PELATIHAN GURU PEMANDU MATAPELAJARAN DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU SEKOLAH DASAR/MADRASAHIBTIDAIYAH : Studi Kasus Pada Gugus Binaan Basic Education Project Propinsi Jawa Barat di Tiga Kecamatan Kota Bandung.

PELATIHAN GURU PEMANDU MATA PELAJARAN
DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU
SEKOLAH DASAR/MADRASAHIBTIDAIYAH

(Studi Kasus Pada Gugus Binaan Basic Education Project
Propinsi Jawa Barat di Tiga Kecamatan Kota Bandung)
Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Administrasi Pendidikan

Disusun Oleh

H. DADI SUPRIADI
NIM. 999486

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN (S2)
PROGRAM PASCA SARJANA
UNNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG

2002

ABSTRAK

PELATIHAN GURU PEMANDU MATA PELAJARAN
DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU
SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

(Studi Kasus Pada Gugus Binaan Basic Education Project Propinsi Jawa
Barat di Tiga Kecamatan Kota Bandung)

Dalam konsep learning organization atau quality circle, guru bersama
teman sejawatnya termasuk fasilitator (guru pemandu), di setiap gugus
melakukan upaya memperbaiki diri, terutama yang berkaitan dengan
masalah yang dihadapi dalam pekerjaan. Guru pemandu mata pelajaran
dipandang sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

pembelajaran. Karena itu, Basic Educational Project melakukan upaya
pelatihan untuk guru pemandu mata pelajaran..


Dalam rangka mengoptimalkan peran guru pemandu tersebut,

banyak persoalan yang perlu dikaji secara terus menerusnya, diantaranya
(1) bagaimana pelatihan guru pemandu mata pelajaran dilakukan- (2)

bagaimanakah kinerjanya di tingkat gugus; dan (3) bagaimanakah
kontnbusinya terhadap peningkatan mutu proses belajar mengajar di

kelas. Untuk menjawab persoalan tersebut dianalisis mengenai fenomena
pelatihan guru pemandu mata pelajaran di tingkat propinsi, kinerjanya di
tingkat gugus dan "efek penyertanya" di kelas. Kajian terhadap hal
tersebut dilakukan melalui studi kasus sebagai salah satu metoda dalam
penelitian kualitatif dengan sumber data dikategorisasikan berdasarkan

kasus yaitu kasus pelatihan di tingkat propinsi, kasus kinerja guru

pemandu di

tingkat gugus, dan kasus efek penyerta kinerja dalam


peningkatan mutu PBM.

Hasil kajian dapat disimpulkan bahwa (1) pelatihan guru pemandu

mata pelajaran di tingkat propinsi masih perlu diperbaiki

dalam hal

identifikasi kebutuhan, substansi program, dan implementasi pelatihan
terutama yang berkaitan dengan pendekatan "pembelajaran berdasarkan

pengalaman"; (2) kinerja guru pemandu pada tingkat gugus cenderung
bersifat delivering of information dari pada sebagai "pemandu"; (3) efek
terhadap mutu PBM mengandung bias karena orientasi kepentingan

antara guru pemandu mata pelajaran, kepala sekolah dan pengawas.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, paling tidak terdapat tiga hal
yang perlu diperbaiki di masa akan datang, yaitu pertama, pada tingkat
pelatihan di propinsi diperlukan gugus pengembang pelatihan baik dalam


pengembangan disain program, implementasi dan evaluasi yang
mengakomodasikan berbagai kepentingan profesional baik dari pihak
manajemen proyek, guru, guru pemandu, kepala sekolah dan pengawas.
Kedua, pada tingkat gugus dan sekolah dilakukan upaya "pembebasan"
bias kepentingan yang bersumber dari berbagai kepentingan antara guru,
guru pemandu, kepala sekolah dan pengawas kepada arah peningkatan
profesional.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH

i
iii

ABSTRAK

v


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi
ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAM PI RAN

xi

BAB I : PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah


1

B.

Fokus Penelitian

6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
D.

Manfaat dan Pentingnya Penelitian

E.

Asumsi dan Kerangka Pikir Penelitian

8
9

10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pelatihan Guru

1. Peningkatan Mutu Guru Melalui SPP
2. Pelatihan Dan Kinerja Guru

21
25

B. Konsep Pelatihan
1. Perencanaan Pelatihan

31

2. Melaksanakan Program Pelatihan
3. Monitoring dan Evaluasi


35
36

C. Proses Pembelajaran Dalam Pelatihan

1. Unsur Dalam Pembelajaran

37

2. Tahapan Siklus Belajar

39

D. Kinerja Guru Pemandu Mata Pelajaran Dalam Memfasilitasi
Pelatihan di Tingkat Gugus

1. Prinsip-prinsip Pelatihan
44
2. Kinerja Yang Dituntut Dalam Mempersiapkan Pelatihan....45

3. Kinerja Yang Dituntut Dalam Melaksanakan Pelatihan
47
4. Kinerja Yang Dituntut Dalam Mengevaluasi Pelatihan
50

vi

E. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Pelatihan Kinerja Guru Dalam PBM
2. Kinerja Guru

52
53

3. Mekanisme Pelatihan

53

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN


A. Metoda Penelitian

54

B. Subyek Penelitian

56

C. Teknik Pengumpulan Data

60

D. Tahap Penelitian

62

E. Teknik Analisis

;'


64

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian

1. Perencanaan Pelatihan
2. Pelaksanaan Pelatihan
3. Evaluasi Pelatihan

66
71
82

4. Kinerja Guru Pemandu

83

5. Efek Sertaan Peranan Guru Pemandu Mata Pelajaran
dalam PBM

88

B. Pembahasan

1. Disain Program

92

2. Pelaksanaan Pelatihan
3. Evaluasi Pelatihan

94
96

4. Kinerja Guru Pemandu
5. Efek Sertaan Pelatihan di Gugus Dalam PBM

96
99

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

101

B. Implikasi

105

C. Rekomendasi

106

vn

DAFTAR PUSTAKA.

109

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

12

131

via

DAFTAR TABEL

Nomor

1.
2.
3.
4.

,_, .

Halaman

Rekapitulasi Respon Peserta Terhadap Pelaksanaan Pelatihan...79
Umpan Balik Peserta Mengenai Pelatihan
82
Pelaksanaan Pelatihan Di Gugus
87
Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah
g0

IX

DAFTAR GAM BAR

Nomor

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sistem Pelatihan Guru Pemandu Mata Pelajaran
Kerangka Pikir Penelitian
Model Pengembangan Program Pembinaan
Dimensi Kinerja Guru
Langkah Pokok Pelatihan
Siklus Belajar Berdasarkan Pengalaman
Lokasi dan Jenis Data Yang Dikumpulkan
Visi dan Misi Pelatihan
Kaitan Visi, Misi dan Tujuan Program Pelatihan

Halaman



13
19
25
27
31
41
59
67
68

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Pedoman Observasi dan Dokumentasi Pelatihan Tk. Propinsi... 112
2. Pedoman Observasi dan Dokumentasi Pelatihan Tk. Gugus
115
3. Pedoman Wawancara Tingkat Propinsi

117

4. Pedoman Wawancara Tingkat Gugus
5. Matrik Hasil Penelitian
6. Izin Penelitian

119
122
129

7. SK Pembimbing

130

XI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya pada tingkat

Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu kebijakan
nasional yang perlu mendapat perhatian dan diupayakan oleh semua
unsur yang terlibat di dalamnya. Hal ini merupakan perwujudan dari
adanya tuntutan perundang-undangan yang ada baik dalam Pembukaan

UUD 45 khususnya aliena IV, juga secara eksplisit dinyatakan dalam UU
nomor 2 Tahun 1989 pasal 13 yang menyatakan bahwa :

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam

masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah

Untuk merealisasikan tuntutan tersebut, dalam Pembangunan

Jangka Panjang Tahap Ke-dua (PJP II), prioritas pembangunan
pendidikan nasional diarahkan kepada peningkatan mutu pada semua

jenis dan jenjang pendidikan (dasar, menengah dan tinggi), dengan
memusatkan perhatian pada tiga faktor utama, salah satunya yaitu mutu

dan jumlah sumber-sumber pendidikan untuk menunjang proses
pendidikan dalam arti penyediaan jumlah dan mutu guru; penyediaan
buku paket (Depdiknas, 1996:485).

Belum memadainya mutu guru khususnya di SD/MI disebabkan
karena rendahnya tingkat pendidikan (Depdikbud, 1986:486) yang dimiliki
oleh guru itu sendiri, sehingga pemerintah beserta masyarakat perlu

didorong

agar guru-guru

dapat meningkatkan

kemampuan

melalui

pelatihan baik berupa penataran, lokakarya, seminar dan sebagainya.
Bank Dunia melalui West Java Basic Education Project (BEP),

menyadari

benar

kondisi

di atas,

sehingga

programnya lebih menekankan kepada upaya

dalam

melaksanakan

peningkatan layanan

pendidikan melalui peningkatan kemampuan para pelaksana proses

belajar mengajar yang dalam hal ini guru-guru SD/MI. Salah satu bentuk
kegiatan upaya peningkatan kemampuan guru adalah pelatihan guru
pemandu mata pelajaran.

Kegiatan pelatihan bagi guru pemandu mata pelajaran di tingkat
SD/MI telah berjalan sejak tahun ajaran 1998/1999 dan 1999/2000. Guru

pemamdu mata

pelajaran sebagai salah satu

bagian dari Sistem

Pembinaan Profesional, berkedudukan di gugus sekolah dengan tugas
selain mengajar juga membantu guru-guru lainnya yang berada di gugus

tersebut dalam menciptakan proses belajar mengajar agar lebih kondusif
bagi anak dalam belajar. Dengan demikian secara konseptual, dari setiap

gugus sekolah akan memiliki guru pemandu sebanyak mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah/madrasah yang bersangkutan.

Realisasi konsep di atas, secara operasional belum tercapai karena
keterbatasan dana, tenaga pengelola pelatihan, sarana dan prasarana,

nara sumber dan Iain-Iain. Oleh karena itu pelatihan guru pemandu mata
pelajaran dilaksanakan secara bertahap dan bergilir. Pelatihan guru

pemandu mata pelajaran bam diarahkan kepada mata-mata pelajaran
yang di-Ebtanas-kan yaitu meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia,

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Matematika, llmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan llmu Pengetahuan Sosial (IPS).

SD/MI di Propinsi Jawa Barat jumlahnya sebanyak 21.024 yang
terdiri dari 19.107 Sekolah

Dasar dan 1.917 Madrasah Ibtidaiyah.

Sekolah-sekolah tadi tergabung dalam gugus sekolah yang secara
proporsional menyebar di setiap Kantor Kecamatan. {Dinas Pendidikan,
per 31 Agustus 2001)
Berdasarkan

data

ini

pihak

BEP

akan

terus

menerus

mengembangkan program sejenis di tahun anggaran yang akan datang,

sehingga semua gugus SD/MI yang ada di Propinsi Jawa Barat yang
jumlahnya mencapai 3.504 buah dapat diselesaikan secara merata. Oleh

karena itu, upaya penyempurnaan program terus menerus dilaksanakan
sesusai dengan tuntutan yang ada di lapangan dengan harapan pelatihan
yang diberikan

akan mampu

memberikan dampak positif terhadap

kelancaran proses belajar-mengajar yang diciptakan oleh guru-guru.

Seperti telah diungkapkan di atas bahwa seorang guru setelah mengikuti
pelatihan guru pemandu mata pelajaran, selain dia memiliki tugas

mengajar juga mendapat tugas tambahan untuk membantu guru-guru lain
di gugusnya dalam meciptakan kondisi belajar yang lebih kondusif bagi

anak. Kemudian program inipun akan terus berjalan mengingat belum

semua gugus sekolah memiliki pemandu mata pelajaran. Hal lain juga
karena pelatihan yang diselenggarakan oleh BEP belum mencakup
semua mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Pelaksanaan pelatihan bagi guru-guru pada umumnya menpunyai
banyak hambatan. Salah satu hambatan yang sering terjadi adalah
akuntabilitas pelatihan terhadap peningkatan mutu pembelajaran di kelas.

Sebagai contoh, misalnya Shaeffer (1990:65) menyatakan bahwa

sejak

perubahan kurikulum 1975 upaya-upaya pelatihan guru-guru telah banyak
dilakukan, namun menpunyai dampak yang tidak signifikan terhadap

perubahan-perubahan kualitas pembelajaran di kelas. Dikatakan bahwa:
" .. .the massive amount of cascade trainning wich had attempted
to implement this curriculum; despite the millions of new textbooks
and teachers' guides printed and disseminated, it appeared that the
nature of teaching and the quality of the education produced had
changed very little".

Pendekatan pelatihan yang

kurang memperhatikan kebutuhan

guru-guru sering ditanggapi sebagai sesuatu yang "tidak berguna", yang

pada akhirnya tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam proses
pembelajaran di kelas. Fenomena ini harus menjadi bahan pertimbangan
dalam merancang bangun program pelatihan bagi guru-guru.

Dari kondisi inilah penulis terdorong untuk mengadakan penelitian

dengan

judul

Pelatihan

Guru

Pemandu

Mata

Pelajaran

dalam

Meningkatkan Kinerja Guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (Studi

Kasus pada Gugus Binaan Basic Education Project Propinsi Jawa Barat di
Tiga Kecamatan Kota Bandung)
Masalah tersebut penting untuk dikaji karena alasan teoritis dan

praktis. Secara teoritis, profesi keguruan terus berkembang disebabkan
oleh tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan
dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan profesi perlu

melalui

pelatihan.

Mekanisme

pelatihan

yang

guru-guru

dikembangkan

diharapkan

dapat

memberikan kemudahan bagi guru untuk mengembangkan dirinya adalah
gugus sekolah tertentu sebagai wahana untuk guru bersama rekan

kerjanya memecahkan masalah yang timbul dalam pekerjaannya. Gugusgugus ini dalam pandangan manajemen sumber daya manusia sering
disebut sebagai quality circles sebagai small groups of employees who
meet regularly with their common leader to identify and solve work-related

problem (Werther Jr. and Davis, 1985:495). Posisi guru pemandu dalam

gugus tersebut amat penting, karena ia bertindak sebagai fasilitator bagi

rekan-rekannya dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan.

Secara praktis masalah pelatihan guru pemandu tersebut penting
karena

dengan meningkatnya kemampuan

guru pemandu dalam

memfasilitasi pelatihan di tingkat gugus maka akan berkembang proses
edukasi yang lebih baik pada tingkat gugus. Perkembangan proses
edukasi tersebut ditandai dengan inovasi yang terjadi baik dalam aspek

manajemen gugus maupun aspek substansi garapan pelatihan (materi
pelatihan).

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah

yang akan diteliti difokuskan pada pertanyaan bagaimanakah strategi
pelatihan guru pemandu mata pelajaran guna meningkatkan kinerja guru
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah pada gugus binaan Basic Education
Project Propinsi Jawa Barat.

Pelatihan

merupakan

sub

sistem dari

sistem

organisasi

pendidikan, ia bukan merupakan bagian yang terpisah atau diwujudkan
untuk kepentingan sesaat. Pelatihan merupakan ongoing need dari suatu
organisasi untuk tetap survival dalam mewujudkan misinya. Sebab
pelatihan bersentuhan dengan kepentingan pengembangan sumber daya
manusia dalam organisasi. Unggul atau tidaknya suatu organisasi amat
tergantung pada kemampuan sumber daya manusia dalam melaksanakan
perannya.

Begitu

pula

pelatihan

guru

pemandu

mata

pelajaran

harus

merupakan sub sistem dari sistem organisasi pendidikan. Sub sistem
tersebut mempunyai peran untuk mengadakan kegiatan dalam upaya

peningkatan kemampuan dan atau pencerahan profesional. Pelatihan
ibarat "kawah candradimuka" tempat insan-insan profesional mendidik dan

melatih dirinya agar memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
organisasi tempat ia bekerja.

Mengingat betapa strategisnya peranan pelatihan, maka rancangan
program, media dan metoda serta aplikasi dan sumber daya harus ditata

dalam suatu sistem untuk kepentingan sistem yang lebih lebar. Dalam
pelatihan, guru pemandu mata pelajaran mempunyai kepentingan dalam
menghasilkan guru pemandu yang handal bagi pengembangan gugus

sekolah sebagai salah satu bagian dari sistem pembinaan profesional.

Oleh karena itu, hasil dari pelatihan adalah kinerja guru dalam memandu
rekan sejawat untuk mengembangkan profesinya, yang pada gilirannya
akan menyentuh kepentingan proses belajar peserta didik. Dengan
demikian,

peningkatan

kemampuan

guru

pemandu

merupakan

intermediate output sedangkan terminal output-nya adalah terdapatnya
peningkatan kualitas dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan uraian di atas aspek-aspek rinci yang menjadi fokus
penelitian adalah, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan pelatihan guru pemanafc^fltaito*^
pelajaran dilaksanakan ?

2. Bagaimanakah

pelaksanaan

pelatihan

guru

pemandu

mata

pelajaran dilaksanakan ?

3. Bagaimanakah evaluasi pelatihan guru pemandu mata pelajaran
dilaksanakan ?

4. Aspek-aspek kinerja guru pemandu apa saja yang meningkat
sebagai hasil pelatihan ?

5. Apakah kinerja tersebut (butir 4) dapat memberikan efek-sertaan

kepada teman sejawat untuk kepentingan peningkatan kualitas
proses belajar mengajar ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
rancangan
pemandu

program,
mata

pelaksanaan,

pelajaran

evaluasi

dalam

pelatihan

serta dampaknya terhadap

guru

kinerja guru

pemandu mata pelajaran.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
komponen-komponen, sebagai berikut:
1. Perencanaan pelatihan guru pemandu mata pelajaran
2. Pelaksanaan pelatihan guru pemandu mata pelajaran

3. Evaluasi pelatihan guru pemandu mata pelajaran

4. Aspek-aspek kinerja guru pemandu yang meningkat sebagai hasil
pelatihan

5.

Effek penyerta"

kinerja guru pemandu mata pelajaran ( butir 4)

terhadap kinerja

teman sejawat untuk kepentingan peningkatan

kualitas proses belajar mengajar

2.

Manfaat Penelitian

Kebijakan penyelenggaraan pelatihan bagi guru pemandu mata
pelajaran mempunyai dampak lansung maupun tidak langsung terhadap
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru pemandu maupun oleh

guru-guru lain yang ada di gugus binaan Basic Education Project Propinsi
Jawa Barat. Oleh karena itu, dipandang perlu adanya penelitian

yang

akan bermanfaat baik secara teoritik maupun operasional.

Manfaat teoritik

yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini

berkenaan dengan pengembangan ilmu administrasi pendidikan terutama

dalam mengembangkan wacana akademik mengenai

pelatihan

dalam

meningkatkan kinerja guru. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat
merekomendasikan pendekatan teknologis yang berbasis pada kondisi
dan situasi

tempat peserta pelatihan bekerja. Hal ini penting sebab

kegagalan pelatihan sering disebabkan karena strategi yang diterapkan
tidak cocok dengan kondisi dan situasi dimana seorang guru bekerja
setelah ia mengikuti program pelatihan.

ml
Secara operasional, penelitian ini dapat memberikan inforrr^sT^Jgrv^^^
pemecahan masalah dalam meningkatkan effektifitas penyelengaraaiT"
pelatihan guru pemandu mata pelajaran terutama yang berkaitan dengan
proses pelatihan serta perolehan yang merupakan hasil pelatihan. Di
samping itu pula,

penelitian ini dapat memberikan informasi dan

pemecahan masalah untuk merancang-bangun strategi pelatihan dengan
memperhatikan kondisi dan situasi nyata yang terjadi di sekolah masingmasing. Rancang bangun strategi pelatihan ini dapat dijadikan prosedur
kerja pelatihan yang lebih kolaboratif dengan kondisi dan situasi setempat.

D. Asumsi dan Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian

mengenai

strategi

pelatihan

guru

pemandu

mata

pelajaran dalam meningkatkan kinerja guru bertitik tolak dari asumsi
bahwa:

1. Pelatihan merupakan suatu sistem dari sistem yang lebih besar

yaitu sistem pembinaan personil. Dalam pandangan Schuler (1987:
394-396) pelatihan dan pengembangan merupakan sistem yang
terkait dengan sistem lainnya, yaitu human resources planning, job
analysis and performance appraisal, recruitrmen and selection, dan
compensation.

2. Sebagai suatu sub sistem, pelatihan menpunyai komponen krusial
yang meliputi (1) analisis kebutuhan pelatihan; (2), disain program;

(3) aplikasi; (4) evaluasi; dan (5) output.(Craig, 1987:222-223).

11

3. Pelatihan

merupakan

investasi

sumber daya

manusia

yang

bermanfaat bagi kinerja organisasi, individu dan hubungan antara
personil dalam organisasi. Werther, Jr. and Davis (1985:234)
mengemukakan manfaat pelatihan adalah "helps the organization,
the individual, and the human relations of the workgroup".
4. Pelatihan guru pemandu mata pelajaran merupakan proses edukasi
yang khas, berbeda dengan proses pendidikan biasa, karena
mereka termasuk orang-orang yang telah dewasa. Karena itu,
pelatihan guru pemandu mata pelajaran perlu dilaksanakan dalam

konsep pendidikan orang dewasa (Knowles dalam Craig, 1987)
Asumsi tersebut di atas diturunkan dari kerangka konseptual,

sebagai berikut:
1. Pelatihan merupakan subsistem dari suatu sistem

Perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal organisasi
pendidikan menpunyai dampak terhadap organisasi sekolah. Karena

kemampuan
ditentukan

mempertahankan
oleh

"kelangsungan

desakan-desakan

eksternal

hidup"
terutama

organisasi
dari

pihak

stakeholders (pihak yang berkepentingan), maka organisasi pendidikan

sebagai suatu sistem harus mempunyai mekanisme untuk menyesuaikan

diri dengan perubahan-perubahan tersebut. Teori Galbraith (Schien,
1984:258-266) mengemukakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi
dalam organisasi merupakan hal yang wajar.

Pendapat ini bertitik tolak

dari landasan berpikir bahwa (1) tidak ada satupun cara yang baik untuk

12

mengorganisasi; dan (2) tidak semua cara untuk mengorganisasi sama

efektifnya. Galbraith (Schein, 1984) mencatat bahwa " persoalan utama
yang dihadapi organisasi ialah 'ketidakpastian tugas' yang dirumuskan

sebagai ' perbedaan antara banyaknya informasi yang diperiukan untuk

melakukan tugas dengan banyak organisasi yang sudah ada pada
organisasi

itu".

Semakin

banyak

ketidakpastian

semakin

banyak

pengambilan keputusan yang berdasar pada informasi yang berlimpah.

Semakin banyak pengambilan keputusan semakin banyak perubahan dan
pengembangan organisasi yang semuanya diarahkan untuk meningkatkan
kemapanan organisasi dalam menghadapi lingkungan esktemal yang
setiap saat dapat berubah.

Organisasi pendidikan sebagai suatu sistem perlu menpunyai
kemampuan adaptabilitas tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan

kemampuan

adaptabilitas

tersebut adalah dengan

sistemnya dapat digambarkan sebagai berikut:

pelatihan yang

13

Gambar 1

Sistem Pelatihan Guru Pemandu Mata Pelajaran

Analisis Kebutuhan

SEKOLAH
Perencanaan

Evaluasi

I
Pelaksanaan

Keluaran

Diadopsi dari Craig, ed. (1987), Training and Development Handbook,
New York : McGraw-Hill Book Co.

Dari sistem tersebut di atas, pelatihan merupakan sub sistem yang
mempunyai komponen : Pertama, analisis kebutuhan merupakan kajian
terhadap

kebutuhan-kebutuhan

personil

sekolah

dalam

rangka

meningkatkan kinerjanya. Kedua, disain program pelatihan sebagai upaya

menterjemahkan
terdapat

kebutuhan-kebutuhan

pelatihan

yang

didalamnya

visi, misi, tujuan dan sasaran beserta sumber daya yang

dialokasikan untuk pelatihan. Ketiga, pelaksanaan program pelatihan
yang terdiri dari unsur peserta pelatihan, instruktur (pelatih) dan proses

pembelajaran. Keempat, evaluasi awal, selama

dan akhir

program

pelatihan. Kelima, keluaran pelatihan yaitu berupa kinerja guru pemandu

14

mata pelajaran di gugus-gugus. Keenam, sekolah tempat terjadinya
proses belajar mengajar.
2. Identifikasi kebutuhan, Perencanaan Program, Pelaksanaan

Program dan Evaluasi Program

Konsep identifikasi kebutuhan, perencanaan program, pelaksanaan

dan

evaluasi

pada

penelitian

ini

berdasakan

atas

konsep yang

dikembangkan dalam pendidikan orang dewasa ((Knowles
Craig,1987) dan juga konsep pelatihan dan pengembangan

dalam
yang

berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dan manajemen
personil (Schuler,1987; Werther Jr. and Davis, 1985) yang dibahas
sebagai berikut:
a.

Identifikasi Kebutuhan

Sekolah sebagai organisasi publik yang menyelenggarakan kegiatan
pendidikan

senantiasa

mengalami

perkembangan

Perkembangan dan perubahan tersebut

dan

perubahan.

menpunyai dampak terhadap

kinerja organisasional. Identifikasi kebutuhan sebagai suatu strategi untuk
mengadakan penyesuaian-penyesuaian

mengkaji

performance gap

antara

organisasional dengan cara

"apa yang seharusnya dilakukan"

dengan "apa yang sebenarnya terjadi". Kesenjangan dari kedua hal itu
merupakan

sejumlah

masalah-masalah

yang

mendesak

untuk

dipecahkan. Masalah tersebut, diantaranya berkaitan dengan kinerja guru
pemandu mata pelajaran. Atau dengan kata lain, identifikasi kebutuhan

15

dalam penelitian ini menjawab pertanyaan "kinerja yang bagaimana yang
seharusnya dimiliki oleh guru pemandu mata pelajaran?".
b. Perencanaan Program Pelatihan

Dalam mendisain program pelatihan hendaknya melibatkan semua pihak
terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan
pelatihan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak tidaknya
suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa

'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka terlibat dan
berperanserta dalam pengambilan keputusan: (1) Libatkan peserta untuk
menyusun rencana pelatihan, baik yang menyangkut penentuan materi
pembelajaran,

penentuan

waktu

dan

Iain-Iain;

(2)

Temuilah

dan

diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait yang menyangkut
pelatihan; (3) Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi
ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi pelatihan; dan (4)
Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak
terkait, siapa melakukan apa dan kapan (Lunandi, 1984)
Setelah

menganalisis

hasil

identifikasi

kebutuhan

dan

permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan
yang disepakati bersama dalam proses perencanaan partisipatif. Dalam

merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk deskripsi tingkah
laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas.

16

c. Pelaksanaan Program

Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan

pelatihan dimana harus disusun secara harmonis antara beberapa
kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar, kelompok kecil,
urutan

materi

dan

lain

sebagainya.

Dalam

hal

ini tentu

harus

diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan
dan penetapan waktu yang sesuai.

Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran

hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Materi pelatihan
atau pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman
nyata dari peserta pelatihan; (2) Materi pelatihan hendaknya sesuai

dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis: (3) Metoda dan
teknik

yang

dipilih

hendaknya

menghindari

teknik

yang

bersifat

pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta: (4) Metoda dan
teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat
partisipatif (Lunandi, 1984).

d. Evaluasi Program

Pendekatan evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif

untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok
dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada
beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang
dewasa yakni: (1) Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran

1/

perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran /pelatihan; (2)
Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh

peserta pelatihan itu sendiri (self evaluation); (3) Perubahan positif
perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan; (4) Ruang lingkup materi
evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif atau berdasarkan

kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat; (5) Evaluasi
ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program

pelatihan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program; dan (6)
Menilai

efektifitas

materi

yang

dibahas

dalam

kaitannya

dengan

perubahan sikap dan perilaku (Lunandi, 1984).

3. Kinerja Guru Pemandu Mata Pelajaran

Kinerja merupakan performa (unjuk kerja) yang ditampilkan atas

dasar penguasaannya terhadap kompetensi sebagai guru pemandu.
Memandu berarti memfasilitasi. Memfasilitasi berasal dari kata bahasa

Inggris "facilitation" yang akar katanya berasal dari bahasa Latin "facilis"
yang mempunyai arti "membuat sesuatu menjadi mudah". Dalam Oxford
Dictionary disebutkan "to render easier, to promote, to help forward; to
free from difficulties and obstacles". Secara umum pengertian "facilitation"

(fasilitasi) dapat diartikan sebagai suatu proses "mempermudah" sesuatu
dalam mencapai tujuan tertentu. Dapat pula diartikan sebagai "melayani
dan memperlancar aktivitas belajar peserta pelatihan untuk mencapai

18

tujuan

berdasarkan

pengalaman".

Sedangkan

orang

yang

"mempermudah" disebut dengan "fasilitator" (pemandu).

Dalam kaitannya dengan guru pemandu mata pelajaran, kinerja
yang dimaksud adalah kinerja dalam memfasilitasi proses pembelajaran
guru-guru di gugus masing-masing.

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama, yang dilakukan dalam
pelatihan adalah analisis kebutuhan guru-guru terutama yang berkaitan
dengan pengembangan profesinya. Kedua, merencanakan program yang
cocok dengan kebutuhan tersebut. Ketiga, pelaksanaannya melibatkan
kepemimpinan, organisasi dan manajemen organisasi pada Sistem
Pembinaan

Profesional

(SPP).

Pelaksanaan

tersebut

merupakan

pelaksanaan pelatihan dalam rangka mewujudkan program, media dan

metoda serta daya dukung sumber daya. Keempat, output berupa kinerja
guru pemandu pada setiap gugus dan kinerja guru dalam proses belajar
mengajar.

Secara skematis, berdasarkan uraian di atas, diturunkan

kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

T9^

Gambar 2

Kerangka Pikir Penelitian Strategi Pelatihan Guru Pemandu Mata
Pelajaran Dalam Meningkatkan Kinerja Guru

Pada kerangka pikir penelitian tersebut dinyatakan bahwa pelatihan

guru pemandu mata pelajaran merupakan upaya memfasilitasi guru
pemandu mata pelajaran melalui pelatihan di tingkat propinsi. Atas dasar

hasil pelatihan tesebut maka guru pemandu mata pelajaran menpunyai

peranan di setiap gugus/kecamatan untuk "memandu" guru-guru lain.
Dalam konteks ini, guru pemandu mata pelajaran berperan sebagai

^ar

"pemandu"

dalam

kegiatan

pembinaan

professional

di

tingkat

kecamatan/gugus.

Di tingkat sekolah,

peran guru pemandu tersebut ditelusuri

dampaknya terhadap guru-guru yang dipandunya. Upaya ini dilakukan
dengan mengungkapkan perubahan-perubahan yang terjadi di kelas
sebagai manfaat dari pembinaan professional di tingkat kecamatan/gugus.

-I-

•"

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Prosedur penelitian menampilkan tahapan kegiatan penelitian yang terdiri
atas aspek-aspek berikut ini: (A) Metodologi penelitian; (B) Populasi dan

sampel penelitian; (C) Teknik pengumpulan data; (D) Tahap-tahap
penelitian; (E) Analisis data.

A. Metoda Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk menggali data dan informasi yang

bekaitan dengan strategi pelatihan guru pemandu mata pelajaran. Metoda

yang digunakan adalah metoda kualitatif sebab dengan menggunakan
metoda kualitatif, peneliti dapat

memusatkan

diri

pada persoalan-

persoalan aktual melalui pengumpulan data, penyusunan data, penjelasan
data dan analisis data.

Metoda

kualitatif

berusaha

menjelaskan

fenome

secara

komprehensif dan alamiah (natural). Fenoma yang terjadi dalam pelatihan

guru pemandu mata pelajaran untuk berusaha dimaknai berdasarkan
konstruk berpikir yang telah ditentukan.

Masalah

pelatihan guru pemandu mata pelajaran merupakan

masalah yang kontekstual, menpunyai sifat khas tertentu dalam situasi
tertentu. Masalah yang digali secara kontekstual cocok untuk dikaji melalui

pendekatan kualitatif secarawajar dan sebagaimana adanya.

54

55

Ditinjau dari jenis data yang dikumpulkan, peneliti

dapat

menghasilkan data deskriptif berupa tulisan atau lisan dari sumber data

yang perlu diamati, kemudian menyimpulkannya. Kesimpulan tersebut

tidak hanya dapat digeneralisasikan pada latar substantif yang sama,
tetapi juga pada latar lainnya (Bogdan dan Tylor, 1982).
Nasution (1988:15) mengemukakan bahwa

penelitian kualitatif

disebut juga penelitian naturalistik karena sifat data yang dikumpulkan
bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak mempergunakan alat
pengukur. Disebut naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat

"natural" atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur

dengan eskperimen atau test.

Hal yang sama dikemukakan Lexy J.

Moleong (1996:4), bahwa karakteristik penelitian kualitatif adalah berakar

pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. Karenanya
peneliti' harus mengambil tempat pada keutuhan konteks. Peneliti harus

menyadari bahwa konteks sangat menentukan arti bagi konteks lainnya,

dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatif terhadap apa
yang akan dicari.

Berdasarkan pendapat di atas, metoda kualitatif menpunyai sifat

yang berbeda dengan metoda yang bersifat kuantitatif. Perbedaannya
tampak dalam disain penelitian dan proses penelitian. Dalam disain

penelitian, metoda kualitatif lebih bersifat "terbuka",sedangkan metoda

kuantitatif bersifat

"ketat"

dalam arti sedikti sekali peluang untuk

melakukan perubahan-perubahan. Ditinjau dari proses, penelitian kualitatif

56

bersifat partisipatoris terhadap konteks yang diteliti sehingga instrument
penelitian sering dirinya sendiri, sedangkan dalam metoda kuantitatif

peneliti mempunyai "jarak" tertentu untuk menjaga kelerlibatannya dalam
konteks yang diteliti.

Dengan

menggunakan

tersebut, penelitian

metoda

atau pendekatan

penelitian

untuk mengidentifikasi dan medeskripsikan hal-hal

yang terjadi dalam pelatihan sehingga dapat diungkapkan pola-polanya
sebagai bahan untuk dijadikan wacana akademik dalam disiplin
pengembangan sumber daya manusia. Metoda yang digunakan adalah
studi kasus seperti yang disampaikan oleh Bogdan dan Biklen, bahwa: a

case study is a detailed examination of one setting, or one single subject,
or on single depository of documents, or particular event (Bogdan, Robert
and Biklen, Sari Knoop, 1982:58).

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian
diperhitungkan

atau

diukur

adalah keseluruhan nilai yang mungkin
secara

kuantitatif atau

kualitatif dari

karakteristik tertentu mengenai obyek yang lengkap untuk dipelajari sifat-

sifatnya. Dalam penelitian kualitatif yang dijadikan subyek penelitian hanya
sumber yang dapat memberikan informasi lengkap dan cermat mengenai
persitiwa, manusia, dan situasi yang diobservasi. Dalam kaitannya dengan
sumber data ini, Nasution (1988:32) mengemukakan bahwa sumber data

ditentukan secara purposive bertalian erat dengan purpose atau tujuan

57

tertentu. Penelitian ini mempergunakan sumber data secara purposif

karena berkaitan dengan cara pengumpulan data, yakni responden

ditentukan berdasarkan tingkat penguasaannya terhadap informasi yang
akan diungkapkan. Responden yang menpunyai informasi lengkap dan
cermat diutamakan menjadi sampel.

Agar data dan informasi dapat dikaji secara utuh dan mendalam,

peneliti menerapkan teknik snow ball sampling, dengan meminta
responden untuk menunjuk responden lain agar dapat menambahkan dan

mengklarifikasi data dan informasi, begitu seterusnya hingga pada suatu

titik dimana informasi yang diterima tentang materi yang diinginkan sudah
mencapai titik jenuh, artinya data dan informasi berulang-ulang dalam

materi yang sama pada saat itulah penarikan sampel dihentikan (Lexy J.
Moloeng, 1996:166). Sehingga dengan demikian memungkinkan peneliti
mendapatkan data dan informasi lebih memadai dan mendalam.

Macam dan sumber data yang akan dikumpulkan dalam penelitian

ini, antara lain : (a) sumber data primer, merupakan data yang diperoleh
langsung dari sumber pertama dari responden yang dipilih sebagai nara
sumber; dan (b) data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari pihak
lain yang layak memberikan informasi dan mempunyai hubungan tidak

langsung sebagai konfirmasi dari sumber primer mengenai aspek-aspek
penelitian.

58

Berdasarkan pemikiran di atas, maka yang akan dijadikan sumber

data dalam penelitian ini adalah (1) Orang-orang yang teriibat dalam

pelatihan guru pemandu mata pelajaran di Dinas Pendidikan Propinsi ; (2)

Peristiwa yang terjadi dalam proses pelatihan baik peristiwa yang dapat
diobservasi langsung, misalnya rapat pimpinan dalam membahas usulan
program maupun peristiwa yang telah tercatat dalam bentuk dokumen

atau observasi langsung pada gugus-gugus sekolah; (3) Peristiwa yang
terjadi

yang

berkaitan

dengan

pelatihan

guru-guru

di

tingkat

gugus/kecamatan yang dibimbing oleh guru pemandu mata pelajaran;

dan

(4)

Pengalaman-pengalaman guru

yang

berkaitan

dengan

kemampuan guru pemandu mata pelajaran ditingkat gugus ketika
melakukan proses pelatihan.

Apabila ditinjau dari lokasi dan jenis data yang dikumpulkan adalah

(1) lokasi pengumpulan data terdiri dari tiga lokasi yaitu tingkat propinsi,

tingkat kecamatan/gugus, dan tingkat sekolah; dan (2) jenis data yang
dikumpulkan adalah data pelatihan guru pemandu mata pelajaran yang
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelatihan; data kinerja
guru pemandu mata pelajaran yang meliputi kemampuan memfasilitasi

dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelatihan di

tingkat gugus, yaitu kasus di kecamatan Cicadas, Arcamanik dan Ujung
Berung Kota Bandung. Apabila digambarkan seperti berikut ini:

Gambar 7

Lokasi dan Jenis Data Yang Dikumpulkan
Lokasi Sumber
Data

Jenis Data Yang Dikumpulkan

Pelatihan Guru
Pemandu Di

Tingkat Propinsi

Perencanaan Pelatihan
Pelaksanaan Pelatihan
Evaluasi Pelatihan

Peran Guru
Pemandu di

Tingkat Gugus

Kemampuan memfasilitasi:
• Kemampuan merencanakan
• Kemampuan Melaksanakan

• Kemampuan mengevaluasi
pelatihan di Gugus

Perubahan-

perubahan dalam

PBM yang
dirasakan Guru

Dalamkemampuan
• interaksional

• pemahaman substansi materi

• metodologi

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai instrumen

penelitian atau peneliti sebagai alat penelitian utama yang terjun langsung
ke lapangan. Peneliti melaksanakan langsung penelitian dan pengamatan
atau melakukan wawancara, atau hanya menggunakan buku catatan
(Nasution, 1988; Lexy J. Moloeng, 1996).

Data dan informasi yang ingin peneliti kumpulkan dalam penelitian

ini meliputi setting, perilaku atau sikap, dokumen dan data-data statistik,

penilaian terhadap peristiwa atau fenomena tertentu. Sehubungan dengan

kategori data dan informasi itu, maka teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan terdiri atas, yaitu : (1) Observasi; (2) Wawancara; (3)
Studi dokumentasi/kepustakaan.
1. Observasi

Observasi dilaksanakan berdasarkan pengamatan langsung dan
berstruktur. Pengamatan langsung memiliki kemungkinan untuk mencatat

hal-hal, sikap, peristiwa, perkembangan, pertumbuhan dan sebagainya,
sewaktu kejadian atau perilaku itu berlangsung. Sedangkan berstruktur

artinya, bahwa pengamatan tersebut mengisyaratkan adanya kategorisasi
fenomena

yang

diamati,

pencatatan

yang

sistematik atas

hasil

pengamatan, penerimaan kelompok yang diamati terhadap kehadiran

pengamat tanpa kesan akan merugikan mereka (Nasution, 1988). Aspek-

aspek yang diobervasi meliputi pelaksanaan guru pemandu ditingkat

propinsi dan pelaksanaan pelatihan di tingkat gugus. Aspek-as

dituangkan dalam pedoman observasi terlampir (lampiranl dan 2).
2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu instrumen pengumpulan data
yang dilakukan untuk mendapatkan pendapat atau persepsi secara lisan.

Wawancara antara lain bermanfaat untuk mengisi data yang tidak dapat
dicatat dari pengamatan.

Dalam pelaksanaanya wawancara dilakukan oleh peneliti dengan
cara mengorientasikan

kepada perolehan data dan keterangan dari

individu tertentu untuk keperluan informasi, perolehan sikap dan pendapat,
serta pemahaman mereka tentang persoalan dan permasalahan yang
dihadapi berkaitan dengan pelatihan guru pemandu mata pelajaran.
Aspek-aspek yang diwawancarai terdiri dari perencanaan, pelaksanaan
dan penilaian pelatihan di tingkat propinsi dan tingkat gugus berdasarkan
persepsi panitia pelaksana pelatihan tingkat propinsi, guru pemandu dan

guru kelas. Pedoman wawancara terlampir (lampiran 3 dan 4).
3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi atau studi kepustakaan dilakukan dengan

menelaah dan mengkaji berbagai dokumen dan data tertulis lainnya yang
relevan dengan persoalan yang sedang diteliti, seperti dokumen

administratif, data statistik, dan informasi tertulis lainnya. Hasil studi

dokumentasi tersebut, penulis mendapatkan berbagai informasi penting
yang berkenaan dengan kegiatan pelatihan yang telah tercatat. Dokumen

yang dikaji adalah pedoman pelatihan guru pemandu tingkat propinsi,

dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan di tingkat
propinsi,

dan dokumen sebagai bukti fisik hasil kerja pelatihan guru

pemandu pelajaran. Pedoman studi dokumentasi terlampir (lampiran 1
dan 2).

D. Tahap Penelitian

Baik

Nasution

(1992:85)

maupun

Moleong

(1993:85)

mengemukakan bahwa penelitian pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan,
yaitu (1) tahap orientasi; (2) tahap eksplorasi; (3) tahap member-check.
Hanya kedua ahli tersebut menggunakan istilah yang berbeda satu sama

lain, misalnya Moleong (1993) mengemukakan tiga tahapan, yaitu (1) pralapangan; (2) kegiatan lapangan; dan (3) analisis intensif.

Dalam pelaksanaannya peneliti melakukan pengumpulan data

sesuai dengan tahapan-tahapan yang dikemukakan di atas, sebagai
berikut:

1. Tahap orientasi.

Kegiatan pada tahapan ini, peneliti

pengenalan terhadap

melakukan orientasi atau

masalah yang diteliti beserta aspek-aspeknya.

Kegiatan pada tahap ini peneliti banyak melakukan kegiatan observasi
partisipatoris dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelatihan
dan

melakukan

wawancara

secara

terbuka

sehingga

dapat

mengidentifikasi dimensi-dimensi masalah yang akan diteliti. Untuk

melengkapi orientasi masalah, peneliti menelaah dan mengkaji berbagai

dokumen dan studi kepustakan serta berbagai data tertulis yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
Berdasarkan berbagai data dan informasi hasil dari orientasi

lapangan, penulis melakukan berbagai revisi dan perubahan struktur
masalah yang diteliti, sehingga masalah penelitian lebih terfokus dalam

batasan yang jelas dan tegas. Dengan berbekal fokus masalah tersebut,

peneliti mulai menyusun kisi-kisi dan pedoman wawancara serta kegiatan
administratif yang berhubungan dengan kepentingan penelitian.

2. Tahap eksplorasi

Pada tahapan ini dilakukan kegiatan, peneliti mulai mempersiapkan
diri untuk melakukan penelitian secara intens; berupaya memperoleh data

dengan sikap yang lebih selektif, menjauhi keadaan yang akan
mempengaruhi data; dan mencari informasi yang relevan. Dengan

demikian, peneliti lebih terfokus pada masalah dan dimensi-dimensi yang
merupakan sub struktur masalah.

3. Tahap "member check".

Tujuan utama dari tahapan ini, antara lain melakukan konfirmasi

terhadap data yang diperoleh dengan mengecek kebenaran data bersama

dengan sumber data untuk memberikan tanggapan dan komentar sebagai
re-check;

melakukan

kegiatan

yang

bersifat

triangulasi,

yakni

menuntaskan kebenaran data dengan meminta tanggapan mengenai

kebenaran data yang diperoleh kepada fihak yang relevan dan diyakini
dapat memberikan informasi.

Pada tahapan ini peneliti mengembangkan kesimpulan mengenai

pelatihan sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh. Kesimpulankesimpulan yang bersifat tentatif perlu diverifikasi untuk meningkatkan
validitas hasil penelitian.

E. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian

Analisis

data

adalah

proses

mengatur

urutan

data,

mengorganisasikannya di dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian

dasar sehingga memberikan arti yang signifikan terhadap analisis,
menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi uraian

(Lexy J. Moleong, 1996: 103). Sedangkan menurut Nasution (1996:126),
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan tiga
langkah, yaitu :

1.

Reduksi Data.

Bebagai data masukan pada peneliti yang berkaitan dengan

pelatihan guru pemandu mata pelajaran, dilakukan seleksi dengan
mereduksi data dan informasi difokuskan kepada hal-hal yang sangat
penting dan signifikan.

Data yang berlimpah mulai diseleksi dan

dikatagorisasi sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

05

Tahap reduksi ini penting sebagai upaya memisahkan data dan

informasi yang dianggap tidak relevan sehingga dapat mengakibatkan
kerancuan data akibat dari tidak terfokuskannya pada masalah pokok
yang dibutuhkan.

2. Display data

Kegiatan ini adalah membuat tata hubungan antar data yang telah

dikumpulkan dalam bentuk bagan, matriks, network atau chart, sehingga
data diperoleh dengan mudah dapat dibaca dipahami secara jelas.
3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan dan verifikasi data merupakan tahapan pengungkapan
temuan-temuan penelitian yang harus dilakukan sebagai langkah untuk
memperoleh makna dari berbagai data dan informasi hasil penelitian.

Dengan melalui tahapan reduksi (data yang berlimpah dipilah-pilah
sebagian yang tidak berguna dibuang, dan sebagian dipakai), display
data, peneliti melakukan penarikan kesimpulan setelah semua persoalan
serta berbagai data dan informasi terungkap. Kesimpulan yang masih
bersifat tentatif tersebut diperkuat, dilengkapi dan dikonfirmasi dengan
melakukan verifikasi kepada sumber data dan pihak-pihak lainnya yang
relevan dan dipandang memiliki kompetensi dalam kegiatan pelatihan
guru pemandu mata pelajaran.

=._ -I

• " - i«3

* —— -v r"

**. i.
r* jcrwJi, -

- - - .BP5

t-



BABV

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
A. Kesimpulan

1. Pelatihan guru pemandu mata pelajaran mempunyai mekanisme
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelatihan. Pelatihan ini

dilaksanakan pada tingkat propinsi dan hasilnya diterapkan pada
tingkat gugus, kemudian dampaknya dinyatakan dalam proses
belajar mengajar di kelas.

2. Guru pemandu mata pelajaran merupakan peserta pelatihan yang
dibina agar menpunyai kemampuan sebagai fasiliator pada tingkat
gugus bersama-sama dengan guru-guru yang lain untuk berusaha

memperbaiki dan atau memecahkan masalah-masalah yang timbul
dalam pekerjaan.

3. Perencanaan pelatihan guru pemandu mata pelajaran, dilakukan
pada tingkat propinsi yang menpunyai gambaran sebagai berikut:
a.

Identifikasi terhadap kebutuhan pelatihan cenderung dilakukan
melalui pengamatan kepakaran, laporan-laporan lapangan dan
hasi-hasil penelitian sederhana. Keputusan bahwa dibutuhkan

peningkatan mutu guru dalam rangka meningkatkan mutu
pembelajaran yang berdampak terhadap prestasi belajar siswa

101

1U2

1V „ '

^ */

adalah merupakan hasil elaborasi pikiran mengenai konsep;- .
\y^ ^'-^^ >•''

konsep peningkatan mutu pendidikan.

b. Kebutuhan mengenai pentingnya pemahaman SPP adalah

sebagai cerminan bahwa pelatihan yang teriepas dari konteks

dan kontent yang' terjadi di lapangan biasanya berakhir dengan
kegagalan. Karena itu, disain program yang memfokuskan pada
pemahaman SPP adalah suatu keharusan karena guru pemandu

mata pelajaran pada akhirnya akan terjun ke ekologi asalnya
yaitu bekerja bersama dengan guru-guru, memecahkan bersama

guru-guru guna kepentingan peningkatan mutu pembelajaran
yang pada gilirannya terjadi peningkatan prestasi belajar siswa.

c. Disain program yang menunjukkan keterkaitan dengan tingkat

j
i

kota/kabupaten

dan

kecamatan

merupakan

cerminan

dari

i

keinginan menjaga akuntabilitas program. Dalam arti bahwa

program pelatihan harus mempunyai dampak sampai pada

;

tingkat grass root.

I

d. Antara

proyek dengan instruktur (pelatih) telah kehilangan

kontak visi mengenai pelatihan guru pemandu mata pelajaran.
Dalam pelaksanaan pelatihan diketahui bahwa (1) guru pemandu
mata

pelajaran

dituntut

memahami

seluk

beluk

Sistem

Pembinaan Profesional terutama dalam bagaimana membangun
tim (ream building) pada tingkat KKG menpunyai proporsi yang
sedikit

dibandingkan

dengan

penguasaan materi

pelajaran

!

103

seperti yang dituntut oleh GBPP; dan (2)
komponen

operasional

substansi mata
kekuatan

lebih

pelajaran daripada

motivasional

memberdayakan

pelatihan

dari

guru

instruktur sebagai
menekankan

pada

mendorong munculnya
pemandu

untuk

lebih

dirinya dan paham bahwa dirinya dituntut

sebagai innovator pada tingkat gugus.
4. Pada tingkat pelaksanaan pelatihan disimpulkan bahwa mekanisme

pembelajaran lebih cenderung berorientasi pada delivering of
information dari pada transforming of experiences.

Instuktur lebih

dominan sebagai penguasa materi dan guru pemandu mata

pelajaran sebagai penerima materi. Pembelajaran yang bersifat
andragogik kurang berkembang.

5. Pada tingkat evaluasi pelatihan

bersifat informatif dari pada

diagnostik. Evaluasi yang dilakukan baik dalam pre-test.
proses

maupun

post-test

evaluasi

dapat mengungkapkan kemajuan-

kemajuan yang diperoleh selama pelatihan

tetapi tidak dijadikan

dasar untuk mengdiagnosa kelemahan-kelemahan yang terjadi
selama pelatihan.

6.

Kinerja guru pemandu mata pelajaran mengalami peningkatan

paling tidak mereka memperoleh pencerahan-pencerahan yang
berkaitan dengan substansi mata pelajaran sebagaimana yang
tertuang dalam GBPP. Tetapi

kemampuan mamagerial yang

104

berkaitan

dengan perannya sebagai fasilitator

merupakan

kemampuan yang kurang mendapat perhatian dalam pelatihan.
7. Efek penyerta pelatihan
bekerja,

rencana

seperti peningkatan kepuasaan dalam

pengembangan

karier,

serta

factor-faktor

motivasional lainnya dalam bekerja tidak dikontrol oleh makanisme

pelatihan. Padahal efek ini penting sebagai faktor yang mendorong
guru pemandu "mau melakukan" hal-hal yang telah diterima dalam
pelatihan.

8. Peranan

guru

pemandu

sebagai

fasiliator

membutuhkan

kemampuan networking yang bagus. Kemampuan tersebut dapat
dijadikan sebagai kebutuhan dilaksanakan pelatihan pada tingkat
kota/kabupaten dan atau propinsi.

9. Dampak terhadap KBM masih berhadapan dengan berbagai
kendala

yaitu

kendala

sumber-sumber

kekuasaan.

Orientasi

kekuasaan kepala sekolah dan pengawas yang ditujukan untuk
kepentingan peningkatan mutu pembelajaran membantu efektifitas
peranan guru pemandu. Pembaharuan atau peningkatan mutu
pembelajaran

sepenuhnya

dilakukan

oleh

kemauan

dan

kemampuan guru kelas. Guru pemandu mata pelajaran telah
menunjukkan kemampuan dalam mentransformasikan informasi

yang berkaitan dengan kemampuan professional. Sedangkan yang

berkaitan dengan kemauan guru akan terpulang pada kebijakankebijakan pengawas dan kepala sekolah.

105

B. Implikasi

1. Implikasi manajemen pelatihan adalah perlu dikembangkan suatu

model pelatihan yang melibatkan