BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi - PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PENGOBATAN TB PARU TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DI RUANG KENANGA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Tuberkulosis sudah dikenal sejak adalah infeksi penyakit menular

  yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, kuman ini pada umumnya menyerang paru-paru dan sebagian ladi dapat menyerang di luar paru-paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagainya (Laban 2008).

  Tuberkulosis adalah suatu basil aerob tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis didapat melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil ( 1-5µm). Droplet dikeluarkan selama batuk, tertawa atau bersin. Nukleus yang terinfeksi kemudian terhirup oleh individu yang rentan (hospes). Sebelum infeksi pulmonari dapat terjadi, organisme yang terhirup oleh individu ya ng terhirupterlebih dahulu harus melawan mekanisme pertahanan paru dan masuk jaringan paru (Asih 2004).

B. Anatomi dan Fisiologi

  Sistem pernapasan pada manusia tersusun atas saluran udara dan paru- paru. Udara masuk ke dalam tubuh melalui struktur-struktur berikut ini.

  1. Rongga hidung Hidung merupakan organ yang berfungsi sebagai alat pernapasan dan penciuman. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem

  6 pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang mengganggu proses pernapasan.

  Fungsi hidung

  a. Udara dihangatkan, oleh permukaan konka dan septum nasalin setelah melawatkan faring, suhu lebih kurang 36ºC b. Udara dilembabkan, sejumlah besar udara yang melewati hidung bila mencapai faring kelembabannya lebih kurang 75% c. Kotoran disaring oleh bulu-bulu hidung. Partikel di rongga disaring oleh rambut vestibular, lapisan muskosiliar dan lisozim (protein dalam mata). Fungsi ini dinamakan fungsi air cinditioning jalan pernapasan atas.

  2. Faring Faring merupakan suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara basis krani dan vertebrae vertikalis VI.

  Fungsi faring : Lipatan-lipatan suara mempunyai elastisitas yang tinggi dan dapat memproduksi suara yang dihasilkan oleh pita suara. Lipatan-lipatan vokal memproduksi suara melalui jalan udara, glotis serta lipatan produksi gelombang suara.

  3. Laring Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum.

  Fungsi laring: Vokalisasi adalah berbicara melibatkan sistem respirasi yang meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam korteks serebri, pusat respirasi didalam batang otak, dan artikulasi serta struktur resonasi dari mulut dan rongga hidung.

  4. Trakea atau tenggorokan Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, Fungsi trakea : Mukosa trakea terdiri dari epitel keras seperti lamina yang berisi jaringan serabut-serabut elastis. Jaringan mukosa ini berisi glandula mukosa yang sampai kepermukaan epitel yang menyambung ke pembuluh darah bagian luar. Submukosa trakea menjadikan dinding trakea kaku dan melindungi serta mencegah trakea mengempis. Kartilago antara trakea dan esofagus lapisannya berubah menjadi elastis pada saat proses menelan sehingga membuka jalan makanan dan makanan masuk ke lambung. Rangsangan saraf simpatis memperlebar diameter trakea dan mengubah besar volume saat terjadinya proses pernapasan.

  5. Bronkus dan Bronchiolus Bronkus adalah saluran pernapasan percabangan trakea yang menuju paru-paru bagian kanan dan kiri. Bronkus yang terdiri dari dua ini (kanan dan kiri) bercabang lagi menjadi bronkiolus yaitu bronkus yang lebih kecil. Bronkus sebelah kanan bercabang menjadi 3 bronkiolus dan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi 2 bronkiolus. Cabang- cabang bronkiolus yang paling kecil akan masuk dalam gelembung- gelembung paru-paru Fungsi Bronkus :

  a. Bronkus menghasilkan dahak atau mukosa

  pencegah peradangan pada bronkus

  b. Silia pada bronkus membantu mengeluarkan debu dan

  partikel asing dari paru-paru

  c. Bronkus membantu paru-paru bernapas lebih cepat ketika kita lelah (Syaifuddin 2011).

  6. Alveolus Alveoli adalah bagian dari bronkiolus yang lebih kecil dan berfungsi sebagai kantong udara pada sistem pernapasan manusia. Adanya alveoli pada bronkus ini sebagai tempat pertukaran karbon dioksida yang akan dikeluarkan melalui rongga mulut dan karbon oksigen yang akan di alirkan ke seluruh tubuh. Adanya alveoli ini juga sebagai tempat untuk menghilangkan partikel asing dari sistem perapasan yang masih terbawa oleh udara sehingga partikel asing ini tidak sampai di paru-paru (Wilson 2011).

  C. Etiologi Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk

  batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak/ lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena it, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru- paru yang kandungan oksigennya tinggi.

  Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Somantri, 2008).

  D. Tanda dan Gejala

  Gejala umum TB pada orang dewasa

  1. Batuk terus-menerus selama 2-3 minggu atau lebih

  2. Batuk berdahak kadang berdarah

  3. Nyeri dada

  4. Penurunan berat badan

  5. Demam

  6. Menggigil

  7. Berkeringat malam hari

  8. Kelelahan

  9. Kehilagan selera makan

  Pada anak biasanya kehilangan selera makan dan berat badan jauh dibawah rata-rata anak seumurnya (Cahyono 2010).

E. Patofisiologi Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. tuberculosis.

  Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat tertumpuk. Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam elveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.

  Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif (Somantri, 2008).

F. Pathway

  Basil dihirup individu rentan

  Mycobacterium tuberkulosis

  masuk paru Menempel dan menumpuk di alveoli reaksi inflamasi/peradangan

  Hipertermia Penumpukan eksudat dalam alveoli

  Ghon tubercle Produksi sekret berlebih Mengalami perkejuan sekret sulit dikeluarkan dibatukkan/bersin

  Tidak efektif Resiko penyebaran Kalsifikasi infeksi pada orang bersihan jalan nafas lain

  Mengganggu perfusi dan difusi O2 Kurang Infomasi

  Kerusakan pertukaran gas Kurang pengetahuan

  G. Pemeriksaan Diagnostik

  Pemeriksaan diagnostik berikut biasanya dilakukan untuk menegakkan infeksi TB.

  1. Kultur sputum: positif untuk M. tuberculosis pada tahap aktif penyakit.

  2. Ziehl-Neelsen (pewarnaan tahan asam); positif untuk basil tahan asam

  3. Tes kulit Mantoux (PPD, OT): reaksi yang signifikan pada individu yang sehat biasanya menunjukkan TB dorman atau infiksi yang disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.

  4. Rontgen dada: menunjukkan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru, deposit kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi, area fibrosa.

  5. AGD: mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan paru residual.

  6. Pemeriksaan fungsi pulmonal: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang ruga, peningkatan rasio udara residual terhadap kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder akibat infiltrasi/fibrosis parenkim (Asih 2004).

  H. Penatalaksanaan

  1. Penyuluhan/ pendidikan kesehatan

  2. Pencegahan

  3. Pemberian obat-obatan

  a. OAT (Obat Anti Tuberkulosis) b. Bronkodilator

  c. Ekspektoran

  d. OBH (Obat Batuk Hitam)

  e. Vitamin

  4. Fisioterapi dan rehabilitasi 5. Konsultasi secara teratur (Somantri, 2008).

I. Edukasi Penggunaan Obat

  Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik adalah mencegah agar tidak terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada dasarnya adalah :

  1. Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi

  2. Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penularan.

  Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara, yang utama adalah memberikan obat anti TB yang benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku dan lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang.

  Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan penyuluhan. Penyuluhan TB dilakukan berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB.

  Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk;

  • Menyembuhkan penderita sampai sembuh,
  • Mencegah kematian,
  • Mencegah kekambuhan, dan - Menurunkan tingkat penularan.

J. PRINSIP PENGOBATAN

  Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah : a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

  b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

  c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. a) Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

  b) Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

  K. Regimen Pengobatan

  Obat anti TB yang dipakai dalam pengobtan TB adalah antibiotik dan anti infeksi sintesis untuk membunuh kuman Mycobacterium.

  Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.

  Rejimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan dosis tetap. Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni : H = Isoniazid R = Rifampisin Z = Pirazinamid E = Etambutol S = Streptomisin

  Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekwe nsi. Angka 2 didepan seperti pada “2HRZE”, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap 26 hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada “4H3R3” artinya dipakai 3 kali seminggu ( selama 4 bulan).

  a. Paduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia Paduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia : 1) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

  Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk: 1. Penderita baru TB Paru BTA Positif.

  2. Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit berat”

  3. Penderita TB Ekstra Paru berat 2) Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

  Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.

  Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati, yaitu:

  1. Penderita kambuh (relaps)

  2. Penderita gagal (failure) 3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

  3) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk:

  1. Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan,

  2. Penderita TB ekstra paru ringan L.

   Pengobatan atau Tindak Lanjut Bagi Lalai / Drop Out dan Gagal

  1. Defaulted atau Drop Out Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

  Tindak lanjut: lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori-2 ; bila negatif sisa pengobatan kategori-1 dilanjutkan.

  2. Gagal Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan. Tindak lanjut : Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal. Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 (Depkes RI 2005).

  M. Tingkat Pengetahuan

  Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoatmodjo 2010).

  1. Tahu (know) Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan.

  2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  4. Analisa (analisys) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

  5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

  N.

  

Rencana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru-Paru

  1. Pengkajian

  a. Data pasien Penyakit tuberkulosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim.

  b. Riwayat Kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain: 1) Demam: Subfebris, febris (40-41 ºC) hilang timbul 2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini terjadi untuk membuang/ emngeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum)

  3) Sesak napas: bila sudah lanjut dimana iritasi radang sampai setengah paru-paru 4) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

  5) Malaise: ditemukan berapa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam

  6) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunantetapi merupakan penyakit menular (Somantri 2008).

  2. Pemeriksaan Fisik 1) Pada tahap ini sulit diketahui 2) Ronchi basah, kasar, nyaring 3) Hipersonor/ timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik 4) Pada keadaan lanjut terjadi atropi 5) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).

  3. Diagnosa Keperawatan

  1. Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan, proses penyakit, dan penatalaksanaan dirumah.

  4. Intervensi :  kaji kemampuan klien untuk mengikut pembelajaran

  (tingkat, kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, dan suasana yang tepat).

  Rasional: keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional dan lingkungan yang kondusif.

   Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian dan alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu yang lama. Rasional : meningkatkan partisipasi pasien dalam program pengobatan dan mencegah putus obat karena membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadwal terapi selesai.

   Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi tanda dan gejala dari penyakit. Rasional : dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut (Muttaqin 2008).

Dokumen yang terkait

DIARE PADA An. F DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 12

HIPERTERMI PADA AN. R DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN PADA KEJADIAN NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien - PERBEDAAN KEPUASAN ANTARA PASIEN BPJS KELAS I DENGAN KELAS III TERHADAP MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 1 22

EFEKTIFITAS PEMBERIAN BUKU SAKU DIARE TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG CARA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN DIARE PADA ANAK DI RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN PNEUMONIA DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN BRONKHOPNEUMONIA DI RUANG KENANGA RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN BRONKHOPNEUMONIA DI RUANG KENANGA RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 2 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik - HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALIGGA - repository perpustakaan

0 0 19

PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PENGOBATAN TB PARU TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DI RUANG KENANGA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 14