Bencana Seharusnya Bisa Ditanggulangi.

RADARBANDUNG
o Selasa
4

5

0
6

20

21

o Mar

OApr

Rabu
7
22
OMei


0
8
23

9

10
24

OJun

Jumat
11

25
OJul

o Sabtu
12


26
0 Ags

0

13
27

o Sep

Minggu
14

28

0

Okt


15
29

0

16
30

Nav

0

31
Des

O'ntuk menanggulangi bencana ini, perlu diterapkim pola bottom up, mulai individu, keluarga,
masyarakat hingga pemerintah setempat. Dalam
UU No. 24 Tahun 2007 ini dijelaskan bahwa semua
pihak harus terlibat. Masyarakat inilah yang
menjadi garda terdepan karena mereka yang

paham akan daerahnya, bencana yang inenimpa
daerah tersebut, dan kebutuhan yang diperlukan
untuk menanggulanginya.
Masyarakat
akan
berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk
melaksanakannya.
Selain itu, Sugiharto menjelaskan bahwa respon
dari betbagai pihak untuk turut aktif menanggulangi
bencana sangat dirasakan manfaatnya oleh banyak
pihak. Berbagai pihak luar seperti relawan, LSM dan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya sangat
membantu pemerintah. "Walaupun kami memberi
kebebasan untuk membantu, tapi diharapkan tetap
berkoordinasi dengan koordinator pemerintah
setempat, dan tidak melanggar norma-norma baik .
hukum maupun etika," tambahnya.
Satu hal yang patut menjadi perhatian adalah,
kearifan lokal di Indonesia yang semakin lama
semakin luntur oleh arils globalisasi, tampaknya

harus dikembangkan kembali. Nilai-nilai kearifan
lokaI yang ada di masyarakat ini, terbukti sangat
membantu penanganan bencana term as uk pe-

SOSIIl
Bencana Seharusnya
Bisa Ditanggulangi
BANDUNG- Semua stake holder seharusnya sudah
memahami bagaimana. penanggulangan bencana di
daerahnya,pasalnya pemerintah sudah menerbitkan
undang-undang
No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Hal tersebut sebagai
salah satu bentuk payung hukum yang jelas dalam
menangglllangi berbagai bencana di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan, Direktur Penanganan
Pengungsian Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) R.Sugiharto, pada acara Seminar
Seminar Profesi Pekerjaan Sosial Disaster Management dengan tema, "Facing .The Unexpected"
di Grha Sanusi Hardjadinata,

Un pad, Jalan
Dipatiukur, Kamis (18/2).
Menurut Sugiharto, salah satu yang memicu
terbitnya undang-undang
terse but adalah kejadian tsunami di Aceh dan gempa di Yogya. Pada
saat itu, pemerintah Indonesia masih belajar
menangani bencana tersebut. Bantuan yang
berdatangan
dari mana-mana, korban yang
tersebar dan sarana prasarana yang tidak memadai,
membuat pemerintah kesulitan, teonasuk dalam hal
. koordinasinya.
"Namun, dengan pola learning by doing tersebut,
akhirnya kita bisa mengatasi itu semua, bahkan
beberapa efek yang diperkiraklmtimbul pascabencana
pun akhimya bisa teratasi. Hal ini bahkan dianggap
baik dan menjadi perhatian dari banyak pihak terutama
dari luar negeri untuk belajar menanggulangi bencana
seperti di Indonesia," jelasnya.
Selain perubahan konsep tersebut, paradigmanya pun berubah. Sugiharto menjelaskan

bahwa bila sebelumnya, penanggulangan bencana
bersifat responsif, sekarang menjadi preventif. "Ini
dimaksudkan untuk menanggulangi bencana, pra,
pas, dan pascabencana, sehingga bisa menguragi
!(:sjk.o yang ~a'!.. ditimbulkan," lanjut Sugjhartq.._

.

Kamis

mulihan pascabencana.
.
"Salah satu contohnya, adalah yang terjadi di
Yogya. Dengan adanya kearifan lokal masyarakat
disana, pembangunandanpemulihan pascabencana
pun sangat terbantu. Kita juga membutuhkan
pendampingari sosial dan pendampingan teknis
pada penanggulanganbencana ini," ujar Sugiharto.
Mengingat Indonesia merupakan wilayah yang
rawan bencana, masyarakat'lndonesia sudah

semakinterbiasa dengan bencana, living with risk.
Sugiharto menjelaskan bahwa k1ta tidak bisa
menghindarinyakarena kita hidup di situ, Namun,
kita harus bisa akrab dengan bencana dengan cara
menyesuaikan diri dengan fenomena alam dan
mengelola risiko yang mungkin terjadi. Sebagian
caranya adalah mengetahui upaya-upaya yang
harus dilakukan dalam hal tanggap darurat dan
memiliki
asuransi
bencana.(tie)
- ---- -

.

Kliping Humas Unpad 2010