ANALISIS PENGARUH BELANJA MODAL, DANA PERIMBANGAN, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TER KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/ KOTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Studi Kasus Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan Laporan Realisaasi Kabupaten/ Kota di Provins

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah.

  1. Manik (2015) melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi pendapatan anggaran belanja daerah melalui belanja modal, dana pengembangan dan pendapatan asli daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah di kabupaten dan kota di Kepulauan Riau tahun 2010 – 2014, dengan menggunakan data dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) khususnya Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara persial menunjukan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten/ kota pemerintah di Kepulauan Riau

  2) Sudarsana dan Shiddiq(2013), melakukan penelitian mengenai pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah pusat. Karakteristik pemerintah daerah ini menggunakan proksi ukuran pemerintah, tingkat kekayaan daerah, dan temuan audit. Pupulasi dalam penelitian ini adalah seluruh kota/ kabupaten di Indonesia tahun 2010. Pemilihan sampel adalah pemerintah daerah yang memiliki data yang lengkap meliputi neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) serta hasil pemeriksaan audit BPK.

  Hasil penelitian ini adalah bahwa variabel ukuran pemerintah pusat, tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat (DAU), dan belanja modal tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah. Sedangkan tingkat kekayaan daerah (PAD) memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah. Temuan audit berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. 3) Hafidz Sularso (2011), Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh

  Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal Dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Alokasi belanja modal dipengaruhi oleh kinerja keuangan, alokasi belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah . 4) Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh PAD terhadap Kinerja

  Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara yang diukur dengan rasio aktivitas. Data yang digunakan adalah laporan realisasi anggaran (LRA) selama periode tahun 2002-2006. Dalam penelitian ini menggunakan populasi penelitian seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain PAD saja yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara

  B. Landasan Teori

  1. LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Derah)

  1.1 Pengertian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1 Revisi tahun 2009 dalam Muhibtari (2014), Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan keuangan.

  Erlina dan Rasdianto (2013) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan. Laporan keuangan yang disusun harus memenuhi prinsip- prinsip yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan dihasilkan dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang kemudian dijadikan dasar dalam membuat Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Laporan keuangan daerah suatu hasil dari proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dari transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dan pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah yang memerlukannya. Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tersebut harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

  LKPD digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pemerintah daerah. Laporan keuangan daerah bermanfaat dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi sosial maupun politik karena LKPD memberi informasi berikut:

  a. Kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran.

  b. Kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang- undangan.

  c. Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai.

  d. Cara entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.

  e. Posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk yang berasal dari pajak dan pinjaman.

  f. Perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik tujuan laporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Untuk memenuhi tujuan tersebut, Laporan Keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaaan, sisa lebih/kurang pelaksaaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit laporan operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan.

  Setiap pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan :

  a. Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

  b. Manajemen Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.

  c. Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

  d. Keseimbangan antar Generasi (intergenerational equity) Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. Dalam pasal 24 PP Nomor 71 Tahun 2010 kerangka konseptual akuntansi pemerintah yaitu pada pernyataan peran dan tujuan laporan keuangan, menyatakan bahwa, “Laporan Keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang- undangan”.

  Pada tanggal 13 Juni 2005 pemerintah menetapkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis kas menuju akrual (cash basis toward accrual) yang mengakui, pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas serta mengakui asset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. PP ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 Ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 tetang Keuangan Negara. PP Nomor 24 Tahun 2005 I ini menjadi acuan bagi penyusunan laporan keuangan, pemeriksaan laporan keuangan, dan pengguna laporan keuangan daerah.

  Pada tahun 2010 dikeluarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 sebagai pengembangan dari PP Nomor 2004 Tahun 2005. PP Nomor 71 Tahun

  2010 merupakan SAP berbasis akrual yang mengakui pendapatan, beban, asset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/ APBD. Peraturan pemerintah tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan akuntansi berbasis akrual secara penuh paling lambat tahun anggaran 2015.

  PP Nomor 71 tahun 2010 menghendaki penyajian laporan keuangan yang berbasis akrual, namun karena APBD disusun berdasarkan basis kas maka untuk pelaporan realisasi anggaran menggunakan basis kas. Maka dari itu, pemerintah akan menerapkan 2 basis akuntansi yaitu basis kas dan basis akrual. Laporan keuangan yang dilaporkan berdasarakan basis akrual adalah Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan laporan keuangan yang dilaporkan berdasarkan basis kas meliputi Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL).

  1.2 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan yang wajib disusun dan di sajikan oleh entitas pelaporan menurut SAP berbasis kas menuju akrual yaitu :

  1. Laporan Realisai Anggaran (LRA)

  2. Neraca

  3. Laporan Arus Kas (LAK)

  4. Catatan atas Laporan Keuangan ( CaLK) Sedangkan, SAP berbasis akrual mewajibkan entitas pelaporan menyusun dan menyajikan tujuh laporan keuangan pokok yang terbagi kedalam tiga jenis pelaporan, yaitu :

  1. Pelaporan Financial (Financial Report)

  a. Neraca

  b. Laporan Operasional (LO)

  c. Laporan Arus Kas

  d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)

  2. Pelaporan pelaksanaan anggaran (Budgetary Report)

  a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

  b. Laporan Saldo Anggaran Lebih (SAL)

  3. Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) Untuk penjelasan masing-masing komponen LKPD, maka akan di jelaskan di bawah ini : a. Neraca

  Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Dalam neraca, setiap entitas mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. b. Laporan Operasional (LO) Dalam PP Nomor 71 2010 paragraf 78 di jelaskan bahwa Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.

  Kemudian dalam pargaraf 79 dijelaskan mengenai unsur-unsur dalam laporan operasional :

  1. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

  2. Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

  3. Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

  4. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.

  c. Laporan Arus Kas Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 80 kerangka konseptual SAP, dijelaskan bahwa Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu, kemudian pada paragraph 81 dijelaskan mengenai unsur-unsur dalam laporan arus kas meliputi :

  1. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Negara/Daerah.

  2. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Negara/Daerah.

  d. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 82 kerangka konseptual SAP, dijelaskan bahwa Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya LPE merupakan laporan yang menghubungkan antara LO dengan neraca. Pos- pos yang disajikan dalam LPE yaitu :

  1. Ekuitas awal

  2. Surplus/ deficit- LO pada periode bersangkutan

  3. Koreksi-koreksi yang berlangsung menambah/ mengurangi ekuitas.

  4. Ekuitas Akhir. e. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 61 kerangka konseptual SAP, dijelaskan bahwa . Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. LRA menggambarkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang menunjukan ketaatannya pada APBD. Kemudian pada pragraf 62 disebutkan unsur-unsur dalam LRA yaitu ;

  1. Pendapatan – LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

  2. Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

  3. Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

  adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

  f. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 Pada paragraph 42 dijelaskan bahwa laporan perubahan SAL lebih menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos- pos berikut :

  1. Saldo Anggaran Lebih Awal

  2. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih

  3. Sisa lebih/ kurang pembiayaan anggaran tahun berjalan

  4. Koreksi kesalahan pembukuaan tahun sebelumnya

  5. Lain-lain

  6. Saldo anggaran lebih akhir dan paragraf 63 kerangka konseptual SAP dijelaskan bahwa Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

  g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Dalam PP Nomor 71 tahun 2010 paragraf 83 kerangka konseptual SAP dijelaskan bahwa Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai berikut:

  1. Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi.

  2. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro.

  3. Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.

  4. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi- transaksi dan kejadian- kejadian penting lainnya

  5. Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan.

  6. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

  7. Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

  1.3 Entitas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Berdasarkan PP Nomor 71 tahun 2010, entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakan. Sedangkan entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut peraturan perundang-undangan waib menyajikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan yang bertujuan umum yang terdiri dari:

  1. Pemerintah Pusat

  2. Pemerintah Daerah

  3. Masing-masing kementrian Negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat

  4. Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah atau organisasi lainya jika menurut peraturan perundang- undang satuan organisasi dimaksud waib menyajikan laporan keuangan.

  2. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

  2.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana kerja pemerintah yang dinyatakan secara kuantitatif, biasanya dalam satuan moneter yang mencerminkan sumber- sumber penerimaan daerah dan pengeluaran untuk membiayai kegiatan dan proyek daerah dalam kurun waktu satu tahun anggaran. Pada hakekatnya anggaran daerah (APBD) merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Dengan demikian APBD harus benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi-potensi keanekaragaman daerah (Lasminingsih, 2004 : 223).

  Dalam APBD pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Selanjutnya Belanja digolongkan menjadi 4 yakni Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja Tak Tersangaka. Belanja Aparatur Daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal / Pembangunan. Belanja Pelayanan Publik dikelompokkan menjadi 3 yakni Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal. Pembiayaan seperti sudah dikatakan di atas, adalah sumber - sumber penerimaan dan pengeluaran daerah yang dimaksudkan untuk menutup defisit anggaran atau sebagai alokasi surplus anggaran. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber- sumber pembiayaan, yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah: sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan, dan transfer dari dana cadangan. Sedang sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas: pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang.

  2.2 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Saat ini APBD yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri

  Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam Pasal 22 disebutkan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :

  a. Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Dalam pasal 25 disebutkan bahwa kelompok pendapatan daerah dikelompokan atas : pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

  Kelompok PAD dipisahkan menjadi empat Jenis Pendapatan, yaitu: a. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah (Yani:2008). Jenis pajak daerah : i.) Jenis pajak provinsi, terdiri dari : i. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di

  Atas air ii. Bea Balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air iii. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor iv. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan pemanfaatan permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. ii) Jenis pajak kabupaten/ kota, terdiri dari : i. Pajak hotel ii. Pajak restoran iii. Pajak hiburan iv. Pajak reklame v. Pajak penerangan jalan vi. Pajak pengambilan bahan golongan C vii. Pajak parker

  b. Ristribusi Daerah Ristribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

  Objek Retribusi daerah adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Jasa tertentu tersebut dibagi ke dalam tiga golongan : i. Retribusi Jasa Umum

  Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah, untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan (Siahaan, 2010:623). Jenis- jenis ristribusi jasa umum yaitu : i. Retribusi pelayanan kesehatan ii. Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan. iii. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil. iv. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat. v. Retribusi pelayanan parker di tepi jalan umum vi. Retribusi pengujian kendaraan bermotor vii. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran viii. Retribusi penggantian biaya cetak peta ix. Retribusi pengujian kapal perikanan.

  Jenis Retribusi umum untuk setiap daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah. ii. Retribusi Jasa Usaha

  Dalam Siahaan (2010:623), Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis-jenis resribusi jasa usaha yaitu : i. Retribusi pemakaian kekayaan daerah ii. Retribusi pasar grosir dan/ atau pertokoan iii. Retribusi tempat pelelangan. iv. Retribusi terminal v. Retribusi tempat khusus parkir. vi. Retribusi penginapan/ pesinggahan/ villa. vii. Retribusi penyedotan kakus/ jamban viii. Retribusi rumah potong hewan ix. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal x. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga. xi. Retribusi penyebrangan di atas air xii. Retribusi pengolahan limbah cair xiii. Retribusi penjualan produksi usaha daerah. Jenis Retribusi jasa usaha untuk setiap daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah. iii. Retribusi perzinan tertentu

  Adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberi izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemafaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu yaitu :

  1. Retribusi izin mendirikan bangunan

  2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol

  3. Retribusi izin gangguan

  4. Retribusi izin trayek Jenis retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi dan kabupaten/ kota ditetapkan dengan kewenangan masing-masing daerah.

  c. Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan APBD. Jika atas pengelolaan tersebut memperoleh laba, laba tersebut dapat dimasukan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Hasil pengelolaan kekayaan daerah tersebut mencakup : i. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ii. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ Badan Usaha Milik Negara (BUMN) iii. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

  d. Lain- lain PAD yang Sah.

  Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalan pasal 22 ayat 2 PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan dearah disebutkan bahwa lain-lain PAD yang sah mencakup : i. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan ii. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak di pisahkan iii. Jasa giro iv. Pendapatan Bunga v. Tuntutan ganti rugi vi. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. vii. Komis, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah.

  2. Dana Perimbangan Dana perimbangan pada prinsipnya merupakan pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah. Dalam pasal 27 Permendagri Nomor 13 tahun 2006, kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas :

  a. Dana Bagi Hasil Dalam pasal 11 UU Nomor 13 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas : i. Pajak Bumi dan Bnagunan (PBB) ii. Bea perolehan ha katas tanah dan bangunan

  (BPHTB) iii. Pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21. Sedangkan dana bagi hasil yang berasal dari sumber daya alam berasal dari : i. Kehutanan ii. Pertambangan umum iii. Perikanan iv. Pertambangan minyak bumi v. Pertambangan gas bumi vi. Pertambangan panas bumi b. Dana Aloksi Umum (DAU)

  Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi Umum (DAU) bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

  c. Dana Alokasi Khusus (DAK) Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.

  3. Lain- lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis

  Pendapatan ini menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 meliputi Objek Pendapatan berikut: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.

  b. Jasa Giro

  c. Pendapatan Bunga

  d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

  b. Belanja Modal 1) Pengertian Belanja Modal

  Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Besaran nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset (Permendagri 13 Tahun 2006). Dalam Lampiran III PMK No.

  101/PMK.02/2011 Belanja Modal dipergunakan untuk antara lain: Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan bangunan, Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal lainnya, dan Belanja Modal Badan Layanan Umum (BLU).

  Secara spesifik sumber pendanaan untuk Belanja Modal belum ditentukan aturannya. Namun seluruh jenis sumber-sumber penerimaan daerah dapat dialokasikan untuk mendanai Belanja Daerah diantaranya Belanja Modal. Sumber-sumber penerimaan daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004) yang dapat digunakan sebagai sumber pendaaan Belanja Daerah berasal dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari:

  a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah.

  b. Dana Perimbangan yaitu: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.

  c. Lain-Lain pendapatan yang sah yaitu: Hasil Penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, Jasa Giro, Pendapatan bunga, Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. Sedangkan Pembiayaan daerah bersumber dari: Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah, Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana cadangan daerah, dan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan

  2) Klasifikasi Belanja Dalam pasal 32 permendagri no 13 tahun 2006 disebutkan mengenai klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan yang terdiri dari :

  a) Urusan Wajib

  Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup : i.) Pendidikan ii.) Kesehatan iii.) Pekerjaan umum iv.) Perumahan rakyat v.) Penataan ruang vi.) Perencanaan pembangunan vii.) Perhubungan viii.) Lingkungan hidup ix.) Pertanahan x.) Kependudukan dan catatan sipil xi.) Pemberdayaan perempuan xii.) Keluarga berencana dan keluarga sejahtera xiii.) Sosial xiv.) Tenaga kerja xv.) Koperasi dan usaha kecil dan menengah xvi.) Penanaman modal xvii.) Kebudayaan xviii.) Pemuda dan olahraga xix.) Keasatuan bangsa dan politik dalam negeri xx.) Pemerintah umum xxi.) Kepagawaian xxii.) Pemberdayaan Masyarakat dan desa xxiii.) Statistik xxiv.) Arsip dan xxv.) Komunikasi dan Informatika

  b) Urusan Pilihan Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup : i.) Pertanian ii.) Kehutanan iii.) Energi dan Sumber daya mineral iv.) Pariwisata v.) Kelautan dan Perikanan vi.) Perdagangan vii.) Perindustrian viii.) Transmigrasi

  Kemudian dalam pasal 33 disebutkan mengenai klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari : i.) Pelayanan umum ii.) Ketertiban dan ketrentaman iii.) Ekomomi iv.) Lingkungan hidup v.) Perumahan dan fasilitas umu vi.) Kesehatan vii.) Pariwisata dan budaya viii.) Pendidikan, dan ix.) Perlindungan sosial. Klasifikasi menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintahan daerah.

  Sedangkan klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 3) Struktur Belanja

  Struktur belanja berdasarkan Kepmendagri No 29 tahun 2002 terdiri dari : Belanja adminitrasi umum, belanja operasi dan pemiliharaan, belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan dalam Permendagri No 13 tahun 2006, belanja menurut strukturnya dibagi menjadi 2 kelompok belanja yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung.

  a) Belanja Tidak Langsung Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dna kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang teridiri dari : i.) Belanja Pegawai ii.) Bunga iii.) Subsidi iv.) Hibah v.) Bantuan Sosial vi.) Belanja bagi hasil vii.) Bantuan keungan viii.) Belanja tidak terduga b) Belanja Langsung

  Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang di anggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung di bagi menurut jenis belanja yang terdiri dari : i.) Belaja Pegawai ii.) Belanja barang dan jasa iii.) Belanja modal

  Belanja langsung untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah di anggarkan pada belanja SKPD. Dasar pertimbangan pengelompokan jenis belanja adalah mengenai keterkaitan pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut.

  3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

  3.1 Pengertian Kinerja Keuangan Pemrintah Daerah Menurut Halim (2004: 24), kinerja keuangan pemerintah daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Selanjutnya pengukuran kinerja diartikan sebagai suatu indikator keuangan atau non keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas suatu proses atau suatu unit organisasi. Pengukuran kinerja merupakan wujud akuntabilitas di mana penilaian yang lebih tinggi menjadi tuntutan yang harus dipenuhi, data pengukuran kinerja dapat menjadi peningkatan program selanjutnya. Kemudian Ibnu Syamsi (1986) dalam Adhiantoko (2013) mendefinisikan Kinerja Keungan pemerintah daerah sebagai kemapuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memehuni kebutuhan guna mendukung berjalanya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan menpunyai keleluasan di dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyrakat daerah dalam batas-batas yang di tentukan peraturan perundang- undang.

  Berdasarakan defenisi diatas, dapat kita simpulkan bahwa pengukuran kinerja keuangan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, pencapaian prestasi atau keberhasilan pemerintah daerah dalam memperoleh sumber- sumber keuangan daerah dan bagaimana mengalokasikan untuk melaksanakan berbagai macam program dan kegiatan pemerintah daerah yang dapat dilihat dari pencapaian anggaran daerah dengan tingakat realisasinya.

  3.2 Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Menurut Mardiasmo (2009) dalam Halim dan Kusufi (2014) disebutkan bahwa pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk :

  a. Memperbaiki kinerja pemerintah

  b. Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan c. Mewujudkan akuntabilitas publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

  Menurut Abdul Halim (2007) dalam Adhiantoko(2013) disebutkan bahwa pengukuran kinerja keuangan pemerintahan daerah digunakan sebagai tolak ukur dalam :

  a. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. b. Mengukur efektivitas dan efesiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.

  c. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerah d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah.

  e. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

  3.3 Indikator Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan (BPKP, 2000) dalam Mahsun (2014). Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu. Jenis indikator kinerja pemerintah adalah :

  a. Indikator masukan (input), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini mngukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana),SDM, dll.

  b. Indikator Proses (Prosess)

  Dalam indikator proses, organisasi merumuskan ukursn kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan.

  c. Indikator Keluaran (Output), adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik. Tolak ukur keluaran dalam hal ini merupakan sesuatu yang dihasilkan dari suatu kegiatan.

  d. Indikator Hasil (Outcomes), adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Dengan indikator outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah di peroleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan membarikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.

  e. Indikator manfaat (Benefit), adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil.

  f. Indikator dampak, (Impact), adalah pengaruh yang di timbulkan baik positif maupun negatif.

  3.4 Pendekatan Pengukuran Kinerja Keunagan Pemerintah Daerah Pendekatan pengukuran kinerja keunagan pemerintah daerah meliputi : a. Anilisis anggaran,yaitu pengukuran kinerja yang dilakukan dengan membandingkan anggaran dengan ralisasinya. Data yang digunakan sebagai dasar analisis anggaran adalah anggaran dan laporan realisasi anggaran.

  b. Analisis rasio laporan keuangan, merupakan pengukuran kinerja yang didasarkan atas perhitungan rasio-rasio keuangan, misalnya rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas dan rasio pasar.

  c. Balanced Scorecard Method, merupakan pengukuran kinerja dengan berbasis aspek finansial dan nonfinansial.

  d. Perfomance Aaudit (Pengukuran Value for Money ) , merupakan pengukuran dan pemeriksaan kinerja berdasarkan pada ukuran ekonomi, efisiensi dan efektifitas. Teknik pengukuran dalam konsep value for maney :

  a. Tingkat ekonomi Tingakat ekonomi mengukur tingkat kehematann dari pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh organisasi sektor publik. Pengukuran ekonomi menggunakan data-data anggaran pengeluaran dari realisasinya.

  Formula dalam mengukur tingkat ekonomi :

  × 100 %

  Sumber : Mahsun, 2014:186 Kriteria ekonomi adalah :

  1) Jika di peroleh nilai kurang dari 100 % (x<100%) bearti ekonomis.

  2) Jika diperoleh nilai sama dengan 100% (x = 100%) bearti ekonomi berimbang.

  3) Jika diperoleh nilai lebih dari 100% (x > 100%) bearti tidak ekonomis.

  b. Tingkat Efisiensi Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintahan daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintahan semakin baik. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini adalah :

  Formula dalam mengukur tingkat efisiensi :

  × 100 %

  Sumber : Abdul Halim (2007:234) Kriteria efisiensi adalah :

  Kriteria Efisiensi Persentase Efisiensi Tidak Efisien

  100% keatas

  90%-100% Kurang Efisien 80%-90% Cukup Efisien

60%-80% Efisien

Kurang dari 60% Sangat Efisien

  c. Tingakat efektivitas Tingakt efektivitas mengukur tingkat output dari organisasi sektor publik terhadap target-target pendapatan sektor publik. Pengukuran tingkat efektivitas menggunakan data realisasi pendapatan dan anggaran atau target pendapatan. Formula untuk menghitung tingkat efektivitas :

  × 100 %

  Sumber : Mahsun, 2014:186 Kriteria efektivitas adalah : 1) Jika diperoleh nilai kurang dari 100% (x <100%) bearti tidak efektif.

  2) Jika diperoleh nilai sama dengan 100 % (x = 100 %) bearti efektivitas berimbang.

  3) Jika di peroleh nilai lebih dari 100 % (x > 100% )bearti tidak efektif.

  C. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yanag masih bersifat praduga/ dugaan sehingga perlu dibuktikan kebenarannya.

  Dalam penelitian ini, dikembangkan beberapa hipotesis berkaitan dengan faktor-fator yang mempengaruhi anggaran belanja daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah :

  a. Pemerintah akan melakukan pembangunan infrastruktur serta

  sarana dan prasarana yang diperlukan oleh negara, yang tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika, semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnya pun akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan definisi, dimana PKKD berarti adalah“peningkatan capaian dari suatu hasil kerja

  

dibidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi

Belanja termasuk Belanja Modal dengan menggunakan

indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan

atau ketentuan perundang-undangan dari satu periode anggaran

ke periode anggaran berikutnya”.

  Menurut Kuncoro (2004), Pembangunan sarana dan

prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada

pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pelayanan sektor publik

secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana

publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas

pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan

fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat

pengadaan. Dari uraian diatas, maka pengembangan hipotesis

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP FISCAL STRESS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI LAMPUNG

0 33 73

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP FISCAL STRESS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI LAMPUNG

1 45 71

PENGARUH DANA PERIMBANGAN, DANA SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN (SILPA) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI

0 0 10

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA MAKASSAR TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI

0 1 20

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH (STUDI PADA KABUPATENKOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH) SKRIPSI

0 0 17

SKRIPSI PENGARUH BELANJA MODAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA UTARA

0 0 10

PENGARUH KINERJA PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Empiris pada KabupatenKota Se-Karesidenan Pati Tahun 2010-2016)

0 0 18

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Bangka Selatan Periode 2012-2016)

0 0 24

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP BELANJA MODAL DI PEMERINTAH KOTA DAN KABUPATEN PROVINSI SUMATERA SELATAN SKRIPSI

0 0 91

PENGARUH DANA PERIMBANGAN, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN BELANJA MODAL TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TAHUN 2011-2015

0 0 15