PENANAMAN NILAI‐NILAI MORAL PADA SISWA STUDI KASUS DI SMA NEGERI I SUKOHARJO Penanaman Nilai –nilai Moral Pada Siswa Studi Kasus di SMA N ISukoharjo.
PENANAMAN NILAI‐NILAI MORAL PADA SISWA
STUDI KASUS DI SMA NEGERI I SUKOHARJO
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH
Diajukan Kepada
Program Studi Magister Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Magister dalam Ilmu Manajemen Pendidikan
Oleh :
DANANG TUNJUNG LAKSONO
Q. 100.100.154
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
2
1
PENANAMAN NILAI‐NILAI MORAL PADA SISWA
STUDI KASUS DI SMA NEGERI I SUKOHARJO
Oleh:
Danang Tunjung Laksono
Jansen.pon@gmail.com
ABSTRACT
Danang Tunjung Laksono. Q.100.100.154: Insert The Moral Values of Students in Senior
High State School Sukoharjo 1 A Study Case. Thesis Master of Management Education
Studies University.
This study is aimed to: (1) Describe the cultivation of moral values in students run
by the institution Sukoharjo SMA 1 (2) Describe the cultivation of moral values in
students Senior High State School Sukoharjo 1 through learning in the classroom. (3)
Describe the cultivation of moral values in Senior High State School Sukoharjo 1
Sukoharjo through extracurricular activities at school. (4) Describe the cultivation of
moral values in students of Senior High State School Sukoharjo conducted at the school
before entering the classroom, at break time or after school hours. This qualitative
descriptive study is using an ethnographic approach. The research was done in Senior
High State School Sukoharjo 2012. The Data was collected through observation,
interviews, recordings and documentation studies.
The results showed that (1) Insert moral values in students study in Senior High
State School Sukoharjo 1has a patterned integration of classroom activities,
extracurricular activities with the cultivation of moral values in each activity when
students will enter the gates of the school, at break time and after school hours. ( 2)
insert of moral values in students at Senior High State School Sukoharjo 1 through
learning in class began with the preparation of lesson plans that already contain moral
values prior to teaching, other than that carried the insertion of moral values by the
teacher during the preliminary stages of learning, the core activities before the end of
learning. (3) Cultivation of moral values in students at Senior High State School
Sukoharjo 1 through extracurricular activities in schools is done by way of any
extracurricular activities chosen by the students themselves, any extracurricular activities
using methods that match the students' progress and to be able to develop their
potential. (4) cultivation of moral values in students at Senior High State School
Sukoharjo 1 conducted at the school before entering the classroom, at recess or after
school hours, the school has launched a program embodied in the slogan contains an
invitation "Let’s, greet, polite and be courteous "to the end that all citizens get to school
from home school to behave in accordance with the slogan, in addition there are four
investment strategy moral values made by the school at the time of the first recess or
break last, include: a) There is honesty in the high school cafeteria School 1 Sukoharjo, b)
Control of the school environment will be undertaken by scheduled teachers and
principals c) The words of wisdom and an invitation to do good poster stuck to the walls
of the school environment, and The existence of places of worship and religious control
of the Islamic religion teacher.
Key words: Investment values, moral values, intra‐curricular, extra‐curricular
and student activities.
1
2
Pendahuluan
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini, tahun 2012 secara cepat globalisasi
telah mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia, keberadaan
globalisasi ini menimbulkan banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang,
sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau
menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil dan
sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan
masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.
Globalisasi merupakan sebuah proses global yang dapat dilihat dari
tanda‐tanda kemunculannya, Diterangkan oleh Bakry bahwa “globalisasi ditandai
dengan semakin menyatunya negara‐negara di dunia sehingga batas‐batas
negara dalam arti ekonomi, keuangan, investasi, sumber daya, dan informasi
semakin kabur tanpa batas” (Bakry, 2011: 18).
Pernyataan Bakry tersebut dapat disimpulkan bahwa globalisasi
merupakan fenomena perubahan peradaban manusia yang tidak dapat
dibendung oleh setiap negara diberbagai belahan dunia. Kaitannya dengan kajian
mengenai remaja, globalisasi merupakan salah satu factor timbulnya
kemerosotan nilai moral pada kalangan remaja dan pelajar, perilaku tersebut
dapat dilihat dari beberapa kejadian tindakan criminal yang dilakukan oleh
remaja. Adapun tempat kejadiannya bisa terjadi di kota‐kota besar, kota
kabupaten, dan bahkan di pelosok‐pelosok daerah termasuk di lingkungan
lembaga sekolah. Jika hal ini berlangsung terus dan tidak dapat dikendalikan
secara tepat maka akan berdampak negatif terhadap merosotnya lembaga
pendidikan sebagai tempat untuk membina dan mendidik generasi muda sebagai
penerus bangsa yang berakhlak mulia.
Merosot moralnya remaja khususnya pada anak‐anak yang sekolah di
lembaga pendidikan formal menunjukkan masih belum terbentuk keterpaduan
dalam pengelolaan sistem penanaman maupun pembinaan nilai‐nilai moral di
sekolah, pengelolaan sistem penanaman maupun pembinaan nilai‐nilai moral
3
yang dimaksud adanya keterkaitan antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan
ekstrakurikuler dalam suatu sistem pola penanaman nilai‐nilai moral pada siswa
di sekolah.
Problematika remaja khususnya mengenai penanaman nilai moral di
sekolah yang dipaparkan pada paragraph‐paragraph di atas merupakan dasar
peneliti dan mendorong peneliti melakukan penelitian mengenai penanaman
nilai‐nilai moral pada siswa di lingkungan SMA, agar penelitian terfokus dan
memudahkan peneliti maka lokasi yang yang ditetapkan untuk diadakan
penelitian yaitu SMA Negeri 1 Sukoharjo.
Fokus penelitian ini adalah “Bagaimana Penanaman Nilai‐Nilai Moral Pada
Siswa Di Sekolah Menengah Atas Negeri I Sukoharjo”. Dan tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan penanaman nilai‐
nilai moral pada siswa oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, 2) Untuk
mendeskripsikan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1
Sukoharjo melalui pembelajaran di kelas, 3) Untuk mendeskripsikan penanaman
nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo melaui kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah, 4) Untuk mendeskripsi‐kan penanaman nilai‐nilai
moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo yang dilakukan pihak sekolah pada
saat di luar kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah (pada saat sebelum masuk kelas, jam istirahat maupun
pada saat jam pulang sekolah).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun 2012.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah etnografi. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Model analisis interaksi, dimana komponen reduksi data
dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pegumpulan data.
Setelah data terkumpul, maka tiga komponen analisis (reduksi data,
sajian data, penarikan kesimpulan) berinteraksi. Jadi data yang diperoleh
4
dari lapangan berupa data kualitatif tersebut kemudian diolah dengan
model interaktif.
Teknik yang digunakan untuk melacak credibility (keabsahan
data) dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi (triangulation).
Triangulasi adalah “teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu”. (Moleong, 2002:178), Jadi teknik triangulasi
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan dengan
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
Hasil Dan Pembahasan
Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa oleh pihak
lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, selama ini dilakukan dengan cara
keterpaduan sistem pembelajaran, baik melalui kegiatan di dalam kelas
(intrakurikuler), di luar kelas (ekstrakurikuler) dan pembiasaan perilaku di
dalam lingkungan sekolah.
Pengelolaan sistem pembelajaran yang terpadu yang dilakukan oleh
pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo dapat dikatakan bentuk upaya
mencapai tujuan pendidikan nasional, yang berbunyi bahwa “pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”(UU No. 20 Tahun 2003).
Bukti pengelolaan sistem pembelajaran yang terpadu yang dilakukan
oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, yaitu: mensinergiskan antara
mata pelajaran dengan jenis‐jenis kegiatan ekstrakurikuler, contoh
kesinergisan /keterkaitan antara mata pelajaran dengan jenis kegiatan
ekstrakurikuler dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
5
Tabel 1. Keterkaitan Antara Mata Pelajaran
Dengan Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler
No
Mata Pelajaran
Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler
1.
Fisika
Olimpiade Fisika
2.
Ekonomi
Olimpiade Ekonomi Ketrampilan Akutansi
Matematika
Biologi
Geografi
Kimia
Semua Mata Pelajaran
TIK
Olimpiade Matematika
Olimpiade Biologi, TPHP
Olimpiade Astronomi
Olimpiade Kimia
KIR
TIK
Bahasa Jerman, Bahasa Arab, Bahasa
Jepang
Bola Voli, Tenis Meja, Karate, Tenis
Lapangan, Bulu Tangkis, Bola Basket,
Taekwondo, Pencak Silat
Teater, Public Speaking, Broadcast
Jurnalistik
Karawitan, Lukis, Kaligrafi, Tari, Paduan
Suara
Pramuka Dan PMR
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bahasa
10.
Olahraga/Penjaskes
11.
Bahasa
12.
Kesenian
13.
PKn Dan Tata Negara
Pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo juga menerapkan beberapa
program penanaman nilai di berbagai aktivitas siswa yang menandakan ada
keterpaduan penanaman nilai‐nilai moral di lingkungan sekolah. Strategi
tersebut antara lain; a) Strategi Penyisipan Nilai‐Nilai Moral dalam Kegiatan
Pembelajaran di Kelas. Pihak Lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo
mengharuskan guru bidang studi harus memiliki kemampuan untuk
menyisipkan nilai‐milai moral dalam proses belajar mengajar di kelas
diantaranya melakukan diskusi dengan siswa dalam hal problema moral,
kegiatan penanaman nilai‐nilai, hal tersebut sejalan dengan Chau‐kiu Cheung.
Tak‐yan Lee (2010). Contributions of moral education lectures and moral
discussion in Hong Kong secondary schools, menjelaskan bahwa Pendidikan
moral dalam bentuk tradisional dari pengajaran didaktik kelas pada sekolah
6
menengah sangat menonjol di Hong Kong sejak permulaan pendidikan moral
pada tahun 1980an. Akan tetapi, bentuk tradisional tersebut tidak
mendapatkan pujian dari riset di dunia Barat. Sehingga, diskusi tentang
problema moral menjadi cara yang lebih efektif guna pendidikan moral
daripada pembelajaran didaktik. Jadi dapat dikatakan bahwa diskusi dalam
hal masalah moral merupakan bentuk strategi penyisipan nilai‐nilai moral
melalui kegiatan pembelajaran lebih efektif daripada didaktik jika merujuk
pada hasil penelitian Chau‐kiu Cheung di atas. b) Strategi Penghitungan Point
Pelanggaran Tata Tertib. Strategi ini dimaksudkan agar pihak sekolah dapat
melakukan tolok ukur secara jelas pada saat mengambil keputusan terhadap
penerapan sangsi pelanggaran yang diberlakukan di lingkungan sekolah.
Diberlakukannya sangsi pelanggaran dengan penghitungan point ini, maka
pada umumnya siswa merasa takut jika nantinya jumlah pelanggaran yang
mereka lakukan selama di SMA Negeri 1 Sukoharjo mencapai 100 point, dan
berakibat dikeluarkannya dari sekolah.
Keberadaan buku saku yang bertujuan untuk mencatat point
pelanggaran tata tertib pada siswa menurut pengamatan penulis sangat
efektif menjadikan siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo berperilaku positif hal
tersebut sesuai dengan Dengan pendapat Sugeng Hariyadi (2003:94‐96)
yang menyatakan “secara umum upaya pengembangan nilai, moral, dan
sikap dapat dilakukan antara lain dengan Inkulkasi maksudnya pendidikan
nilai hendaknya tidak diberikan dalam bentuk indoktrinasi. Penanaman nilai‐
nilai inkulkasi merupakan salah satu strategi yang bisa dipilih, sebab
Inkulkasi memiliki ciri‐ciri, diantaranya sebagai berikut: 1) Memperlakukan
orang lain secara adil. 2) Membuat aturan, memberi penghargaan dan
memberikan konsekuensi disertai alasan‐alasan yang jelas.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi penghitungan skor
pelanggaran tata tertib yang ditulis kedalam buku saku siswa, sebuah
penanaman nilai moral dalam bentuk pemaksaan sebab secara tidak
7
langsung semua siswa akan selalu menaati tata tertib agar skor
kesalahannyamenimbulkan hukuman dari sekolah, selain itu anak merasa
berada pada sebuah kawasan keadilan dimana kawasan tersebut memiliki
tolak ukur pendisiplinan disesuaikan dengan perilaku masing‐masing siswa.
c) Strategi penanaman nilai moral melalui keteladanan guru dan diadakannya
pemilihan guru terfavorit/teladan. Diadakannya pemilihan guru dan
karyawan tervaforit pada setiap tahunnya bertujuan agar semua guru dan
karyawan dapat memberikan keteladanan bagi semua siswa SMA Negeri 1
Sukoharjo, strategi tersebut sejalan dengan pendapat Sugeng Hariyadi
(2003:94‐96) yang menyatakan “secara umum upaya pengembangan nilai,
moral, dan sikap dapat dilakukan antara lain dengan Modelling Upaya ini
memerlukan contoh nyata dari model (tokoh otorita). Remaja tidak hanya
butuh sekedar nasehat, mereka memerlukan model untuk ditiru (imitasi)
dan identifikasi sebagai dasar pembentukan nilai moral dan sikapnya”.
Pendapat Sugeng Hariyadi memberikan bukti bahwa penanaman nilai‐nilai
moral pada siswa dalam bentuk keteladan guru dan karyawan
menuntut para guru berperan sebagai model yang baik yang dapat ditiru
oleh para siswanya, dan juga para siswa harus mampu mengambil
keteladanan dari para guru.
Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa melalui
pembelajaran, terlihat ada 2 (dua) strategi yang ditempuh oleh guru mata
pelajaran yaitu: 1) Melakukan penyisipan nilai‐nilai moral di dalam
pembelajaran yang dilakukan baik pada saat tahap pendahuluan, tahap
kegiatan inti maupun tahap penutup, kemampuan guru dalam mengkaitkan
materi dengan penyisipan nilai menjadikan pembelajaran semakin bermakna
sekaligus menjadikan pembelajaran lebih manusiawi sehingga pelajaran di
kelas dapat menjadikan siswa berperilaku positif. Cara tersebut sejalan
dengan hasil penelitian Herpratiwi (1996), yang mengungkap Penanaman
nilai moral dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Pakem IV Sleman
8
Yogyakarta yang memberikan kesimpulan hasil penelitiannya bahwa “guru
yang diterima oleh anak selama proses belajar mengajar terutama
dikarenakan sikap dan perilaku guru yang simpatik dan penuh wibawa,
sedang yang tidak diterima karena dalam menyalin komunikasi dan
memperlakukan anak tidak manusiawi. Semua guru yang menyampaikan
pelajaran kepada anak kelas V di sekolah ini, berpandangan bahwa semua
anak didiknya selain harus berprestasi juga harus berperilaku baik”. Strategi
penanaman nilai‐nilai moral yang ditempuh oleh guru mata pelajaran cara
kedua yaitu : 2) Memasukkan nilai‐nilai moral ke dalam silabus dan RPP.
Memasukkan nilai‐nilai moral ke dalam silabus dan RPP adalah suatu hal yang
penting yang harus dilakukan seorang guru sebelum mengajar, sebab silabus
dan RPP merupakan pedoman seorang guru dalam mengajar tujuan
pokoknya pembelajaran akan lebih terarah, jika pembelajaran diarah menuju
pada pembenahan moral tentunya silabus dan RPP harus disesuaikan dengan
nilai moral yang diingikan, seperti halnya yang dilakukan Negara Malaysia
dewasa ini. Perihal tersebut sesuai dengan artikel yang dibuat oleh Vishalache
Balakrishnan (2010). The Development Of Moral Education In Malaysia.
Dijelaskan bahwa “ada beberapa perubahan silabus kususnya tentang
pendidikan moral di Malaysia bahwa kurikulum pendidikan moral bertujuan
mengembangkan individu bertanggungjawab dengan standar moral yang
tinggi yang bersumbangsih kepada kedamaian dan harmoni negara dan
masyarakat global (Menteri Pendidikan Malaysia, 2000).
Dapat
ditarik
sebuah
kesimpulan
bahwa
Malaysia
akan
mengembangkan individu bertanggungjawab dengan standar moral yang
tinggi yang bersumbangsih kepada kedamaian dan harmoni negara dan
masyarakat global maka dimulai dengan perubahan silabus, jadi silabus dan
perencanaan pembelajaran suatu hal yang tidak boleh dilupakan jika
berkeinginan kurikulum yang ditetapkan dapat terjalankan.
9
Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Sukoharjo,
pihak sekolah mewajibkan semua murid diharuskan mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler khususnya yang sudah terjadwal dan diprogramkan oleh pihak
sekolah seperti ; kepramukaan dan wajib memilih salah satu diantara
berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh pihak sekolah.
Bentuk kegiatan pembinaan mental spiritual yang terkait dengan kegiatan
ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh SMA Negeri 1 Sukoharjo antara
lain adalah: pengajian rutin atau setiap peringatan Hari Besar Islam di mana
hampir semua siswa mengikutinya, sholat berjama’ah dan kultum dimana
semua siswa mengikutinya kecuali yang sedang “berhalangan”, pondok
romadhon dimana untuk kelas I wajib mengikuti semuanya, kepramukaan,
PMR dan kegiatan bakti sosial lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler yang berupa pengajian rutin atau setiap
peringatan Hari Besar Islam, sholat berjama’ah , kultum dan pondok
romadhon dimana untuk kelas I wajib mengikuti semuanya merupakan
pembinaan keagamaan yang tidak dapat dipisahakan dengan penanaman
nilai‐nilai moral sebab Zakiah Darajat menjelaskan bahwa “Kehidupan moral
tidak dapat dipisahkan dari keyakinan berAgama. Karena nilai‐nilai yang
tegas pasti dan tetap tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu
adalah nilai yang bersumber pada Agama. Karena itu dalam pembinaan
generasi muda perlulah kehidupan moral dan Agama itu sejalan dan
mendapat perhatian yang serius”(Darajat, 1976:156).
Menanamkan nilai‐nilai moral melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
cenderung lebih santai/ informal merupakan salah satu jalur yang dapa
digunakan dalam menanamkan nilai moral pada anak, hal tersebut sesuai
dengan pendapat Sanapiah Faisal menyatakan bahwa “pembinaan tersebut
dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, informal, maupun non formal.
Dalam berbagai lingkungan pendidikan tersebut, pembinaan senantiasa
dapat dilaksanakan kepada seseorang akan tetapi tentunya menggunakan
10
cara‐cara yang berbeda untuk setiap lingkungan pendidikan baik formal,
informal maupun non formal” (Faisal,1981:48).
Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada aktivitas siswa di
sekolah. Sejak siswa memasuki gerbang sekolah, pihak sekolah telah
mencanangkan sebuah program yang diwujudkan dalam bentuk slogan berisi
ajakan “mari kita budayakan senyum, salam, sapa, sopan dan santun” kalimat
tersebut terpampang didepan ruang satpam tujuannya setiap warga SMA
Negeri 1 Sukoharjo agar berperilaku sesuai dengan slogan tersebut yang
dimulai sebelum masuk gerbang sekolah sampai dengan pulang sekolah.
Slogan tersebut jika diurai terdapat beberapa nilai‐nilai moral/karakter sesuai
dengan pendapat Hidayatullah, diantaranya “senyum, salam, sapa
mengandung maksud “ ramah” dapat diartikan Baik hati, elok, dan menarik
budi bahasanya, sopan atau baik sikap maupun tutur katanva, Manis tutur
kata dan sikapnya, Suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan.
Kemudian “sopan” dapat diartikan hormat dan takdzim; tertib menurut adat
yang baik, beradab (tentang perilaku, tutur kata, pakaian, dsb.); baik budi
bahasanya; tahu adat, baik perangai dan kelakuannya (tidak cabul atau lidak
lacur). Sedangkan “ santun” dapat diartikan Halus dan baik (budi bahasanya,
tingkah lakunya), sopan, sabar dan tenang; peituh rasa belas kasihan, suka
menolong (Hidayatullah, 2010:79‐89).
Dapat disimpulkan adanya slogan “mari kita budayakan senyum,
salam, sapa, sopan dan santun” yang terpampang di depan ruang satpam
memiliki maksud setiap orang yang masuk di lingkungan SMA Negeri 1
Sukoharjo supaya berbuat baik hati, elok, dan menarik budi bahasanya, sopan
atau baik sikap maupun tutur katanva, manis tutur kata dan sikapnya, suka
bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan, hormat dan takdzim; tertib
menurut adat yang baik, beradab (tentang perilaku, tutur kata, pakaian, dsb.);
baik budi bahasanya; tahu adat, baik perangai dan kelakuannya (tidak cabul
11
atau lidak lacur), halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya), sopan,
sabar dan tenang; peituh rasa belas kasihan, suka menolong.
Berkaitan dengan penanaman nilai‐nilai moral pada saat jam istirahat
dan jam pulang sekolah, jika dikelompokkan ada 4 strategi penanaman nilai‐
nilai moral yang dilakukan oleh pihak sekolah pada saat jam istirahat pertama
maupun istirahat terakhir, strategi yang dimaksud diantaranya: 1). adanya
kantin kejujuran di lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo, Praktek transaksi
jual‐beli yang ditunjukkan oleh kantin kejujuran merupakan sebuah sarana
penanaman nilai moral pada siswa, menurut Sugeng Hariyadi termasuk
upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap yaitu “Fasilitas nilai berupa
pemberian kesempatan kepada individu dalam hal : fasilitas kegiatan
berpikir, membuat keputusan secara mandiri, bertindak berlandaskan
sistem nilai universal yang diyakininya, serta pengembagan keterampilan
sosial dan keterampilan akademik pada para siswa agar dapat mengamalkan
nilai‐nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral
dalam masyarakat” (Sugeng Hariyadi, 2003:94‐96) Dapat disimpulkan
dengan adanya kantin kejujuran dapat melatih siswa untuk bertindak, berfikir
berladaskan nilai universal dan dapat mengamalkan nilai‐nilai yang dianut
sehingga berperilaku konstruktif, dewasa dan bermoral dalam masyarakat. 2).
Kontrol lingkungan sekolah yang di lakukan oleh guru piket dan kepala
sekolah, Pengawasan dan pengontrolan yang dilakukan oleh pihak sekolah
pada setiap aktivitas siswa di sekolah merupakan bentuk penanaman nilai‐
nilai moral, hal tersebut sesuai dengan penelitian M. Idrus (1998), yang
meneliti tentang otonomi moral keagamaan mahasiswa Fakultas Tarbiyah UII
Yogyakarta, menghasilkan temuan antara lain bahwa perilaku keagamaan
yang ditampilkan oleh para informan cenderung tidak mempunyai otonomi
moral yang baik, atau masih dalam tahapan heteronomy. Hal tersebut
ditunjukkan dengan adanya berbagai harapan atas pelaksanaan perintah yang
dilakukan, ataupun penghindaran larangan. Selanjutnya dalam upaya
12
membangkitkan otonomi moral keagamaan mahasiswa, dalam hal ini dosen
melakukannya dengan cara himbauan, nasihat ataupun bimbingan yang
diberikan pada waktu‐waktu tertentu dan tidak terjadwalkan dalam kegiatan
tatap muka di kelas”. Dapat disimpulkan bahwa menanamkan nilai‐nilai moral
pada siswa tidak harus pada suatu waktu, tempat yang telah direncanakan
tetapi dapat dilakukan pada setiap saat, sehingga dengan cara pengawasan,
pengontrolan pihak sekolah pada jam masuk sekolah, istirahat maupun jam
pulang merupakan bentuk cara penanaman nilai‐nilai moral pada siswa. 3).
Adanya kata‐kata mutiara dan poster ajakan untuk berbuat baik yang
menempel di dinding lingkungan sekolah, baik dalam maupun di luar kelas,
adanya kata‐kata mutiara bertujuan agar siswa berperilaku baik sesuai
dengan isi tulisan. Menandakan bahwa adanya kata‐kata mutiara sebagai
bentuk penanaman nilai‐nilai moral pada siswa hal tersebut sejalan dengan
pendapat Sugeng Hariyadi secara umum upaya pengembangan nilai, moral,
dan sikap dapat dilakukan antara lain “pengembangan keterampilan sosial
dan keterampilan akademik pada para siswa agar dapat mengamalkan nilai‐
nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam
masyarakat” (Sugeng Hariyadi, 2003:94‐96). Berdasarkan pendapat Sugeng
Hariyadi di atas dapat disimpulkan bahwa ditempelkannya kata‐kata mutiara
di sekitar dinding sekolah adalah sebagai pengembangan kedewasaan si anak
agar berperilaku konstruktif bermoral seperti tulisan yang ditempel tersebut,
walaupun demikian masih ada kekurangan penjalanan strategi itu yaitu tidak
semua guru maupun karyawan menjelaskan kepada anak didiknya mengenai
maksud dan tujuan keberadaan kata‐kata mutiara yang menempel di kelas
maupun dilingkungan sekolahnya. 4). Keberadaan tempat ibadah dan kontrol
ibadah dari guru agama islam. Satu cara yang menonjol yaitu adanya kantin
kejujuran yang berada di dalam lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo. Semakin
banyak siswa mengerjakan ibadah maka semakin enggan berbuat yang
negative hal tersebut sesuai dengan penelitian Sukiman (2001), yang berjudul
13
Pembinaan Moral Keagamaan Anggota Jamaah Zikir Istighotsah, yang
menghasilkan kesimpulan bahwa “model pembinaan moral keagamaan
anggota Jamaah Zikir Istighotsah adalah mirip dengan model pembinaan yang
dikembangkan dalam dunia tarekat pada umumnya, pola umum
pembinaannya, yaitu dengan mengembangkan praktek‐praktek ritual
keagamaan tertentu berupa shalat, puasa, zikir, dan doa‐doa, serta
pendalaman ajaran agama, secara umum kegiatan pembinaan moral
keagamaan anggota Jamaah Zikir Istighotsah telah membawa hasil atau
manfaat baik bagi anggota yang dulunya berkasus maupun normal, yaitu
antara lain perbaikan dan peningkatan dari segi sikap dan perilaku anggota,
khususnya bagi anggota yang berkasus, meskipun diakui bahwa masih ada
sebagian yang belum bisa berubah sikap dan perilakunya dan kembali dari
kebiasaan lamanya yang jauh dari kehidupan agama”. Dapat disimpulkan
bahwa keberadaan tempat ibadah beserta kegiatan control ibadah yang
dilakukan oleh pihak sekolah mendorong siswa agar mau/rajin mengerjakan
ibadah, sehingga kemungkinan jika siswa aktif ibadahnya maka perilaku, sikap
siswa tersebut akan berubah sesuai dengan ajaran agamanya.
Pembahasan dan hasil Penelitian ini menghasilkan teori sebagai
berikut : 1) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di sekolah akan
menjadikan anak berperilaku sesuai dengan norma‐norma yang berlaku di
Indonesia, sehingga anak senatiasa selalu berperilaku positif. 2) Penanaman
nilai‐nilai moral pada siswa disekolah yang terpadu akan memudahkan
tercapainya visi, misi dan tujuan sekolah secara efektif dan efesien. 3)
Pembiasaan, pemaksaan dan suri tauladan guru serta karyawan yang
diwujudkan dalam bentuk sholat dhuhur dan jumatan berjamaah, kata‐kata
mutiara disekitar lingkungan sekolah, system point pelanggaran terhadap
tata tertib sekolah, pemilihan guru teladan pada setiap hari pendidikan.
Kesemuanya merupakan bentuk‐bentuk strategi penanaman nilai‐nilai moral
disekolah. 4) Pembagian tugas pengisi kegiatan ekstrakurikuler serta
14
penyusunan konsep materi kegiatan ekstrakurikuler yang disesuaikan dengan
materi‐materi pelajaran di kelas pada setiap awal pelajaran merupakan
sebuah usaha terciptanya ketercapaian keterkaitan antara pembelajaran di
kelas dengan kegiatan ekstrakurikuler. 5) Penyisipkan nilai‐nilai moral yang
dilakukan guru pada saat tahap pendahuluan pembelajaran, kegiatan inti
maupun sebelum mengakhiri pembelajaran adalah sebuah rangkaian yang
harus dilakukan guru dalam menanamkan nilai‐nilai moral pada siswa melalui
pembelajaran di kelas. 6) Rekrutmen peserta ekstrakurikuler harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan siswa bersangkutan sehingga
bakat dan minat anak akan berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan
ekstrakurikuler itu sendiri. 7) Dimulai dari sebelum memasuki gerbang
sekolah, lembaga pendidikan harus melakukan penanaman nilai‐nilai moral
disetiap aktivitas siswa sampai dengan siswa tersebut menyelesaikan
rangkaian belajar pada hari tersebut.
Simpulan
Kesimpulan dari penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: (1) Penamanan
nilai moral pada siswa yang dilaksanakan di SMA Negeri I Sukoharjo berpola
keterpaduan antara kegiatan pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler
dengan penanaman nilai moral disetiap aktivitas siswa disaat akan memasuki
gerbang sekolah, jam istirahat dan jam pulang sekolah.
(2) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo
melalui pembelajaran di kelas dimulai dengan penyusunan RPP yang telah berisi
nilai‐nilai moral sebelum mengajar, selain itu dilakukan penyisipan nilai‐nilai
moral oleh guru pada saat tahap pendahuluan pembelajaran, kegiatan inti
maupun sebelum mengakhiri pembelajaran.
(3) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo
melalui ekstrakurikuler di sekolah dilakukan dengan cara setiap kegiatan
ekstrakurikuler yang dipilih oleh siswa sendiri, setiap kegiatan ekstrakurikuler
15
mengunakan metode yang cocok dengan perkembangan siswa serta mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
(4) penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo
yang dilakukan pihak sekolah pada saat sebelum masuk kelas, jam istirahat
maupun jam pulang sekolah, pihak sekolah telah mencanangkan sebuah program
yang diwujudkan dalam bentuk slogan berisi ajakan “mari kita budayakan
senyum, salam, sapa, sopan dan santun” dengan tujuan agar semua warga
sekolah sejak masuk sampai pulang sekolah berperilaku sesuai dengan slogan
tersebut, selain itu ada 4 strategi penanaman nilai‐nilai moral yang dilakukan
oleh pihak sekolah pada saat jam istirahat pertama maupun istirahat terakhir,
diantaranya: a) Adanya kantin kejujuran di lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo,
b) Kontrol lingkungan sekolah yang di lakukan oleh guru piket dan kepala
sekolah, c) Adanya kata‐kata mutiara dan poster ajakan untuk berbuat baik yang
menempel di dinding lingkungan sekolah, dan Keberadaan tempat ibadah dan
kontrol ibadah dari guru agama Islam.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka terdapat saran kepada(1)Pihak
kepala sekolah agar membuat flow chart antara kegiatan intrakurikuler
(pembelajaran di kelas) dengan kegiatan ekstrakurikuler serta penanaman nilai
moral disetiap aktivitas siswa disaat akan memasuki gerbang sekolah, pada saat
jam istirahat dan jam pulang sekolah, bertujuan agar memudahkan warga
sekolah mengetahui manasajakah kegiatan yang sinergis dan kegiatan yang
berdiri sendiri.(2)Pihak kepala sekolah mengintruksikan kepada wakil kepala
sekolah untuk menghimpun dan mencatat setiap kegiatan sekolah yang
mengarah terhadap penanaman nilai‐nilai moral pada peserta didik, tujuan
akhirnya pihak lembaga mengetahui kegiatan yang efektif menjadikan siswa
berperilaku positif. (3) Pihak wakil kepala sekolah bagian kurikulum agar
secepatnya membuat contoh silabus dan RPP yang yang didalamnya terdapat
muatan nilai‐nilai moral, sekaligus diadakan workshop antar guru mata pelajaran,
maupun sesame guru mata pelajaran sehingga seluruh guru SMA Negeri 1
16
Sukoharjo memiliki silabus dan RPP yang seragam formatnya serta telah
memasukan nilai‐nilai moral didalamnya. (4) Pihak wakil kepala sekolah bagian
kurikulum agar mendorong, memfasilitasi agar semua guru aktif meningkatkan
kompetensinya sehingga guru SMA Negeri 1 Sukoharjo memiliki kemampuan a)
menyisipkan nilai‐nilai moral dalam pembelajaran, b) mengkaitan antara materi
pelajaran dengan nilai‐nilai moral c) memasukkan nilai‐nilai moral kedalam
silabus dan RPP d) memberikan tauladan/ berhati‐hati dalam bertindak baik di
kelas maupun diluar kelas dan e) inovatif dalam pembelajaran sehingga siswa
merindukan suasana pembelajarannya. (6) Pihak wakil kepala sekolah bagian
kesiswaan dibantu coordinator ekstrakurikuler agar membuat buku pegangan
kegiatan ekstrakurikuler supaya memudahkan calon peserta maupun peserta
kegiatan ekstrakurikuler faham akan kegiatan yang dilakukannya. (7) Pihak
kepala sekolah agar mengadakan sarasehan antara guru dan karyawan
membahas mengenai pentingnya pengawasan serta suri tauladan bagi seluruh
siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo (8) Pihak kepala sekolah agar menghimbau semua
guru untuk menjelaskan dan mencontohkan perwujudan perilaku sesuai dengan
kata‐kata mutiara yang tertempel didinding sekolah.(9) Pihak kepala sekolah
bersama komite sekolah agar merencanakan untuk menambah satpam sekolah
dan memasang beberapa CCTV di lingkungan sekolah sebagai upaya
meningkatkan kemanan dan ketertiban di lingkungan sekolah. (10) Bagi peneliti
selanjutnya,
dalam
menentukan
waktu
penelitian
sebaiknya
direncanakan/dilakukan pada awal semester pertama sebab pada waktu
tersebut, kepala sekolah dan nara sumber lainnya tidak terlalu sibuk mengurusi
kegiatan akademik.
17
Daftar Pustaka
Bakry. MS Noor. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Balakrishnan, V. 2010. “The Development Of Moral Education In Malaysia”. Asia
Pacific Journal of Educators and Education. Vol. 25, 89–101. diakses
melalui , http://proquest.umi.com/pqdweb tanggal 20 Februari 2012.
Chau‐kiu Cheung. Tak‐yan Lee. 2010. “Contributions Of Moral Education Lectures
And Moral Discussion In Hong Kong Secondary Schools”. © Springer
Science+Business Media B.V. diakses melalui http://proquest.umi.com/
pqdweb tanggal 20 Februari 2012.
Darajat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.
Faisal, Sanapiah. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya : CV.Usaha
Nasional.
Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang: UNNES Press.
Herpratiwi, 1996. Penanaman nilai moral PBM di sekolah dasar Pakem IV
Sleman. Tesis S‐2, Yogyakarta: PPS IKIP Yogyakarta.
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban
Bangsa. Surakarta: Yuma Pressindo.
Idrus, M. 1998. Otonomi Moral Keagamaan Mahasiswa Fakultas Tarbiyah UII
Yogyakarta. Tesis S‐2, Yogyakarta. PPS‐UNY.
Moleong, Lexy. 2002. Metodelogi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya.
Sukiman, 2001. Pembinaan Moral Keagamaan Anggotajamaah Zikir Istighotsah,
Tesis S‐2, PPS‐UNY.
Undang‐undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. (2003). Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bandung, Penerbit: Citra Umbara.
STUDI KASUS DI SMA NEGERI I SUKOHARJO
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH
Diajukan Kepada
Program Studi Magister Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Magister dalam Ilmu Manajemen Pendidikan
Oleh :
DANANG TUNJUNG LAKSONO
Q. 100.100.154
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
2
1
PENANAMAN NILAI‐NILAI MORAL PADA SISWA
STUDI KASUS DI SMA NEGERI I SUKOHARJO
Oleh:
Danang Tunjung Laksono
Jansen.pon@gmail.com
ABSTRACT
Danang Tunjung Laksono. Q.100.100.154: Insert The Moral Values of Students in Senior
High State School Sukoharjo 1 A Study Case. Thesis Master of Management Education
Studies University.
This study is aimed to: (1) Describe the cultivation of moral values in students run
by the institution Sukoharjo SMA 1 (2) Describe the cultivation of moral values in
students Senior High State School Sukoharjo 1 through learning in the classroom. (3)
Describe the cultivation of moral values in Senior High State School Sukoharjo 1
Sukoharjo through extracurricular activities at school. (4) Describe the cultivation of
moral values in students of Senior High State School Sukoharjo conducted at the school
before entering the classroom, at break time or after school hours. This qualitative
descriptive study is using an ethnographic approach. The research was done in Senior
High State School Sukoharjo 2012. The Data was collected through observation,
interviews, recordings and documentation studies.
The results showed that (1) Insert moral values in students study in Senior High
State School Sukoharjo 1has a patterned integration of classroom activities,
extracurricular activities with the cultivation of moral values in each activity when
students will enter the gates of the school, at break time and after school hours. ( 2)
insert of moral values in students at Senior High State School Sukoharjo 1 through
learning in class began with the preparation of lesson plans that already contain moral
values prior to teaching, other than that carried the insertion of moral values by the
teacher during the preliminary stages of learning, the core activities before the end of
learning. (3) Cultivation of moral values in students at Senior High State School
Sukoharjo 1 through extracurricular activities in schools is done by way of any
extracurricular activities chosen by the students themselves, any extracurricular activities
using methods that match the students' progress and to be able to develop their
potential. (4) cultivation of moral values in students at Senior High State School
Sukoharjo 1 conducted at the school before entering the classroom, at recess or after
school hours, the school has launched a program embodied in the slogan contains an
invitation "Let’s, greet, polite and be courteous "to the end that all citizens get to school
from home school to behave in accordance with the slogan, in addition there are four
investment strategy moral values made by the school at the time of the first recess or
break last, include: a) There is honesty in the high school cafeteria School 1 Sukoharjo, b)
Control of the school environment will be undertaken by scheduled teachers and
principals c) The words of wisdom and an invitation to do good poster stuck to the walls
of the school environment, and The existence of places of worship and religious control
of the Islamic religion teacher.
Key words: Investment values, moral values, intra‐curricular, extra‐curricular
and student activities.
1
2
Pendahuluan
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini, tahun 2012 secara cepat globalisasi
telah mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia, keberadaan
globalisasi ini menimbulkan banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang,
sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau
menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil dan
sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan
masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.
Globalisasi merupakan sebuah proses global yang dapat dilihat dari
tanda‐tanda kemunculannya, Diterangkan oleh Bakry bahwa “globalisasi ditandai
dengan semakin menyatunya negara‐negara di dunia sehingga batas‐batas
negara dalam arti ekonomi, keuangan, investasi, sumber daya, dan informasi
semakin kabur tanpa batas” (Bakry, 2011: 18).
Pernyataan Bakry tersebut dapat disimpulkan bahwa globalisasi
merupakan fenomena perubahan peradaban manusia yang tidak dapat
dibendung oleh setiap negara diberbagai belahan dunia. Kaitannya dengan kajian
mengenai remaja, globalisasi merupakan salah satu factor timbulnya
kemerosotan nilai moral pada kalangan remaja dan pelajar, perilaku tersebut
dapat dilihat dari beberapa kejadian tindakan criminal yang dilakukan oleh
remaja. Adapun tempat kejadiannya bisa terjadi di kota‐kota besar, kota
kabupaten, dan bahkan di pelosok‐pelosok daerah termasuk di lingkungan
lembaga sekolah. Jika hal ini berlangsung terus dan tidak dapat dikendalikan
secara tepat maka akan berdampak negatif terhadap merosotnya lembaga
pendidikan sebagai tempat untuk membina dan mendidik generasi muda sebagai
penerus bangsa yang berakhlak mulia.
Merosot moralnya remaja khususnya pada anak‐anak yang sekolah di
lembaga pendidikan formal menunjukkan masih belum terbentuk keterpaduan
dalam pengelolaan sistem penanaman maupun pembinaan nilai‐nilai moral di
sekolah, pengelolaan sistem penanaman maupun pembinaan nilai‐nilai moral
3
yang dimaksud adanya keterkaitan antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan
ekstrakurikuler dalam suatu sistem pola penanaman nilai‐nilai moral pada siswa
di sekolah.
Problematika remaja khususnya mengenai penanaman nilai moral di
sekolah yang dipaparkan pada paragraph‐paragraph di atas merupakan dasar
peneliti dan mendorong peneliti melakukan penelitian mengenai penanaman
nilai‐nilai moral pada siswa di lingkungan SMA, agar penelitian terfokus dan
memudahkan peneliti maka lokasi yang yang ditetapkan untuk diadakan
penelitian yaitu SMA Negeri 1 Sukoharjo.
Fokus penelitian ini adalah “Bagaimana Penanaman Nilai‐Nilai Moral Pada
Siswa Di Sekolah Menengah Atas Negeri I Sukoharjo”. Dan tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan penanaman nilai‐
nilai moral pada siswa oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, 2) Untuk
mendeskripsikan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1
Sukoharjo melalui pembelajaran di kelas, 3) Untuk mendeskripsikan penanaman
nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo melaui kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah, 4) Untuk mendeskripsi‐kan penanaman nilai‐nilai
moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo yang dilakukan pihak sekolah pada
saat di luar kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah (pada saat sebelum masuk kelas, jam istirahat maupun
pada saat jam pulang sekolah).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun 2012.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah etnografi. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Model analisis interaksi, dimana komponen reduksi data
dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pegumpulan data.
Setelah data terkumpul, maka tiga komponen analisis (reduksi data,
sajian data, penarikan kesimpulan) berinteraksi. Jadi data yang diperoleh
4
dari lapangan berupa data kualitatif tersebut kemudian diolah dengan
model interaktif.
Teknik yang digunakan untuk melacak credibility (keabsahan
data) dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi (triangulation).
Triangulasi adalah “teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu”. (Moleong, 2002:178), Jadi teknik triangulasi
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan dengan
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
Hasil Dan Pembahasan
Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa oleh pihak
lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, selama ini dilakukan dengan cara
keterpaduan sistem pembelajaran, baik melalui kegiatan di dalam kelas
(intrakurikuler), di luar kelas (ekstrakurikuler) dan pembiasaan perilaku di
dalam lingkungan sekolah.
Pengelolaan sistem pembelajaran yang terpadu yang dilakukan oleh
pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo dapat dikatakan bentuk upaya
mencapai tujuan pendidikan nasional, yang berbunyi bahwa “pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”(UU No. 20 Tahun 2003).
Bukti pengelolaan sistem pembelajaran yang terpadu yang dilakukan
oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, yaitu: mensinergiskan antara
mata pelajaran dengan jenis‐jenis kegiatan ekstrakurikuler, contoh
kesinergisan /keterkaitan antara mata pelajaran dengan jenis kegiatan
ekstrakurikuler dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
5
Tabel 1. Keterkaitan Antara Mata Pelajaran
Dengan Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler
No
Mata Pelajaran
Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler
1.
Fisika
Olimpiade Fisika
2.
Ekonomi
Olimpiade Ekonomi Ketrampilan Akutansi
Matematika
Biologi
Geografi
Kimia
Semua Mata Pelajaran
TIK
Olimpiade Matematika
Olimpiade Biologi, TPHP
Olimpiade Astronomi
Olimpiade Kimia
KIR
TIK
Bahasa Jerman, Bahasa Arab, Bahasa
Jepang
Bola Voli, Tenis Meja, Karate, Tenis
Lapangan, Bulu Tangkis, Bola Basket,
Taekwondo, Pencak Silat
Teater, Public Speaking, Broadcast
Jurnalistik
Karawitan, Lukis, Kaligrafi, Tari, Paduan
Suara
Pramuka Dan PMR
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bahasa
10.
Olahraga/Penjaskes
11.
Bahasa
12.
Kesenian
13.
PKn Dan Tata Negara
Pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo juga menerapkan beberapa
program penanaman nilai di berbagai aktivitas siswa yang menandakan ada
keterpaduan penanaman nilai‐nilai moral di lingkungan sekolah. Strategi
tersebut antara lain; a) Strategi Penyisipan Nilai‐Nilai Moral dalam Kegiatan
Pembelajaran di Kelas. Pihak Lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo
mengharuskan guru bidang studi harus memiliki kemampuan untuk
menyisipkan nilai‐milai moral dalam proses belajar mengajar di kelas
diantaranya melakukan diskusi dengan siswa dalam hal problema moral,
kegiatan penanaman nilai‐nilai, hal tersebut sejalan dengan Chau‐kiu Cheung.
Tak‐yan Lee (2010). Contributions of moral education lectures and moral
discussion in Hong Kong secondary schools, menjelaskan bahwa Pendidikan
moral dalam bentuk tradisional dari pengajaran didaktik kelas pada sekolah
6
menengah sangat menonjol di Hong Kong sejak permulaan pendidikan moral
pada tahun 1980an. Akan tetapi, bentuk tradisional tersebut tidak
mendapatkan pujian dari riset di dunia Barat. Sehingga, diskusi tentang
problema moral menjadi cara yang lebih efektif guna pendidikan moral
daripada pembelajaran didaktik. Jadi dapat dikatakan bahwa diskusi dalam
hal masalah moral merupakan bentuk strategi penyisipan nilai‐nilai moral
melalui kegiatan pembelajaran lebih efektif daripada didaktik jika merujuk
pada hasil penelitian Chau‐kiu Cheung di atas. b) Strategi Penghitungan Point
Pelanggaran Tata Tertib. Strategi ini dimaksudkan agar pihak sekolah dapat
melakukan tolok ukur secara jelas pada saat mengambil keputusan terhadap
penerapan sangsi pelanggaran yang diberlakukan di lingkungan sekolah.
Diberlakukannya sangsi pelanggaran dengan penghitungan point ini, maka
pada umumnya siswa merasa takut jika nantinya jumlah pelanggaran yang
mereka lakukan selama di SMA Negeri 1 Sukoharjo mencapai 100 point, dan
berakibat dikeluarkannya dari sekolah.
Keberadaan buku saku yang bertujuan untuk mencatat point
pelanggaran tata tertib pada siswa menurut pengamatan penulis sangat
efektif menjadikan siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo berperilaku positif hal
tersebut sesuai dengan Dengan pendapat Sugeng Hariyadi (2003:94‐96)
yang menyatakan “secara umum upaya pengembangan nilai, moral, dan
sikap dapat dilakukan antara lain dengan Inkulkasi maksudnya pendidikan
nilai hendaknya tidak diberikan dalam bentuk indoktrinasi. Penanaman nilai‐
nilai inkulkasi merupakan salah satu strategi yang bisa dipilih, sebab
Inkulkasi memiliki ciri‐ciri, diantaranya sebagai berikut: 1) Memperlakukan
orang lain secara adil. 2) Membuat aturan, memberi penghargaan dan
memberikan konsekuensi disertai alasan‐alasan yang jelas.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi penghitungan skor
pelanggaran tata tertib yang ditulis kedalam buku saku siswa, sebuah
penanaman nilai moral dalam bentuk pemaksaan sebab secara tidak
7
langsung semua siswa akan selalu menaati tata tertib agar skor
kesalahannyamenimbulkan hukuman dari sekolah, selain itu anak merasa
berada pada sebuah kawasan keadilan dimana kawasan tersebut memiliki
tolak ukur pendisiplinan disesuaikan dengan perilaku masing‐masing siswa.
c) Strategi penanaman nilai moral melalui keteladanan guru dan diadakannya
pemilihan guru terfavorit/teladan. Diadakannya pemilihan guru dan
karyawan tervaforit pada setiap tahunnya bertujuan agar semua guru dan
karyawan dapat memberikan keteladanan bagi semua siswa SMA Negeri 1
Sukoharjo, strategi tersebut sejalan dengan pendapat Sugeng Hariyadi
(2003:94‐96) yang menyatakan “secara umum upaya pengembangan nilai,
moral, dan sikap dapat dilakukan antara lain dengan Modelling Upaya ini
memerlukan contoh nyata dari model (tokoh otorita). Remaja tidak hanya
butuh sekedar nasehat, mereka memerlukan model untuk ditiru (imitasi)
dan identifikasi sebagai dasar pembentukan nilai moral dan sikapnya”.
Pendapat Sugeng Hariyadi memberikan bukti bahwa penanaman nilai‐nilai
moral pada siswa dalam bentuk keteladan guru dan karyawan
menuntut para guru berperan sebagai model yang baik yang dapat ditiru
oleh para siswanya, dan juga para siswa harus mampu mengambil
keteladanan dari para guru.
Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa melalui
pembelajaran, terlihat ada 2 (dua) strategi yang ditempuh oleh guru mata
pelajaran yaitu: 1) Melakukan penyisipan nilai‐nilai moral di dalam
pembelajaran yang dilakukan baik pada saat tahap pendahuluan, tahap
kegiatan inti maupun tahap penutup, kemampuan guru dalam mengkaitkan
materi dengan penyisipan nilai menjadikan pembelajaran semakin bermakna
sekaligus menjadikan pembelajaran lebih manusiawi sehingga pelajaran di
kelas dapat menjadikan siswa berperilaku positif. Cara tersebut sejalan
dengan hasil penelitian Herpratiwi (1996), yang mengungkap Penanaman
nilai moral dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Pakem IV Sleman
8
Yogyakarta yang memberikan kesimpulan hasil penelitiannya bahwa “guru
yang diterima oleh anak selama proses belajar mengajar terutama
dikarenakan sikap dan perilaku guru yang simpatik dan penuh wibawa,
sedang yang tidak diterima karena dalam menyalin komunikasi dan
memperlakukan anak tidak manusiawi. Semua guru yang menyampaikan
pelajaran kepada anak kelas V di sekolah ini, berpandangan bahwa semua
anak didiknya selain harus berprestasi juga harus berperilaku baik”. Strategi
penanaman nilai‐nilai moral yang ditempuh oleh guru mata pelajaran cara
kedua yaitu : 2) Memasukkan nilai‐nilai moral ke dalam silabus dan RPP.
Memasukkan nilai‐nilai moral ke dalam silabus dan RPP adalah suatu hal yang
penting yang harus dilakukan seorang guru sebelum mengajar, sebab silabus
dan RPP merupakan pedoman seorang guru dalam mengajar tujuan
pokoknya pembelajaran akan lebih terarah, jika pembelajaran diarah menuju
pada pembenahan moral tentunya silabus dan RPP harus disesuaikan dengan
nilai moral yang diingikan, seperti halnya yang dilakukan Negara Malaysia
dewasa ini. Perihal tersebut sesuai dengan artikel yang dibuat oleh Vishalache
Balakrishnan (2010). The Development Of Moral Education In Malaysia.
Dijelaskan bahwa “ada beberapa perubahan silabus kususnya tentang
pendidikan moral di Malaysia bahwa kurikulum pendidikan moral bertujuan
mengembangkan individu bertanggungjawab dengan standar moral yang
tinggi yang bersumbangsih kepada kedamaian dan harmoni negara dan
masyarakat global (Menteri Pendidikan Malaysia, 2000).
Dapat
ditarik
sebuah
kesimpulan
bahwa
Malaysia
akan
mengembangkan individu bertanggungjawab dengan standar moral yang
tinggi yang bersumbangsih kepada kedamaian dan harmoni negara dan
masyarakat global maka dimulai dengan perubahan silabus, jadi silabus dan
perencanaan pembelajaran suatu hal yang tidak boleh dilupakan jika
berkeinginan kurikulum yang ditetapkan dapat terjalankan.
9
Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Sukoharjo,
pihak sekolah mewajibkan semua murid diharuskan mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler khususnya yang sudah terjadwal dan diprogramkan oleh pihak
sekolah seperti ; kepramukaan dan wajib memilih salah satu diantara
berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh pihak sekolah.
Bentuk kegiatan pembinaan mental spiritual yang terkait dengan kegiatan
ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh SMA Negeri 1 Sukoharjo antara
lain adalah: pengajian rutin atau setiap peringatan Hari Besar Islam di mana
hampir semua siswa mengikutinya, sholat berjama’ah dan kultum dimana
semua siswa mengikutinya kecuali yang sedang “berhalangan”, pondok
romadhon dimana untuk kelas I wajib mengikuti semuanya, kepramukaan,
PMR dan kegiatan bakti sosial lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler yang berupa pengajian rutin atau setiap
peringatan Hari Besar Islam, sholat berjama’ah , kultum dan pondok
romadhon dimana untuk kelas I wajib mengikuti semuanya merupakan
pembinaan keagamaan yang tidak dapat dipisahakan dengan penanaman
nilai‐nilai moral sebab Zakiah Darajat menjelaskan bahwa “Kehidupan moral
tidak dapat dipisahkan dari keyakinan berAgama. Karena nilai‐nilai yang
tegas pasti dan tetap tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu
adalah nilai yang bersumber pada Agama. Karena itu dalam pembinaan
generasi muda perlulah kehidupan moral dan Agama itu sejalan dan
mendapat perhatian yang serius”(Darajat, 1976:156).
Menanamkan nilai‐nilai moral melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
cenderung lebih santai/ informal merupakan salah satu jalur yang dapa
digunakan dalam menanamkan nilai moral pada anak, hal tersebut sesuai
dengan pendapat Sanapiah Faisal menyatakan bahwa “pembinaan tersebut
dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, informal, maupun non formal.
Dalam berbagai lingkungan pendidikan tersebut, pembinaan senantiasa
dapat dilaksanakan kepada seseorang akan tetapi tentunya menggunakan
10
cara‐cara yang berbeda untuk setiap lingkungan pendidikan baik formal,
informal maupun non formal” (Faisal,1981:48).
Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada aktivitas siswa di
sekolah. Sejak siswa memasuki gerbang sekolah, pihak sekolah telah
mencanangkan sebuah program yang diwujudkan dalam bentuk slogan berisi
ajakan “mari kita budayakan senyum, salam, sapa, sopan dan santun” kalimat
tersebut terpampang didepan ruang satpam tujuannya setiap warga SMA
Negeri 1 Sukoharjo agar berperilaku sesuai dengan slogan tersebut yang
dimulai sebelum masuk gerbang sekolah sampai dengan pulang sekolah.
Slogan tersebut jika diurai terdapat beberapa nilai‐nilai moral/karakter sesuai
dengan pendapat Hidayatullah, diantaranya “senyum, salam, sapa
mengandung maksud “ ramah” dapat diartikan Baik hati, elok, dan menarik
budi bahasanya, sopan atau baik sikap maupun tutur katanva, Manis tutur
kata dan sikapnya, Suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan.
Kemudian “sopan” dapat diartikan hormat dan takdzim; tertib menurut adat
yang baik, beradab (tentang perilaku, tutur kata, pakaian, dsb.); baik budi
bahasanya; tahu adat, baik perangai dan kelakuannya (tidak cabul atau lidak
lacur). Sedangkan “ santun” dapat diartikan Halus dan baik (budi bahasanya,
tingkah lakunya), sopan, sabar dan tenang; peituh rasa belas kasihan, suka
menolong (Hidayatullah, 2010:79‐89).
Dapat disimpulkan adanya slogan “mari kita budayakan senyum,
salam, sapa, sopan dan santun” yang terpampang di depan ruang satpam
memiliki maksud setiap orang yang masuk di lingkungan SMA Negeri 1
Sukoharjo supaya berbuat baik hati, elok, dan menarik budi bahasanya, sopan
atau baik sikap maupun tutur katanva, manis tutur kata dan sikapnya, suka
bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan, hormat dan takdzim; tertib
menurut adat yang baik, beradab (tentang perilaku, tutur kata, pakaian, dsb.);
baik budi bahasanya; tahu adat, baik perangai dan kelakuannya (tidak cabul
11
atau lidak lacur), halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya), sopan,
sabar dan tenang; peituh rasa belas kasihan, suka menolong.
Berkaitan dengan penanaman nilai‐nilai moral pada saat jam istirahat
dan jam pulang sekolah, jika dikelompokkan ada 4 strategi penanaman nilai‐
nilai moral yang dilakukan oleh pihak sekolah pada saat jam istirahat pertama
maupun istirahat terakhir, strategi yang dimaksud diantaranya: 1). adanya
kantin kejujuran di lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo, Praktek transaksi
jual‐beli yang ditunjukkan oleh kantin kejujuran merupakan sebuah sarana
penanaman nilai moral pada siswa, menurut Sugeng Hariyadi termasuk
upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap yaitu “Fasilitas nilai berupa
pemberian kesempatan kepada individu dalam hal : fasilitas kegiatan
berpikir, membuat keputusan secara mandiri, bertindak berlandaskan
sistem nilai universal yang diyakininya, serta pengembagan keterampilan
sosial dan keterampilan akademik pada para siswa agar dapat mengamalkan
nilai‐nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral
dalam masyarakat” (Sugeng Hariyadi, 2003:94‐96) Dapat disimpulkan
dengan adanya kantin kejujuran dapat melatih siswa untuk bertindak, berfikir
berladaskan nilai universal dan dapat mengamalkan nilai‐nilai yang dianut
sehingga berperilaku konstruktif, dewasa dan bermoral dalam masyarakat. 2).
Kontrol lingkungan sekolah yang di lakukan oleh guru piket dan kepala
sekolah, Pengawasan dan pengontrolan yang dilakukan oleh pihak sekolah
pada setiap aktivitas siswa di sekolah merupakan bentuk penanaman nilai‐
nilai moral, hal tersebut sesuai dengan penelitian M. Idrus (1998), yang
meneliti tentang otonomi moral keagamaan mahasiswa Fakultas Tarbiyah UII
Yogyakarta, menghasilkan temuan antara lain bahwa perilaku keagamaan
yang ditampilkan oleh para informan cenderung tidak mempunyai otonomi
moral yang baik, atau masih dalam tahapan heteronomy. Hal tersebut
ditunjukkan dengan adanya berbagai harapan atas pelaksanaan perintah yang
dilakukan, ataupun penghindaran larangan. Selanjutnya dalam upaya
12
membangkitkan otonomi moral keagamaan mahasiswa, dalam hal ini dosen
melakukannya dengan cara himbauan, nasihat ataupun bimbingan yang
diberikan pada waktu‐waktu tertentu dan tidak terjadwalkan dalam kegiatan
tatap muka di kelas”. Dapat disimpulkan bahwa menanamkan nilai‐nilai moral
pada siswa tidak harus pada suatu waktu, tempat yang telah direncanakan
tetapi dapat dilakukan pada setiap saat, sehingga dengan cara pengawasan,
pengontrolan pihak sekolah pada jam masuk sekolah, istirahat maupun jam
pulang merupakan bentuk cara penanaman nilai‐nilai moral pada siswa. 3).
Adanya kata‐kata mutiara dan poster ajakan untuk berbuat baik yang
menempel di dinding lingkungan sekolah, baik dalam maupun di luar kelas,
adanya kata‐kata mutiara bertujuan agar siswa berperilaku baik sesuai
dengan isi tulisan. Menandakan bahwa adanya kata‐kata mutiara sebagai
bentuk penanaman nilai‐nilai moral pada siswa hal tersebut sejalan dengan
pendapat Sugeng Hariyadi secara umum upaya pengembangan nilai, moral,
dan sikap dapat dilakukan antara lain “pengembangan keterampilan sosial
dan keterampilan akademik pada para siswa agar dapat mengamalkan nilai‐
nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam
masyarakat” (Sugeng Hariyadi, 2003:94‐96). Berdasarkan pendapat Sugeng
Hariyadi di atas dapat disimpulkan bahwa ditempelkannya kata‐kata mutiara
di sekitar dinding sekolah adalah sebagai pengembangan kedewasaan si anak
agar berperilaku konstruktif bermoral seperti tulisan yang ditempel tersebut,
walaupun demikian masih ada kekurangan penjalanan strategi itu yaitu tidak
semua guru maupun karyawan menjelaskan kepada anak didiknya mengenai
maksud dan tujuan keberadaan kata‐kata mutiara yang menempel di kelas
maupun dilingkungan sekolahnya. 4). Keberadaan tempat ibadah dan kontrol
ibadah dari guru agama islam. Satu cara yang menonjol yaitu adanya kantin
kejujuran yang berada di dalam lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo. Semakin
banyak siswa mengerjakan ibadah maka semakin enggan berbuat yang
negative hal tersebut sesuai dengan penelitian Sukiman (2001), yang berjudul
13
Pembinaan Moral Keagamaan Anggota Jamaah Zikir Istighotsah, yang
menghasilkan kesimpulan bahwa “model pembinaan moral keagamaan
anggota Jamaah Zikir Istighotsah adalah mirip dengan model pembinaan yang
dikembangkan dalam dunia tarekat pada umumnya, pola umum
pembinaannya, yaitu dengan mengembangkan praktek‐praktek ritual
keagamaan tertentu berupa shalat, puasa, zikir, dan doa‐doa, serta
pendalaman ajaran agama, secara umum kegiatan pembinaan moral
keagamaan anggota Jamaah Zikir Istighotsah telah membawa hasil atau
manfaat baik bagi anggota yang dulunya berkasus maupun normal, yaitu
antara lain perbaikan dan peningkatan dari segi sikap dan perilaku anggota,
khususnya bagi anggota yang berkasus, meskipun diakui bahwa masih ada
sebagian yang belum bisa berubah sikap dan perilakunya dan kembali dari
kebiasaan lamanya yang jauh dari kehidupan agama”. Dapat disimpulkan
bahwa keberadaan tempat ibadah beserta kegiatan control ibadah yang
dilakukan oleh pihak sekolah mendorong siswa agar mau/rajin mengerjakan
ibadah, sehingga kemungkinan jika siswa aktif ibadahnya maka perilaku, sikap
siswa tersebut akan berubah sesuai dengan ajaran agamanya.
Pembahasan dan hasil Penelitian ini menghasilkan teori sebagai
berikut : 1) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di sekolah akan
menjadikan anak berperilaku sesuai dengan norma‐norma yang berlaku di
Indonesia, sehingga anak senatiasa selalu berperilaku positif. 2) Penanaman
nilai‐nilai moral pada siswa disekolah yang terpadu akan memudahkan
tercapainya visi, misi dan tujuan sekolah secara efektif dan efesien. 3)
Pembiasaan, pemaksaan dan suri tauladan guru serta karyawan yang
diwujudkan dalam bentuk sholat dhuhur dan jumatan berjamaah, kata‐kata
mutiara disekitar lingkungan sekolah, system point pelanggaran terhadap
tata tertib sekolah, pemilihan guru teladan pada setiap hari pendidikan.
Kesemuanya merupakan bentuk‐bentuk strategi penanaman nilai‐nilai moral
disekolah. 4) Pembagian tugas pengisi kegiatan ekstrakurikuler serta
14
penyusunan konsep materi kegiatan ekstrakurikuler yang disesuaikan dengan
materi‐materi pelajaran di kelas pada setiap awal pelajaran merupakan
sebuah usaha terciptanya ketercapaian keterkaitan antara pembelajaran di
kelas dengan kegiatan ekstrakurikuler. 5) Penyisipkan nilai‐nilai moral yang
dilakukan guru pada saat tahap pendahuluan pembelajaran, kegiatan inti
maupun sebelum mengakhiri pembelajaran adalah sebuah rangkaian yang
harus dilakukan guru dalam menanamkan nilai‐nilai moral pada siswa melalui
pembelajaran di kelas. 6) Rekrutmen peserta ekstrakurikuler harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan siswa bersangkutan sehingga
bakat dan minat anak akan berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan
ekstrakurikuler itu sendiri. 7) Dimulai dari sebelum memasuki gerbang
sekolah, lembaga pendidikan harus melakukan penanaman nilai‐nilai moral
disetiap aktivitas siswa sampai dengan siswa tersebut menyelesaikan
rangkaian belajar pada hari tersebut.
Simpulan
Kesimpulan dari penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: (1) Penamanan
nilai moral pada siswa yang dilaksanakan di SMA Negeri I Sukoharjo berpola
keterpaduan antara kegiatan pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler
dengan penanaman nilai moral disetiap aktivitas siswa disaat akan memasuki
gerbang sekolah, jam istirahat dan jam pulang sekolah.
(2) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo
melalui pembelajaran di kelas dimulai dengan penyusunan RPP yang telah berisi
nilai‐nilai moral sebelum mengajar, selain itu dilakukan penyisipan nilai‐nilai
moral oleh guru pada saat tahap pendahuluan pembelajaran, kegiatan inti
maupun sebelum mengakhiri pembelajaran.
(3) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo
melalui ekstrakurikuler di sekolah dilakukan dengan cara setiap kegiatan
ekstrakurikuler yang dipilih oleh siswa sendiri, setiap kegiatan ekstrakurikuler
15
mengunakan metode yang cocok dengan perkembangan siswa serta mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
(4) penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo
yang dilakukan pihak sekolah pada saat sebelum masuk kelas, jam istirahat
maupun jam pulang sekolah, pihak sekolah telah mencanangkan sebuah program
yang diwujudkan dalam bentuk slogan berisi ajakan “mari kita budayakan
senyum, salam, sapa, sopan dan santun” dengan tujuan agar semua warga
sekolah sejak masuk sampai pulang sekolah berperilaku sesuai dengan slogan
tersebut, selain itu ada 4 strategi penanaman nilai‐nilai moral yang dilakukan
oleh pihak sekolah pada saat jam istirahat pertama maupun istirahat terakhir,
diantaranya: a) Adanya kantin kejujuran di lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo,
b) Kontrol lingkungan sekolah yang di lakukan oleh guru piket dan kepala
sekolah, c) Adanya kata‐kata mutiara dan poster ajakan untuk berbuat baik yang
menempel di dinding lingkungan sekolah, dan Keberadaan tempat ibadah dan
kontrol ibadah dari guru agama Islam.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka terdapat saran kepada(1)Pihak
kepala sekolah agar membuat flow chart antara kegiatan intrakurikuler
(pembelajaran di kelas) dengan kegiatan ekstrakurikuler serta penanaman nilai
moral disetiap aktivitas siswa disaat akan memasuki gerbang sekolah, pada saat
jam istirahat dan jam pulang sekolah, bertujuan agar memudahkan warga
sekolah mengetahui manasajakah kegiatan yang sinergis dan kegiatan yang
berdiri sendiri.(2)Pihak kepala sekolah mengintruksikan kepada wakil kepala
sekolah untuk menghimpun dan mencatat setiap kegiatan sekolah yang
mengarah terhadap penanaman nilai‐nilai moral pada peserta didik, tujuan
akhirnya pihak lembaga mengetahui kegiatan yang efektif menjadikan siswa
berperilaku positif. (3) Pihak wakil kepala sekolah bagian kurikulum agar
secepatnya membuat contoh silabus dan RPP yang yang didalamnya terdapat
muatan nilai‐nilai moral, sekaligus diadakan workshop antar guru mata pelajaran,
maupun sesame guru mata pelajaran sehingga seluruh guru SMA Negeri 1
16
Sukoharjo memiliki silabus dan RPP yang seragam formatnya serta telah
memasukan nilai‐nilai moral didalamnya. (4) Pihak wakil kepala sekolah bagian
kurikulum agar mendorong, memfasilitasi agar semua guru aktif meningkatkan
kompetensinya sehingga guru SMA Negeri 1 Sukoharjo memiliki kemampuan a)
menyisipkan nilai‐nilai moral dalam pembelajaran, b) mengkaitan antara materi
pelajaran dengan nilai‐nilai moral c) memasukkan nilai‐nilai moral kedalam
silabus dan RPP d) memberikan tauladan/ berhati‐hati dalam bertindak baik di
kelas maupun diluar kelas dan e) inovatif dalam pembelajaran sehingga siswa
merindukan suasana pembelajarannya. (6) Pihak wakil kepala sekolah bagian
kesiswaan dibantu coordinator ekstrakurikuler agar membuat buku pegangan
kegiatan ekstrakurikuler supaya memudahkan calon peserta maupun peserta
kegiatan ekstrakurikuler faham akan kegiatan yang dilakukannya. (7) Pihak
kepala sekolah agar mengadakan sarasehan antara guru dan karyawan
membahas mengenai pentingnya pengawasan serta suri tauladan bagi seluruh
siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo (8) Pihak kepala sekolah agar menghimbau semua
guru untuk menjelaskan dan mencontohkan perwujudan perilaku sesuai dengan
kata‐kata mutiara yang tertempel didinding sekolah.(9) Pihak kepala sekolah
bersama komite sekolah agar merencanakan untuk menambah satpam sekolah
dan memasang beberapa CCTV di lingkungan sekolah sebagai upaya
meningkatkan kemanan dan ketertiban di lingkungan sekolah. (10) Bagi peneliti
selanjutnya,
dalam
menentukan
waktu
penelitian
sebaiknya
direncanakan/dilakukan pada awal semester pertama sebab pada waktu
tersebut, kepala sekolah dan nara sumber lainnya tidak terlalu sibuk mengurusi
kegiatan akademik.
17
Daftar Pustaka
Bakry. MS Noor. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Balakrishnan, V. 2010. “The Development Of Moral Education In Malaysia”. Asia
Pacific Journal of Educators and Education. Vol. 25, 89–101. diakses
melalui , http://proquest.umi.com/pqdweb tanggal 20 Februari 2012.
Chau‐kiu Cheung. Tak‐yan Lee. 2010. “Contributions Of Moral Education Lectures
And Moral Discussion In Hong Kong Secondary Schools”. © Springer
Science+Business Media B.V. diakses melalui http://proquest.umi.com/
pqdweb tanggal 20 Februari 2012.
Darajat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.
Faisal, Sanapiah. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya : CV.Usaha
Nasional.
Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang: UNNES Press.
Herpratiwi, 1996. Penanaman nilai moral PBM di sekolah dasar Pakem IV
Sleman. Tesis S‐2, Yogyakarta: PPS IKIP Yogyakarta.
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban
Bangsa. Surakarta: Yuma Pressindo.
Idrus, M. 1998. Otonomi Moral Keagamaan Mahasiswa Fakultas Tarbiyah UII
Yogyakarta. Tesis S‐2, Yogyakarta. PPS‐UNY.
Moleong, Lexy. 2002. Metodelogi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya.
Sukiman, 2001. Pembinaan Moral Keagamaan Anggotajamaah Zikir Istighotsah,
Tesis S‐2, PPS‐UNY.
Undang‐undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. (2003). Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bandung, Penerbit: Citra Umbara.