BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank 2.1.1. Pengertian dan Jenis-jenis Bank - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris Pada PT. Bank Mega Tbk Periode 2007-2016) - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bank 2.1.1. Pengertian dan Jenis-jenis Bank

  Beberapa pengertian bank yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi dan perbankan menyebutkan bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan (Kasmir, 2003). Bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, bukan hanya mencari keuntungan saja (Hasibuan, 2007).

  Sedangkan menurut Sigit dan Totok (2006:5) bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana. Penghimpunan dana secara langsung berupa simpanan dana masyarakat yaitu tabungan, giro dan deposito yang berupa pinjaman. Penyaluran dana dilakukan dengan tujuan modal kerja, investasi dan deposito dan untuk jangka panjang dan jangka menengah.

  Sementara itu dalam undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 tahun 1998 pasal 1 angka 2, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Pengertian bank disempurnakan menjadi sebagai berikut: Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Pasal 1, bank adalah badan usaha

  “

  yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat”.

  Banyaknya jasa yang diberikan bank yang sangat beragam, hal ini tergantung dari kemampuan masing-masing bank tersebut. Semakin mampu dan baik bank tersebut maka akan semakin banyak jasa-jasa yang ditawarkan. Kemampuan bank dapat dilihat dari sisi permodalan, aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitifitas bank terhadap resiko pasar yang dimiliki oleh masing-masing bank.

  Perkembangan bank saat ini membuat bank-bank yang ada di Indonesia dibedakan dalam beberapa pengelompokan. Pengelompokan bank tersebut terdiri dari: 1.

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, terdiri dari: a)

  Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.

  b) Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank berdasarkan kepemilikannya:

  a) Bank milik pemerintah adalah bank yang akte pendirian dan modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank tersebut merupakan milik pemerintah. Contohnya: Bank Negara Indonesia 46

  (BNI 46), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Mandiri.

  b) Bank milik swasta nasional, merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungan diambil oleh pihak swasta juga. Contohnya: Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon, Bank Bukopin, Bank Sinarmas, dan bank swasta nasional lainnya.

  c) Bank milik asing, adalah bank yang merupakan cabang dari bank yang berada di luar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara. Contohnya American Express Bank, Hongkong Bank, Bangkok Bank dan bank asing lainnya.

  d) Bank milik campuran, adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional, kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contohnya: Inter Pasifik Bank, Bank Finconesia, dan bank campuran lainnya.

3. Bank berdasarkan kegiatan devisa:

  a) Bank Devisa, adalah bank yang dapat melaksanakan kegiatan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travelers cheque, pembukuan dan pembayaran Letter of

  Credit (L/C) dan transaksi luar negeri lainnya. Untuk menjadi bank

  devisa harus memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan Bank Indonesia. b) Bank Non Devisa, adalah bank yang mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa sehingga transaksi yang dilakukan hanya dalam batas-batas suatu negara.

4. Bank berdasarkan cara menentukan harga:

  a) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional dalam mencari keuntungan dan menetapkan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode.

  Pertama, spead based dengan menetapkan bunga sebagai harga jual produk simpanan deposito dan harga beli untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu Kedua, fee based untuk jasa- jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau persentase tertentu seperti biaya administrasi, biaya provinsi, sewa, iuran, dan biaya-biaya lainnya yang dikenal dengan istilah fee based.

  b) Bank yang berdasarkan prinsip syariah Penentuan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah dengan cara: pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina). Bank berdasarkan prinsip syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.

2.1.2. Sumber Dana Bank

  Sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat (Kasmir, 2012:45). Secara garis besar sumber dana bank dapat diperoleh dari bank itu sendiri, masyarakat luas, dan lembaga lainnya (Kasmir, 2012:46). Dana-dana yang digunakan sebagai alat bagi operasional suatu bank bersumber dari dana-dana (Dendawijaya, 2009:46) sebagai berikut:

1. Dana pihak kesatu

  Dana dari bank sendiri adalah dana yang berasal dari pemilik bank atau para pemegang saham, baik para pemegang saham pendiri (yang pertama kalinya ikut mendirikan bank tersebut) maupun pihak pemegang saham yang ikut dalam usaha bank tersebut pada waktu kemudian, termasuk para pemegang saham publik (jika misalnya bank tersebut sudah go public atau merupakan suatu badan usaha terbuka). Dana modal sendiri terdiri atas beberapa macam, yaitu: a)

  Modal disetor adalah uang yang disetor secara efektif oleh pemegang saham pada saat bank didirikan.

  b) Agio saham adalah nilai selisih jumlah uang yang dibayarkan oleh pemegang saham baru dibandingkan dengan nilai nominal saham.

  c) Cadangan-cadangan adalah sebagian laba bank yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk menutup kemungkinan timbulnya risiko dikemudian hari. d) Laba ditahan adalah laba milik para pemegang saham yang diputuskan oleh mereka sendiri melalui rapat umum pemegang saham untuk tidak dibagikan sebagai dividen, tetapi dimasukkan kembali dalam modal kerja untuk operasional bank.

2. Dana pihak ke dua

  Dana pihak kedua adalah dana-dana pinjaman yang berasal dari pihak luar, yang terdiri atas dana-dana sebagai berikut: a)

  Call money adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman harian antar bank.

  b) Pinjaman biasa antar bank adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman biasa dengan jangka waktu relatif lebih lama.

  c) Pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank (LKBB) Pinjaman ini terutama terjadi ketika lembaga keuangan tersebut masih berstatus LKBB, sebelum dikeluarkannya Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan. Setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut, LKBB ini hampir semua berubah statusnya menjadi bank umum. Pinjaman dari LKBB ini lebih banyak berbentuk surat berharga yang dapat diperjual belikan dalam pasar uang sebelum jatuh tempo daripada berbentuk kredit.

  d) Pinjaman dari bank sentral BI. Pinjaman dari bank sentral BI lebih dikenal dengan istilah Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). KLBI merupakan instrumen dari bank sentral dalam rangka memberikan motivasi gerakan moneter bagi bank dan masyarakat ekonomi, serta merupakan sumber dana yang tergolong murah dengan tingkat bunga yang relatif sangat rendah.

3. Dana pihak ke tiga

  Dana pihak ketiga adalah dana berupa simpanan dari masyarakat yang merupakan sumber dana terbesar yang paling di andalkan oleh bank. Sumber dana dari pihak ke tiga selalu menjadi prioritas utama bagi bank. Dana dari masyarakat terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: a)

  Giro (Demand Deposit) adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.

  b) Deposito (Time Deposit) adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian.

  c) Tabungan (Saving Deposit) adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.

2.1.3. Fungsi Bank

  Secara spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of dan agent of service (Santoso, 2006:09). Penjelasan tentang fungsi

  development,

  bank (Sigit dan Totok, 2006) adalah: 1)

  Agent of Trust Sebagai lembaga kepercayaan, bank memiliki fungsi financial

  

intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana

  (penyimpan dana atau kreditur) dan menyalurkan pada pihak yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur). Fungsi financial intermediary ini akan dapat berjalan lancar apabila ada unsur kepercayan (trust). Dalam hal ini masyarakat akan menyimpan dananya apabila dilandasi unsur kepercayaan dan pihak bank sendiri akan menempatkan dan menyalurkan dananya kepada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan juga.

  2) Agent of Development

  Sektor moneter dan sekor riil tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan perekonomian masyarakat. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan bekerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan yang ditujukan untuk pembangunan perekonomian masyarakat, seperti kegiatan produksi, distribusi, investasi dan konsumsi barang dan jasa.

  3) Agent of Services

  Bank menawarkan berbagai macam jasa disamping dalam melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank seperti transfer uang, inkaso, letter of credit, automated teller machine, money

  , dll. Jasa-jasa yang ditawarkan tersebut erat kaitannya

  market, capital market dengan kelancaran kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.

2.1.4. Tingkat Kesehatan Bank

  Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan

  pasal 29, disebutkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).

  2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

  3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian (Lukman Dendawijaya, 2009).

  4) Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perbankan tersebut,

  Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993, yang mengatur tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank.

  Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan Surat Edaran No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991.

  5) Metode penilaian tingkat kesehatan bank tersebut dikenal dengan metode

  CAMEL, yang berisi langkah-langkah yang dimulai dengan menghitung besarnya masing-masing rasio pada komponen-komponen berikut: C : Capital (Untuk rasio kecukupan modal bank) A : Assets (Untuk mengukur rasio-rasio kualitas aktiva) M : Management (Untuk menilai kualitas managemen) E : Earnings (Untuk rasio-rasio rentabilitas bank) L : Liquidity (Untuk rasio-rasio likuiditas bank)

  Dengan demikian, perhitungan tingkat kesehatan suatu bank umum dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a) Langkah I Menghitung rasio berdasarkan rumus yang ditetapkan.

  b) Langkah II Menghitung besarnya nilai kredit (credit point) untuk masing- masing komponen CAMEL.

  c) Langkah III Mengalikan nilai kredit (credit point) tersebut dengan bobot bagi masing-masing komponen CAMEL.

  d) Langkah IV Menjumlahkan seluruh nilai komponen CAMEL.

  e) Langkah V Memperhitungkan nilai kepatuhan berkaitan dengan:

   Pemberian kredit usaha kecil (KUK)  Pemberian kredit ekspor  Pelanggan batas maksimum pemberian kredit  Ketentuan tentang posisi devisa neto

  f) Langkah VI menetapkan kategori kesehatan bank yang bersangkutan.

  Menurut Lukman Dendawijaya (2009), analisis rasio untuk mengukur profitabilitas suatu bank umumnya ada empat yaitu: Return on

  

Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Biaya Operasional dan Pendapatan

  Operasional (BOPO), dan Net Profit Margin (NPM). Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan adalah Return on assets (ROA). Sehingga semakin besar return

  

on assets (ROA) suatu bank maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang

  dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.

  Sebagai catatan bahwa Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian berdasarkan besarnya return on assets (ROA) dan tidak memasukkan unsur return

  

on equity (ROE) dalam menilai tingkat kesehatan suatu bank. Hal ini dikarenakan

  Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat (Lukman Dendawijaya, 2009).

  Point )

  3.Manajemen Umum

  4.Manajemen Rentabilitas

  5. Manajemen Likuiditas

  1. ROA

  2. BOPO

  1. LDR

  2. NCM to CA

  Perhitungan Nilai Kredit

  (Credit

  0 s/d max 100

  1. Manajemen Modal

  1. Max 100

  2. Max 100

  Total : Max 100

  1. Max 100

  2. Max 100

  1. Max 100

  2. Max 100 BOBOT 25%

  1. 25% 2. 5% Total= 30%

  25% 1. 5% 2. 5% Total = 10%

  2. Manajemen Aktiva

  2. CAD

Tabel 2.1 Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank (Metode CAMEL) Uraian C A M E L

  Bank dalam Menghasilkan

  Singkatan dari

  Capital Assets Managemen Earning Liquidity

  Dalam Bahasa

  Indonesia Modal Aktiva Manajemen Rentabilitas Likuiditas

  Yang Dinilai

  Kecukupan Modal

  Kualitas Aktiva

  Produktif Kualitas

  Manajemen Kemampuan

  Laba Kemampuan

  1. BDR

  Bank dalam Menjaga

  Likuiditas Jumlah

  Rasio yang Digunakan

  1

  2

  5

  2

  2 Rasio (Rumus)

  1. CAR

  1. 5% 2. 5% Total = 10%

  Sumber: Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 Keterangan:

  CAR : Capital Adequacy ratio BDR : Bad debt ratio CAD : Cadangan aktiva yang diklasifikasikan ROA : Return on Assets BOPO : Badan operasional terhadap pendapatan operasional LDR : Loan to deposit ratio NCM-CA: Net call money to current assets

2.2. Kinerja Keuangan dan Laporan Keuangan

  Menurut Husnan (2004), kinerja keuangan perusahaan adalah salah satu dasar penilaian terhadap kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel.

  Sumber utama variabel yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan tersebut dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang dapat dijadikan dasar kinerja keuangan perusahaan.

  Laporan Keuangan adalah informasi keuangan yang disajikan dan disiapkan oleh manajemen dari suatu perusahaan kepada pihak internal dan eksternal yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari satu kesatuan usaha yang merupakan salah satu alat pertanggungjawaban dan komunikasi manajemen kepada pihak-pihak yang membutuhkannya.

  Laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001, bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dalam bentuk dan cakupan yang tediri dari (Siamat, 2005):

  1) Laporan Tahunan dan Laporan keuangan Tahunan

  Laporan Tahunan adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu bank dalam kurun waktu satu tahun. Laporan Keuangan Tahunan adalah Laporan keuangan akhir tahun bank yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan wajib diaudit oleh Akuntan publik. Laporan Keuangan Tahunan adalah: a.

  Neraca, menggambarkan posisi keuangan dari satu kesatuan usaha yang merupakan keseimbangan antara aktiva, utang, dan modal pada suatu tanggal tertentu.

  b.

  Laporan laba rugi merupakan ikhtisar dari seluruh pendapatan dan beban dari satu kesatuan usaha untuk satu periode tertentu.

  c.

  Laporan perubahan equitas adalah laporan perubahan modal dari satu kesatuan usaha selama satu periode tertentu yang meliputi laba komprehensif, investasi dan distribusi dari dan kepada pemilik.

  d.

  Laporan arus kas berisi rincian seluruh penerimaan dan pengeluaran kas baik yang berasal dari aktivitas operasional, investasi, dan pendanaan dari satu kesatuan usaha selama satu periode tertentu.

  2) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan

  Laporan ini adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan dipublikasikan setiap triwulan.

  3) Laporan Keuangan Publikasi Bulanan

  Laporan ini adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan laporan bulanan bank umum yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan setiap bulan.

  4) Laporan Keuangan Konsolidasi

  Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan atau memiliki anak perusahan, wajib menyusun laporan keuangan konsolidasi berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang berlaku serta menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.

  Tujuan laporan keuangan, menurut “Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan” (IAI,2002), adalah sebagai berikut:

  a) Laporan keuangan menyajikan informasi tentang posisi keuangan (aktiva, utang, dan modal pemilik) pada suatu saat tertentu.

b) Laporan keuangan menyajikan informasi kinerja (prestasi) perusahaan.

  c) Laporan keuangan menyajikan informasi tentang perubahan posisi keuangan perusahaan.

  d) Laporan keuangan mengungkapkan informasi keuangan yang penting dan relevan dengan kebutuhan para pengguna laporan keuangan.

  2.3. Analisis Rasio Keuangan

  Analisis rasio keuangan adalah metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu ataupun secara kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir, 2001:64). Rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam laporan keuangan, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar.

  Dengan menggunakan analisa rasio dimungkinkan untuk dapat menentukan tingkat kinerja suatu bank dan kesehatannya dengan menggunakan perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas suatu bank. Perhitungan rasio untuk menilai posisi kinerja suatu bank, akan memberikan gambaran yang jelas tentang baik dan buruknya operasional suatu bank, yang dilihat dari posisi keuangannya dalam neraca dan laba rugi.

  2.4. Net Interest Margin (NIM)

  Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut: “Net

  

Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih

  terhadap rata- rata aktiva produktifnya”. Menurut Tristiningtyas dan Mutaher (2013), NIM merupakan selisih bunga simpanan (dana pihak ketiga) dengan bunga pinjaman.

  Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Net Interest

  

Margin (NIM) pada dasarnya adalah merupakan sebuah rasio keuangan yang

  merupakan hasil dari perbandingan antara pedapatan dari bunga terhadap aktiva, yang juga merupakan selisih antara bunga simpanan dan bunga pinjaman.

  Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut: Dalam dunia perbankan cost of funds dan tingkat bunga pinjaman sangat dipengaruhi oleh suku bunga Bank Indonesia. Menurut Januarti, (dalam Murti,

  2015) biaya yang harus dikeluarkan oleh bank kepada masing-masing sumber dana bank yang bersangkutan, dalam hal ini berupa cost of funds akan menentukan berapa persen bank harus menetapkan tingkat bunga kredit yang diberikan kepada nasabahnya untuk memperoleh pendapatan netto bank. Net

  

Interest Margin yaitu selisih pendapatan bunga dengan biaya bunga. Tingkat suku

  bunga juga menentukan besarnya NIM. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, untuk standar rasio Net Interest Margin (NIM) yang baik itu diatas 5%.

  Net Interset Margin (NIM) merupakan rasio untuk mengukur jumlah

  pendapatan bunga bersih yang diperoleh dalam menggunakan aktiva produktif yang dimilki oleh bank. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga, sedangkan aktiva produktif merupakan penempatan pada bank lain, surat berharga, penyertaan, dan kredit yang diberikan (Acmad, 2003).

  Semakin tinggi NIM pada suatu bank, maka pendapatan pun akan semakin meningkat, selanjutnya profitabilitas (ROA) pun juga akan meningkat.

2.5. Loan to Deposit Ratio (LDR)

  Likuiditas menurut Darmawi (2011: 59) adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan persedian uang tunai dan aset lain yang dengan mudah dijadikan uang tunai. Alat ukur likuiditas yang sering digunakan adalah rasio LDR (Loan to Deposit Ratio).

  Menurut Kasmir (2012 : 225) “LDR (Loan to Deposit Ratio) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan”, sementara menurut Darmawi (2011:61) “LDR (Loan to Deposit

  

Ratio ) adalah salah satu ukuran likuiditas dari konsep persediaan yang berbentuk

  rasio pinjaman deposit.” Dari pengertian LDR menurut para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa LDR adalah rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini maka semakin rendahnya likuiditas bank yang bersangkutan. Namun sebaliknya jika semakin rendah rasio ini maka semakin tinggi likuiditas bank yang bersangkutan. Menurut Kasmir (2012:225), batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas maksimal adalah 110%. Menurut Sudirman (2013:158), rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  Adapun kriteria penilaian berdasarkan peringkat komponen LDR dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Matriks Kriteria Peringkat Komponen LDR

  LDR Nilai Risiko Predikat Risiko

  1 Sangat Baik LDR ≤ 75% 75% < LDR ≤ 85%

  2 Baik

  3 Cukup 85% < LDR ≤ 100 %

  4 Tidak Baik 100% < LDR ≤ 120% LDR > 120%

  5 Sangat Tidak Baik

  Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP Tahun 2004

  LDR adalah rasio yang memperlihatkan komposisi jumlah kredit yang disalurkan dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga dan modal sendiri yang digunakan. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi. Sehingga semakin tinggi LDR maka laba perusahaan semakin meningkat dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil (Kasmir, 2008:225).

2.6. Non Performing Loan (NPL)

  Salah satu resiko yang dihadapi oleh bank adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada debitur atau disebut dengan resiko kredit.

  Resiko kredit merupakan suatu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan atau dijadwalkan (Siamat, 2005:92).

  Menurut Januarti, (dalam Murti, 2015) dana yang dihimpun oleh bank akan menjadi beban bila didiamkan saja. Oleh sebab itu bank harus mengalokasikan dananya secara efisien dengan mempertimbangkan tingkat resiko. Salah satu bentuk pengalokasian dana tersebut adalah dalam bentuk pemberian kredit. Dalam pemberian kredit ini perlu dilakukan analisis kredit, yakni suatu proses yang dimaksudkan untuk menganalisis atau menilai suatu permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitor kredit (Dendawijaya, 2009). Hal ini untuk mencegah terjadinya default oleh calon debitor, yang di dalam dunia perbankan dinamakan risiko kredit, yang didefinisikan sebagai risiko kerugian yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak dapat melunasi hutangnya (Ghozali, 2011).

  Default adalahkegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit yang diterimanya (angsuran pokok) beserta bunga yang sudah disepakati dan sudah diperjanjikan bersama (misalnya berdasarkan akad kredit yang dibuat berdasarkan notaris publik).

  Kredit macet atau non performing loan menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami resiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau mengalami kerugian potensial. Kredit yang termasuk ke dalam non performing loan (NPL) adalah kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Bank Indonesia menetapkan bahwa tingkat non performing loan

  (NPL) yang wajar sebesar 5% dari total kreditnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa bank dapat dikatagorikan sehat apabila non performing loan (NPL) dibawah 5%, apabila rasio NPL berada diatas 5% dapat dikatakan bank tersebut tidak sehat. Untuk mengetahui besarnya tingkat non performing loan (NPL) suatu bank maka diperlukan suatu ukuran (Rahardja, 2006:196).

  Kredit macet / kredit Non Performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat 90 (sembilan puluh) hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit Non Performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet (PSAK No. 31 Tahun 2009 Tentang Akuntansi Perbankan). Kredit macet dapat dihitung dengan menggunakan rumus Non Performing Loan (Raharja, 2006:196) sebagai berikut:

  Adapun kriteria penilaian berdasarkan peringkat komponen NPL dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPL

  NPL Nilai Risiko Predikat Risiko

  1 Sangat Baik ≤ 10%

  2 Baik 10% < NPL ≤ 15%

  3 Cukup 15% < NPL ≤ 20 %

  4 Tidak Baik 20% < NPL ≤ 25% 25% < NPL

  5 Sangat Tidak Baik

  Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP Tahun 2004

  Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu rasio untuk mengukur

  risiko ini. Semakin tinggi tingkat NPL dapat diartikan bahwa semakin tinggi pula debitur atau nasabah yang tidak mampu melunasi fasilitas yang telah disediakan oleh bank dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, semakin banyak pula biaya penyisihan cadangan penghapusan kredit yang akan menjurus pada kerugian bank (M. Lestari dan Widyawati, 2014). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat NPL, akan menurunkan profitabilitas (ROA). Dapat dirumuskan bahwa NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.

2.7. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

  Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO). Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh bunga.

  Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) sering disebut rasio efsiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin tinggi BOPO maka semakin kecil ROA. Hal ini berarti mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya, sehingga kinerja keuangan bank menurun (SE. Intern BI, 2004).

  Semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efsien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil sehingga kinerja keuangan bank semakin baik. Rasio BOPO merupakan perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional.

  Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Hal ini didukung oleh hasil data empiris menurut Pelo (2012), Tristiningtyas dan Mutaher (2013), Lestari dan Widyawati (2015), Murti (2015) yang menyatakan rasio BOPO berpengaruh negatif signifkan terhadap kinerja keuangan (ROA) pada bank. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :

  Untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya, maka digunakan penghitungaan rasio biaya operasi. Menurut Surat Edaran BI No. 6/23 DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio biaya operasional diukur dari perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin besar biaya operasi yang dialokasikan namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang di dapat maka semakin besar pula tingkat BOPO. Ini berarti kinerja bank tidak efisien dan keuntungan yang didapatpun semakin kecil. Dari uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.

2.8. Return On Assets (ROA)

  Return on assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

  kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan (Lukman Dendawijaya, 2009). Hal ini selaras dengan pengertian return on assets (ROA) menurut Farah Margaretha yang menyatakan bahwa return on assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.

  (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur

  Return on Assets kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan.

  Semakin besar rasio ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan assets. (Rivai et. al, 2010:481). ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:

  Menurut surat edaran Bank Indonesia tahun 2004 ROA yang baik nilainya lebih dari 1,25%. Berdasarkan pada rumus return on assets (ROA) diatas maka ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu:

  a) Laba (profit)

  Menurut Suwardijono (2013), pengertian laba adalah: “Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan diatas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa)”.

  b) Aktiva (assets)

  Menurut Mahmud M. Hanafi (2009), pengertian aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darinya manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diraih oleh perusahaan.

2.9. Kajian Penelitian Terdahulu

  Tujuan kajian penelitian terdahulu adalah untuk memberikan kerangka kajian empiris dari kerangka kajian teoritis bagi permasalahan sebagai dasar untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah yang dihadapi, serta dipergunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah. Sejauh pengetahuan penulis ada beberapa penelitian yang terkait dengan pengaruh Net Interest Margin (NIM),

  

Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), dan Biaya

Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap return on assets

  

(ROA). Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai referensi dan

  perbandingan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu

  

No Peneliti Judul Hasil Kelemahan

  1 Candra Analisis Faktor- Melihat pengaruh Return CAR, NPL, Kusuma faktor yang On Assets (ROA) melalui GWM tidak Ningrum mempengaruhi varibel Capital Adequaci berpengaruh (2011) Return On Ratio (CAR), Net Interest terhadap assets pada Margin (NIM), Loan to ROA.

  Bank Daerah di Deposit Ratio (LDR), Non Indonesia Performing Loan (NPL), Periode 2005- Biaya Operasional dan 2008 Pendapatan Operasional

  (BOPO), Giro Wajib Minimum (GWM). Menggunakan analisis regresi berganda, teknik sampel menggunakan

  purposive sampling ,

  pengaruh simultan adalah sebesar 81,5% sisanya 18,5% dipengaruhi faktor lain. Variabel NIM dan LDR berpengaruh positif terhadap ROA, BOPO berpengaruh negative sedangkan CAR, NPL, GWM tidak berpengaruh terhadap ROA

  2 Dechrista Faktor-faktor Melihat faktor-faktor yang LDR tidak R.G Sakul yang mempengaruhi Return On pengaruh (2012) mempengaruhi Assets (ROA) melalui signifikan

  Return On variabel Loan to Deposit terhadap assets pada Ratio (LDR), Non ROA

  Bank Swasta Performing Loan (NPL), Nasional di

  Capital Adequaci Ratio

  Indonesia (CAR). Penelitian Periode 2006- menggunakan analisis 2010 regresi, teknik sampel menggunkan purposive sampling, berganda hasil penelitian menunjukan pengaruh simultan sebesar 61,6% sisanya 38,4% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini. LDR tidak menunjukan pengaruh signifikan terhadap ROA, NPL memberikan pengaruh negative, sedangkan CAR berpengaruh positif trhadap ROA.

  3 Vita Tristiningtyas dan Osmad Mutaher (2013)

  (NOM), Financing to

  Financing to Deposit Ratio

  (NOM) dan variabel

  Operating Margin

  (NPF), Net

  Non Performing Financing

  Analisis yang digunakan adalah regresi linear ganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa, semua variabel independent yaitu CAR, NPF, BOPO, NOM, FDR dan DPK secara bersama- sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependent yaitu ROA sebagai proksi dari kinerja keuangan bank. Besar pengaruhnya adalah sebesar 86,0%, sedangkan sisanya sebesar 14,0% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk

  Deposit Ratio (FDR), dan Dana Pihak Ketiga (DPK).

  Net Operating Margin

  Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pada Bank Umum Syaria Di Indonesia.

  Operasional Pendapatan Operasional (BOPO),

  Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Biaya

  adalah Capital

  Return on Assets (ROA)

  sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan. Dalam penelitian ini rasio- rasio yang mempengaruhi

  On Asset (ROA) dipilih

  Pada penelitian ini Return

  (FDR) berpengaruh negatif dan tidak signifkan terhadap kinerja keuangan yang diproksi dengan ROA dalam model regresi.

  4 Sunariyati Muji Lestari dan Nurul Widyawati (2014)

  Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Rentabilitas (ROA) Pada PT BPR Di Kabupaten Semarang

  Capital Adequacy ratio (CAR)

  Operasional (BOPO), dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP). Hasil penelitian

  Ratio (LDR), Efisiensi

  (CAR), Loan to Deposit

  Capital Adequacy Ratio

  Tujuannya untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Rentabilitas (ROA). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi Rentabilitas (ROA) yaitu

  5 Dwi Ariyani Murti (2015)

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

  CAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA. NPL dan LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ROA.

  pada bank pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2008-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPL, LDR dan BOPO berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap ROA bank pemerintah sebesar 85,9%. Sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa CAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA. NPL dan LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ROA. BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sementara itu, BOPO berpengaruh paling dominan terhadap ROA.

  Return On Asset (ROA)

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh CAR, NPL, LDR dan BOPO terhadap

  Pada Perusahaan Perbankan Di BEI.

  Return On Asset

  tidak terbukti berpengaruh terhadap Rentabilitas (ROA). membuktikan bahwa secara parsial variabel

  Loan to Deposit Ratio

  (LDR), Efisiensi

  Operasional (BOPO), dan

  Kualitas Aktiva Produktif berpengaruh terhadap Rentabilitas (ROA) sedangkan pada variabel

  Capital Adequacy ratio

  (CAR) tidak terbukti berpengaruh terhadap Rentabilitas (ROA). Sedangkan secara simultan CAR, LDR, BOPO dan KAP secara bersama sama mempengaruhi Rentabilitas (ROA). Nilai adjusted R² sebesar 84,5% sedangkan sisanya sebesar 15,5% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.

  6 Rani Analisis Faktor- Melihat faktor-faktor yang NIM tidak Monariska faktor yang mempengaruhi Return On berpenagruh (2016) Mempengaruhi (ROA) melalui terhadap

  Assets Tingkat Return variabel Fee Based ROA. On Assets Income, Capital Adequaci Kemudian

  Pada PT. Bank Ratio (CAR), Non untuk LDR Pembangunan Performing Loan (NPL), pengaruh Daerah dalam teori

  Loan to Deposit Ratio

  Sumatera Barat (LDR), Net Interest dan Periode 2006- Margin (NIM), dan Biaya hipotesis 2015 Operasional dan penelitian

  Pendapatan Operasional adalah

  (BOPO). Pengambilan positif sampel pada penelitian ini namun hasil menggunakan metode penelitian

  purposive sampling dan menunjukan

  analisis menggunakan pengaruh regresi berganda. Hasil negative penelitian menunjukan bahwa pengaruh simultan variabel independen sebesar 98,7% sisanya dipengaruhi variabel lain diluar model. Variabel

  CAR dan Fee Based Income berpengaruh positif terhadap ROA, sementara NPL, LDR, dan BOPO berpengaruh negative terhadap ROA, untuk NIM tidak berpenagruh terhadap ROA.

  Berdasarkan penelitian terdahulu, maka penelitian yang akan dilakukan ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan peneliti-peneliti sebelumnya.

  Persamaannya dengan peneliti-peneliti terdahulu adalah menganalisis faktor –faktor yang berpengaruh terhadap profitabilitas perbankan, yang diproksikan dengan Return On Assets (ROA). Sedangkan perbedaannya penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah melihat pengaruh secara simultan variabel Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non

  

Performing Loan (NPL), dan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional

(BOPO) terhadap tingkat return on assets (ROA) pada PT. Bank Mega Tbk

  Tahun 2007-2016.

2.10. Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual ini dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan seberapa besar hubungan antar veriabel yang akan diteliti berdasarkan perumusan masalah. Dalam hal ini, variabel Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit

  

Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), dan Biaya Operasional dan

Pendapatan Operasional (BOPO) sangat berperan penting dalam meningkatkan

  kinerja keuangan return on assets (ROA). Sehingga diprediksi keempat variabel bebas tersebut memiliki pengaruh terhadap return on assets (ROA). Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan kerangka konseptual mengenai pengaruh Net

  

Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan

(NPL), dan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap

  tingkat return on assets (ROA) pada PT. Bank Mega Tbk Tahun 2007-2016 seperti gambar di bawah ini:

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI (Studi Empiris Pada Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta di Jember)

0 8 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI (Studi Empiris Pada Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta di Jember)

0 6 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI (Studi Empiris Pada Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta di Jember)

0 38 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank BUMN yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Bank - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan To Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia Periode 2008-2013

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Simpanan Deposito Mudharabah Pada Bank Syariah di Indonesia

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis - Penilaian Harga Wajar Saham dengan Relative Valuation Techniques PT. Bank Mandiri, Tbk dan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Bank - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loan To Deposit Ratio Pada Bank Pembangunan Daerah Di Indonesia Periode 2008-2012

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank Konvensional 2.1.1. Pengertian Bank Konvensional - Kinerja Bank Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia (suatu studi perbandingan)

0 4 25