1 BAB I PENDAHULUAN - Karakteristik dan Aktivasi Campuran Tanah Andisol / Lempung Bayat / Abu Sekam sebagai Penjerap Logam Berat Kromium (Cr) - UNS Institutional Repository

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan

  jalan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Pemanfatan sumber daya alam untuk kepentingan industri sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia saat ini semakin berkembang. Adanya industri pada suatu lokasi tertentu akan menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan. Suatu industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini karena mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak dan mendorong tumbuhnya sektor informal di sekitar perusahaan. Meskipun demikian pada sisi lainnya hasil samping industri mempunyai potensi menyebabkan tekanan terhadap mutu lingkungan hidup.

  Peningkatan industri membawa dampak negatif berupa peningkatan dalam segi jumlah dan tipe limbah yang dihasilkan. Bahan-bahan pencemar yang masuk ke perairan (air tanah atau air permukaan) dapat mempengaruhi parameter lingkungan perairan. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar berbahaya karena toksik dan sifatnya yang tak terdegradasi di alam (Zhao et al., 2011; Suprihatin dan Indrastuti,2010 dalam Pranoto et al., 2013; Al-Jill dan Alsewailem, 2009; Alhawas

  et al ., 2013)

  Kegiatan industri tekstil yang berkembang di Kabupaten Sukoharjo saat ini akan menghasilkan produk utama yang bernilai ekonomi yaitu tekstil dan hasil sampingan tidak bernilai ekonomi yang berupa limbah. Limbah ini apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air, tanah dan udara. Untuk menurunkan tingkat pencemaran limbah cair sebelum dibuang ke lingkungannya, harus diolah dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL), setelah kualitas air limbah di bawah baku mutu lingkungan yang ditetapkan baru kemudian dibuang ke badan perairan umum atau sungai.

  Salah satu parameter dalam limbah cair industri tekstil adalah adanya kandungan logam berat kromium (Cr). Logam berat dalam lingkungan perairan telah diketahui dapat menyebabkan beberapa kerusakan pada kehidupan air, di samping itu terdapat fakta bahwa logam tersebut membunuh mikroorganisme selama perlakuan biologis pada limbah sebagai akibat kelambatan proses pemurnian air. Hampir semua garam garam logam berat dapat larut dalam air dan membentuk larutan sehingga tidak dapat dipisahkan dengan pemisahan fisik yang sudah biasa (Hussein, 2004).

  Tercemarnya lingkungan perairan akibat limbah logam berat kromium (Cr) dapat mempengaruhi kualitas air permukaan maupun air tanah. Pada konsentrasi tinggi dan jangka waktu yang lama, logam berat dapat menyebabkan resiko kesehatan bagi manusia dan ekosistem. Kromium dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman dan pernapasan. Akibat yang ditimbulkan dari banyaknya logam berat dalam tubuh yaitu kelainan syaraf seperti gangguan motorik serta penyakit parkinson (WHO, 2012;Ariffeni, 2011).

  Kromium (III) umumnya hanya toksik terhadap tumbuh-tumbuhan pada konsentrasi yang tinggi, kurang toksik bahkan non toksik terhadap binatang. Walaupun Cr(III) kurang toksik dibandingkan Cr(VI), jika tubuh terpapar oleh Cr(III) dalam jangka waktu yangpanjang dapat menyebabkan reaksi alergi kulit dan kanker (Sengupta and Clifford, 1986; Anderson, 1997).

  Pemerintah telah berupaya melakukan pencegahan dan pengendalian pencemaran logam berat dari limbah industri melalui penerbitan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Adapun nilai ambang batas logam kromium yang masih diperbolehkan dalam air minum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 adalah sebesar 0,05 mg/l.

  Berbagai metode telah dikembangkan oleh para peneliti untuk meningkatkan kualitas air, misalnya pertukaran ion, pengendapan, ultrafiltrasi, elektro dialisis, reverse osmosis, ekstraksi pelarut, evaporasi dan penjerapan (Alhawas et al., 2013; Sajidu et al.,2006; Arpa et al., 2000). Metode penjerapan banyak dikembangkan sebagai metode pengurangan logam berat karena lebih efektif, sederhana dan murah dibandingkan metode-metode lainnya (Alhawas, 2013; Prakash, 2013). Menurut Manohar et al.,(2006) dalam Muhdarina et al., (2010), metode penjerapan sangat efektif untuk limbah dengan konsentrasi polutan yang rendah sampai sedang.

  Penjerapan adalah proses pemusatan molekul atau ion terjerap pada lapisan permukaan penjerap, baik secara fisika atau kimia. Dengan demikian penjerap harus mempunyai sifat-sifat permukaan yang khas sesuai dengan jenis terjerap yang terjerap. Karbon aktif dan resin merupakan penjerap yang cukup efektif tetapi biaya operasionalnya cukup tinggi serta kesulitan dalam regenerasinya (Muhdarina, 2010; Alhawas, 2013), sehingga perlu dicari penjerap alternatif dengan biaya yang lebih murah, misalnya abu sekam, zeolit, abu layang, peat, siderite, sampah pertanian dan arang kayu. Secara umum, penjerap dapat disebut murah apabila sederhana dalam proses preparasinya, jumlahnya melimpah di alam, seperti alofan alam dan abu sekam (Alhawas et al., 2013; Pranoto et al., 2013; Muhdarina et al., 2010; Sallstrom, 2008 ).

  Tanah andisol adalah tanah yang terjadi dari pelapukan batu-batuan vulkanis, baik dari batu yang telah membeku, maupun dari abu gunung api. Aktivitas gunung api menghasilkan bahan piroklastik yang merupakan sumber bahan induk tanah vulkanis, yang dalam Sistem Taksonomi Tanah diklasifikasikan sebagai andisol. Andisol keberadaannya merata di wilayah Indonesia sesuai dengan persebaran gunung api, seperti di Jawa dan Sumatera (Devnita, et al., 2005). Keberadaan tanah andisol di pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dapat dijumpai di Gunung Lawu, Pegunungan Dieng, Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Gunung Wilis (Munir, 1996). Sifat dan ciri fisika, kimia dan morfologi andisol ini berkaitan erat dengan mineral liat nonkristalin seperti alofan, ferihidrit, serta mineral liat parakristalin imogolit (Devnita, et al., 2005).

  Tanah yang berkomposisi andesit merupakan tanah andisol, sedangkan alofan merupakan aluminosilikat yang terdapat dalam tanah andisol. Alofan mempunyai karakteristik sebagai penjerap yang baik, seperti porositas, daya serap dan pertukaran kation yang tinggi. Heraldy, et al., (2004) memanfaatkan alofan alam

  2+ dari gunung Lawu sebagai penjerap ion logam seng (Zn ) pada limbah elektroplating.

  Sulistyarini (2012) melakukan uji perbandingan alofan alam dari gunung Arjuna dengan

  2+

  dan tanpa aktivasi secara kimia untuk jerapan ion logam tembaga (Cu ) dengan metode

  batch . Pranoto et al., (2013) memanfaatkan alofan alam dari berbagai gunung di pulau

  Jawa (Papandayan, Arjuna dan Wilis) untuk jerapan logam berat (Cr, Fe, Cd, Cu, Pb dan Mn) dengan metode batch. Kombinasi antara alofan alam dan lempung alam dari daerah Sokka, Kebumen, Jawa Tengah sebagai penjerap ion logam

  2+

  tembaga (Cu ) dilakukan oleh Sistha (2014). Pengaruh aktivasi secara kimia terhadap luas permukaan dan keasaman alofan alam daerah Tawangmangu telah diselidiki oleh Widjonarko, et al., (2003), dan disimpulkan bahwa aktivator basa (NaOH) lebih baik daripada aktivator asam (H SO ) dalam meningkatkan luas permukaan spesifik

  2

  4 dan keasaman total alofan.

  Alofan merupakan senyawa mineral yang banyak terdapat di alam bebas, terletak di alam di wilayah datar sampai bergunung dengan ketinggian 0 3000 m dpl serta terbentuk di bawah pengaruh iklim tropika basah. Menurut Munir (1991), alofan terutama ditemukan pada tanah-tanah abu vulkanik dan di Indonesia banyak di jumpai di Jawa, Sumatra, Bali dan NTB, Kitagawa (1971) dalam Munir (1991) juga menyebutkan bahwa alofan mempunyai prioritas dan permeabilitas tinggi, memiliki daya serap dan pertukaran kation yang tinggi.

  Gambar 1. Sebaran Gunung Vulkanik di Indonesia

  Pengembangan alofan alam sebagai penjerap perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas jerapannya. Bahan-bahan alam dipilih untuk memodifikasi alofan alam sebagai penjerap logam berat. Lempung Bayat dan Abu sekam dipilih sebagai campuran alofan sebagai penjerap ion logam dalam larutan.

  Lempung Bayat dipilih sebagai penjerap karena keberadaannya yang melimpah di Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten, serta saat ini baru dimanfaatkan sebagian besar masyarakat Bayat untuk produksi gerabah. Lempung merupakan agregat mineral yang berupa tanah yang terutama terdiri dari hydrous aluminium silicates, memiliki situs aktif pada permukaannya, keras dan kaku bila kering, stabil pada suhu tinggi dan bersifat plastis bila dihaluskan dan dibasahi (Sulastri dan Kristianingrum, 2007; Auliah, 2009; Tan, 1982). Lempung merupakan konstituen utama dalam tanah dan berperan sebagai perangkap alami polutan-polutan yang mengalir bersama air di permukaan atau di dalam tanah melalui proses penjerapan atau pertukaran ion. Selain itu, lempung memilki luas permukaan spesifik dan porositas yang tinggi, keberadaannya melimpah serta kapasitas pertukaran ion yang tinggi (Suarya, 2012). Berbagai keunggulan lempung di atas menyebabkan lempung banyak digunakan sebagai penjerap.

  Indonesia mempunyai potensi cadangan lempung yang sangat besar dan tersebar terutama di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Lempung banyak dimanfaatkan secara individu maupun industri sebagai bahan baku pembuatan batu bata, genteng, marmer, keramik, gerabah atau keperluan rumah tangga lainnya. Di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten mempunyai cadangan lempung yang cukup besar, namun hingga sekarang pemanfaataannya masih sebatas untuk pertanian dan untuk memasok kebutuhan bahan pembuatan gerabah.

  Lempung dengan karakteristiknya dapat dimanfaatkan sebagai penjerap logam berat. Mineral lempung mempunyai kemampuan sorpsi dan pertukaran ion, luas permukaan yang besar, murah, keberadaannya melimpah sehingga lempung dapat dikembangkan sebagai penjerap logam berat pada limbah cair (Zhao et al., 2011 dan Grasi et al., 2012). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lempung efektif sebagai penjerap logam berat. Muhdarina (2010) melakukan kajian kinetika

  2+

  jerapan lempung alam dari daerah Cengar Provinsi Riau sebagai penjerap kation Co dalam larutan buatan. Wahba et al., (2012) menggunakan mineral lempung monmorilonit, kaolinit dan campurannya sebagai penjerap logam timbal (Pb), kadmium (Cd) dan seng (Zn) dengan metode Electrical Stirred Flow Unit (ESFU). Alhawas (2013) melakukan uji perbandingan kapasitas jerapan logam nikel (Ni) oleh lempung dari dua daerah berbeda, yaitu lempung dari pegunungan Al- Mhawes, Al-Kharg dan Khulais, Jeddah secara kolom. Talaat et al., (2011)

  3+ 2+ 2+ 2+ 2+ 2+

  menggunakan lempung untuk menjerap logam Cr , Ni , Cd , Cu , Zn dan Pb baik dengan perlakuan awal maupun tanpa perlakuan awal secara batch.

  Sistha (2014) menggunakan perpaduan lempung dan tanah andisol dengan perbandingan tertentu untuk mengadsorbsi logam tembaga (Cu) secara batch. Lempung tidak dilakukan aktivasi secara kimia sedangkan tanah andisol diaktivasi menggunakan larutan NaOH 3N. Bijang dan Telussa (2008) melakukan aktivasi lempung yang berasal dari desa Ouw-Saparua Maluku dengan H SO 10% dan digunakan untuk

  2

  4 menjerap logam timbal dan tembaga.

  Kemampuan tanah lempung dan tanah andisol dalam mengurangi kandungan logam berat dikembangkan dalam bentuk teknologi tepat guna untuk mengatasi kontaminasi logam berat Mn pada air permukaan. Salah satu pengembangan yang sudah dilakukan adalah pembuatan filter keramik. Filter keramik berbahan utama tanah lempung telah terbukti mampu menurunkan kandungan logam berat dan mikroba (Agmalini, et al., 2013; Dewi, 2011; Haryati, et al., 2011; Hariyadi, et al., 2013; Henry

  et al ., 2013; Sunaryo dan Widyawidura, 2010). Pengembangan filter keramik

  berbahan utama tanah liat ini diharapkan mampu menghasilkan pengurangan bahan pencemar fisik, biologi dan kimia yang lebih efektif sehingga diperoleh air bersih yang dapat ditoleransi untuk air minum; sederhana karena pengoperasiannya tidak memerlukan keahlian khusus; bahan-bahan yang digunakan tersedia dilokasi dan mudah diperoleh serta murah, dan efektif dalam memurnikan air (Dewi, 2011).

  Sekam padi merupakan limbah pertanian yang melimpah di Indonesia. Selama ini sekam padi biasanya hanya digunakan sebagai bahan bakar atau bahkan hanya dibakar begitu saja. Dengan menjadikannya sebagai adsorben diharapkan dapat memberi nilai tambah pada limbah ini. Beberapa peneliti (Proctor et al., 1995; Chang, et al., 2001) telah menggunakan abu sekam padi sebagai pemucat minyak goreng dan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan abu sekam padi sebagai adsorben untuk keperluan yang lebih luas.

  Berdasarkan berbagai penelitian dengan memanfaatkan tanah andisol, lempung alam dan abu sekam, maka pada penelitian ini dilakukan pengembangan penjerap berupa campuran tanah andisol, lempung bayat dan abu sekam untuk meningkatkan

  3+

  efektifitas penjerapan terhadap logam berat kromium (Cr ) serta pengembangannya sebagai filter keramik dan pipa penjernih untuk menurunkan kandungan logam berat kromium (Cr) pada air tanah.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana pengaruh komposisi tanah andisol / lempung bayat / abu sekam, suhu aktivasi dan waktu kontak terhadap kapasitas jerapan ion logam berat kromium (Cr) dalam larutan model?

  2. Bagaimana kondisi optimum penjerap campuran tanah andisol / lempung bayat / abu sekam sebagai penjerap ion logam berat kromium (Cr) dalam larutan model?

  3. Bagaimana efektivitas filter keramik dan pipa penjernih dalam mengurangi kandungan ion logam berat kromium (Cr) dalam air?

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui pengaruh komposisi tanah andisol / lempung bayat / abu sekam, suhu aktivasi dan waktu kontak terhadap kapasitas jerapan ion logam berat kromium (Cr) dalam larutan model.

  2. Untuk mengetahui kondisi optimum penjerap campuran tanah andisol / lempung bayat / abu sekam sebagai penjerap ion logam berat kromium (Cr) dalam larutan model.

  3. Untuk mengetahui efektivitas filter keramik dan pipa penjernih dalam mengurangi kandungan ion logam berat kromium (Cr) dalam air.

D. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

  1. Manfaat bagi peneliti : Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan pemikiran dalam pengembangan bahan alam (tanah andisol, lempung bayat, abu sekam dan modifikasi andisol-lempung-abu sekam) sebagai penjerap yang efektif dalam menurunkan kadar logam berat kromium di perairan.

  2. Manfaat bagi masyarakat : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam memanfaatkan tanah andisol, lempung bayat dan abu sekam sebagai penjerap logam berat kromium di perairan serta pengembangan filter keramik dan pipa penjernih untuk meningkatkan kualitas air.

  3. Manfaat bagi pemerintah : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengelola potensi daerah, yaitu tanah lempung dan andisol agar lebih bermanfaat bagi masyarakat luas terutama dalam penjernihan air minum

  4. Manfaat Terapan : Adanya alternatif model penjernihan air dengan pemanfaatan campuran tanah andisol, abu sekam dan lempung