BAB I PENDAHULUAN - PENINGKATAN SIKAP JUJUR DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI MODEL KUMON BERBANTUAN DEKAK – DEKAK MINION DI KELAS II SD I SULTAN AGUNG 3 - Unissula Repository
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses dasar pendidikan adalah proses menjadikan, yakni menjadi
seseorang yang dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, watak,
- – kemampuan, dan hati nuraninya secara utuh (Mulyasana, D:2012: 2). Unsur unsur tersebut antara lain tujuan pendidikan, kurikulum, peserta didik, pendidik, interaksi edukatif, isi pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Sekolah diharapkan memberi seperangkat pengetahuan, keterampilan kepada peserta didik dan disertai penanaman nilai karakter di dalam semua pembelajaran Tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan termuat dalam UU Sisdiknas, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan meliputi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Sebagaimana dikemukakan oleh Triwiyanto, T (2014: 131) bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan memiliki kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Berdasarkan hal tersebut kurikulum merupakan meliputi segala rancangan dan pelaksanaan atau pengajaran pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum pendidikan dasar dan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.
Belajar matematika merupakan syarat cukup untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika, kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Susanto, A (2013: 183) memandang matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Teori Piaget merekomendasikan perlunya pengamatan terhadap tingkat perkembangan intelektual anak sebelum suatu bahan pelajaran matematika diberikan. Menurut Muhsetyo, G et al. (2011: 1.9) pada usia siswa sekolah dasar (7-8 tahun hingga 12 – 13 tahun), menurut teori kognitif. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika bersifat abstrak.
Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya. Keberhasilan suatu proses pembelajaran matematika dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa adalah salah satunya adalah sikap siswa. Sikap siswa dapat dibentuk dengan terus- menerus dalam pembelajaran dengan adanya pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik (Daryanto dan Darmiatun, S:2013:43). Siregar, E dan Nara, H (2010: 27) mengemukanan bahwa guru membantu membentuk watak peserta didik , dengan cara terus-menerus dengan pembiasaan, sesuai dengan teori belajar conditioning lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970), ia menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan atau membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang diterima. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan tujuan pendidikan nasional, yaitu : (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Perduli Lingkungan, (17) Perduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab.
Pendidikan karakter merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian baik dalam kehidupannya.
Pembiasaan watak (jujur, cerdas, perduli tangguh) merupakan tugas utama pendidikan. Untuk menegakkan kejujuran di sekolah, guru dapat membuat peraturan yang dapat mengurangi, bahkan meniadakan, ketidakjujuran. Berdasarkan pendapat Mustari, M (2014: 11) jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. Di sekolah, murid
- – murid itu berbuat jujur apabila : (1) Menyampaikan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, (2) Bersedia
Siswa perlu diapresiasi atas kejujurannya. Kita tinggal menguatkan pemahaman konsepnya saja dalam setiap materi pembelajaran.
Pada beberapa tahun terakhir ini, pemahaman konsep dan kompetensi strategis banyak mendapat perhatian dari para pakar pendidikan. Apalagi setelah
Mathematics Learning Study Committe, National Research Council (NRC),
Amerika Serikat dalam publikasi bukunya yang berjudul Adding it Up, Helping
Children Learn Mathematics pada tahun 2001 Kilpatrick et al. (Afrilianto, M,
2012:193) mengemukakan bahwa pemahaman konsep dan kompetensi strategis merupakan dua dari lima kecakapan matematis yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika. Orang yang telah memiliki konsep, berarti orang tersebut telah memiliki pemahaman yang jelas tentang suatu konsep atau citra mental tentang sesuatu. Dalam pembelajaran matematika yang baru dipahami siswa perlu segera diberikan penguatan sehingga mengendap, melekat, dan tahan lama tertanam hingga miliknya dalam pola pikir maupun pola tindakanya. Menurut intruksi Gagne, untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi (Dahar, W, R:2006:128). Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru ini pada pengalaman siswa.
Adapun indikator yang harus dipenuhi agar pemahaman konsep tercapai adalah: (1) Mendefinisikan konsep secara verbal maupun tulisan, (2) Membuat contoh dan non contoh penyangkal, (3) Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan simbol, (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain, (5) Mengenal berbagai makna interprestasi konsep, (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan suatu konsep, (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
“Mathematics can
and must be learned by all students”(NCTM :2000:13). Untuk itulah diperlukan
belajar melalui berbuat dan pengertian, tidak sekedar hanya hafalan atau mengingat- ingat akan mudah dilupakan. Oleh karena itu, kreatifitas mengajar pendidik akan sangat diperlukan, melalui model ataupun alat peraga untuk memaksimalkan pemahaman konsep yang akan diajarkan kepada siswa.
Dalam praktiknya, guru harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran harus mempertimbangkan antara lain materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia. Afandi, M et al. (2013: 15) menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Dengan adanya model dalam kegiatan belajar mengajar dapat mencapai tujuan penilaiaan pembelajaran. Model pembelajaran meliputi : (1) Kooperatif (CL,
Cooperative Learning ), (2) Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and
Learning ), (3) Realistik (RME, Realistic Mathematics Education), (4)
Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning), (5) Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL, Problem Based Learning), (6) Model Pembelajaran Aktif. Model pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh siswa, sehingga semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai karakteristik pribadi yang mereka miliki. Salah satu contoh model pembelajaran aktif adalah Kumon.
Pada awalnya, Kumon merupakan salah satu kooporasi pendidikan yang digagas pertama kali oleh Toru Kumon dari Osaka, Jepang, pada 1958. Ia kemudian diadopsi sebagai model yang umumnya digunakan untuk pengajaaran matematika dan membaca. Teori belajar Jean Piaget melandasi penerapan kontruktivisme dalam pelaksanaan pembelajaran matematika, dan memposisikan guru sebagai fasilitator dan motivator agar peserta didik mempunyai kesempatan untuk membangun pengetahuan mereka. Keistimewaan Kumon adalah karena siswa diberi kesempatan untuk memulai belajar dari bagian yang dapat dikerjakannya sendiri dengan mudah, tanpa kesalahan (Huda, M:2013:189). Melalui pencapaian target dengan kemampuannya sendiri, siswa akan merasakan kegembiraan dan kepuasan. Dengan adanya model Kumon dalam pembelajaran matematika siswa diharapkan akan lebih antusias ditambah dengan dukungan alat peraga sesuai materi yang diajarkan, misalnya dalam materi perkalian dapat memudahkan siswa menyelesaikan materi perkalian serta memahami konsep cara kerja perkalian.
Alat peraga adalah bagian penting yang harus ada dalam pembelajaran matematika khususnya di SD kelas rendah. Bagi guru mata pelajaran matematika dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah masih menunjukkan kekurangan dan keterbatasan. Terutama dalam memberikan gambaran konkret dari materi yang disampaikan, sehingga hal tersebut berakibat langsung kepada rendahnya pemahaman konsep matematika. Berdasarkan pendapat dari Hidayati (2014: 20) alat peraga dekak-dekak adalah salah satu alat peraga matematika yang digunakan untuk menjelaskan nilai tempat suatu bilangan (satuan, puluhan, ratusan, ribuan) serta operasi penjumlahan dan pengurangan. Perkalian mempunyai keterkaitan dengan penjumlahan, karena perkalian adalah penjumlahan secara berulang. Dalam buku berjudul Educational Psychology A.
Cognitive View, pernyatakaan tersebut berbunyi: “The most important sigle factor
ifluecing learning is what the larner alredy knows. Ascertain this and teach him
accordingly.” Ausubel (Dahar, W,R:2006:100). Dengan tujuan untuk pemahaman
konsep matematika materi perkalian yang tertanam operasi hitung penjumlahan, alat peraga dekak
- – dekak cocok digunakan dalam pembelajaran kelas rendah. SD Islam Sultan Agung 3 merupakan salah satu sekolah besar di semarang dan salah satu sekolah islam yang menjadi pelopor sekolah - sekolah islam yang lain di kota Semarang. SD Islam Sultan Agung 3 adalah sekolah Islam di bawah naungan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) Semarang yang juga
Berdasarkan hasil obseravsi di kelas II dan wawancara dengan guru kelas
II yaitu Ibu Supriyati, S.Pd beliau mengatakan bahwa sikap jujur siswa masih kurang, dibuktikan pengisian observasi penulis bertepatan dengan pengerjaan soal pemahaman konsep kelas II b masih kurang dikarenakan guru dalam menerangkan mementingkan target selesai dibandingkan pemahaman anak, walapun anak sepenuhnya belum memahaami konsep tetapi guru tetap melanjutkan ke materi selanjutnya dan menganggap anak didiknya sudah faham.
Berarti sudah jelas informasi yang diberikan oleh Ibu Supriyati, S.Pd, bahwa anak kelas II, yang beliau ampu masih ada kebiasaan mencontek, dan belum bisa menjawab pertanyaan dari guru sesuai apa yang siswa ketahui. Didukung lagi dengan observasi peneliti.
Melihat kondisi siswa seperti itu, guru sudah berupaya untuk memperbaiki perilaku siswa agar memiliki sikap jujur, seperti menasehati siswa, dan mengurangi nilai apabila ketahuan mencontek. Hal tersebut dilakukan oleh guru bertujuan membuat siswa lebih memiliki sikap jujur, dan tidak mengulangi perilaku yang tidak baik. Permasalahan kurangnya sikap jujur, tentu akan berdampak pada pemahaman konsep yang telah diajarkan oleh guru.
Pemahaman konsep yang masih rendah bukan hanya dipengaruhi sikap jujur siswa yang masih kurang, akan tetapi ada faktor lain seperti, penggunaan metode dan model pembelajaran yang hanya fokus pada guru dan tidak menambahkan metode maupun model yang membuat siswa aktif. Pemahaman konsep merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika.
Khususnya di kelas II semester genap untuk materi perkalian perhitungannya dianggap rumit oleh siswa kelas II karena tingkat berfikirnya yang masih berpusat pada alat indera, siswa belum bisa berfikir secara abstrak. Peralihan dari semester satu ke semester dua, peralihan dari penjumlahan ke perkalian. Siswa kurang antusias dalam mempelajari perkalian, untuk itu perlu adanya pembuktian dengan alat peraga yang menarik agar siswa terdorong untuk semangat belajar sehingga pemahaman konsep dapat diserap dengan baik.
Pembelajaran matematika yang paling utama adalah memahami konsep karena konsep adalah bagian awal yang harus dipahami sebelum mempelajari yang lain, konsep harus dipahami terlebih dahulu.
Gambar 1.1. Hasil Tes investigasi awal Pemahaman KonsepMenurut hasil tes investigasi awal pemahaman konsep yang telah penulis berikan kepada siswa kelas II SD I Sultan Agung 3 dengan materi akhir semester I yakni dengan standar kompetensi geometri dan pengukuran, 2. menggunakan pengukuran waktu, panjang dan berat dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar 2.1 menggunakan alat ukur waktu dengan satuan jam, hanya 15 siswa yang memenuhi KKM 67, dengan ketuntasan belajar 45% nilai huruf D predikat kurang, nilai tes investigasi awal terdapat pada lampiran 3.
Berdasarkan ditegaskan bahwa sikap jujur dan pemahaman konsep matematika siswa SD kelas II akan bisa meningkat apabila menggunakan model kumon yang sesuai dengan berkembangannya ditunjang lagi dengan alat peraga dekak-dekak minion yang dikonsepkan khusus materi perkalian, bentuk dan model alat peraganya disesuaikan dengan kartun yang sangat disukai di kalangan siswa SD, dengan begitu siswa akan lebih bersemangat dan mengikuti pembelajaran dengan rasa senang. Untuk itu peneliti memutuskan memberi judul skripsi ini dengan “Peningkatan Sikap Jujur Dan Pemahaman Konsep Matematika Melalui Model Kumon Berbantuan Dekak
- – Dekak Minion Di Kelas II SD I SULTAN AGUNG 3 ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah sikap jujur dapat ditingkatkan melalui model kumon berbantuan dekak
- – dekak minion di kelas II SD I Sultan Agung 3 pada mata pelajaran matematika materi perkalian ? 2.
Apakah pemahaman konsep dapat ditingkatkan melalui model kumon berbantuan dekak
- – dekak minion di kelas II SD I Sultan Agung 3 pada mata pelajaran matematika materi perkalian ? C.
Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan sikap jujur siswa kelas II SD I Sultan Agung 3 melalui model kumon berbantuan dekak-dekak minion pada mata pelajaran matematika materi perkalian.
2. Untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas II SD I Sultan Agung 3 melalui model kumon berbantuan dekak
- – dekak minion mata pelajaran matematika materi perkalian.
D. Manfaat Penulisan 1.
Manfaat teoritis
a) Dengan Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan dapat menambah sumber referensi penelitian yang relevan khususnya untuk mata pelajaran
Matematika.
b) Sebagai sumber belajar sehingga dapat menambah pengetahuan model kumon dalam pembelajaran matematika berbantuan dekak-dekak minion.
2. Manfaat praktis
a) Bagi guru
Dapat meningkatkan kemampuan untuk memahami konsep dalam pembelajaran matematika dan membantu guru dalam memperbaiki proses pembelajaran.
b) Bagi siswa
Dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap jujur dan pemahaman konsep dalam mengikuti pembelajaran matematika khususnya materi perkalian.
c) Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan tentang penggunaan model kumon dalam pembelajaran matematika berbantuan dekak-dekak minion, serta mengidentifikasi kurangnya sikap jujur dan pemahaman konsep siswa kelas II SD I Sultan Agung 3 dalam proses pembelajaran matematika berbantuan dekak – dekak minion.