TESIS TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
i
TESIS TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS Oleh : ONNY BUNGA NOVASARI, S.H. NIM : 031042028 N PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ii
TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Oleh : ONNY BUNGA NOVASARI, S.H. NIM : 031042028 N PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini telah disetujui, Tanggal 8 Februari 2012 Oleh Dosen Pembimbing Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., MH. NIP. 197304062003121002 Mengetahui : Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Huku Universitas Airlangga Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H., MH. NIP. 196705201992031002
iii
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Panitia Penguji, Pada hari selasa, tanggal 8 Februari 2012 PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua : Prof. Dr. Eman Ramelan, S.H., MS. Anggota : 1. Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., MH.
2. Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H., MH.
iv
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRAK
Secara hukum Notaris diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris. Ketika seorang Notaris melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris maka yang berwenang menjatuhkan sanksi adalah Majelis Pengawas Notaris. Atas sanksi tersebut apabila Notaris yang bersangkutan tidak puas dapat mengajukan upaya hukum sehingga dengan demikian Majelis Pengawas bertanggung gugat atas keputusan yang telah dijatuhkannya.
Tipe penelitian dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dimana pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach)
Kewenangan Majelis Pengawas Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri No M.02.PR.08.10 Tahun 2004 adalah sama yakni melakukan pengawasan,pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi. Terkait dengan kewenangan menjatuhkan sanksi terdapat ketidaksesuaian antara pengaturan di UUJN dan Peraturan Menteri. Terkait dengan upaya hukum yang dapat dilakukan Notaris yang dijatuhi sanksi oleh Majelis Pengawas Notaris adalah dengan mengajukan gugatan Ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Umum atas dasar 1365 (perbuatan melanggar hukum oleh penguasa).
Kata kunci : Tanggung Gugat, Majelis Pengawas Notaris v
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT
By law, Notary supervised by the Notary Monitoring Council. When a notary violates the provisions stipulated in statute Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris the Notary Monitoring Council is authorized to impose sanctions. if the notary have question about that sanctions may file legal action then Notary Monitoring Council is accountable for decisions that have been dropped.
The research type of this thesis is a normative juridical where the approach to the problem which is used Statute of approach (Statute of approach) and the conceptual approach (conceptual approach).
The authority of Notary Monitoring Council as set forth in statute Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris and Ministerial Regulations No M.02.PR.08.10 Tahun 2004 which is equal to monitoring, isnpection and dropped sanctions. With the authority to dropped sanctions, there is missmatch between regulation in UUJN dan Ministerial Regulations. Related to the legal effort by sanctioned notary by Notary Monitoring Council is to file a lawsuit to Administrative Court and Civil Court by 1365 BW.
Keywords : Liability, Notary Monitoring Council. vi
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala pertolongan dan karunianya yang telah memberi kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik dan lancar. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademis dalam memperoleh gelar Magister Kenotariatan Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tesis ini banyak sekali mendapat bantuan, dukungan, masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
2. Bapak Prof. Dr. Eman Ramelan, S.H., MS., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan selaku Ketua tim penguji tesis.
3. Bapak Dr. M. Hadi Subhan, S.H., MH., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan sebagian waktunya, tenaga dan pikiran serta memberikan arahan dan saran dalam membimbing untuk membantu saya dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H,. MH., selaku anggota tim penguji tesis.
5. Kepada kedua orang tuaku bapak Suwarno dan ibu Dra. Lilik Hartini. M.Si terima kasih atas semangat, doa dan dukungan yang diberikan selama ini. vii
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6. Kepada kedua mertuaku bapak Imam Wahyudi dan ibu Roos Utami Hidayat terima kasih atas semangat, doa dan dukungan yang diberikan selama ini.
7. Suami saya Achmad Gumilang yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan kuliah Magister Kenotariatan.
8. Sahabat-sahabatku anggi, mughni, resti dan tika yang selalu bersama saat menempuh kuliah dan selama proses pengurusan Tesis.
9. Teman-teman Magister Kenotariatan Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga angkatan 2010.
10. Semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Harapan penulis dengan tersusunnya tesis ini semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Surabaya, 10 Februari 2012 Penulis, Onny Bunga Novasari, S.H. viii
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii ABSTRAK ................................................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiiBAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1 1.1 Latar Belakang .............................................................................
1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................
7 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................
7 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................
8 1.4.1 Secara Akademis ..............................................................
8 1.4.2 Secara Praktis ...................................................................
8 1.5 Metode Penelitian .....................................................................
8 1.5.1 Pendekatan Masalah .........................................................
8 1.5.2 Bahan Hukum ...................................................................
10
1.5.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum ...............................................................................
11 1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................
12 BAB II KEWENANGAN MAJELIS PENGAWS NOTARIS ...............
14
ix
x 2.1 Kedudukan Majelis Pengawas Notaris .......................................
3.1.1. Majelis Pengawas Notaris sebagai Pejabat Tata Usaha Negara .............................................................
3.2.2 Keputusan Majelis Pengawas Notaris dan Gugatan
56
3.2.1 Sejarah Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Penguasa
(onrechtmatige overheidsdaad) ............................................
56
3.2 Tanggung Gugat Perdata Majelis Pengawas Notaris Atas Dasar Pasal 1365 B.W. ( Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa) ...............................................................................
48
3.1.2 Keputusan Majelis Pengawas Notaris sebagai Obyek Sengketa Tata Usaha Negara ..............................................
41
41
14 2.1.1 Pengertian Majelis Pengawas Notaris ...............................
3.1 Tanggung Gugat Majelis Pengawas Notaris di Bidang Hukum Administrasi ..................................................................
39
26 BAB III TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS ..
2.2 Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 ...........................
19
2.2 Kewenangan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ............................................................................
15
15 2.1.3 Unsur-unsur Majelis Pengawas Notaris ............................
14 2.1.2 Tingkatan Majelis Pengawas Notaris ..............................
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) ..........................................
64 BAB IV PENUTUP .....................................................................................
68 4.1 Kesimpulan .................................................................................
68 4.2 Saran ............................................................................................
69 DAFTAR BACAAN ...................................................................................
71
xi
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN
1. PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA SURABAYA NOMOR : 25/G/2009/PTUN.SBY.
xii
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lembaga Kenotariatan masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke XVII
1 dengan keberadaan Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.
Notaris pertama yang diangkat di Indonesia adalah Melchior Kelchem, sekretaris dari College van Schenpenen di Jakarta pada tanggal 27 agustus 1620.
Selanjutnya berturut turut diangkat beberapa notaris lainnya, yang kebanyakan adalah keturunan Belanda atau timur asing lainnya. Tugas Melchior Kelchem
2
sebagai Notaris dalam surat pengangkatannya yaitu melayani dan melakukan semua surat libel (smaadschrift), surat wasiat di bawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta perjanjian perdagangan,perjanjian kawin, surat wasiat
(testament) dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu di kotapraja.
Pada tanggal 26 januari 1860, diterbitkannya peraturan Notaris Reglement yang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.
1 2 G.H.S. Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Nptaris,Erlangga,Jakarta,1983,hlm 15 Komar Andasasmita,Notaris I ,Sumur Bandung, 1981, hlm 37
1
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan Pasal II Aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945 yang bunyinya “Segala Peraturan perundang-undangan yang ada
masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”. Dengan dasar Pasal II Aturan Peralihan tersebut tetap diberlakukan
Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860:3).
Pada tahun 2004 kemudian diundangkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau disebut UUJN pada tanggal 6 Oktober
3
2004. Pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi :
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia (Stbl. 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 101;
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris
3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954;
4. Pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang sumpah/janji Jabatan Notaris.
Fungsi dan peran Notaris dalam gerak pembangunan yang semakin komplek ini tentunya makin luas dan berkembang. Notaris mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti berupa akta otentik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang- undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa: 3 Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik, Refika Aditama, Bandung 2009,hlm 4
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
“Akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempatkan dimana akta dibuatnya”
Sedangkan dalam Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa: “ Akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang- undang ini.”
Notaris mempunyai peran serta dalam aktivitas menjalankan profesi hukum yang tidak dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan yang mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan hukum itu sendiri, yang mana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur segala kehidupan masyarakat.
Tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan profesi hukum tidak dapat dilepaskan pada pendapat bahwa dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepasakan dari keagungan hukum itu sendiri, sehingga Notaris diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanan kepada masyarakat.
Seorang Notaris dalam menjalankan tugasnya harus seksama, mandiri dan tidak memihak. Notaris juga harus melaksanakan setiap tugasnya dengan ikhlas dan bertanggung jawab bukan semata-mata untuk mencapai keutungan pribadi semata, dalam menjalankan setiap tugasnya Notaris harus menggunakan segala keilmuan yang dipunyainya dan apabila di tengah perjalanan ada hal-hal yang tidak diketahuinya Notaris dapat bertanya ke teman sejawat atau kepada akademisi yang berkompeten.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
Mengingat fungsi dan peranan Notaris yang begitu besar bagi masyarakat maka tidak jarang timbul penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Notaris itu sendiri, untuk mengatasi dan menanggulangi penyalahgunaan tersebut maka dibentuk sebuah lembaga yang bertugas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja Notaris.
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pemerikasaan, pengwasan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh Badan Peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana pernah diatur dalam Pasal 140 Reglement op de Rechtelijke Organiesatie en Het er Justie ( Stbl. 1847 No 23), pasal 96 Regelement Buitengewesten, Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen
- – Lembaran Negara 1946 Nomor 135 dan Pasal 54 Peraturan Jabatan Notaris , kemudian pengawasan terhadap Notaris dilakukan Peradilan umum dan Mahkamah Agung sebagaimana tersebut dalam Pasal 32 dan 54 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Peradilan umum dan Mahkamah Agung. Kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan diri Notaris dan terakhir dalam Pasal 54 Undang-
4 undang Nomor 8 tahun 2004.
Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Dasar (UUD) 1945, dengan amandemen tersebut telah pula 4 Habib Adjie,Majelis Pengwas Notaris sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Refika Aditama,
Bandung, 2011,hlm 2
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
merubah Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh institusi Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Sebagai tindak lanjut dari perubahan tersebut Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang dalam Pasal 18 ditegaskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa Mahkamah Agung sebagai pelaku salah satu kekuasaan kehakiman. Pada tahun 2004 dibuat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004, dalam Pasal 5 ayat (1) ditegaskan bahwa pembinaan tehnis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung sesuai dengan isi Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 mengenai Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di Lingkungan Umum Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung.
Dengan adanya pengalihan kewenangan tersebut, Notaris diangkat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia tidak tepat lagi apabila pengawasannya dilakukan oleh instansi lain yang dalam hal ini adalah badan peradilan, oleh karena itu pengawasannya dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
Majelis Pengawas Notaris disini adalah instansi yang melakukan pengawasan,pemeriksaan dan menjatuhkan saksi bagi Notaris. Majelis pengawas berwenang menjatuhkan sanksi bagi Notaris apabila Notaris yang bersangkutan melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Pengawas Notaris tersebut dikenal dengan istilah sanksi administratif. Dalam pasal 85 Undang- undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditentukan 5 (lima) jenis sanksi administratif, yaitu:
1. Teguran Lisan;
2. Teguran tertulis;
3. Pemberhentian sementara;
4. Pemberhentian dengan hormat; 5. Pemberhentian tidak hormat.
Terhadap sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Pengawas Notaris tersebut apabila Notaris yang bersangkutan tidak puas atas sanksi yang dijatuhkan maka Notaris yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negaradan Pengadilan Umum sehingga dalam hal ini bisa dikatakan bahwa Majelis Pengawas Notaris bertanggung gugat.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahasnya dalam suatu karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul
TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa kewenangan Majelis Pengawas menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 ?
2. Upaya hukum apakah yang dapat dilakukan Notaris yang dikenai sanksi oleh Majelis Pengawas Notaris?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penulisan Tesis ini selain untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, juga mempunyai tujuan lainnya seperti yang penulis sebutkan dibawah ini, antara lain : a. Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai kewenangan
Majelis Pengawas Notaris menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004.
b. Memberikan kontribusi pemikiran dan kajian mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan Notaris yang dikenai sanksi oleh Majelis Pengawas Notaris.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara Akademis
a. Memberikan kontribusi pemikiran mengenai kewenangan Majelis Pengawas Notaris menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004.
c. Memberikan gambaran mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan Notaris yang dikenai sanksi oleh Majelis Pengawas Notaris.
1.4.2 Secara Praktis
Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman khalayak umum mengenai kewenangan Majelis Pengawas Notaris dan tanggung gugat Majelis Pengawas Notaris atas keputusan yang telah dikeluarkan.
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Pendekatan Masalah
Tipe penelitian dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normative (legal
research), yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang
bersifat formil seperti Undang-undang, peraturan-peraturan serta literature yang berisi konsep-konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalah yang akan dibahas dalam tesis ini.
Metode penelitian merupakan faktor penting dalam setiap penulisan karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, menggunakan suatu metode dalam melakukan suatu
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
penelitian merupakan ciri khas dari ilmu pengetahuan untuk mendapatkan suatu kebenaran hukum dengan cara menggali, mengolah dan merumuskan bahan-bahan hukum yang diperoleh. Sehingga dalam penulisannya mendapat kesimpulan yang sesuai dengan kebenaran ilmiah untuk menjawab isu hukum yang dihadapi, yang pada akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang ( statute approach ), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan histories (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual ( conceptual approach ).
Dalam penulisan tesis ini, metode pendekatan yang akan digunakan penulis adalah: pendekatan undang-undang ( statute approach ), pendekatan konseptual
5 ( conceptual approach).
Pendekatan undang-undang ( statute approach ) dilakukan dengan menalaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil dari
6 telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi .
Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan 5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,Jakarta, 2008,
hal. 93 6 Ibid.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapai. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi
7
.1.5.2 Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan Tesis ini adalah sebagai berikut: a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang- undangan dan putusan-putusan hakim
8
. Adapun yang termasuk bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penulisan Tesis ini yaitu:
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
7 Peter Mahmud Marzuki, op.cit., hal. 95
8 ibid , hal. 141
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
4. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta Dan Pemanggilan Notaris.
b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.
Publikasi ini meliputi literatur-literatur ilmiah, buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang bertujuan untuk mempelajari isi dari pokok permasalahan yang dibahas.
9
c. Bahan Non Hukum Bahan non hukum sebagai penunjang dari bahan hukum primer dan sekunder, bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder , yaitu data yang diambil dari internet, kamus serta wawancara.
10
1.5.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum
Tehnik pengumpulan dan pengolahan bahan hukum yang penulis lakukan adalah dengan mengumpulkan dan membaca peraturan perundang-undangan, khususnya hukum dibidang kenotariatan, disamping itu juga peraturan perundang- undangan hukum lainnya dan beberapa literatur penunjang, seperti buku-buku dari para sarjana, makalah, jurnal, serta mengumpulkan data-data lainnya yang berkaitan dengan masalah di dalam tesis ini untuk kemudian diolah dengan cara diseleksi dan diklasifikasi berdasarkan masalah yang dibahas. Dari pengumpulan 9 Ibid. 10 Peter Mahmud Marzuki, op.cit., hal. 165
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
data yang diperoleh tersebut, dan setelah diklasifikasi, maka kemudian data tersebut dianalisa menggunakan analisa deskriptif analisis, yaitu dengan cara menggambarkan data-data yang ada untuk kemudian dianalisa dan dilakukan penafsiran secara sistematis serta menguraikannya sesuai dengan permasalahan yang terkait dalam penulisan tesis ini.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab I didalam Tesis ini memuat pendahuluan yang digunakan sebagai landasan permasalahan pokok bagi pembahasan pada Bab II dan Bab III. Pada bab ini akan diuraikan mengenai pendahuluan yang berisi latar belakang suatu permasalahan dan rumusan masalah yang diangkat sebagai batasan dalam pembahasan selanjutnya, hal itu dilakukan guna memberikan arah kerangka berpikir yang jelas. Disamping itu juga memuat Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II akan membahas mengenai jawaban dari permasalahan yang pertama yaitu mengenai kewenangan Majelis Pengawas Notaris dimana di dalam bab ini akan menguraikan mengenai kewenangan Majelis Pengawas Notaris berdasarkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004.
Bab III akan membahas mengenai jawaban dari permasalahan yang kedua yaitu upaya hukum yang dapat dilakukan Notaris yang dikenai sanksi oleh Majelis Pengawas Notaris dimana di dalam bab ini akan menguraikan mengenai upaya hukum Notaris dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
dan upaya Hukum Notaris dengan Mengajukan gugatan ke Pengadilan Umum atas dasar Pasal 1365 B.W. ( perbuatan melawan hukum oleh penguasa) Pada Bab IV akan diuraikan kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab- bab sebelumnya, di dalam tesis ini serta akan diberikan saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat bagi kepastian dan pemahaman hukum. Dan pada bagian akhir penulisan ini terdiri dari daftar bacaan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
2.1 Kedudukan Majelis Pengawas Notaris
2.1.1 Pengertian Majelis Pengawas Notaris
Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Notaris merupakan suatu badan yang memiliki wewenang dan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris, Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris.
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris, Majelis Pengawas Notaris yaitu Majelis Pengawas yang tugasnya memberi pembinaan dan pengawasan kepada notaris dalam menjalankan jabatan profesinya sebagai pejabat umum yang senantiasa meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerjanya sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi penerima jasa Notaris dan masyarakat luas.
14
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menurut Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01-HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Notaris, Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
2.1.2 Tingkatan Majelis Pengawas Notaris
Dalam Pasal 68, Pasal 69 ayat (1), Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, tingkatan- tingkatan Majelis Pengawas Notaris, yaitu:
1. Majelis Pengawas Daerah Notaris berkedudukan di kota atau kabupaten;
2. Majelis Pengawas Wilayah Notaris dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Propinsi;
3. Majelis Pengawas Pusat Notaris dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
2.1.3 Unsur-unsur Majelis Pengawas Notaris
Dalam Pasal 67 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa: (1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang,terdiri atas unsur:
a. pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan c. ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri. (5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.
Dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Ditentukan pengusulan anggota Majelis Pengawas Notaris. Pasal 3 ayat (1) menentukan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Daerah (MPD) dengan ketentuan:
a. Unsur pemerintah oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah;
b. Unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia;
c. Unsur Ahli/akademisi oleh pemimpin fakultas hukum atau perguruan tinggi setempat.
Pasal 4 ayat (1) menentukan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dengan ketentuan:
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
a. Unsur Pemerintah oleh Kepala Kantor Wilayah;
b. Unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia;
c. Unsur ahli/akademisi oleh pemimpin fakultas hukum atau perguruan tinggi setempat.
Pasal 5 ayat (1) menentukan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Pusat (MPP) dengan ketentuan:
a. Unsur pemerintah oleh Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum;
b. Unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia;
c. Unsur ahli/akademisi oleh dekan Fakultas Hukum Universitas yang menyelenggarakan Program Magister Kenotariatan.
Keanggotaan Majelis Pengawas Notaris yang terdiri dari 3 unsur tersebut diharapkan mampu bersinergi dalam memberikan pengwasan terhadap pelaksanaan tugas seorang Notaris. Unsur Notaris dalam keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan dapat mengawasi Notaris sendiri karena dalam hal ini Notaris dianggap memahami betul mengenai seluk beluk dunia Notaris sedangkan unsur Pemerintah dan akademisi dimaksudkan sebagai perwakilan dari masyarakat karena pada dasarnya Notaris bertugas memberikan pelayanan pada masyarakat.
Dengan demikian ,mereka yang duduk sebagai anggota Majelis Pengawas Notaris harus memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan tata cara pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris yaitu: 1. warga negara Indonesia; 2. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. pendidikan paling rendah sarjana hukum; 4. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun lebih; 5. tidak dalam keadaan pailit; 6. sehat Jasmani dan rohani; 7. berpengalaman dalam bidangnya paling rendah 3 (tiga) tahun.
Selain harus memenuhi syarat formal sebagaimana disebutkan di atas anggota Majelis Pengawas Notaris juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. harus mempunyai kemampuan keilmuan (hukum dan notariat) yang mumpuni; 2. patuh dan taat terhadap norma agama, norma kesusilaan dan norma adat; 3. tidak pernah berjudi, mabuk, menyalahgukanan narkoba, dan berzina serta selingkuh atau untuk suami beristri lebih dari satu tanpa meminta izin dari istri yang lainnya; 4. mempunyai rumah tangga yang harmonis.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.2 Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk Majelis Pengawas Notaris.
Dalam menjalankan fungsinya Majelis Pengawas Notaris dalam tiap-tiap tingkatannya mempunyai kewenangannya masing-masing.
1. Majelis Pengawas Daerah (MPD)
Wewenang MPD yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tersebar dalam beberapa pasal. Dalam Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris diatur mengenai kewenangan MPD yang berkaitan dengan:
(1). Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. mengambil fotokopi minuta akta dan surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. (2). Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Substansi Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ini bersifat imperative (keharusan) atau kewajiban yang harus dipenuhi oleh peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim untuk meminta Persetujuan terlebih dahulu dari MPD. Ketentuan ini merupakan bagian dari Hukum Acara Pidana yang harus dipenuhi. Jika peradilan, penyidik ,penuntut umum atau hakim mengabaikan ketentuan tersebut dapat ditegaskan bahwa hasil pemeriksaan tersebut invalid dan peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim yang mengabaikannya dapat dikategorikan tidak menjalankan undang-undang dan tindakannya tersebut dapat dilaporkan kepada instansi atasan peradilan,penyidik,penuntut umum atau hakim.
Ketentuan pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ini mutlak yang tidak dipunyai oleh Majelis Pengawas Wilayah maupun Majelis Pengawas Pusat. Subtansi Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 imperatif dilakukan oleh penyidik,penuntut umum atau hakim. Dengan batasan sepanjang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris dan sesuai dengan kewenangan Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 Undang- undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara pidana karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seorang Notaris digugat perdata maka ijin MPD tidak diperlukan, karena hak setiap orang untuk mengajukan gugatan jika ada hak-haknya terlanggar oleh suatu akta Notaris.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam kaitan ini MPD harus obyektif ketika melakukan pemerikasaan atau meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim artinya MPD harus menempatkan akta Notaris sebagai obyek pemeriksaan sehingga tata cara atau prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemeriksaan sehingga tata cara atau prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemerikasaan tersebut. Dengan demikian diperlukan anggota MPD, baik dari unsur Notaris, pemerintahan dan akademisi yang memahami akta Notaris baik dari prosedur maupun substansinya. Tanpa ada izin dari MPD maka penyidik, penuntut umum dan hakim tidak dapat memanggil atau meminta Notaris dalam suatu perkara pidana. Menempatkan akta sebagai obyek, maka batasan Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan
1
pemeriksaan akan berkisar pada:
a. Kekuatan Pembuktian Lahiriah akta Notaris Dalam memeriksa aspek lahiriah dari Akta Notaris, maka Majelis Pengawas Daerah harus dapat membuktikan ontensitas akta Notaris, maka Majelis Pengawas Daerah harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek lahiriah dari akta Notaris. Jika Majelis Pengawas Daerah tidak mampu untuk membuktikannya, maka akta tersebut harus dilihat “apa adanya” bukan dilihat “ada apanya” b. Kekuatan Pembuktian formal Akta Notaris
Dalam hal ini Majelis Pengawas Daerah harus dapat membuktikan 1 ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris,
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik, Bandung, PT Refika Aditama,hlm 157
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan Notaris. Dengan kata lain Majelis Pengawas Daerah tetap harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari Akta Notaris. Jika Majelis Pengawas Daerah tidak mampu untuk membuktikannya, maka akta Notaris tersebut harus diterima oleh siapapun termasuk oleh Majelis Pengawas Daerah sendiri.
c. Kekuatan Pembuktiaan Materiil Akta Notaris Dalam kaitan ini Majelis Pengawas Daerah harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta atau para pihak yang telah benar berkata (dihadapan Notaris) menjadi tidak berkata benar. Majelis Pengawas Daerah harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materiil dari akta Notaris. Jika Majelis Pengawas Daerah tidak mampu untuk membuktikannya maka akta tersebut benar adanya.
Dengan demikian aspek mana yang akan dibuktikan secara terbalik oleh Majelis Pengawas Daerah ketika memeriksa Notaris? Maka Majelis Pengawas Daerah dibebani pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 138 HIR, sebelum memutuskan apakah Notaris yang diperiksa tersebut telah melanggar salah satu atau ketiga aspek tersebut.
Selanjutnya dalam Pasal 70 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur wewenang MPD yang berkaitan dengan:
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu; c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan; e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4); g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah.