this file 2936 5232 1 SM

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP
KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT
CAHAYA
Septiani Wahyu Tumurun1, Diah Gusrayani2, Asep Kurnia Jayadinata3

1,2,3

Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang
Jl. Mayor Abdurrahman No.211 Sumedang
1
Email: septiani.wahyu@student.upi.edu
2
Email: diahgusrayani@gmail.com
3
Email: asep_jayadinata@upi.edu

ABSTRAK
Keterampilan berpikir kreatif sangat diperlukan untuk memecahkan suatu masalah serta
menemukan konsep-konsep dalam pembelajaran IPA. Salahsatu model yang dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kreatif yaitu model discovery learning. Penelitian ini
dilaksanakan dengan metode eksperimen dengan desain pretest-posttest. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat peningkatan keterampilan berpikir kreatif dengan menggunakan
model discovery learning dan model konvensional. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas V Se-Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang. Sedangkan sampel yang
diteliti yaitu SDN Cigentur sebagai kelas eksperimen dan SDN Cimuncang sebagai kelas
kontrol. Instrumen yang digunakan meliputi soal, format observasi kinerja guru, aktivitas
siswa, angket, catatan lapangan dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran
dengan model discovery learning dan model konvensional mampu meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif siswa. Namun pembelajaran dengan model discovery learning
lebih mampu meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Hal ini dapat dibuktikan
dengan hasil perhitungan uji beda rata-rata data gain pada kedua kelompok dengan nilai sig
(1-tailed) sebesar 0,001.
Kata Kunci : model pembelajaran discovery learning, keterampilan berpikir kreatif.
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan alam adalah suatu ilmu
yang mempelajari mengenai gejala alam
beserta isinya. Selain dari pada itu IPA
merupakan upaya untuk seseorang dapat
berpikir logis dan berpola pikir ilmiah. Dilihat

dari sudut pandang yang menyeluruh, Sujana

(2014, hlm.9
e gataka IPA atau sains
seharusnya dipandang sebagai cara berpikir
(a way of thingking), cara untuk menyelidiki
(a way of investigating), serta sebagai batang
tubuh pengetahuan (a body of knowledge).
Pendidikan IPA di sekolah dasar diharapkan
bisa membantu para peserta didik untuk

101

Septiani Wahyu Tumurun, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata

dapat memahami dirinya sendiri, mampu
mencintai alam dan mampu melestarikan
alam.
Dalam pembelajaran IPA di SD siswa ditutut
untuk menemukan konsep-konsep, oleh

karena itu pembelajaran IPA dibutuhkan
keterampilan berpikir kreatif dengan cara
memanfaatkan rasa ingin tahu siswa
terhadap pembelajaran IPA. Slameto (2003,
hl .
e gataka
bahwa
berpikir
kreatif, berarti berpikir dalam arah yang
berbeda-beda, akan diperoleh jawabanjawaban unik yang berbeda-beda tetapi
be ar . Untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kreatif siswa dapat dilakukan dengan
cara melakukan beberapa percobaan dan
memanfaatkan rasa ingin tahu siswa.
Keterampilan berpikir kreatif sangat penting
untuk dikembangkan dan ditingkatkan
melalui pembelajaran IPA sebagai cara untuk
membantu peserta didik untuk memecahkan
masalah di masa yang akan datang
Keterampilan

berpikir
kreatif
akan
meningkatkan potensi yang dimiliki peserta
didik
salahsatunya
yaitu
mampu
memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional. Dalam Undang – undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional
...bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.


Pada saat ini keterampilan berpikir kreatif
siswa khususnya pada mata pelajaran IPA
kurang begitu menojol dalam diri siswa
karena sekolah dalam hal ini guru kurang
begitu dapat memfasilitasi siswa untuk dapat
berpikir kreatif. Guru hanya memberikan
pengetahuan langsung kepada siswa tanpa
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Karena
hal tersebut keterampilan berpikir kreatif
siswa menjadi kurang terasah. Keterampilan
berpikir kreatif siswa perlu di tingkatkan
dengan cara memberikan fasilitas dan
kesempatan
bagi
siswa
untuk
mengembangkan
kreatifitasnya.

Keterampilan berpikir kreatif yang akan
dikembangkan dalam pembelajaran meliputi
aspek bepikir lancar, bepikir luwes, bepikir
original, berpikir elaborasi.
Upaya untuk meningkatkan berpikir kreatif
siswa pada mata pelajaran IPA, salahsatunya
dapat menggunakan model pembelajaran.
Salahsatu model yang dapat digunakan
dalam pembelajaran IPA yaitu model
pembelajaran discovery learning, karena
dengan menggunakan model pembelajaran
penemuan siswa akan dibimbing untuk
mencari dan menemukan sendiri materi atau
jawaban yang sedang dipelajari.
Maka dari itu, dalam pembelajaran siswa
dituntut untuk dapat berpikir kreatif dalam
mencari materi atau jawaban materi yang
sedang dipelajari. Sementara itu, peran
seorang guru di sini hanyalah sebagai
pembimbing atau fasilitator. Seperti halnya

yang dikatakan Hamalik (dalam Ilahi, 2012,
hl . 9
discovery
adalah
proses
pembelajaran yang menitikberatkan pada
mental intelektual para anak didik dalam
memecahkan berbagai persoalan yang

102

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)

dihadapi, sehingga menemukan suatu
konsep atau generalisasi yang dapat
diterapka
di lapa ga . Bagi siswa
pembelajaran akan bermakna dan hasilnya
akan bertahan lama ketika siswa ikut terjun
langsung dalam mendapatkan pengetahuan

dan pengalamannya sendiri. Dalam hal ini
siswa akan jauh lebih semangat dalam belajar
dan akan memberikan pengalaman yang
lebih bermakna.
Dengan menggunakan model discovery
learning
ini siswa akan mampu untuk
mengembangkan keterampilan berpikir
kreatifnya. Hal ini dikarenakan model
discovery learning memiliki tahapan tahapan
yang mampu untuk melatih siswa berpikir
kreatif.
Tahapan-tahapan
tersebut
diantaranya orientasi atau menemukan
masalah, dan merumuskan masalah. Pada
tahapan ini siswa dilatih dua indikator
berpikir kreatif yaitu lancar dan luwes.
Kemudian dilakukan tahapan merencanakan
pemecahan masalah melalui percobaan atau

cara lain pembelajaran. Pada tahapan ini
siswa dilatih memiliki salahsatu indikator
keterampilan berpikir kreatif yaitu berpikir
orisinil. Setelah merencanakan pemecahan
masalah siswa kemudian melakukan
percobaan. Pada tahapan melakukan
percobaan siswa dilatih untuk memiliki
indikator berpikir kreatif yaitu berpikir
elaboratif. Selanjutnya siswa melakukan
analisis data yang terah mereka temukan.
Pada tahapan ini siswa dilatih untuk berpikir
lancar, luwes, dan elaboratif. Setelah
melakukan analisis data siswa diminta untuk
menyimpulkan hasil dari percobaan yang
telah mereka buat.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada
penelitian yang telah ada atau yang telah
dilakukan sebelumnya. Salah satu penelitian
yang relevan dengan penelitian ini adalah

yang telah dilakukan oleh Apriyani (2013)
de ga judul Pe garuh Model Pembelajaran
Penemuan (Discovery Learning) Terhadap
Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Pada
Materi Sifat-“ifat Cahaya . Pe elitia
eksperimen ini memperoleh hasil yaitu
pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran penemuan (discovery learning)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V
secara signifikan. Kemudian, pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran
penemuan (discovery learning) dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
siswa pada materi sifat-sifat cahaya pada
siswa kelas V secara signifikan.
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, penelitian ini dilakukan
untuk melihat pengaruh penerapan model
pembelajaran discovery learning dapat

meningkatkan berpikir kreatif siswa, secara
lebih rinci rumusan masalah sebagai berikut,
bagaimana
peningkatan
keterampilan
berpikir kreatif dengan menggunakan model
pembelajaran discovery learning pada materi
sifat-sifat cahaya? Bagaimana peningkatan
keterampilan berpikir kreatif dengan
menggunakan
model
pembelajaran
konvensional pada materi sifat-sifat cahaya?
Bagaimana
perbedaan
peningkatan
keterampilan berpikir kreatif siswa yang
menggunakan pembelajaran model discovery
learning
jika dibandingkan dengan
menggunakan
pembelajaran
model
konvensional pada materi sifat-sifat cahaya?
Bagaimana peningkatan tes hasil belajar

103

Septiani Wahyu Tumurun, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata

siswa
yang
menggunakan
model
pembelajaran discovery learning pada materi
sifat-sifat cahaya? Bagaimana peningkatan
tes hasil belajar siswa yang menggunakan
model pembelajaran konvensional pada
materi sifat-sifat cahaya meningkat? Faktor
apa yang mendukung proses pembelajaran
IPA menggunakan model discovery learning?
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam
penelitian, maka dibuatlah batasan masalah
dalam penelitian ini. Materi yang digunakan
dalam penelitian ini ialah materi sifat-sifat
cahaya.

pengelompokkannya berdasarkan peringkat
hasil ujian nasional (UN) tingkat SD/MI
Kecamatan
Tanjungketa
Kabupaten
Sumedang tahun ajaran 2014/2015.
Penentuan sampel dalam penelitian melalui
teknik random sampling. Dari hasil undian
didapatkan dua nama sekolah yaitu SDN
Cigentur dan SDN Cimuncang. Kemudian
terakhir dilakukan pemilihan kembali untuk
menentukan kelas kontrol dan kelas
ekperimen. Terpilihlah SDN Cigentur sebagai
kelas eksperimen dan SDN Cimuncang
sebagai kelas kontrol.

METODE PENELITIAN
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu metode eksperimen. Sementara desain
yang digunakan yaitu desain kelompok
pretest-postest. Dalam penelitian ini diberi
pretest dan posttest pada kelompok kelas
eksperimen dan kelompok kelas kontrol
dengan soal yang sama sebelum dan sesudah
diberi tidakan.

Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari tes
dan nontes. Instrumen tes berupa soal
keterampilan berpikir kreatif dan soal hasil
belajar. Sementara instrumen nontes terdiri
dari angket, pedoman observasi kinerja guru,
pedoman observasi aktivitas siswa, catatan
lapangan, dan pedoman wawancara.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di dua SD yaitu SDN
Cigentur dan SDN Cimuncang. SDN
Cimuncang sebagai kelas kontrol dan SDN
Cigentur sebagai kelas eksperimen. Kedua SD
tersebut berada di Kecamatan Tanjungkerta
Kabupaten Sumedang.
Subjek Penelitian
Populasi yang dipakai dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas V SD seKecamatan Tanjungkerta dengan peringkat
sekolah yang dipilih masuk kedalam
kelompok papak. Data peringkat sekolah
tersebut didapat dari UPTD Pendidikan
Kecamatan
Tanjungkerta
dan

Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu validitas instrumen,
reliabilitas instrumen, tingkat kesukaran, dan
daya
pembeda.
Validitas
instrumen
digunakan untuk mengetahui kualitas dari
instrumen tersebut. Reliabilitas digunakan
untuk mengetahui seberapa konsisten skor
tersebut untuk setiap individu. Tingkat
kesukaran digunakan untuk mengetahui
tingkat kesulitan yang dimiliki setiap soal.
Daya pembeda digunakan keterampilan
suatu soal dapat membedakan siswa yang
berada di kelompok rendah dan kelompok
atas.
Setelah didapatkan data kuntitatif dan data
kualitatif dalam penelitian. Selanjutnya

104

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)

dilakukan tahap analisis data. Analisis data
kuantitatif dilakukan dengan cara uji
normalitas data, uji homogenitas, uji beda
rata-rata dan uji gain ternormalisasi.
Pengujian ini dilakukan dengan bantuan
program SPSS 16.0 for windows. Ketentuan
taraf signifikasi yang digunakan dalam
pe elitia i i yaitu % α = ,05) berdasarkan
P-value. Analisis data kualitatif terdiri dari
angket, lembar observasi, catatan lapangan,
dan wawancara. Angket yang digunakan
dalam penelitian kualitatif ini yaitu angket
yang berbentuk skala likert. Angket diberikan
terbagi menjadi dua penyataan yaitu
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Lembar observasi dibuat dalam bentuk tabel
dengan indikator dalam lembar observasi
yang dikuantitatifkan. Hasil wawancara
dengan siswa, selanjutnya ditulis dan
diringkas berdasarkan masalah yang akan
dijawab dalam penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian sebanyak tiga
pertemuan di masing-masing kelas maka
diperoleh data pretes dan postes siswa.
Selanjutnya data ini dianalisis untuk dapat
menjawab rumusan masalah yang telah
dibuat. Untuk menjawab tujuh rumusan tadi
maka dilakukan uji hipotesis.
Gambaran pembelajaran dengan model
discovery learning dalam meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif siswa di kelas
eksperimen. Hasil ini digunakan untuk
menjawab rumusan masalah pertama. Pada
pengujian hipotesis ini data yang dipakai
yaitu data pretes dan postes keterampilan
berpikir kreatif di kelas eksperimen.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data.
Data yang didapat ternyata berdistribusi

tidak normal, maka dilakukan uji beda ratarata dengan uji non-parametrik MannWhitney (uji-U). Hasil uji beda rata-rata
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
rata-rata nilai pretes dan postes siswa.
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis rumusan
masalah pertama dengan menggunakan uji
non paramatrik Wilcoxon. Hasil nya dapat
dilihat di Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis Rumusan Masalah
Pertama
pretes –
posteseksperimen
Z
Asymp. Sig. (2tailed)

-5.020a
.000

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon diperoleh sig
1-tailed sebesar 0,000. Data tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig 1-tailed ≤ ,
yang artinya menunjukkan bahwa
ditolak,
artinya pembelajaran menggunakan model
discovery learning dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif siswa di kelas
ekperimen pada materi sifat-sifat cahaya.
Maka dari itu hipotesis 1 diterima adanya
peningkatan keterampilan berpikir kreatif
siswa pada materi sifat-sifat cahaya dengan
menggunakan model discovery learning.
Peningkatan ini didukung dengan aktifitas
siswa yang memberikan respon positif serta
berperan aktif terhadap pembelajaran. Hal
ini dapat dilihat dari rata-rata presentase
aktivitas siswa sebesar 93,94% dengan
interpretasi baik sekali. Selain itu kinerja guru

105

Septiani Wahyu Tumurun, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata

yang baik dalam pembelajaran sehingga
dapat mengoptimalkan pembelajaran. Hal ini
dapat dari rata-rata presentase kinerja guru
sebesar 92,13%. Peningkatan ini didukung
oleh penggunaaan media dan langkahlangkah pembelajaran yang dilaksanakan
secara efektif. Pada langkah-langkah model
discovery learning siswa dilatih untuk
memiliki indikator keterampilan berpikir
kreatif.
Sehingga keterampilan berpikir
kreatif pada kelas eksperimen dapat
meningkat.
Gambaran pembelajaran dengan model
konvensional
dalam
meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif siswa di kelas
kontrol. Hasil ini digunakan untuk menjawab
rumusan masalah kedua. Pada pengujian
hipotesis ini data yang dipakai yaitu data
pretes dan postes keterampilan berpikir
kreatif di kelas kontrol. Selanjutnya dilakukan
uji normalitas data. Data yang didapat
ternyata berdistribusi tidak normal, maka
dilakukan uji beda rata-rata dengan uji nonparametrik Mann-Whitney (uji-U). Hasil uji
beda rata-rata menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan rata-rata nilai pretes dan postes
siswa. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis
rumusan
masalah
kedua
dengan
menggunakan uji non paramatrik Wilcoxon.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 2
dibawah ini
Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis Rumusan Masalah
Kedua
Pretes-postes
Z
Asymp. Sig. (2tailed)

-4.945a
.000

Berdasarkan Tabel 2 didapat bahwa nilai sig
(2-tailed) yaitu sebesar 0,000. Data tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig lebih kecil dari
pada α= , ya g arti ya bahwa � ditolak
dan � diterima. Hal tersebut menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan terhadap
keterampilan
berpikir
kreatif
siswa
menggunakan model konvensional dengan
didukung dengan aktifitas siswa yang
memberikan respon positif serta mau
berperan aktif terhadap pembelajaran, dan
kinerja guru yang baik dimulai dari
perencanaan dan pelaksanaan serta dapat
mengoptimalkan
pembelajaran
serta
penggunaan media pembelajaran yang
optimal.
Gambaran
perbedaan
peningkatan
keterampilan berpikir kreatif. Pembelajaran
dengan model discovery learning dan
pembelajaran yang menggunakan model
konvensional, sama-sama meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif siswa pada
materi sifat-sifat cahaya. Hal tersebut
menunjukkan, bahwa kedua pembelajaran
tersebut
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
siswa. Namun, untuk melihat apakah
terdapat
perbedaan
peningkatan
keterampilan berpikir kreatif siswa yang
mengikuti
pembelajaran
menggunakan
model discovery learning dan siswa yang
mengikuti
pembelajaran
menggunakan
model konvensional pada materi sifat-sifat
cahaya, maka dilakukan terlebih dahulu
analisis dan interpretasi dari data yang
diperoleh. Data yang dimaksud adalah data
hasil pretes dan postes keterampilan berpikir
kreatif dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Karena hasil pretes pada kedua
kelompok berdistribusi tidak normal maka

106

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)

akan dilihat dari peningkatan gain. Kemudian
dilakukan pengujian dari data gain yang
didapat dari kedua kelas. Data gain kemudian
di uji beda rata-rata menggunakan uji-t

karena data berdistribusi normal dan
homogen. Adapun hasil uji beda rata-rata
bisa dilihat di tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Beda Rata-Rata Data Gain
t-test for Equality of Means

t
gain
kedua
kelompo
k

df

95%
Confidence
Std.
Mean
Error Interval of the
Sig. (2- Differenc Differen Difference
tailed)
e
ce
Lower Upper

Equal variances
assumed

3.535

62

.001

.23978 .06783

.1041
.37536
9

Equal variances not
assumed

3.535

61.7
70

.001

.23978 .06782

.1041
.37536
9

Berdasarkan hasil uji kuantitatif di atas
didapatkan P-value (Sig. 2-tailed) sebesar
0,001 dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hal
ini menunjukkan nilai signifikansi lebih kecil
dari 0,05 sehingga � ditolak. Dengan
demikian � diterima yang artinya terdapat
perbedaan
peningkatan
keterampilan
berpikir kreatif antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran discovery
learning dengan konvensional. Dapat diambil
kesimpulan, bahwa dengan menggunakan
model discovery learning lebih mampu
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
daripada menggunakan model pembelajaran
konvensional pada materi sifat-sifat cahaya.

ini data yang dipakai yaitu data pretes dan
postes hasil belajar di kelas eksperimen.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data.
Data yang didapat ternyata berdistribusi
tidak normal, maka dilakukan uji beda ratarata dengan uji non-parametrik MannWhitney (uji-U). Hasil uji beda rata-rata
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
rata-rata nilai pretes dan postes siswa.
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis rumusan
masalah keempat dengan menggunakan uji
non paramatrik Wilcoxon. Hasil nya dapat
dilihat di Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis Rumusan Masalah
Keempat

Gambaran pembelajaran dengan model
discovery learning dalam meningkatkan hasil
belajar siswa di kelas eksperimen. Hasil ini
digunakan untuk menjawab rumusan
masalah keempat. Pada pengujian hipotesis

107

postes –
pretes
Z
Asymp. Sig. (2tailed)

-5.016a
.000

Septiani Wahyu Tumurun, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon diperoleh sig
1-tailed sebesar 0,000. Data tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig 1-tailed ≤ ,
yang artinya menunjukkan bahwa
ditolak,
artinya pembelajaran menggunakan model
discovery learning dapat meningkatkan hasil
belajar siswa di kelas ekperimen pada materi
sifat-sifat cahaya. Maka dari itu hipotesis 4
diterima adanya peningkatan hasil belajar
siswa pada materi sifat-sifat cahaya dengan
menggunakan model discovery learning.

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon diperoleh sig
1-tailed sebesar 0,000. Data tersebut
menunjukkan bahwa nilai sig 1-tailed ≤ ,
yang artinya menunjukkan bahwa
ditolak,
artinya pembelajaran menggunakan model
konvensional dapat meningkatkan hasil
belajar siswa di kelas ekperimen pada materi
sifat-sifat cahaya. Maka dari itu hipotesis 4
diterima adanya peningkatan hasil belajar
siswa pada materi sifat-sifat cahaya dengan
menggunakan model konvensional.

Gambaran pembelajaran dengan model
konvensional dalam meningkatkan hasil
belajar siswa di kelas kontrol. Hasil ini
digunakan untuk menjawab rumusan
masalah keempat. Pada pengujian hipotesis
ini data yang dipakai yaitu data pretes dan
postes hasil belajar di kelas kontrol.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data.
Data yang didapat ternyata berdistribusi
tidak normal, maka dilakukan uji beda ratarata dengan uji non-parametrik MannWhitney (uji-U). Hasil uji beda rata-rata
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
rata-rata nilai pretes dan postes siswa.
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis rumusan
masalah kelima dengan menggunakan uji non
paramatrik Wilcoxon. Hasil nya dapat dilihat
di Tabel 5 berikut.

Faktor yang mendukung pembelajaran
dengan model discovery learning. Untuk
mengetahui faktor pendukung pembelajaran
yang dilaksanakan dalam penelitian ini
dilakukan wawancara serta catatan lapangan.
Guru sangat berperan penting dalam
pembelajaran ini. Sehingga kinerja guru yang
optimal dapat mendukung pembelajaran
yang berlangsung. Kemampuan guru
mengelola kelas dengan baik akan
mendukung pembelajaran tersebut. selain itu
sikap guru terhadap siswa juga sangat
berpengaruh terhadap pembelajaran.

Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis Rumusan Masalah
Kelima
Kontrol
pretes –
postes
Z
Asymp. Sig. (2tailed)

-4.203a
.000

Sikap guru yang memberikan kenyamanan
kepada siswa selama pembelajaran membuat
siswa menjadi lebih bersemangat lagi pada
saat belajar. Selain dari faktor guru, faktor
media yang digunakan guru juga mendukung
pembelajaran. Media yang diciptakan dengan
unik dan kreatif mampu memberikan
stimulus yang baik kepada siswa untuk lebih
bersemangat dalam belajar. Kemudian
pembelajaran, dalam model discovery
learning ini terdapat kegiatan yaitu
melakukan percobaan. Dengan kegiatan
percobaan yang menarik dan menyenangkan
membuat siswa menjadi lebih bersemangat
dalam belajar. Ketika siswa merasa

108

Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)

bersemangat dalam belajar maka hal ini akan
berimbas kepada ketercapaian tujuan
pembelajaran.
Faktor yang menghambat pembelajaran
dengan model discovery learning. Salah satu
faktor yang menghambat yaitu suara bising
dari jalan raya. Dikarenakan letak sekolah
yang berada di pinggir jalan raya maka hal ini
menyebabkan ramainya kendaraan yang
berlalu-lalang dan membuat suasana sekolah
menjadi bising. Dengan suasana yang bising
seperti ini membuat siswa kesulitan untuk
mendengar pengarahan serta berdiskusi
dengan temannya. Selain itu suara yang
bising ini membuat siswa tidak mampu
berkonsentrasi saat belajar.
Hal lain yang menghambat pembelajaran ini
yaitu suara gaduh dari kelas lain. Dikarenakan
denah kelas V bersampingan dengan kelas III
yang masih tergolong kelas rendah dan kelas
VI yang sudah tidak terdapat lagi pelajaran.
Hal ini menyebabkan suasana kelas menjadi
kurang kondusif. Selain itu kondisi siswa yang
tidak mampu mengikuti pelajaran seperti
siswa yang nakal, kondisi siswa yang kurang
sehat ini akan menjadi faktor penghambat
dalam pembelajaran model discovery
learning ini.
SIMPULAN
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
dengan menggunakan model discovery
learning dan konvensional terbukti dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
dan hasil belajar siswa pada materi sifat-sifat
cahaya. Hal tersebut didukung dengan
aktifitas siswa yang memberikan respon
positif serta berperan aktif terhadap
pembelajaran, dan kinerja guru yang baik

dalam pembelajaran sehingga dapat
mengoptimalkan pembelajaran. Selain dari
itu peningkatan ini didukung oleh
penggunaaan media dan langkah-langkah
pembelajaran yang dilaksanakan secara
efektif. Pada langkah-langkah model
discovery learning siswa dilatih untuk
memiliki indikator keterampilan berpikir
kreatif.
Sehingga keterampilan berpikir
kreatif dan hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dapat meningkat. Sementara
pada
pembelajaran
konvensional
peningkatan terjadi karena aktifitas siswa
yang memberikan respon positif serta mau
berperan aktif terhadap pembelajaran, dan
kinerja guru yang baik dimulai dari
perencanaan dan pelaksanaan serta dapat
mengoptimalkan
pembelajaran
serta
penggunaan media pembelajaran yang
optimal.
Namun pembelajaran dengan menggunakan
model discovery learning lebih mampu
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
siswa
dibandingkan
dengan
model
pembelajaran
konvensional.
Hal
ini
dikarenakan dalam model pembelajaran
konvensional tidak memiliki komponenkomponen atau tahap-tahap pembelajaran
seperti model discovery learning. Tahapantahapan
model
discovery
learning
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melatih setiap indikator keterampilan
berpikir kreatifnya.
Model discovery learning menekankan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal
ini membuat siswa lebih aktif dalam belajar
dan mencari materi sehingga pembelajaran
akan lebih bermakna dibandingkan dengan
model
pembelajaran
konvensional.

109

Septiani Wahyu Tumurun, Diah Gusrayani, Asep Kurnia Jayadinata

Pembelajaran konvensional, siswa kurang
begitu aktif, dikarenakan pembelajarannya
yang terpusat pada guru bukan pada siswa.
Kemudian
siswa hanya mendapatkan
pengetahuan yang diberikan guru saja. Siswa
tidak diberikan kebebasan pada saat
pembelajaran.
Terdapat pula faktor-faktor pendukung
dalam pembelajaran dengan model discovery
learning diantaranya kinerja guru yang
optimal dapat mendukung pembelajaran
yang berlangsung. Kemampuan guru
mengelola kelas dengan baik akan
mendukung pembelajaran tersebut. Selain
dari faktor guru respon siswa yang baik juga
menjadi faktor yang mendukung berhasilnya
pembelajaran.
Kemudian,
media
pembelajaran yang kreatif akan menarik
minat belajar siswa, sehingga siswa menjadi
lebih bersemangat dalam belajar. Sementara
faktor penghambat selama pembelajaran
dengan menggunakan model discovery
learning diantaranya suara bising dari jalan
raya. Dikarenakan letak sekolah yang berada
di pinggir jalan raya maka hal ini
menyebabkan ramainya kendaraan yang
berlalu-lalang dan membuat suasana sekolah
menjadi bising. Selain dari itu terdapat faktor
lain yaitu suasana gaduh dari kelas lain yang
membuat pembelajaran menjadi tidak
kondusif. Keadaan siswa yang kurang sehat
pun
menjadi
penghambat
dalam
pembelajaran. Karena dengan keadaan siswa
tersebut membuat ia tidak mampu
berkonsentrasi pada saat belajar dan
mengganggu kepada teman yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, F. (2013). Pengaruh model
pembelajaran
penemuan
(discovery
learning) terhadap keterampilan berpikir
kreatif siswa pada materi sifat-sifat
cahaya. (Skripsi). Program S-1 Universitas
Pendidikan Indonesia, Sumedang.
Ilahi, M T. (2012). Pembelajaran discovery
strategi & mental vocational skill.
Yogyakarta : Diva Press.
Slameto.(2003). Belajar dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Sujana, A. (2014). Pendidikan IPA teori dan
praktik. Bandung : Rizqi Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

110