BAB I PENDAHULUAN - BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

  Presiden Bj.Habibi memerintah Negara Republik Indonesia mulai tanggal 21 Mei tahun 1998, dalam penyelenggaraan pemerintahannya terjadi perubahan paradigma yaitu dari pemerintahan sentralisasi kepada pemerintahan desentralisasi atau populernya dengan sebutan otonomi daerah. Pada awal penyelenggaraan pemerintahan, beliau mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di daerah. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, pemerintah pusat juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, sebagai pedoman pembentukan dan penyusunan Struktur Organisasi lembaga pemerintahan yang baru yang harus dipedomani oleh Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota sampai ke Desa/ Kelurahan. Hal tersebut tentunya menimbulkan konsekwensi yaitu; merubah organisasi yang sudah berjalan baik nama, struktur, mekanisme maupun budaya organisasi di semua tingkatan.

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat. Demikian juga di masing-masing Kabupaten dan Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 tersebut mereka menyusun organisasi berikut Struktur Organisasi dan Tata Kerjanya masing-masing, karena ketaatan pemerintah daerah terhadap Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah tersebut kurang. Hasilnya organisasi dan SOTK di masing-masing Kabupaten dan Kota berbeda-beda, banyak ditemukan ketidak sesuaian baik dilihat dari sistem keterkaitan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota maupun efisiensi dan efektivitasnya. Keadaan tersebut sangat tidak mendukung pemerintahan daerah dalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance).

  Kurt Lewin dalam James Af Stoner, & Freman, Edward R & Gilbert JR, Daniel R (1996:107), terjemahan mengajukan sebuah model proses perubahan yang didasarkan pada teori kekuatan yang berlawanan yaitu kekuatan yang mendorong untuk berubah, akibat diketemukannya teknologi baru yang lebih efisien dan efektif, bahan baku baru yang lebih baik, persaingan dari kelompok/ perusahaan lain semakin gencar, dan tekanan dari superpisor yang menginginkan cepat berubah. Sebagai lawannya kekuatan untuk tidak berubah/ bertahan pada posisi yang lama, karena perasaan puas dari para anggota atas keberhasilan yang sudah dicapai, takut menghadapi perubahan, norma-norma kelompok yang sudah membudaya, dan keterampilan yang sudah dikuasai. Akan tetapi pada prinsipnya setiap perubahan harus terarah dan dapat mendorong peningkatan kinerja pegawai yang lebih baik.

  Mendesain Struktur Organisasi harus dapat menggambarkan sistem Kontrol, budaya, sistem sumberdaya manusia , agar sumberdaya yang digunakan dapat efisien dan efektif serta struktur organisasi merupakan sistem yang formal antara hubungan tugas dengan pelaporan, koordinasi dan struktur organisasi tersebut harus dapat juga memberikan atau menumbuhkan motivasi para anggota untuk bekerjasama mencapai tujuan organisasi.

  Jika terjadi perubahan organisasi semestinya diikuti dengan perubahan budaya organisasi, karena jika tidak organisasi tersebut akan sulit dalam pencapaian tujuan, visi dan misi organisasi. Di pemerintahan nampaknya ini yang terjadi, mulai pemerintahan pusat, daerah sampai dengan ke desa/kelurahan.

  Menyadari hal tersebut , Pemerintah Pusat kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Tindak lanjut dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2004, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang memperketat pelaksanaan pemekaran wilayah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah.dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat daerah sebagai dasar pembentukan organisasi dan SOTK baru.

  Berdasarkan peraturan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Barat Kerja Dinas Provinsi Jawa Barat dan Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Barat. Di masing-masing Kabupaten, Kota jumlah Dinas, Badan nama organisasi dan Strukturnya masing-masing masih berbeda-beda, karena Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat daerah sebagai dasar pembentukan organisasi dan SOTK baru, serta juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,kurang ditaati oleh pemerintah daerah.

  Dari pengalaman dua kali perubahan organisasi dan SOTK yaitu Pertama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Kedua berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat daerah. Perubahan SOTK Keua-duanya tidak diikuti dengan perubahan budaya organisasi.

  Sejak reformasi digulirkan di organisasi pemerintahan terjadi perubahan , baik nama, struktur organisasi maupun kinerja para pegawai pemerintahan, mulai pimpinan teratas sampai dengan staf biasa kinerjanya tidak maksimal. Hal tersebut diakibatkan pemahaman terhadap reformasi berbeda-beda, regulasi-regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat juga ada Undang-Undang/Peraturan yang lainnya, tidak tegas, sehingga kurang bisa dijadikan dasar pijakan untuk operasional. Pembentukan organisasi dan SOTKnya diserahkan kepada masing-masing tingkatan pemerintahan, peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat sebagai dasar pembentukan struktur tersebut kurang ditaati oleh Pemerintah Daerah karena persepsi tentang otonomi daerah yang berbeda-beda. Akhirnya organisasi dan struktur organisasi yang dihasilkan di masing-masing tingkatan pemerintahan terlepas dari sistem, kurang relevan antara unit yang satu dengan unit yang lainnya serta tidak efisien dan tidak efektif dan kurang diikuti dengan perubahan budaya organisasi, pelaksanaan koordinasi baik internal unit maupun ekternal dengan unit lain memudar, demikian juga kerja kelompok atau team work.

  Kinerja organisasi akan lebih baik apabila diawali dengan dasar organisasi dan struktur yang rasional, tujuan yang ingin dicapai jelas, sistem terbuka , fleksibel terhadap tantangan perkembangan baik jangka pendek maupun jangka panjang serta didukung oleh budaya organisasi dan team work yang baik mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Dalam kondisi tersebut diperlukan perilaku kepemimpinan yang dapat membaca situasi dan kondisi organisasi yang tidak lepas dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal serta pemberdayaan sumber daya yang ada untuk mendorong meningkatnya kinerja organisasi.

  Kinerja penyelenggaraan pemerintah Republik Indonesia diukur dengan Human of Development Indek (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia (IPM), dalam katagori negara negara dunia, pada tahun 2009

  0,734 (satuan) di bawah Palestina yang menduduki urutan ke 110 dengan nilai indeks IPM 0,737 dan di bawahnya Honduras yang berada di urutan ke- 112 dengan nilai indeks IPM 0,732 (Laporan Human Development Report/ HDR United Nations Development Program/UNDP 2009). Secara Nasional Provinsi Jawa Barat tahun 2008 berada pada peringkat 14 dari 33 Provinsi dengan capaian indeks IPM 71,60 (puluhan). Capaian IPM di Jawa Barat setiap tahun kenaikannya tidak begitu signifikan, yaitu; tahun 2005 , 2006, 2007, 2008 masing-masing sebesar 69,35 poin, 70,30 poin, 70,30 poin dan 71,60 poin, (sumber data Bapeda Provinsi Jawa Barat) sehingga target pencapaian IPM pada tahun 2010 = 80 poin tidak bisa dicapai, bahkan capaian IPM tahun 2010 sebesar 80 poin, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, IPM =80 poin diproyeksikan dapat dicapai tahun 2015. Indikator IPM terdiri dari tiga indikator yaitu; pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat, karena itu di dalam penelitian Dinas-Dinas yang diteliti diarahkan pada Dinas yang paling dominan dengan indikator IPM yaitu; Dinas Pendidikan, Kesehatan, Pertanian dan Tanaman Pangan, Koperasi Usaha Mikro Kecil Menegah (KUMKM), Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

   Kinerja pemerintah di Provinsi Jawa Barat bidang pendidikan,

  kesehatan, pertanian dan tanaman pangan,koperasi, usaha mikro kecil, menegah, tenaga kerja dan transmigrasi dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

  `

  

Tabel 1.1 Kesehatan, Koperasi, UMKM, Pertanian dan Tanaman Pangan, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

  Realisasi (%) Dinas/Program/Tahun Jumlah Anggaran Keuanga Fisik n

  1. Dinas Pendidikan: 1) 11 Program, 46 Kegiatan (2008) 127.896.860.169,3 82,72 88,79

  9,- 2) 11 Program, 51 Kegiatan (2009) 456.192.275.800,0 78,40 92,85

  0,-

  2. Dinas Kesehatan: 1) 5 Program, 78 Kegiatan (2008) 38.014.530.172,79, 46,39 66,35

  • 2) 11 Program, 67 Kegiatan (2009) 139.795.587.000,0 64,57 73,36

  0,-

  3. Dinas Koperasi & UMKM: 1) 4 Program, 22 Kegiatan (2008) 28.733.853.630,00, 90,12 90,12

  • 2) 6 Program, 18 Kegiatan (2009) 26.532.749.000,00, 95,78 95,78
  • 4. Dinas Pertanian dan Tanaman

  Pangan:

  1) 7 Program, 72 Kegiatan (2008) 47.438.306.639,06, 73,16 88,52

  • 2) 10 Program (2009) 59.916.173.700,00, 88,44 97,04
  • 5. Dinas Tenaga Kerja dan

  Transmigrasi:

  1) 6 Program, 32 Kegiatan (2008) 31.635.490.355,12, 70,33 70,33

  • 2) 11 Program, 23 Kegiatan (2009) 38.230.939.620,00, 96,71 98,65
  • Tahun Anggaran Jumlah Anggaran RataRata (5 Dinas) Capaian Kinerja (5 Dinas)

  1) 2008. 273.719.040.966,3 72,54 80,82 6,-

  2) 2009. 720.667.725.120,0 84,78 91,54 0,-

  

Sumber data: 1) Dinas Pendidikan 2) Dinas Kesehatan 3) Dinas KUMKM 4) Dinas

Pertanian dan Tanaman Pangan 5) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan 6)

BAPEDA Provinsi Jawa Barat Laporan Kinerja Organisasi Perangkat Daerah Tahun

2008 dan 2009.

  Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa jumlah anggaran dari kelima dinas tersebut tahun 2008 sebesar Rp. 273.719.040.966,36,- tahun 2009 meningkat menjadi Rp. 720.667.725.120,00,-atau 263,29%. Dinas yang paling besar kenaikan anggarannya adalah Dinas Kesehatan tahun 2008 sebesar Rp. 38.014.530.172,79,- tahun 2009 naik menjadi Rp. 139.795.587.000,00,- atau 367,74%, sedangkan Dinas yang turun anggarannya adalah Dinas Koperasi dan UKM tahun 2008 sebesar Rp. 28.733.853.630,00,- tahun 2009 turun menjadi Rp. 26.532.749.000,00. Pencapaian kinerja rata-rata kelima dinas tersebut tahun 2008 sebesar 80,82% dan di tahun 2009 meningkat rata-rata menjadi 91,54%, sedangkan realisasi keuangan rata-rata dibawah realisasi pencapaian fisik yaitu tahun 2008 sebesar 72,54% dan tahun 2009 sebesar 84,78%. Pencapaian kinerja yang paling rendah adalah Dinas Kesehatan tahun 2008 sebesar 66,35% dan tahun 2009 naik menjadi 73,36% sedangkan pencapaian kinerja yang paling tinggi adalah Dinas Koperasi dan UMKM tahun 2008 sebesar 90,12% tahun 2009 naik menjadi 95,78%. Dinas Koperasi dan UMKM walaupun pencapaian kinerjanya lebih tinggi bukan berarti menunjukan tidak terdapat masalah, karena disamping jumlah anggaran tahun 2009 turun dibanding jumlah anggaran tahun 2009, di Jawa Barat terdapat jumlah Kopersi sebanyak 22.522 buah dan yang tidak aktip sebanyak 15.909 buah (data Dinas KUMKM tahun 2009).ini menunjukan perencanaan yang kurang matang.

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, Pemerintah Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun di Tingkat Kabupaten dan Kota,terdiri dari : Sekretariat Daerah memiliki tugas dan kewajiban membantu Gubernur/Bupati/ Walikota dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah, Inspektorat sebagai unsur pengawas memiliki tugas melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Dinas Daerah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan, dan terakhir Lembaga teknis daerah terdiri dari Badan, Kantor, dan Rumah Sakit memiliki tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik.

  Dinas merupakan unsur OPD terdepan dibanding dengan unsur OPD lainnya dan bertugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan, memegang peranan penting dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan daerah dalam mensejahterakan masyarakat, berdasarkan data kinerja pemerintah tersebut pada tabel 1.1 di atas belum dapat bekerja secara maksimal karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang Kinerja Dinas di Kabupaten dan Kota melalui penelitian dengan judul “ Pengaruh

  

Kepemimpinan Situasional dan Budaya Organisasi Terhadap Team Work

Serta Implikasinya Pada Kinerja Organisasi ” (Studi Di Dinas Kabupaten

dan Kota Provinsi Jawa Barat).

1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, dalam organisasi pemerintahan terdapat permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

  1. Masih transisinya penyelenggaraan Pemerintahan akibat perubahan paradigma penyelenggaraan Pemerintahan dari Sentralisasi kepada Desentralisasi.

  2. Masih berbeda persepsi dari para penyelenggara Pemerintahan tentang pengertian dan pelaksanaan Otonomi Daerah.

  3. Nama lembaga, Struktur Organisasi dimasing-masing Kabupaten dan Kota berbeda-beda walaupun standar pembentukan kelembagaan sudah ada seperti PP. RI. Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah.dan PERMEN DAGRI Nomor 57 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

  4. Organisasi Perangkat Daerah tidak kondusif, mengakibatkan motivasi para Pegawai dalam menjalankan tugas menurun.

  5. Sumber Daya Manusia, latar belakang pendidikan, kemampuan, keterampilan berbeda-beda dan penempatan, mutasi, promosi tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kemampuannya.

  6. Dalam kondisi tersebut Nomor satu sampai dengan Nomor lima mengakibatkan para penyelenggara pemerintahan kesulitan dalam implementasi kepemimpinannya.

  7. Regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Pusat kurang ditaati oleh Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.

  8. Regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten dan Kota belum dapat mendukung penyelenggaraan Pemerintahan yang baik (Good Governance).

  9. Perubahan paradigma penyelenggaraan Pemerintahan kurang diikuti dengan perubahan Budaya Organisasi.

  10. Para Kepala OPD masih menunjukan ego sektor.

  11. Koordinasi Vertikal, horizontal, diagonal intern maupun ekstern memudar.

  12. Perencanaan Program dan Kegiatan dari masing-masing OPD masih belum teritegrasi dan terpadu kearah pencapaian tujuan Pemerintahan yaitu meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

  13. Kerja secara Tim dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten dan Kota baik dalam unit, sub unit antar unit dan sub unit, maupun tugas khusus baik intern maupun ekstern belum efektip dan sfisien.

  14. Pencapaian Kinerja Organisasi dari masing-masing OPD di Kabupaten dan Kota masih rendah.

1.3 Rumusan Masalah

  Dari identifikasi permasalahan tersebut, dapat dirumuskan masalah da- lam penelitian ini yaitu:

  1. Bagaimana Kepemimpinan Situasional (telling, selling, participating dan

  delegating), Budaya Organisasi (Konstruktif, pasif-defensif, Agresif- defensif),Team Work dan Kinerja Organisasi yang ada di OPD Kabupaten

  dan Kota Provinsi Jawa Barat.

  2. Seberapa besar Kepemimpinan Situasional berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

  3. Seberapa besar Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

  4. Seberapa besar Kepemimpinan Situasional dan Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

  5. Seberapa besar implikasi Team Work terhadap Kinerja Organisasi di Dinas Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

1.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis:

  1. Kondisi Kepemimpinan Situasional (telling, selling, participating dan

  delegating), Budaya Organisasi (Konstruktif, pasif-defensif, Agresif- defensif),Team Work dan Kinerja yang ada di Dinas OPD Kabupaten dan

  Kota Provinsi Jawa Barat.

  2. Seberapa besar kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

  3. Seberapa besar Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

  4. Seberapa besar Kepemimpinan Situasional dan Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Team Work di Dinas OPD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

  5. Seberapa besar implikasi Team Work terhadap Kinerja Organisasi di Dinas Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat.

1.5 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kepentingan akademis maupun kepentingan praktis empirik:

  1. Manfaat Untuk Kepentingan Akademis: 1) Pengembangan Ilmu dan pengetahuan khususnya dibidang Ilmu Manajemen.

  2) Memberikan sumbangsih dalam memperluas dan memperkaya pandangan ilmiah dibidang manajemen yang berhubungan dengan pemerintahan, khususnya kepemimpinan dalam pemanfaatan dan pengembangan sumber daya manusia baik secara individu, kelompok maupun secara kelembagaan dalam meningkatkan kinerja team work dan kinerja organisasi, melalui implementasi kepemimpinan situasional dan implementasi budaya organisasi yang mengarah kepada pencapaian tujuan organisasi.

  2. Manfaat Untuk kepentingan Praktik Empirik 1) Memberikan bahan kebijakan kepada Bupati dan Walikota dalam rekruitmen personil khususnya untuk keperluan penempatan

  Kepala Dinas OPD di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat. 2) Memberikan bahan masukan kepada para Kepala Dinas OPD

  Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat agar di dalam operasional kepemimpinannya dan pembentukan budaya organisasi dapat lebih memotivasi kerja pegawai serta dapat meningkatkan kinerja Team Work dan kinerja organisasi.

  3) Memperoleh gambaran bagaimana pengaruh kepemimpinan situasional dan budaya organisasi terhadap kinerja Team Work serta implikasinya terhadap kinerja organisasi.

  Greath R. Jones & Jennifer M.George (2007: 242-243) mengemu kakan ”Organizational architecture the organizational structure, control systems, culture, and human resource management systems that together determine how efficiently and effektively organizational resources are used

  ¹ dan “ Organizational structur A formal system of task and reporting relationships that coordinates and motivates organizational members so that they work together to achieve organizational goals”.

  ² Anggaran Realisasi Dinas

  2008 2009 2008 2009 (Rp.) (Rp.) Keuanga Fisik Keuanga Fisik n (%) n (%) (%) (%)

1. Dinas Pendidikan:

  • 1) 11 Program, 46 Kegiatan 127.896.860.169,39, 82,72 88,79 -

  • 2. Dinas Kesehatan:

    1) 5 Program, 78 Kegiatan 38.014.530.172,79,- - 46,39 66,35 - -

    2) 11 Program, 67 Kegiatan - 139.795.587.000,00,
  • 64,57 73,36
  • 720.667.725.120,00,
  • 72,54 80,82 84,78 91,54

  4) 11 Program, 51 Kegiatan (2009) 456.192.275.800,0 0,-

  4) 10 Program (2009) 59.916.173.700,00,

  4. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan 3) 7 Program, 72 Kegiatan (2008) 47.438.306.639,06,

  4) 6 Program, 18 Kegiatan (2009) 26.532.749.000,00,

  3. Dinas Koperasi & UMKM: 3) 4 Program, 22 Kegiatan (2008) 28.733.853.630,00,

  64,57 73,36

  4) 11 Program, 67 Kegiatan (2009) 139.795.587.000,0 0,-

  2. Dinas Kesehatan: 3) 5 Program, 78 Kegiatan (2008) 38.014.530.172,79,

  78,40 92,85

  9,- 82,72 88,79

  1. Dinas Pendidikan: 3) 11 Program, 46 Kegiatan (2008) 127.896.860.169,3

  Keuanga n Fisik

  Dinas/Program/Tahun Jumlah Anggaran Realisasi (%)

  273.719.040.966,36,

  Jumlah Anggaran dan Rata-rata Capaian Kinerja.

  5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

1) 6 Program, 32 Kegiatan 31.635.490.355,12,- - 70,33 70,33 - -

2) 11 Program, 23 Kegiatan - 38.230.939.620,00,- - - 96,71 98,65

  4. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan

1) 7 Program, 72 Kegiatan 47.438.306.639,06,- - 73,16 88,52 - -

2) 10 Program, - 59.916.173.700,00,- - - 88,44 97,04

  3. Dinas Koperasi & UMKM:

1) 4 Program, 22 Kegiatan 28.733.853.630,00,- - 90,12 90,12 - -

2) 6 Program, 18 Kegiatan - 26.532.749.000,00,- - - 95,78 95,78

  • 46,39 66,35
  • 90,12 90,12
  • 95,78 95,78
  • 73,16 88,52
  • 88,44 97,04

  5. Dinas Tenaga Kerja dan

  3) 6 Program, 32 Kegiatan (2008) 31.635.490.355,12, 70,33 70,33

  • 4) 11 Program, 23 Kegiatan (2009) 38.230.939.620,00, 96,71 98,65
  • Tahun Anggaran Jumlah Anggaran RataRata

  (5 Dinas) Capaian Kinerja (5 Dinas)

  3) 2008. 273.719.040.966,3 72,54 80,82 6,-

  4) 2009. 720.667.725.120,0 84,78 91,54 0,-

  1. Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

  Bagian ke empat Pengalokasian dana pendidikan pasal 49 ayat 1 dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sector pendidikan dan minmal 20 % dari APBD

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan anggaran pendidikan tahun 2009 akan

mencapai Rp100 triliun atau naik lebih dari dua kalilipat anggaran pendidikan tahun

  ini yang totalnya mencapai Rp48 triliun."

  AKARTA--MI: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dianggap belum mampu mengelola anggaran pendidikan jika pemerintah akhirnya mengalokasikan seluruh 20 persen dari total belanja APBN ke instansi tersebut

mengingat tiadanya rencana yang jelas untuk penyerapan anggaran tersebut."

"Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Olly Dondokambey di Jakarta,

Selasa (8/7) mengatakan mengelola dana 20 persen dari APBN tidak hanya

membutuhkan sistem yang kuat dan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, namun juga program kerja yang mampu mengarahkan penggunaan dana tersebut pada alokasi yang tepat sesuai dengan prioritas pemerintah."

  Anggaran Naik, Depdiknas Libatkan Lembaga PengawasanBy admin Friday, September 12, 2008 14:24:00 Clicks: 1540 Jumat, 12 September 2008 14:24 WIB Anggaran Naik, Depdiknas Libatkan Lembaga Pengawasan JAKARTA--MI: Terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20 persen atau sekitar Rp224 triliun dalam APBN 2009, membutuhkan pengawasan ekstra pada pengelolaan anggaran dan pelaksanaan program pendidikan.

  Untuk itu, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) berencana menyewa tenaga pemeriksa dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perguruan tinggi (PT), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata Sekretaris Jenderal Depdiknas Dodi Nandika di Jakarta, Jumat (12/9).

  Kami akan menyewa tenaga pengawas untuk mengawal. Kalau perlu kami akan bikin desk KPK sendiri di Depdiknas biar tak ada gangguan terhadap tender-tender kita, katanya. Anggaran yang besar, lanjut Dodi, harus dikawal dengan ketat agar tak ada kasus- kasus karena tender. Uang banyak, bahaya mengancam, tegasnya. Bahkan, nantinya Depdiknas akan menerapkan sistem pelaporan keuangan dan sistem administrasi online diantaranya pada pengawasan, keuangan, kepegawaian, guru,

  Nantinya laporan harus online dan real time. Kalau tidak, nanti bisa terlambat daya serapnya dan akhirnya bocor juga, jelas Dodi yang juga guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB). Ide untuk melibatkan KPK, lanjutnya, ada sejak terbit Instruksi Presiden Nomor 5 tentang pemberantasan korupsi. Keterlibatan KPK akan dimulai segera setelah ada pagu definitif. Depdiknas sendiri, katanya, sudahbertemu dengan KPK untuk membicarakan hal tersebut.

  Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadyah Hamka, Suyatno mengatakan, ada asumsi kalau sekitar 60-70 persen kenaikan anggaran tersebut untuk pelayanan birokrasi. Anggaran Rp224 triliun tersebut bisa berubah jadi penyelewengan anggaran dan praktik korupsi.

  Amanah kenaikan anggaran perlu komitmen kejujuran dan ketulusan pengguna anggaran. Ini penting karena jika tak ada komitmen dan mental yang baik, maka kenaikan 20 persen bisa jadi tak untuk rakyat, tegasnya. Senada dengan Suyanto, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo menyatakan keinginan PGRI untuk ikut serta melakukan pengawasan. Dengan begitu, ia berharap penyimpangan anggaran di Depdiknas bisa diperkecil. Usul ini sudah disetujui Wapres (Wakil Presiden Jusuf Kalla, red) dan sedang dibicarakan mekanisme pengawasannya, kata Sulistyo. Perkiraan pagu sementara Depdiknas tahun 2009 sebesar Rp75 triliun. Jumlah terbesar dianggarkan untuk wajib belajar sembilan tahun, yaitu Rp25,45 triliun. Kesejahteraan guru Rp23,56 triliun, akses, mutu, dan relevansi pendidikan menengah Rp6,69 triliun, akses, mutu, dan relevansi pendidikan tinggi Rp20,08 triliun, penelitian Rp2,74, beasiswa pendidikan bagi peraih medali olimpiade Rp22 triliun. Kemudian, untuk pendidikan nonformal Rp3,483 triliun serta penguatan tata kelola dan akuntabilitas Depdiknas Rp2,757 triliun. (Ant/OL-2) Sumber: Media Indonesia Online

  

   .

   . . . .

  Anggaran Pendidikan Turun 10%, Pemuda & Olah Raga Turun 37%

30 September 2010 00:00:00 0Penulis : Reporter-enal

  

Dalam pembahasan rancangan anggaran perubahan 2010 antara Komisi E

DPRD Jabar dengan mitra kerjanya yang berlangsung Kamis (30/9)

terungkap, anggaran pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Barat mengalami penurunan dari Rp 803,402 Miliar pada anggaran murni

tahun 2010 menjadi Rp 700 Miliar pada anggaran perubahan 2010.

Sedangkan anggaran pemuda dan olah raga di Dinas Pemuda dan Olah Raga

Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan yang sangat banyak, yakni

mencapai 37%, dari Rp 98,6 Miliar pada anggaran murni 2010 menjadi

Rp 62,1 Miliar pada anggaran perubahan 2010. Alasan penurunan

anggaran pada kedua mitra kerja Komisi E tersebut, karena adanya

program-program yang tidak terlaksana.

  

"Kami sebagai mitra kerja berusaha agar penurunan tidak terlalu

besar," kata Ketua Komisi E DPRD Jabar, Drs.H. Syarif Bastaman

menjawab pertanyaan wartawan, di ruang kerjanya, Kamis (30/9) sore.

Oleh karena itu, lanjut Syarif Bastaman, pihaknya terus berupaya

mendorong organisasi perangkat daerah (OPD) mitra kerja Komisi E agar

dapat merealisasikan program-program yang telah dianggarkan pada

anggaran murni.

  

Sementara itu, anggaran kesehatan justru sebaliknya, malah mengalami

peningkatan sekitar 6,5%, yaitu dari Rp 181,9 Miliar menjadi Rp 193,8

Miliar. Penambahan anggaran tersebut antara lain dialokasikan untuk

  

Didin Supriadin, Spd, MSi sangat menyayangkan kalau anggaran

pendidikan mengalami penurunan dalam anggaran perubahan 2010 ini.

Anggota Komisi E dari Fraksi Partai Demokrat ini tetap akan

mempertahankan supaya anggaran pendidikan mencapai 20% dari total

APBD Provinsi Jabar sesuai amanat Undang-Undang.

  

"Jangan sampai untuk membiayai bidang lain diambil dari anggaran

pendidikan," tegasnya. (enal)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 47 TAHUN 2009

  

TENTANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

TAHUN ANGGARAN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

  Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen keempat, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;

  b. bahwa RAPBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. bahwa RAPBN Tahun Anggaran 2010 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;

  d. bahwa penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2010 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 dan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;

  e. bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran

  APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan

  pendidikan nasional;

  f. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2010 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 23/DPD/2009 tanggal 14 Agustus 2009;

  g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu membentuk Undang- Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.

  Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal

  20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23

  ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen Keempat;

  2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);

  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

  4. Undang-Undang Nomor

  20 Tahun 1997 tentang Penerimaan

  Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

  5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

  6. Undang-Undang Nomor

  20 Tahun 2000 tentang Perubahan

  atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);

  7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

  8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

  9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

  10. Undang-Undang Nomor

  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

  Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

  11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

  12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);

  13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

  14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

  15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

  16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

  17. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

  18. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

  Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

  19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

  20 . Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan

  Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

  21. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);

  22. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

  23. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);

  24. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);

  25. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893).

  Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010.

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:

  1. Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.

  2. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan Negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.

  3. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.

  4. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.

  5. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).

  6. Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka operasi perminyakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak dan/atau gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

  7. Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta luar negeri dan pemerintah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.

  8. Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.

  9. Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga (K/L), sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan.

  10. Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi

  pendidikan , dan fungsi perlindungan sosial.

  11. Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

  12. Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

  13. Belanja barang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, serta belanja perjalanan.

  14. Belanja modal adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.

  15. Pembayaran bunga utang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan utang yang sudah ada dan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.

  16. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/ lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

  17. Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi dan/atau menjual bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.

  18. Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat yang bersifat sukarela dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah negara lain, lembaga/ organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antar pemberi hibah dan penerima hibah.

  19. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.

  

20 . Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah

  Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (Sembilan belas), dan dana cadangan umum.