BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Bank

  Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegaiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada.

  Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).

  Menurut Kuncoro (2002), bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut Very Stuart (dalam Suyatno, 1993), bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.

2.1.2. Fungsi dan Manfaat Bank Fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

  Secara lebih spesifik fungsi bank adalah sebagai berikut: a.

  Agent of trust Dasar utama dari suatu bank adalah kepercayaan atau dengan kata lain adalah trust. Masyarakat yang meyimpan dana kepada bank berarti mereka memiliki rasa kepercayaan terhadap bank tersebut. Bank yang dipercaya oleh masyarakat hendaknya dapat menjaga dan memelihara dana-dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Selain itu, bank juga harus memberikan kenyamanan dan keamanan bagi nasabah dengan begitu nasabah akan mendapatkan kepuasan atas pelayanan bank tersebut. Begitu pula antara pihak bank dan para debitur, dana-dana yang cair menandakan bahwa pihak bank percaya kepada debitur tersebut. Oleh karena itu debitur harus dapat mengelola dana yang diberikan oleh bank dengan sebaik mungkin.

  b.

  Agent of Development Berkaitan dengan sektor moneter dengan sektor riil. Antara sektor moneter dan sektor riil yang terdapat dalam masyarakat keduanya tidak dapat dipisahkan, sektor-sektor tersebut saling berinteraksi. Sektor riil tidak akan berjalan dengan baik apabila sektor monetrnya tidak berjalan baik pula. Dalam hal ini tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan ekonomi di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat mempunyai keinginan untuk investasi, distribusi, dan jasa komunikasi barang dan jasa. Mengingat semua kegunaan tersebut selalu berkaitan dengan penggunaan uang, kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan komunikasi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.

  c.

  Agent of services Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, jasa-jasa ini antara lain dapat berupa pengiriman uang, pemberian jaminan bank, jasa penitipan barang berharga dan lain-lain.

  Adapun bank tentunya memberikan manfaat bagi banyak pihak, manfaat tersebut antara lain

  1. Sebagai model investasi yaitu transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).

  2. Sebagai cara lindung nilai yaitu transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.

  3. Informasi harga yaitu transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).

  4. Fungsi spekulatif yaitu transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu sendiri.

  5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien yaitu transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar di masa mendatang. Terlepas dari fungsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian. Hal ini jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan bangsa.

2.1.3. Jenis bank

2.1.3.1. Jenis Bank Menurut Fungsinya

  a. Bank sentral Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan ndang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang- undang.

  b. Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU No.10 Tahun 1998).

  c. Bank Perkreditan Rakyat Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2.1.3.2. Jenis Bank Menurut Kepemilikannya

  a. Bank Persero (Bank Pemerintah) Bank persero atau juga sering disebut bank BUMN, pada awalnya masing- masing didirikan dengan undang-undang tersendiri mengenai bidang tugas masing-masing bank. Dalam kegiatan operasionalnya, bank persero tetap tunduk pada undang-undang tentang perbankan. Siamat (2005) mengemukakan bahwa Bank Persero, atau sering juga disebut bank pemerintah, adalah bank umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah.

  Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bank persero merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh pemerintah. Bank - bank yang termasuk ke dalam kelompok bank persero adalah Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara.

  b. Bank Umum Swasta Nasional Bank umum swasta nasional adalah bank yang berbadan hukum Indonesia, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Sesuai dengan pengertian di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa bank jenis ini, seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula (Siamat 2005). Contoh bank milik swasta nasional adalah Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Bumi Putera, Bank Lippo, Bank Niaga, Bank Duta, Bank Nusa Internatsional, Bank Internasional Indonesia, Bank Universal dan bank lainnya. c. Bank Asing Menurut Kasmir (2008) menerangkan bahwa bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Bank asing merupakan bank milik negara di luar Indonesia yang membuka cabang di Indonesia. Pemberian pelayanan jasa-jasa dalam kegaiatan operasional bank asing pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan bank- bank umum swasta nasional, kecuali dalam hal pembatasan pembukaan kantor di wilayah tertentu di Indonesia.

  Selain itu, bank asing tidak diperkenankan menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan. Segmen usaha bank asing yang ditekuni terutama adalah segmen korporasi atau corporate banking. Ciri lain dari kegiatan bank asing ini adalah penyediaan jasa di bidang investment bank yang menawarkan jasa-jasa di pasar modal. Contoh bank asing seperti City Bank, Hongkong and Shanghai Bank Corporation, American Express Bank, Bangkok Bank, Bank of Tokyo.

  d. Bank Pemerintah Daerah Bank pemerintah daerah (BPD) merupakan bank-bank umum yang dimiliki oleh pemerintah daerah, baik akte pendirian maupun modalnya serta keuntungannya dimiliki oleh pemerintah daerah pula. Menurut Siamat (2005) bank-bank umum milik pemerintah daerah adalah Bank-bank Pembangunan Daerah yang pendiriannya didasarkan pada Undang-undang No.13 tahun 1962. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan adanya Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, BPD tersebut harus memilih dan menetapkan badan hukumnya apakah menjadi Perseroan Terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang- undang tersebut di atas.

  Pada dasarnya bank umum pemerintah dengan bank pemerintah daerah adalah sama, hanya saja yang membedakan keduanya yaitu kepemilikannya, bank umum pemerintah dimiliki oleh pemerintah secara nasional sedangkan bank pemerintah daerah (BPD) dimiliki oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing propinsi. Adapun contoh bank pemerintah daerah yang ada di Indonesia, diantaranya adalah Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (Bank Jabar), Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.

  e. Bank Campuran Kegiatan usaha bank campuran pada prinsipnya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh bank umum swasta nasional, bank umum persero, atau bank pemerintah. Dari sudut kegiatan penghimpunan dana (funding), sumber dana bank campuran terutama berasal dari simpanan berjangka (time deposits) dan giro (demand deposits). Kegiatan memobilisasi dana melalui tabungan (saving

  deposits ) tidak diperkenankan dilakukan oleh bank campuran. Selanjutnya,

  kegiatan penyaluran dana terutama dilakukan dengan memberikan pembiayaan usaha perdagangan internasional (international financing) dan kredit bagi sektor- sektor industri dan produksi.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya aktivitas bank campuran tidak berbeda dengan jenis bank-bank lainnya. Kegiatan operasional bank campuran meliputi kegiatan yang terjadi di bank-bank lain yaitu menghimpun dana kemudian menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan usaha perdagangan internasional dan kredit. Perbedaannya terletak pada kegiatan menghimpun dana, bank campuran tidak diperkenankan untuk menghimpun dana dalam bentuk tabungan. Contoh bank campuran diantaranya adalah PT. ANZ Bank, PT. Bank Commonwealth, PT. Bank Finconesia, PT. ING Indonesia Bank.

2.1.4. Usaha Bank

2.1.4.1.Bank Sentral

  Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

  Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

  Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya.

Gambar 2.1 Tiga Pilar Utama Bank Indonesia

  Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien anatara lain,yaitu : 1.

  Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri.

  a.

  Operasi Pasar Terbuka Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah.

  Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang.

  Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.

  b. Penetapan Cadangan Wajib Minimum Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya.

  Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank

  Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.

  c. Peran sebagai Lender of The Last Resort Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya

  

mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu

  maksimal 90 hari dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.

  d. Kebijakan Nilai Tukar Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.

  e. Pengelolaan Cadangan Devisa Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.

  f. Kredit Program Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup tugas Bank Indonesia. Tugas pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.

  2. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu- satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

  Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.

  Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI- RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent .

  Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

  3. Mengatur dan Mengawasi Bank Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

  Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank. Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif.

  Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter. Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.

2.1.4.2. Bank Umum

  Fungsi-fungsi bank sentral yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :

  1. Penciptaan uang Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan. Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.

  2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.

  3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

  Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

  4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal.

  Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

  5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safe deposit box).

  Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.

  6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.

2.1.4.3. Bank Perkreditan Rakyat

  Kegiatan usahanya meliputi: 1.

  Menyimpan dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan, deposito, dan giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit 3.

  Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

2.1.5. Pengertian Suku Bunga

  Menurut Hubbard dalam (Laksmono, 2001), bunga adalah biaya yang harus dibayar borrower atas pinjaman yang diterima dan imbalan bagi lender atas investasinya. Sementara itu, Kern dan Guttman dalam (Laksmono, 2001), menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku bunga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.

  Menurut Karl dan Fair (2001), suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.

  Menurut Mishkin (2007), suku bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayar atas penyewaan dana. Mishkin memandang suku bunga dari sisi peminjam (borrower). Menurut Pindyck (2005), suku bunga adalah harga yang dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Seperti harga pasar, penentuan tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari loanable funds.

  Siamat (2005) membedakan pengertian bunga (interest) dalam 2 perspektif, yaitu: (1) bunga dari sisi permintaan. Bunga dari sisi permintaan dan sisi penawaran merupakan pendapatan atas pemberian kredit. Bunga merupakan sewa atau harga dari uang, (2) bunga dari sisi penawaran. Pemilik dana akan menggunakan atau mengalokasikan dananya pada jenis investasi yang menjanjikan pembayaran bunga yang lebih tinggi.

  Para ekonom membedakan suku bunga menjadi suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rate yang terjadi di pasar sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat pengembalian setelah dikurangi dengan inflasi. Efek ekspektasi inflasi terhadap suku bunga nominal sering disebut efek Fisher dan hubungan antara inflasi dengan suku bunga ditunjukkan dengan persamaan Fisher.

  Laju inflasi sangat penting dalam meramalkan dan menganalisa suku bunga. Selisih antara suku bunga nominal dan inflasi adalah ukuran yang sangat penting mengenai beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang dihadapi individu dan perusahaan. Selain itu, suku bunga riil juga menjadi ukuran yang sangat penting bagi otoritas moneter.

  2.1.6. Suku Bunga Kredit Menurut Jenisnya Suku bunga kredit sangat bergantung pada jenis kredit itu sendiri.

  Berdasarkan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, menurut tujuan penggunaannya, kredit dibedakan menjadi tiga yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja (working capital loan) adalah kredit yang diberikan untuk membiayai kegiatan usahanya atau perputaran modal misalnya pembelian barang dagangan. Kredit Modal Kerja (KMK) adalah fasilitas kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

  Kredit investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai. Jangka waktu kredit ini umumnya lebih dari satu tahun. Kredit konsumsi (consumer loan) adalah kredit yang diberikan bank untuk membiayai pembelian barang, yang tujuannya tidak untuk usaha tetapi untuk pemakaian pribadi. Jangka waktu kredit ini dapat berjangka waktu panjang atau pendek.

  2.1.7. Suku Bunga Dasar Kredit

  Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah.

2.1.7.1. Komponen SBDK

  Dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu:

  1. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari kegiatan penghimpunan dana;

  2. Biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya pajak yang harus dibayar

  3. Marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam kegiatan penyaluran kredit.

  Pada dasarnya SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank. SBDK merupakan hasil perhitungan tiga komponenn, yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan. Perhitungan SBDK tersebut belum memperhitungkan komponen premi resiko individual nasabah Bank yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap resiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK

  Beberapa manfaat utama prime lending rate.

  1. Menciptakan transparansi, dengan lahirnya SBDK, BI sangat mengharapkan dapat tercipta transparansi. Dengan demikian, nasabah dapat membandingkan SBDK bank satu dengan bank lain yang lebih kompetitif. Dengan bahasa lebih jernih, nasabah bakal memiliki aneka referensi mengenai SBDK sebelum menentukan pilihan akhir. Nasabah akan lebih leluasa dalam menentukan bank nasional mana yang menawarkan SBDK menarik sesuai dengan kemampuan finansial nasabah.

  2. Membangun iklim persaingan sehat, dengan terciptanya transparansi tersebut, BI juga berharap akan lahir iklim persaingan yang sehat antar bank nasional dalam merebut nasabah utama (prime customer). Selain memicu persaingan yang sehat, transparansi SBDK akan mendorong efisiensi. Dalam kebijakan transparansi SBDK kemungkinan bisa timbul kartel sehingga BI akan selalu mengawasi dan mengantisipasi agar tidak timbul kartel.

  Oleh karena itu BI menjamin tidak akan ada kartel. Selain kartel, kemungkinan akan terjadi PHK pada bank kecil yang asetnya dibawah 10 triliun, karena bank- bank kecil kemungkinan akan melakukan merger agar dapat bersaing dengan bank besar (asset diatas 10 triliun). Konsekuensi dari merger antar bank kecil maka akan timbul PHK, meskipun melakukan merger bukan hal yang mudah bagi suatu bank.

  Dalam kebijakan itu transparansi SBDK bank diancam akan dikenakan sanksi administratif, sesuai aturan yang berlaku, yaitu; (1) Pasal 12/PBI/No

  7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah disebutkan bahwa bank yang melanggar ketentuan akan dikenakan sanksi administratif dan dapat diperhitungkan dengan komponen penilaian tingkat kesehatan bank, (2) dalam PBI 3/22/PBI/2011 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank diatur dalam Pasal 38 ayat 2 dan 3. Ayat 2 menjelaskan bank yang tidak mengumumkan laporan keuangan publikasi triwulan membayar denda paling rendah Rp.l00.000.000 dan paling tinggi Rp.500.000.000. Ayat 3 disebutkan bank yang mengumumkan laporan keuangan publikasi triwulanan, namun tidak menyampaikan laporan keuangan publikasi triwulanan kepada BI akan dikenakan sanksi membayar denda Rp. 30.000.000, (3) pasal 38 ayat 4 huruf a disebutkan jika menurut penilaian BI, laporan keuangan publikasi triwulanan secara material tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dan atau tidak disajikan sesuai ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, atau Surat Komentar (Management Letter) dari Akuntan Publik menyatakan adanya kelemahan mendasar yang ada dari sistem pelaporan data bank ke Bank Indonesia, maka setelah diberi peringatan dua kali surat teguran oleh BI dengan tenggang waktu dua minggu untuk setiap teguran, bank tidak memperbaiki dan atau mengumumkan kembali laporan yang dimaksud, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar serendah-rendahnya sebesar Rp.l00.000.000 dan setinggi- tingginya sampai dengan nilai R

2.1.7.2. Penggolongan Jenis Kredit SBDK

  1. Kredit korporasi

  2. Kredit ritel

  3. Kredit mikro 4. Kredit konsumsi (KPR dan Non KPR).

  Kredit konsumsi non KPR tidak termasuk penyaluran dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA).

  2.1.8. Kriteria Penggolongan Kredit

  Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh internal Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

  2.1.9. Suku Bunga Bank Indonesia

  Suku bunga Bank Indonesia (BI rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

2.1.9.1. Fungsi BI rate

  BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap

  

di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan

  moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

2.1.9.2. Penetapan BI Rate

  a. Jadwal Penetapan dan Penentuan

  1. Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.

  2. Respon kebijakan moneter (BI rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya

  3. Penetapan respon kebijakan moneter (BI rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam mempengaruhi inflasi.

  4. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelumulanan melalui RDG mingguan.

  b. Perubahan BI Rate

  Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI rate secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.

2.1.10. Rasio Rentabilitas

  Hanafi (1999), menyatakan bahwa efisiensi akan lebih jelas jika dikaitkan dengan konsep perbandingan outpu-input. Output merupakan hasil suatu organisasi, dan input merupakan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Dalam kasus perusahaan yang bergerak dibidang perbankan, efisiensi operasi dilakukan untuk mengetahui apakah bank dalam operasinya yang berhubungan dengan usaha pokok bank,dilakukan dengan benar dalam arti sesuai dengan yang diharapkan manajemen dan pemegang saham. Efisiensi operasi juga berpengaruh terhadap kinerja bank, yaitu untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna.

  Menurut Bank Indonesia efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE, Intern BI 2004). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90 persen, karena jika rasio BOPO melebihi 90 persen hingga mendekati angka 100 persen maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Pada penelitian ini variabel BOPO diambil sebagai salah satu variabel atau faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan bank, karena bagaimanapun juga jika kita berbicara mengenai kinerja suatu perusahaan pastilah juga berhubungan dengan efisiensi operasi bank tersebut.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan suku bunga, antara lain :

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Peneliti Judul Variabel

  Penelitian Hasil Penelitian

  Nana Darna (2012)

  Penurunan BI Rate dan Efisiensi Biaya Operasional Bank Umum untuk Menurunkan Suku Bunga Kredit

  BI rate dan biaya

  operasional bank umum dan SBDK Nilai SBDK tidak berhubungan dengan naiknya turunnya BI rate dan nilai SBDK berhubungan lemah dengan naik turunnya rasio BOPO.

  Tiara Kusuma Hapsari (2011)

  Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM, Dan Rasio Konsentrasi Terhadap ROA (Studi Empiris Pada Bank Umum Yang Listing Di Bei 2005-2009)

  CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM, Rasio Konsentrasi, ROA

  BOPO memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap ROA. dan terdapat pengaruh positif signifikan antara LDR dan ROA, serta GWM dan ROA. Sedangkan variabel lain seperti CAR, NPL, dan CR tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap ROA. Ahmad Buyung Nusantara (2009)

  Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO terhadap Profitabilitas Bank (Perbandingan Bank Umum Go Publik dan Bank Umum Non Go Publik di Indonesia Periode Tahun 2005-2007)

  NPL, CAR, LDR, dan BOPO, dan Profitabilitas Bank

  BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel ROA pada bank go publik. Pada bank non go publik variabel BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel ROA

  Hera Septhian Dewitri (2011)

  Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Suku Bunga Kredit terhadap Volume Penyaluran Kredit pada Bank Danamon Tbk.

  Rasio Kecukupan Modal, Suku bunga kredit dan Volume penyaluran kredit

  Hubungan rasio kecukupan modal (CAR) dan volume penyaluran kredit berlawanan arah, artinya jika rasio kecukupan modal (CAR) turun maka volume penyaluran kredit akan meningkat. Hubungan antara suku bunga kredit dan volume penyaluran kredit berlawanan arah, artinya jika suku bunga kredit turun maka volume penyaluran kredit akan meningkat. Fitri Riski Amriani (2012)

  Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO dan NIM terhadap LDR pada Bank Bumn Persero di Indonesia Periode 2006-2010

  CAR, NPL, BOPO, NIM dan LDR

  Variabel BOPO berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap LDR pada Bank BUMN Persero di Indonesia.

  Sumber : data diolah oleh peneliti

2.3. Hubungan antara BI rate dengan SBDK

  BI rate atau suku bunga Bank Indonesia merupakan tingkat suku bunga untuk satu tahun yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan, sehingga tidak mengikat ataupun memaksa.

  Jika BI rate mengalami kenaikan maka akan mempengaruhi kenaikkan suku bunga pinjaman kepada orang yang mengajukan kredit, begitu juga sebaliknya. Suku bunga pinjaman kredit tersebut berasal dari perhitungan suku bunga dasar kredit (SBDK) serta premi resiko dari setiap nasabah. Jadi secara tidak langsung naik turunnya BI rate akan mempengaruhi penentuan SBDK dari setiap bank.

  2.4. Hubungan antara BOPO dengan SBDK

  Biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) merupakan cerminan efisiensi bank. Semakin tinggi BOPO, semakin tinggi beban operasional yang ditanggung bank yang dapat berimbas kenaikan terhadap penentuan suku bunga kredit. Suku bunga pinjaman kredit tersebut berasal dari perhitungan suku bunga dasar kredit (SBDK) serta premi resiko dari setiap nasabah. Jadi secara tidak langsung naik turunnya BOPO akan mempengaruhi penentuan SBDK dari setiap bank.

  2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis

  Dalam suatu penelitian empiris, variabel suku bunga dasar kredit tidak hanya dipengaruhi satu variabel independen saja melainkan dipengaruhi oleh banyak variabel independen. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel BI rate dan BOPO. Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut : BI Rate (X )

1 SBDK

  Ritel (Y)

  BOPO (X

  2 )

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis

  Menurut Kerlinger dalam Sangadji dan Sopiah (2010), hipotesis adalah prediksi tentang fenomena dan pernyataan dugaan (conjectural) tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

  H1: BI rate secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

  H2: BOPO secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

  H3: BI rate dan BOPO secara simultan berpengaruh signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

Dokumen yang terkait

Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

5 56 86

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Nasabah 2.1.1.1. Pengertian Kepuasan Nasabah - Pengaruh Nilai Nasabah, Kualitas Pelayanan, Deposito Mudharabah dan Atribut Produk Syariah Terhadap Kepuasan Nasabah ( Studi Kasus Pada Bank Syariah

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Tukar (Kurs) 2.1.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs) - Analisis Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Terhadap Suku Bunga Di Indonesia

1 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal - Pengaruh Stock Split dan Financial Ratio Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Puskesmas - Analisis Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan Periode Januari – Desember 2013 Di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2014

1 1 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank BUMN yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Manfaat Rasio Keuangan dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perbankan (2007-2012)

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Fundamental - Analisis CAMEL untuk Menilai Tingkat Kesehatan Bank pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 – 2011

0 2 52

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Profitabilitas - Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah - Analisis Kesehatan Keuangan Dan Kinerja Sosial Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia

0 0 45