy residue which has not been completed indicates serious and complex problems in the illiteracy eradication endeavors. The purpose of the present study is aimed to; 1) identified the socio-cultural condition, 2) describe the situation of literacy, 3) design hypothetical model of local culture oriented literacy learning, and 4) tested the effectiveness of local culture oriented literacy learning in eradicating illiteracy of coastal community in Gebang Mekar Village, Gebang District, Cirebon Regency. The study is focused on the development of listening, speaking, reading, writing skills, and arithmatics of adult illiterates, with local culture of coastal community as orientation. The main theory used refers to: 1) literacy theory, 2) adult education theory, and 3) culture theory. The process of model development refers to the procedure developed by Borg and Gall (1989: 784-785). The exploratory study shows that the HDI index of Cirebon regency in 2011 was 69,27, which was under the average of West Java HDI (72,73), with 3,36 point discrepancies, while the illiteracy number was 88.550 people. The design of the model developed refers to socio-cultural condition of the learning community, which was economically deprived, part of them were absolutely or partially illiterate, low ability in using Indonesian and lived in an environment that has coastal cultural richness which can be used as learning resources. The result of analysis concerning the effectiveness of local culture oriented literacy learning model shows that the model is effective in improving literacy competence, Indonesian language competence, acquisition of certain vocation, local culture enhancement, self-empowerment, and the acquisition and application of IT skills.
(22)
277
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
The effectiveness test as statistically measured indicates changes at the level of literacy acquisition skills from not having it to skillful.
(23)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEBERAKSARAAN BERORIENTASI BUDAYA LOKAL UNTUK MENUNTASKAN
TUNAAKSARA DEWASA PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN CIREBON
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu tolak ukur angka kesejahteraan suatu daerah atau negara. Perkembangan IPM Indonesia relatif berfluktuasi dan selalu berada di bawah Tiongkok, Thailand, Malaysia dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga kecuali Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar. Program penuntasan tunaaksara merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan target tercapainya peningkatan pendidikan keberaksaraan yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan indeks pendidikan sebagai bagian dari komponen IPM. Walaupun program penuntasan tunaaksara telah dilakukan secara masif, tetapi masih adanya sisa tunaaksara yang belum tertuntaskan menunjukkan masih adanya permasalahan serius dan kompleks dalam usaha-usaha penuntasan tunaaksara. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) mengidentifikasi kondisi sosial budaya, 2) mendeskripsikan profil keberaksaraan, 3) merancang model pembelajaran keberaksaraan berorientasi budaya lokal, dan 4) menguji efektivitas model pembelajaran keberaksaraan berorientasi budaya lokal dalam menuntaskan tunaaksara masyarakat pesisir di Desa Gebang Mekar Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung pada orang dewasa yang berorientasi budaya lokal pada masyarakat pesisir. Induk landasan teorinya mengacu pada tiga teori keilmuan utama, yaitu: 1) teori keberaksaraan, 2) teori pendidikan orang dewasa, dan 3) teori kebudayaan. Proses pengembangan model mengacu pada prosedur yang dikembangkan oleh Borg and Gall (1989: 784-785). Hasil studi eksplorasi menunjukkan bahwa nilai IPM Kabupaten Cirebon tahun 2011 sebesar IPM 69,27 yang berarti masih berada di bawah rata-rata IPM Jawa Barat (72,73) dengan selisih 3,36 poin, sedangkan data tunaaksaranya sebanyak 88.550 jiwa. Rancangan model yang dikembangkan mengacu pada kondisi sosial budaya warga belajar yang secara ekonomis miskin, sebagiannya merupakan tunaaksara murni atau parsial, rendah tingkat penguasaan Bahasa Indonesia, dan tinggal di lingkungan yang memiliki kekayaan budaya masyarakat pesisir yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran. Hasil uji efektivitas model pembelajaran keberaksaraan berorientasi budaya lokal menunjukkan bahwa model cukup efektif dalam meningkatkan kompetensi keberaksaraan, kompetensi berbahasa Indonesia, juga berdampak efektif terhadap penguasaan vokasional tertentu, penguatan budaya lokal, pemberdayaan diri, dan
(24)
279
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penguasaan dan pemanfaatan TIK. Hasil uji efektivitas yang diukur dengan uji statistik menunjukkan ada perubahan tingkat penguasaan kecakapan keberaksaraan dari belum menguasai menjadi terampil.
(25)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ………..
PERNYATAAN ………..
LEMBAR PERSEMBAHAN ...
ABSTRAK ………
KATA PENGANTAR ………..
UNGKAPAN TERIMA KASIH ……….. DAFTAR ISI ………..…………... DAFTAR TABEL ………..………...………. DAFTAR GAMBAR ………...……... DAFTAR GRAFIK ………...……... DAFTAR LAMPIRAN ……….……..……...………….... BAB I PENDAHULUAN ………...
A. Latar Belakang Penelitian………...…………... B. Identifikasi Masalah ………..………... C. Rumusan Masalah………... D. Tujuan Penelitian ………... E. Manfaat Penelitian ……….……… F. Struktur Organisasi Penelitian ….……….………..….
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………
A. Pendahuluan ……….
B. Pendidikan Keberaksaraan ………... 1. Landasan dan Konsep Keberaksaraan ….………... 2. Model Pembelajaran Keberaksaraan ……...…………... 3. Standar Kompetensi Keberaksaraan .……...…………... 4. Kriteria Ketuntasan Minimal ………….…...…………... C. Pendidikan Orang Dewasa ... D. Kebudayaan dan Pembelajaran ………... E. Hasil Penelitian Terdahulu ….………... F. Kerangka Pikir Penelitian ….………...………. G. Simpulan ... BAB III METODE PENELITIAN .……….
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ………... . B. Desain Penelitian ..………... C. Prosedur Penelitian ..………... 1. Studi Pendahuluan ……… 2. Pengembangan Model ………..
ii iii iv v vii ix xiii xv xviii xix xx 1 1 16 17 18 18 19 21 21 22 22 33 35 39 40 46 53 61 62 64 64 64 67 67 69
(26)
277
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Pengujian Model ………
D. Definisi Operasional ………..…….. E. Instrumen Penelitian ………
F. Proses Pengembangan Instrumen ……… G. Teknik Pengumpulan Data ……….. H. Teknik Analisis Data ...………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..…… A. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Kabupaten Cirebon ……
1. Kondisi Sosial Budaya di Kabupaten Cirebon ……..……….... 2. Kondisi Sosial Budaya di Kecamatan Gebang ………... 3. Kondisi Sosial Budaya di Desa Gebang Mekar………... 4. Pembahasan Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pesisir
Cirebon ...... 5. Analisis Kebutuhan Budaya ... B. Profil Keberaksaraan di Lokasi Penelitian ……… 1. Situasi Keberaksaraan di Provinsi Jawa Barat ………. 2. Situasi Keberaksaraan di Kabupaten Cirebon ………. 3. Situasi Keberaksaraan di Desa Gebang Mekar ……… 4. Pembahasan Situasi Keberaksaraan di Kabupaten Cirebon ….. 5. Analisis Kebutuhan Program ... C. Rancangan Model Pembelajaran ...………....
1. Konsep Model Hipotetik ……… 2. Kajian Pakar dan Praktisi Terhadap Model ………... 3. Hasil Uji Coba Model Tahap I .………..……… 4. Hasil Uji Coba Model (Eksperimen) Tahap II ….……..……… 5. Pembahasan Hasil Uji Coba Model ………....…………...…. 6. Konsep Model Akhir ... D. Efektivitas Model Pembelajaran ...………... 1. Uji Efektivitas Model pada Uji Coba Tahap I ………... 2. Uji Efektivitas Model pada Uji Coba Tahap II ……….. 3. Perbandingan Efektivitas Model dengan Kelas Kontrol ……… 4. Perbandingan Efektivitas Model dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal ... 5. Perbandingan Efektivitas Model dengan Hasil Observasi ... 6. Pembahasan Efektivitas Model Pembelajaran ... 7. Simpulan ...
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……..……….…..…...… A. Simpulan ….……….……….
B. Saran ………...……….…….…………..
70 71 73 75 76 76 78 79 79 83 88 105 117 124 124 134 138 143 152 159 159 166 172 189 207 212 230 231 236 240 245 250 265 269 270 270 274
(27)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA …….……….….……….
LAMPIRAN………... 277
284
DAFTAR TABEL
1.1 : Peringkat IPM di Beberapa Negara Asia ……….……... 1.2 : Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2010–2012 ....………… 1.3 : Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Ciayumajakuning Tahun 2013
..………. 1.4 : Kabupaten dengan AMH di Bawah Rata-rata Provinsi Tahun 2013 ……. 1.5 : Penduduk Usia 15 ke Atas yang Tunaaksara di Jawa Barat pada Tahun
2011 per Kabupaten/Kota ..………... 4.1 : Keadaan Penduduk di Kecamatan Gebang ... 4.2 : Keadaan Penduduk Kecamatan Gebang Berdasarkan Kelompok Umur
dan Tingkat PendidikanTahun 2013 …………... 4.3 : Tabel Penduduk Berdasarkan Usia Desa Gebang Mekar ………. 4.4 : Kepala Keluarga Perempuan ... 4.5 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Gebang
Mekar ……...………..
4.6 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Pendidikan ………...……….……... 4.7 : Data Kepala Keluarga Berdasarkan Pengeluaran ………….……… 4.8 : Data Usia di Bawah 19 Tahun yang Bersekolah ...………….…………... 4.9 : Angka Partisipasi Sekolah (APS) ... 4.10 : Data Warga Desa Gebang Mekar yang Tidak Sekolah di Bawah Usia 19
Tahun ………...… 4.11 : Tabel Putus Sekolah dan Belum Pernah Sekolah ..………....
4.12 : Data Alasan Tidak Sekolah …..………. 4.13 : Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Pendidikan Lulus tidak
Melanjutkan ………..………...………... 4.14 : Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Pendidikan Putus
Sekolah ………
4.15 Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Belum Pernah Sekolah.. 4.16 : Penduduk Tidak Bekerja dengan Latar Belakang Sarjana ……….
4 5 8 11 12 85 86 89 90 91 92 94 95 96 96 97 97 99 100 101 101
(28)
279
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.17 : Kesehatan Rumah di Gebang Mekar ……….. 4.18 : Kondisi Air Bersih ……….. 4.19 : Kondisi MCK di Desa Gebang Mekar ……… 4.20 : Pemakaian Bahasa Pada Masyarakat Desa Gebang Mekar ……… 4.21 : Penggunaan Bahasa Berdasarkan Kegiatan Masyarakat Desa Gebang
Mekar ………..
4.22 : Penduduk Usia 15 ke Atas yang Tunaaksara Jawa Barat pada Tahun 2011 per Kabupaten/Kota ……… 4.23 : Penurunan Tunaaksara di Jawa Barat Tahun 2009-2001 ……… 4.24 : Garapan Tunaaksara yang Dibiayai APBN/D ……… 4.25 : Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Kemampuan Baca ………. 4.26 : Kondisi Tunaaksara di Desa Gebang Mekar ……….. 4.27 : Karakteristik Warga Belajar Uji Coba Tahap I ……….. 4.28 : Karakteristik Warga Belajar Uji Coba Tahap II Kelas Eksperimen …….. 4.29 : Karakteristik Warga Belajar Uji Coba Tahap II Kelas Kontrol ...……….. 4.30 : Kategori Pengkondisian Pembelajaran ………... 4.31 : Kategori Penyajian Wacana Budaya ……….. 4.32 : Kategori Penciptaan Makna Budaya ……….. 4.33 : Kategori Pembimbingan Belajar Keberaksaraan ……… 4.34 : Kategori Evaluasi Pembelajaran ………. 4.35 : Kategori Penghargaan ………. 4.36 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Tutor ……….. 4.37 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Warga Belajar ……… 4.38 : Kategori Peran Tutor ……….. 4.39 : Kategori Metodologi Pembelajaran ……… 4.40 : Kategori Kurikulum Pembelajaran ………. 4.41 : Kategori Bahan Ajar ………... 4.42 : Kategori Media Pembelajaran ………. 4.43 : Kategori Waktu Pembelajaran ……… 4.44 : Kategori Sarana dan Prasarana Pembelajaran ………. 4.45 : Kategori Kompetensi Keberaksaraan ………. 4.46 : Kategori Kompetensi Berbahasa Indonesia ……… 4.47 : Kategori Keterampilan Vokasional Tertentu ……….. 4.48 : Kategori Pemberdayaan Diri ………... 4.49 : Kategori Penguatan Budaya Lokal ………. 4.50 : Kategori Penguasaan dan Pemanfaatan TIK ………... 4.51 : Kategori Pengkondisian Pembelajaran ………... 4.52 : Kategori Penyajian Wacana Budaya ………. 4.53 : Kategori Penciptaan Makna Budaya ……….. 4.54 : Kategori Pembimbingan Belajar Keberaksaraan ……… 4.55 : Kategori Evaluasi Pembelajaran ……….
102 103 104 115 117 126 128 130 137 138 139 140 142 173 173 174 175 176 176 177 178 179 180 180 181 182 183 183 184 185 186 187 188 189 190 190 191 192 193
(29)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.56 : Kategori Penghargaan ………. 4.57 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Tutor ……….. 4.58 : Kategori Hubungan Warga Belajar dengan Warga Belajar ……… 4.59 : Kategori Peran Tutor ………... 4.60 : Kategori Metodologi Pembelajaran ……… 4.61 : Kategori Kurikulum Pembelajaran ………. 4.62 : Kategori Bahan Ajar ………... 4.63 : Kategori Media Pembelajaran ………. 4.64 : Kategori Waktu Pembelajaran ……… 4.65 : Kategori Sarana dan Prasarana Pembelajaran ………. 4.66 : Kategori Kompetensi Keberaksaraan ………. 4.67 : Kategori Kompetensi Berbahasa Indonesia ……… 4.68 : Kategori Keterampilan Vokasional Tertentu ……….. 4.69 : Kategori Pemberdayaan Diri ………... 4.70 : Kategori Penguatan Budaya Lokal ………. 4.71 : Kategori Penguasaan dan Pemanfaatan TIK ………... 4.72 : Rincian Hasil Pretest – Posttest Kelas Uji Coba Tahap I ………... 4.73 : Ringkasan Data Paired–Sample Statistic Kelas Uji Coba Tahap I ………. 4.74 : Ringkasan Data Paired-Sample Correlations Kelas Uji Coba Tahap I …... 4.75 : Ringkasan Data Paired-Sample Test Kelas Uji Coba Tahap I ……… 4.76 : Rincian Hasil Pretest – Posttest Uji Coba Tahap II Kelas Eksperimen ….. 4.77 : Ringkasan Data Paired–Sample Statistic Uji Coba Tahap II Kelas
Eksperimen ………. 4.78 : Ringkasan Data Paired-Sample Correlations Kelas Uji Coba II Kelas
Eksperimen ………..
4.79 : Ringkasan Data Paired-Sample Test Uji Coba Tahap II Kelas
Eksperimen ………..
4.80 : Rincian Hasil Pretest – Posttest Uji Coba Tahap II Kelas Kontrol ………. 4.81 : Ringkasan Data Paired–Sample Statistic Uji Coba Tahap II Kelas
Kontrol ……….
4.82 : Ringkasan Data Paired-Sample Correlations Uji Coba Tahap II Kelas
Kontrol ……….
4.83 : Ringkasan Data Paired-Sample Test Uji Coba Tahap II Kelas Kontrol …. 4.84 : Daftar Nilai Prauji dan Pascauji Kelas Uji Coba Tahap I …... 4.85 : Daftar Nilai Prauji dan Pascauji Kelas Uji Coba Tahap II Kelas
Eksperimen …... 4.86 : Daftar Nilai Prauji dan Pascauji Kelas Uji Coba Tahap I Kelas Kontrol… 4.87 : Catatan Observasi Pertengahan Program Uji Coba Model Tahap I ... 4.88 : Temuan Masalah Saat Pertengahan Program Uji Coba Model Tahap I … 4.89 : Catatan Observasi Sarana dan Prasarana Uji Coba Model Tahap II Kelas
Eksperimen ……...
193 194 195 196 197 198 199 199 200 201 202 203 204 205 206 207 231 232 233 234 236 237 237 238 241 241 242 243 245 247 249 251 253 254
(30)
281
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.90 : Catatan Observasi Penyelenggaraan Program Uji Coba Model Tahap II Kelas Eskperimen ……... 4.91 : Catatan Observasi Tutor Uji Coba Model Tahap II Kelas Eskperimen ….. 4.92 : Catatan Pemantauan Penyelenggaraan Uji Coba Model Tahap II Kelas
Kontrol ……...
255 257
(31)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
1. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia
Pembangunan manusia didefinisikan sebagai suatu proses perluasan pilihan penduduk, yaitu dalam hal usia harapan hidup yang panjang dan sehat, pendidikan yang baik, dan standar hidup yang layak. Pilihan lain termasuk kebebasan dalam hal politik, jaminan hak-hak asasi manusia, dan harga diri-apa yang Adam Smith sebut sebagai kemampuan untuk bergaul dengan orang lain tanpa "malu untuk tampil di depan umum”. (United Nation Development Programme, UNDP Report, 1990: 10).
Pada prinsipnya tujuan dasar pembangunan yaitu untuk memperbanyak pilihan kepada masyarakat di mana pilihan-pilihan tersebut tidak terbatas dan dapat berubah kapan saja, sehingga masyarakat bisa memperoleh akses yang lebih besar terhadap pengetahuan dan pendidikan, nutrisi dan pelayanan kesehatan yang lebih baik, mata pencaharian yang aman, dan sebagainya. Bisa dikatakan bahwa tujuan akhir pembangunan adalah untuk menciptakan lingkungan yang dapat memungkinkan orang-orang menikmati hidup yang panjang, sehat, dan kreatif (Mahbub Ul Haq, Founder of The Human Development Report).
Alasan mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah: Pertama, banyak negara berkembang termasuk Indonesia yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti: penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, beberapa negara berpendapatan rendah mampu mencapai
(32)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
tingkat pembangunan manusia yang tinggi karena mampu menggunakan secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar manusia.
Tujuan pembangunan manusia seperti diuraikan di atas secara tegas memilih tiga sasaran yang ingin dicapai, yaitu hidup sehat dan panjang umur, berpendidikan, dan dapat menikmati hidup secara layak. Ini berarti pembangunan manusia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkaitan dengan kualitas manusia dan masyarakat. Karena itu, manusia merupakan sentral dari proses pembangunan. Sebagai sentral, manusia menjadi subjek, sekaligus objek pembangunan, dengan kata lain manusia sebagai pelaku dan sasaran pembangunan.
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan manusia, UNDP telah menerbitkan suatu indikator yaitu Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur kesuksesan pembangunan dan kesejahteraan suatu negara. IPM adalah suatu tolok ukur angka kesejahteraan suatu daerah atau negara yang dilihat berdasarkan tiga dimensi yaitu: angka harapan hidup pada waktu lahir (life expectancy at birth), tingkat keberaksaraan (literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan kemampuan daya beli (purchasing power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan, indikator angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan, dan terakhir indikator daya beli mengukur standar hidup (UNDP, 1990).
Dalam buku Pembangunan Manusia Berbasis Gender (2013: 13-15) disebutkan bahwa secara umum perbandingan IPM antarnegara ASEAN menunjukkan disparitas yang cukup tinggi sejak tahun 1990. Namun, peningkatan IPM tidak secara langsung menggambarkan peringkat kualitas pembangunan manusia. Sebagai contoh, meskipun selama dua dekade IPM Myanmar telah meningkat secara signifikan, Myanmar tetap menjadi negara dengan IPM terkecil di kawasan ASEAN.
(33)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut UNDP, Singapura dan Brunei Darussalam merupakan negara dengan capaian IPM sangat tinggi, sedangkan Malaysia menjadi negara dengan nilai IPM yang tinggi selama tahun 1990-2012. Nilai IPM ketiga negara tersebut masing-masing adalah 0,895; 0,855; dan 0,769 untuk tahun 2012, sedangkan nilai IPM terendah diperoleh Myanmar di antara negara lain di wilayah ASEAN yaitu 0,498 pada tahun 2012. Peringkat terendah berikutnya adalah Laos dan Kamboja dengan nilai IPM di tahun 2012 berturut-turut adalah 0,543 dan 0,543. Untuk negara ASEAN, Indonesia berada pada posisi ke-6, dengan nilai capaian sebesar 0,629. Posisi yang sama seperti pada dua dekade sebelumnya.
Untuk melihat keterbandingan capaian pembangunan manusia antarnegara, dapat dilakukan dengan melihat keterbandingan capaian antarindeks komponen IPM. Indikator dimensi kesehatan atau indeks dimensi kesehatan Indonesia berada pada urutan ke enam dengan nilai capaian sebesar 0,782. Negara-negara yang dimensi kesehatannya berada di bawah Indonesia adalah Filipina, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Nilai tertinggi untuk dimensi kesehatan dicapai oleh negara Singapura dengan nilai sebesar 0,963, sementara nilai terendah dicapai oleh negara Myanmar sebesar 0,718.
Komponen kedua adalah dimensi pendidikan yang diukur berdasarkan harapan lamanya sekolah (expected years of schooling) dan rata-rata lamanya sekolah (mean years of schooling). Kedua indeks tersebut digabung menjadi indeks pendidikan. Negara yang mempunyai nilai dimensi pendidikan tinggi adalah Singapura, Brunai Darussalam, dan Malaysia. Indonesia berada pada posisi ke enam dengan nilai 0,575. Negara-negara yang dimensi pendidikan di bawah Indonesia adalah Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Komponen ketiga yang nilainya terbesar untuk negara-negara dengan IPM tinggi di ASEAN adalah pendapatan. Komponen pendapatan ini diukur dari Product National Brutto (PNB) per kapita riil yang disesuaikan Purchasing Power Parity (PPP). Negara Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan
(34)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
Thailand mempunyai nilai per kapita riil di atas Indonesia, sementara negara-negara Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar mempunyai pendapatan perkapita riil di bawah Indonesia. Dari ketiga dimensi, Indonesia menduduki peringkat yang sama kecuali pada dimensi pendapatan. Sementara Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia selalu menduduki peringkat tiga besar di antara negara ASEAN pada ketiga dimensi tersebut. Nilai tiga dimensi yang tinggi membentuk nilai yang juga tinggi pada IPM negaranya.
Dari segi pembangunan sosial kemasyarakatan, angka IPM di negara-negara Asia Tenggara dan Timur bervariasi dari very high, high, medium, sampai low human development. Gambaran sederhana tentang keragaman jumlah penduduk, luas wilayah, raihan pembangunan manusia dan kemajuan ekonomi dapat dirujuk pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Peringkat IPM di Beberapa Negara Asia
Negara Tahun
1995 2000 2005 2010 2013
Thailand 58 76 73 92 103
Malaysia 59 61 61 57 64
Filipina 100 77 84 97 114
Indonesia 104 109 110 108 121
Tiongkok 111 99 85 89 101
Vietnam 120 108 108 113 127
Jumlah n.a. n.a. 127 129 129
Sumber: UNDP (1995, 2000, 2005, 2010, 2013)
Perkembangan IPM Indonesia juga relatif berfluktuasi dan selalu berada di bawah Tiongkok, Thailand, Malaysia dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga kecuali Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar. Bahkan
(35)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tiongkok dengan jumlah penduduk lebih dari empat kali lipat penduduk Indonesia masih lebih tinggi peringkat dan indeks pembangunannya.
Dalam lingkup nasional, data survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai IPM tahun 2012 menempatkan Provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan peringkat IPM tertinggi di Indonesia, yaitu 78,33. Peringkat tertinggi selanjutnya ditempati oleh Provinsi Sulawesi Utara (IPM=76,95), Riau (76,9), DI Yogyakarta (76,75), dan Kalimantan Timur (76,71). Sementara itu, peringkat lima terbawah diduduki oleh Provinsi Papua (IPM=65,86), Nusa Tenggara Barat (66,89), Nusa Tenggara Timur (68,28), Maluku Utara (69,98), dan Papua Barat (70,22).
Secara nasional, rata-rata IPM Indonesia adalah sebesar 73,29, dengan Provinsi Jawa Tengah (73,36), Bali (73,49), dan Jawa Barat (73,36) yang berada di sekitar rata-rata IPM nasional. Daftar peringkat IPM per provinsi selengkapnya berdasarkan tahun 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini yang bersumber dari data BPS.
Tabel 1.2
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2010–2012
Provinsi
IPM
2010 2011 2012
(1) (2) (3) (4)
1. Nanggroe Aceh D 71,7 72,16 72,51
2. Sumatera Utara 74,19 74,65 75,13
3. Sumatera Barat 73,78 74,28 74,7
4. Riau 76,07 76,53 76,9
5. Jambi 72,74 73,3 73,78
6. Sumatera Selatan 72,95 73,42 73,99
7. Bengkulu 72,92 73,4 73,93
8. Lampung 71,42 71,94 72,45
9. Bangka Belitung 72,86 73,37 73,78
(36)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
11. DKI Jakarta 77,6 77,97 78,33
12. Jawa Barat 72,29 72,73 73,11
13. Jawa Tengah 72,49 72,94 73,36
14. Yogyakarta 75,77 76,32 76,75
15. Jawa Timur 71,62 72,18 72,83
16. Banten 70,48 70,95 71,49
17. Bali 72,28 72,84 73,49
18. Nusa Tenggara Barat 65,2 66,23 66,89 19. Nusa Tenggara Timur 67,26 67,75 68,28 20. Kalimantan Barat 69,15 69,66 70,31 21. Kalimantan Tengah 74,64 75,06 75,46 22. Kalimantan Selatan 69,92 70,44 71,08 23. Kalimantan Timur 75,56 76,22 76,71
24. Sulawesi Utara 76,09 76,54 76,95
25. Sulawesi Tengah 71,14 71,62 72,14
26. Sulawesi Selatan 71,62 72,14 72,7
27. Sulawesi Tenggara 70.00 70,55 71,05
28. Gorontalo 70,28 70,82 71,31
29. Sulawesi Barat 69,64 70,11 70,73
30. Maluku 71,42 71,87 72,42
31. Maluku Utara 69,03 69,47 69,98
32. Papua Barat 69,15 69,65 70,22
33. Papua 64,94 65,36 65,86
Indonesia 72,27 72,77 73,29 Sumber: bps.go.id
Untuk tingkat Provinsi Jawa Barat, meski pencapaian IPM dalam lima tahun terakhir terus meningkat, pencapaian itu masih jauh dari target yang dicanangkan. Hal ini terlihat misalnya ketika Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tahun 2011 di gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, dalam laporan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali gagal mencapai target IPM. Gubernur dinilai telah gagal merealisasikan target pemerintahannya dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum APBD (KUA perubahan tahun 2011), saat itu
(37)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
IPM Jawa Barat ditargetkan mencapai 73,24-73,39 poin. Namun, berdasarkan data BPS ternyata IPM Jawa Barat tahun 2011 hanya 72,82 poin. Dalam LKPJ itu juga tertulis bahwa indikator pendidikan mencapai 82,55 poin (target 82,92-83,29) dan indikator kesehatan mencapai 72,34 (target 73,33-73,40).
Walau begitu, secara fakta IPM semua kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Barat sebenarnya mengalami kenaikan secara bervariasi. Secara umum terjadi kenaikan hampir satu poin setiap tahun di Provinsi Jawa Barat. Kalau tren kenaikan IPM mendekati satu poin per tahun terus berlanjut, target IPM 80 setidaknya akan dicapai pada tahun 2020. Hal ini disebabkan data IPM tahun 2012 saja baru mencapai angka 73,11. Kecuali jika setiap tahun Provinsi Jawa Barat mampu menaikan dua angka setiap tahun, provinsi ini bisa mencapai target yang ditetapkan sebelum tahun 2018.
Kalau diamati, ternyata sejumlah kabupaten/kota mengalami kenaikan IPM yang begitu menggembirakan, sementara yang lain relatif lambat. Hal ini menunjukkan telah terjadi perbedaan laju kecepatan peningkatan IPM. Beberapa kabupaten yang masih kecil IPM-nya antara lain: Indramayu, Cirebon, Cianjur, Karawang, dan Majalengka. Sementara, beberapa kota penyangga ibukota seperti Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kota Bogor merupakan daerah yang IPM-nya tinggi. Bagi daerah perkotaan sebenarnya cukup sulit untuk meningkatkan angka IPM, karenanya kita sebut sebagai daerah hardrock. Sebaliknya, lebih mudah bagi wilayah kabupaten yang masih memiliki IPM tergolong rendah untuk meningkatkan IPM-nya, karenanya kita sebut sebagai daerah softrock. Misalnya, pada tahun 2008 telah diberikan penghargaan kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu atas komitmen tertinggi terhadap peningkatan IPM. Hal ini karena memang Kabupaten Indramayu masih dalam kategori softrock, yaitu masih dapat menggenjot IPM-nya secara relatif lebih cepat. Termasuk kategori kabupaten softrock lainnya adalah Kabupaten Cirebon, Kuningan, dan juga Majalengka.
(38)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang perkembangan IPM Kabupaten Cirebon, maka berikut ini akan dibandingkan IPM Kabupaten Cirebon dengan angka Provinsi Jawa Barat serta beberapa kabupaten/kota di sekitarnya yaitu Kabupaten Majalengka, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu. Posisi geografis kabupaten/kota tersebut terletak di kawasan timur Provinsi Jawa Barat, sehingga pada sistem administrasi pemerintahan kabupaten/kota tersebut disatukan dalam satu cakupan Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Cirebon. Secara karakteristik wilayah-wilayah tersebut mempunyai kemiripan dalam hal karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya. Secara umum masyarakat di wilayah tersebut merupakan daerah pertanian padi, palawija maupun hortikultura kecuali Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu yang berbatasan dengan laut sehingga masyarakatnya juga sebagian ada yang berprofesi sebagai nelayan.
Tabel 1.3
Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Ciayumajakuning Tahun 2013
NO
Kabupaten/Kota Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
(1) (2) (3)
1 Kota Cirebon 75,83
2 Kab. Kuningan 72,21
3 Kab. Majalengka 72,02
4 Kab Cirebon 71,18
5 Kab. Indramayu 69,96
Prov. Jawa Barat 73,40
Sumber: RPJMN Provinsi Jawa Barat Tahun 2014
Tabel di atas memperlihatkan perbandingan angka IPM kabupaten/kota di wilayah Cirebon. Kabupaten Cirebon dengan IPM 71,18 berada pada posisi ke 4 dari 5 kabupaten/kota tersebut. Posisi tertinggi di adalah Kota Cirebon disusul
(39)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. Sementara Kabupaten Indramayu berada pada posisi paling bontot.
Membandingkan dengan angka IPM Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cirebon masih berada di bawah rata rata IPM Jawa Barat dengan selisih 2,22 poin, dengan Kabupaten Kuningan terdapat selisih 1,03 poin, sementara dengan Kota Cirebon selisih 4,65 poin. Posisi Kota Cirebon tersebut sudah cukup jauh berada di atas kabupaten lain, bahkan di atas rata-rata IPM Jawa Barat yang 73,40. Posisi tertinggi Kota Cirebon, didukung oleh ketiga komponennya yaitu Indeks Harapan Hidup, Indeks Pendidikan, dan Indeks Daya Beli yang jauh meninggalkan kabupaten lain.
Karakteristik wilayah perkotaan Kota Cirebon memungkinkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibanding dengan Kabupaten Cirebon, atau kabupaten lain. Kemampuan ekonomi yang tinggi, berpengaruh terhadap tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat juga relatif semakin tinggi. Kota Cirebon merupakan pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah timur Jawa Barat. Hal ini didukung oleh adanya Pelabuhan Cirebon serta tumbuhnya sektor industri, perdagangan, dan jasa. Banyak pusat perbelanjaan, hotel, dan rumah makan dibangun para investor karena melihat posisi Kota Cirebon sebagai daerah yang strategis di daerah Pantura. Di bidang pendidikan sarana-sarana pendidikan di Kota Cirebon dibangun bukan hanya pada tingkat pendidikan dasar, tetapi pendidikan menengah dan tinggi. Tercatat beberapa perguruan tinggi semakin banyak didirikan untuk memfasilitasi peningkatan sumber daya manusia di Kota Cirebon.
Adanya gambaran IPM Kabupaten Cirebon dibanding kabupaten dan kota lainnya di wilayah Ciayumajakuning di atas maka menjadi tantangan bagi pemerintah Kabupaten Cirebon untuk dapat meningkatkan IPM secara signifikan sehingga dapat mengikuti langkah Kota Cirebon atau setidaknya dapat melewati angka IPM Provinsi Jawa Barat pada tahun-tahun mendatang.
(40)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
2. Tingginya Angka Tunaaksara di Jawa Barat
Program penuntasan tunaaksara merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan target tercapainya peningkatan tingkat keberaksaraan penduduk. Tingkat keberaksaraan tersebut pada gilirannya akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan indeks pendidikan sebagai bagian dari komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal ini tergambar dari keberhasilan peningkatan IPM Provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencapai 73,19 poin atau meningkat dibandingkan IPM tahun 2011 yang hanya 72,82 poin. Pada tahun 2013, IPM Jawa Barat mencapai 73,40 poin, atau meningkat 0,21 poin dibandingkan 2012 sebesar 73,19 poin. Jika dibandingkan pada tahun 2007, IPM Jabar pada 2013 mengalami kenaikan 2,69 poin.
Pencapaian indeks pendidikan pada 2013 sebesar 82,31 poin, menurun 0,44 poin dari 2012 sebesar 82,75 poin. Rata-rata lama sekolah (RLS) pada 2013 sebesar 8,09 tahun, sedangkan angka melek huruf (AMH) penduduk Jawa Barat usia 15 tahun ke atas pada 2013 sebesar 96,49 persen. Nampaklah bahwa penuntasan tunaaksara sebagai salah satu bagian dari komponen indeks pendidikan dapat menjadi jalan cepat bagi peningkatan IPM di Jawa Barat.
Untuk mengukur kinerja pendidikan keberaksaraan digunakan indikator angka tunaaksara penduduk usia 15 tahun ke atas, yaitu rasio jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang tunaaksara terhadap jumlah seluruh penduduk pada usia 15 tahun ke atas. Kondisi penduduk di Provinsi Jawa Barat seluruhnya pada tahun 2010 berjumlah 43.110.210 jiwa dan sebanyak 31.736.850 Jiwa (73,62%) berusia 15 tahun ke atas. Sementara berdasarkan data yang tersedia masih terdapat penyandang tunaaksara usia 15 tahun ke atas sebanyak 1.031.841 jiwa atau 3,25%, yang telah ditangani pada tahun 2011 sebanyak 18.000 jiwa, dan akan ditangani pada tahun 2012 sebanyak 153.506 jiwa untuk mencapai AMH 97.42% sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menangah Daerah (RPJMD)
(41)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Provinsi Jawa Barat yang didanai dari dana APBN dekonsentrasi sebanyak 18.000 jiwa serta dari APBD 90.000 dan sebanyak 45.506 jiwa didanai dari APBD kabupaten/kota dan dana lain, sehingga sisa yang akan dituntaskan sampai dengan tahun 2013 yaitu 836.158 jiwa.
Akhirnya dapat digarisbawahi bahwa penuntasan tunaaksara terhadap penduduk dewasa menjadi prioritas dalam pembangunan pendidikan karena didasari oleh pertimbangan:
1. satu-satunya cara meningkatkan IPM yang paling murah dan cepat adalah dengan cara menurunkan jumlah tunaaksara secara signifikan;
2. tingkat keberaksaraan penduduk suatu negara sangat memengaruhi tingkat kesehatan, gizi, kematian ibu dan anak, kesejahteraan, dan angka harapan hidup (UNESCO, 2003 dan Bank Dunia, 2004);
3. pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara. Oleh sebab itu, penduduk yang masih tunaaksara wajib dan diprioritaskan memperoleh layanan pendidikan keberaksaraan;
4. tunaaksara terkait erat dengan kebodohan, keterbelakangan, pengangguran, dan ketidakberdayaan, yang bermuara pada kondisi ekonomi penduduk penyandangnya menjadi kurang beruntung/miskin yang bermuara pada rendahnya produktivitas penduduk. Artinya, tunaaksara dan kemiskinan merupakan dua dimensi yang tidak terpisahkan, sehingga sangatlah perlu dilakukan program penuntasan tunaaksara secara terintegrasi dengan berbagai program lainnya, seperti pengentasan kemiskinan, kesehatan, gizi, dan keluarga berencana;
Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat sudah merupakan upaya yang sungguh-sunggguh untuk meningkatkan pencapaian angka melek huruf (AMH) secara signifikan. Oleh karena itu, peta permasalahan penuntasan masalah pendidikan di Jawa Barat sebenarnya sudah dipahami dan
(42)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
ditemukan penyebabnya. Namun, untuk sampai menuntaskan masalah masih dihadang oleh banyak faktor, baik secara internal, eksternal, mikro, makro maupun oleh hal-hal nonteknis dan politis. Oleh karena itu, penuntasan terhadap masalah pendidikan Jawa Barat memerlukan gerakan masyarakat yang melibatkan semua komponen masyarakat, termasuk perguruan tinggi.
Saat ini terdapat 10 kabupaten yang AMH-nya masih berada di bawah rata-rata Provinsi Jawa Barat seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.4
Kabupaten dengan AMH di Bawah Rata-Rata Provinsi Tahun 2013
NO KABUPATEN AMH
1 Kab. Indramayu 88,10
2 Kab. Subang 92,40
3 Kab. Bogor 94,90
4 Kab. Cirebon 95,40
5 Kab. Kuningan 95,00
6 Kab. Bekasi 95,10
7 Kab. Majalengka 95,20
8 Kab. Ciamis 97,30
9 Kab. Purwakarta 97,60
10 Kab. Sumedang 97,80
AMH Provinsi = 97,89
Sumber: RPJMN Provinsi Jawa Barat,Tahun 2014
Data tahun 2013 di atas dapat dibandingkan dengan data tahun 2011 di mana di Jawa Barat masih terdapat 3,11% penduduk usia 15 tahun ke atas yang tunaaksara. Jumlah tersebut secara absolut adalah sebesar 1.007.664 jiwa sebagaimana tabel di bawah ini.
Tabel 1.5
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Tunaaksara di Jawa Barat pada Tahun 2011 per Kabupaten/Kota
(1)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I. (1995). Metodologi pembelajaran orang dewasa. Bandung: Andira. Arif, Z. (1986). Penyelenggaraan program kejar paket A dalam hubungannya
dengan respon petani di beberapa desa di Kabupaten Pamekasan Madura. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Archer, D. dan Cottingham, S. (1996). Reflect mother manual: A new approach
to adult literacy. London: Actionaid.
Badan Pusat Statistik. (2013). Kecamatan Gebang dalam angka tahun 2013. Cirebon: BPS Kabupaten Cirebon
Badan Pusat Statistik. (2013). Pembangunan manusia berbasis gender. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Barton, D. & Hamilton, M. (eds.) (1998). Reading and writing in one community. London: Routledge.
Baynham, M. (1990). “Adult literacy in the UK: Current issues in research and
practice.” Prospect 5:27–38.
Baynham, M. (1995). Literacy practices. London: Longman.
Benson, C. (2005a). Girls, educational equity, and mother tongue-based teaching. Bangkok: UNESCO
Benson, C. (2005b). Mother tongue-based teaching and education for girl Bangkok: UNESCO.
Bhola, H.S. (1984). Literacy in theori and practice. Cambridge University Press. Bhola, H. S. (1990a). “Literature on adult literacy: New directions in the 1980s.”
Comparative Education Review 34: 139–144.
Bhola, H. S. (1990b). Evaluating “literacy for development” projects, programs and campaigns. Hamburg, Germany: UNESCO Institute for Education and German Foundation for International Development.
(2)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bingman, M. B., O. Ebert, B. Bell. 2000. Outcaomes of participation in adult basic education: The importance of learners perspectives. Cambridge: NCSALL.
Bloome D. & Green, J.L. (1992). “Educational contexts of literacy”. Annual Reviewof Applied Linguistics 12, 49–70.
Boelaars, Y. (1984). Kepribadian Indonesia modern. Jakarta: Gramedia.
Borg, W. R. & Gall, M. D. (1983). Educational research: An introduction (4thEdition), New York: Longman.
Brookfield, S.D. (1986). Understanding and facilitating adult learning. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Coombs, P. & Manzoor, A. (1984). Memerangi kemiskinsn di pedesaan melalui pendidikan nonformal. Jakarta: Rajawali.
Coombs, P. (1985). The world crisis in education. New York: Oxford University Press. Creswell, J.C. (1994). Research design qualitative & quantitative approaches.
London: Sage Publications.
Faisal, S. (2001). Curricula of literacy program: Paper presented in the session of international workshop of ISESCO on literacy. Malang: STAIN Malang. Freire, P. (1984). Pendidikan sebagai praktik pembebasan. Jakarta: Gramedia. Freire, P. (2000). Pendidikan kaum tertindas. Jakarta: LP3ES.
Freire, P. (1970). Pedagogy of the oppressed. New York, NY: Seabury Press. Gee, J. (1990). Social linguistics and literacies (2nd edition 1996). London:
Falmer Press.
Geertz, C. (1973). The interpretation of cultures. Basic Books 2000 paperback: ISBN 0-465-09719-7
Gillespie, S. (1998). Major issue in the control of iron deficiency, micronutrient initiative, UNICEF.
(3)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ginkel, R. V. (2007). Coastal cultures: An anthropology of fishing and whaling traditions. Apeldoorn: Het Spinhuis Publisher.
Giroux, T.H. (1983). Theory and resistance in education: A pedagogy for the opposition. Bergin and Garvey.
Gunn, S. J. (1991). “Review of literature.” In James J. Cumming and Anne Morris (editors), Working smarter. Canberra, ACT: Commonwealth of Australia. Grant, A. N. (1986). “Defining literacy: Common myths and alternative readings.”
Australian Review of Applied Linguistics 9:1–22.
Heath, S. (1983). Ways with words: Language, life, and work in communities and classrooms. Cambridge: Cambridge University Press.
Jones, K. (2000) Becoming just another alphanumeric code: Farmers’ encounters with the literacy and discourse practices of agricultural bureaucracy at the livestock auction. In D. Barton, M. Hamilton and R. Ivanic (eds) Situated Literacies: Reading and writing in context (pp. 70–90). London: Routledge.
Joyce, B., Weil, M. & Calhoun, E. 2009. Models of teaching: Model-model pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keesing, F.M. & R.M. Keesing (1971). New perspectives in cultural anthropology. Chicago: Holt, Rineheart, and Winston.
Knowles, M.S. et. Al. (1984). Andragogy in action: Applying modern principles of adult education. San Francisco: Jossey-Bass.
Kulick, D. & Stroud, C. (1993) Conceptions and uses of literacy in Papua New Guinean village in B. Street (ed) Cross cultural approaches to literacy, Cambridge: Cambridge University Press.
Kusnadi. (2005). Pendidikan keaksaraan: Filosofi, strategi, dan implementasi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Kusnadi. (2010). “Kebudayaan masyarakat nelayan”. Makalah disampaikan dalam kegiatan JELAJAH BUDAYA TAHUN 2010, dengan tema “Ekspresi
(4)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, Kementeian Kebudayaan dan Pariwisata, di Yogyakarta, tanggal 12-15 Juli 2010. Marrifield, J. (1998). Contested ground: Performance accountability in adult
basic education. Cambridge: NCSALL.
Miles, M B. & Huberman, A.M (1984). Qualitative data analysis: A source-book of new methods. Baverly Hills, CA: Sage Publications Inc.
Napitupulu, W.P. (1999). “Pengembangan dan pelembagaan pendidikan luar sekolah (PLS) dalam mencerdaskan kehidupan bangsa”. Makalah seminar sehari pengembangan PLS memasuki milenium ketiga dalam rangka peringatan HAI ke-34 tahun 1999. Jakarta: Crown-Dikmas.
Olson, D. R. & Torrance, N. (2001).”Conceptualising Literacy as a Personal Skill and as a Social Practice”. In: D. R. Olson and N. Torrance (eds.) 2001. The making of literate societies. Massachusetts, Oxford: Blackwell Publishing. Pp. 3 – 18.
Pemerintah Kabupaten Cirebon. 2102. Profil Kecamatan Gebang Tahun 2012. Cirebon: Kantor Camat gebang.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Kemdikbud.
Prinsloo, M. & M. Breier. (1996). The social uses of literacy: Theory and practice in contemporary South Africa. Amsterdam: John Benjamins.
Ramdhani, A. dkk. (2008). Pembelajaran keaksaraan melalui bahasa ibu bagi masyarakat adat Baduy. Bandung: BP-PLSP Regional II Bandung.
Ramdhani, A. dkk. (2010). Model pendidikan keaksaraan berwawasan budaya masyarakat nelayan. Bandung: P2-PNFI Regional I Bandung.
Scribner, S. & Cole, M. (1981). The psychology of literacy. London: Harvard University Press.
Spradley, J.P. (1980). Participant observation. New York: Hilt, Reneihart, and Wiston. Spradley, J.P (1979). The ethnographic interview. New York: Holt, Renehart and
(5)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Spradley, J. P. (1972). Culture and cognition: Rules, maps, and plans. London: Interplex Publishing.
Srinivasan, L (1977). Perspektif on nonformal adult learning: Functional education for individual, community, and national development. New York: World Education.
Street, B. V. (1984). Literacy in theory and practice. Cambridge: The Cambridge University Press.
Street, B. V. (2001). Literacy and development: Ethnographic perspectives, London: Routledge.
Sudjana, D. (2001). Pendidikan luar sekolah: Wawasan, sejarah perkembangan, falsafah, teori pendukung azas. Bandung: Falah Production.
Sudjana, D. (2000). Manajemen program pendidikan: untuk oendidikan luar sekolah dan pengembangan sumber daya manusia. Bandung: Falah Production.
Sukmadinata, N.S. (2005). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Rosda. Szwed, J. F. (1982). “The ethnography of literacy.” In Marcia F. Whiteman
(editor), Variation in writing: Functional and linguistic-cultural differences. Writing: The nature, development, and teaching of written communication. Series 1. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. UNDP. (1990). Human development report 1990. New York: Oxford University
Press.
UNESCO. (1989). APPEAL training material for literacy personnel (ALTP). Bangkok, Thailand: UNESCO-Principal Regional Office for Asia and the Pacific.
UNESCO. (2006). Education for all global monitoring report 2006. Paris: UNESCO.
Verhoeven, L. (1994a). Functional literacy: Theoretical issues and educational implications. Amsterdam: John Benjamins.
(6)
Kuswara, 2014
Pengembangan Model Pembelajaran Keberaksaraan Berorientasi Budaya Lokal Untuk Menuntaskan Tunaaksara Dewasa Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Verhoeven, L. (1994b). “Modeling and promoting functional literacy,” In Ludo Verhoeven (editor), Functional literacy: Theoretical issues and educational implications. Amsterdam: John Benjamins.