BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DIARE - HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK PENANGANAN BALITA DIARE DI RUMAH PADA WILAYAH PUSKESMAS KALIMANAH PURBALINGGA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DIARE Diare adalah suatu infeksi usus yang menyebabkan keadaan feses bayi

  encer dan atau berair, dengan frekuensi lebih dari 3 kali per hari, kadang disertai muntah (Sakinah dan Arifianto, 2001).

  Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja penderita (Harianto, 2004).

  Diare akut yaitu diare berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung dari 14 hari (Simadibrata, 2006).

  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian diare adalah suatu infeksi usus yang menyebabkan keadaan feses encer dan atau berair, dengan frekuensi lebih dari tiga kali per hari serta berangsung kurang dari 15 hari.

B. PENYEBAB DIARE

  Menurut Simbadibrata (2006) diare juga dapat disebabkan oleh : 1.

  Intoksikasi makanan : makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri / toksin : Clostridium, perfringens,

  B.cereus, S.aureus, Strepcoccus anhaemo lyticus.

  2. Alergi : susu sapi, makanan tertentu.

  3. Malabsorbsi / Maldigesti : karbohidrat, monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa ), disakarida (sukrosa, laktosa).

  Penyabab diare yang paling ditakuti adalah yang disebabkan oleh kuman benih kolera. Biasanya, kolera akan datang secara tiba–tiba, beberapa jam sampai 4 atau 5 sejak jasad penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh. Penyebab kolera yang keras biasanya ditandai dengan perut mulas, mencret dan kejang otot yang sakit selalu pada daerah sekitar punggung. (Simamora, et al 1996).

C. CARA PENULARAN

  Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan atau air minum yang terkontaminasi tinja atau muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyerap makanan (Anonim, 2002). Tidak mencuci tangan dengan bersih selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat–alat yang dipegang, bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apa lagi pada bayi sering memasukan tangan atau maninan atau apapun ke dalam mulut, karena virus ini dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa hari. Disamping itu, penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar serta pencucian dan pemaikaian botol susu yang tidak bersih (Suririnah,2006). Faktor kelalaian manusia dalam menjaga kebersihan lingkungan tidak dapat diabaikan. (Wulan, 2006 ).

  D. TANDA–TANDA DEHIDRASI

  7.Mulut dan lidah Lembab (basah)

  E. PENANGANAN DIARE

  11.Produksi urin Normal sampai berkurang Lama Minimal (sangat sedikit)

  10.Suhu lengan dan tungkai Hangat Dingin Dingin, biru

  (lama) Memanjang (lama), minimal

  9.Pengisian kapiler darah Normal Memanjang

  Kembali sebelum 2 detik Kembali setelah 2 detik

  8.Elastisitas kulit Cepat kembali setelah dicubit

  Kering Pecah–pecah

  6.Air mata Ada Berkurang Tidak ada

  Derajat dehidrasi ditunjukan oleh tanda dan gejala yang menggambarkan kehilangan cairan tubuh (Sakinah dan Arifianto, 2001)

  5.Mata Normal Agak cekung Sangat cekung

  4.Pernapasan Normal Normal, cepat Dalam

  3.Denyut nadi Normal Normal sampai meningkat Meningkat sampai melemah

  Haus dan ingin minum terus Minum sangat sedikit sampai tidak bisa minum

  2.Rasa haus Minum baik, mungkin menolak cairan

  1.Status mental Baik, waspada Normal, lesu atau rewel Minum sangat sedikit sampai tidak bisa minum

  Tanpa dehidrasi Ringan-sedang Berat

  Tanda Derajat Dehidrasi

Tabel 2.1 Tanda-tanda Dehidrasi

  Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang akibat buang air besar dan muntah–muntah. Cukup dengan memberikan oralit atau membuat larutan gula garam (LGG).(Wulan, 2006). Apabila oralit tidak tersedia kita dapat membuat LGG dengan komposisi 1 sendok teh gula pasir ditambah ¼ sendok teh garam ditambah 200 cc air matang hangat. (Puji, 2005).

  Menurut Depkes RI (2003) tatalaksana diare adalah sebagai berikut : 1.

  Rencana terapi A Untuk mengobati diare di rumah dengan penderita tanpa dehidrasi.

  a.

  Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan yang cair (seperti sup, air tajin).

  b.

  Berikan larutan ini sebanyak anak mau.

  c.

  Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

  d.

  Teruskan ASI e. Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan.

  Untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu.

  f.

  Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam tiga hari atau menderita : buang air besar lebih sering, muntah berulang, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah.

2. Rencana terapi B

  Untuk penanganan dehidrasi ringan atau sedang dengan pemberian oralit, berikan oralit sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

  a.

  Berikanlah minum, bila anak menginginkan lebih banyak minum.

  b.

  Meneruskan ASI bagi ibu yang masih menyusui c. Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI berikan juga 100 – 200 ml air masak selama masa ini.

  Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk mempermudah dirumah, berikan oralit sesuai tabel di bawah ini :

Table 2.2 Pemberian Oralit Berdasarkan Umur

  Umur < 1 tahun 1 – 4 > 5 tahun Dewasa tahun Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400

  Sumber : Depkes RI (2003) 3. Rencana terapi C

  Rencana pengobatan C digunakan terutama untuk penderita dehidrasi berat, Maksud rencana pengobatan ini adalah memberikan sejumlah cairan yang banyak dengan cepat untuk mengganti cairan yang hilang yang mengakibatkan dehidrasi berat.

  Cara pemberian biasanya dengan cairan intravena, cairan yang dianjurkan adalah ring laktat karena cairan ini memberikan natrium dan yang cukup dimetabolisme menjadi bikarbonat untuk mengatasi

  laktat asidosis, cairan lain yang dapat diterima adalah normal salin setengah.

  Cairan lain yang dapat diberikan untuk penderita dehidrasi berat adalah dengan rehidrasi oral dengan pipa nasogastrik. Cara ini dapat dipakai hanya sebagai tindakan derajat yaitu bilamana pemberian secara interavena tidak dapat dilakukan. Cairan yang dibutuhkan dalam rehidrasi oral pipa nasogastrik adalah larutan oralit. Setelah tanda–tanda dehidrasi penderita membaik, cairan harus diberikan menurut rencana terapi B dan bila dehidrasi telah hilang, cairan dapat diberikan menurut rencana pengobatan A.

  Tindakan pencegahan diare adalah hal yang baik dari pada pengobatan, adapun cara pencegahan diare menurut (Suririnah, 2006) sebagai berikut : a.

  Meneruskan pemberian ASI b. Memperhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.

  c.

  Menjaga kebersihan tangan, menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk seluruh anggota keluarga, cuci tangan sebelum atau menyediakan makanan untuk si kecil.

  d.

  Menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang dimakan, juga kebersihan perabot makan atau mainan si kecil.

F. PENGETAHUAN

  Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalaui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yakni : 1.

  Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

  3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  4. Analisa (analysis) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain 5. Sintesis (synthesis)

  Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

  Pengukuran pengtahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau dengan angket atau kuisioner yang menyatukan tentang suatu materi ingin diukur dengan subyek penelitian atau responden. Pengukuran atau penilaian pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) yaitu: 1. 76 – 100 %

  Pengetahuan baik 2. Pengetahuan cukup baik 51 – 75 % 3. Pengetahuan kurang baik 26 – 50 %

  4. 0 – 25 % Pengetahuan tidak baik

  Macam-macam pengetahuan menurut Keraf dan Mikhael (2001) dilihat dari polanya dibedakan menjadi tiga macam pengetahuan :

  1. Tahu bahwa Pengetahuan bahwa adalah pengetahuan tentang informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu memang demikian adanya, bahwa apa yang dikatakannya benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis, pengetahuan ilmiah, walaupun pada tingkat yang tidak begitu mendalam.

  2. Tahu bagaimana Pengetahuan ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu, ini dikenal sebagai know-how, pengetahuan ini berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlian dan kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu.

  3. Tahu akan atau mengenai Yang dimaksud dengan jenis pengetahuan ini adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi.

  Menurut Nursalam (2001) sumber pengetahuan manusia dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :

  1. Tradisi Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah.

  2. Autoritas Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena tidak dapat secara otomatis menjadi seorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.

  3. Pengalaman seseorang Setiap pengalaman seseorang nungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid tentang situasi dan pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaian yang bersifat subjektif.

  4. Trial and error

  Dalam menyelesaikan sutu permasalahan keberhasilan kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui “coba dan salah’

  5. Alasan yang logis Pemikiran ini merupakan komponen yang paling dalam pada pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas alasan deduktif tergantung dari informasi dimana seseorang mendapatkannya.

6. Metode ilmiah

  Pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis.

G. SIKAP

  Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau prilaku, Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003).

  Seperti hanya pengetahuan , sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2003), yaitu : 1.

  Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan atau objek.

  2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya , mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan menyelesaiakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

  Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan wawancara atau dengan angket atau kuisioner yang menyatukan tentang suatu materi ingin diukur dengan subyek penelitian atau responden. Pengukuran atau penilaian sikap menurut Anonim (2006) dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) yaitu:

  1. Sikap baik sekali 76 – 100 %

  2. Sikap baik 51 – 75 %

  3. Sikap cukup baik 26 – 50 %

  4. Sikap kurang baik 0 – 25 %

H. PRAKTIK

  Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya. Praktik mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yaitu : 1.

  Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided respon)

  Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat dua.

  3. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

  4. Adaptasi (adaptation) Suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut.

  Pengukuran praktik dapat dilakukan dengan wawancara atau dengan angket atau kuisioner yang menyatukan tentang suatu materi ingin diukur dengan subyek penelitian atau responden. Pengukuran atau penilaian praktik menurut Anonim (2006) dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) yaitu:

  1. Praktik baik sekali 76 – 100 %

  2. Praktik baik 51 – 75 %

  3. Praktik cukup baik 26 – 50 %

  4. Praktik kurang baik 0 – 25 %

I. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PRAKTIK

  Perilaku seseorang tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan dari orang yang bersangkutan, disamping itu ketersediaan fasilitas dan perilaku orang lain disekitar juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seorang ibu belum mengetahui cara menangani diare yang benar, ibu tersebut tidak atau belum mengetahui akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh diare (predisposising factor). Jauhnya pusat informasi (Puskesmas) juga berperan dalam mempengaruhi kurangnya pengetahuan tentang masalah kesehatan (enabling factor), sebab lain mungkin masyarakat disekitarnya dalam menangani diare dilakuakan secara tradisional, yang sebenarnya cara tersebut kurang tepat (reinforcing factor) Green (1980, dalam Mubarak et al 2006).

  Dalam kehidupan sehari–hari suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Faktor– faktor tersebut diantaranya adalah persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adaptasi. Sikap ibu yang mendengar penyakit diare (penyebab, akibat, penanganan), maka dengan pengetahuan yang telah dimiliki maka ibu tersebut akan mengambil sikap untuk segera menangani masalah yang terjadi. (Notoatmodjo, 2003)

J. KERANGKA TEORI

  Menurut Notoatmodjo (2002) kerangka teori sebagai berikut :

  • Tingkat pengetahuan
  • Kepercayaan -
  • Fasilitas -
  • Keadaan wilayah
  • Perilaku petugas atau
  • Sikap Keluarga -

  • Nilai -

Gambar 3.1 Kerangka Teori K.

  Berdasarkan tinjauan pustaka pada bab sebelumnya banyak faktor yang mempengaruhi kejadian dehidrasi pada anak yang menderita penyakit diare. Dalam penelitian ini tidak semua faktor diteliti, faktor–faktor yang akan diteliti adalah faktor pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam menangani

  Faktor Predisposisi :

  Keyakinan

  Sikap Faktor Pendukung :

  Ketersediaan sumber– sumber

  Praktik ibu dalam menangani kasus diare di rumah

  Faktor Pendorong :

  Kader

  Sikap tetangga

KERANGKA KONSEP

  diare. Pada penelitian ini pengetahuan dan sikap ibu dalam menangani kasus diare pada balita merupakan variabel bebas (independent variable), sedangkan prakti ibu dalam penanganan balita diare merupakan variabel terikat (dependent variable).

  Pengetahuan ibu tentang penanganan diare Praktik ibu dalam penanganan kasus balita diare di rumah

  Sikap ibu dalam penanganan diare

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Antara Pengetahuan dan

  Sikap Ibu dengan Praktik Penanganan Balita Diare di Rumah (Notoatmodjo, 2002 ) L.

HIPOTESA PENELITIAN

  Berdasarkan rumusan tujuan penelitian, maka hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik ibu dalam menangani kasus diare pada balita di rumah.

  2. Ada hubungan antara sikap dengan praktik ibu dalam menangani kasus diare pada balita di rumah.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG DIARE TERHADAP TINDAKAN PEMBERIAN CAIRAN REHIDRASI PADA ANAK BALITA DIARE

3 40 20

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI LINGKUP KERJA PUSKESMAS KLIRONG I

0 0 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN SIKAP PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS NGAMPILAN YOGYAKARTA TAHUN 2010 Tri Wani Astuti

0 0 7

HUBUNGAN PRAKTIK IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DUSUN SELOGEDONG ARGODADI SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA TAHUN - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 13

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENATALAKSANAAN AWAL DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENATALAKSANAAN AWAL DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL YOGYAKART

0 0 10

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS BANGUNTAPAN I BANTUL

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketahanan Fisik - HUBUNGAN KETAHANAN FISIK TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS 1 MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 31

HUBUNGAN PERSEPSI, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN SOSIAL EKONOMI IBU DENGAN PENANGANAN PERTAMA DIARE PADA BALITA DI RUMAH PADA WILAYAH PUSKESMAS KEMANGKON

0 0 15

EFEKTIFITAS PEMBERIAN BUKU SAKU DIARE TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG CARA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN DIARE PADA ANAK DI RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK PENANGANAN BALITA DIARE DI RUMAH PADA WILAYAH PUSKESMAS KALIMANAH PURBALINGGA

0 0 13