Pemodelan Cabut-Serat Nylon 600 Berbasis Fraktur - Unika Repository

  PEMODELAN CABUT SERAT NYLON 600 BERBASIS FRAKTUR Dr. Rr. M.I. RETNO SUSILORINI, ST., MT.

  ! " #$% & # %

  #'% ( #)% (

  • , # δ% #σ−ε%

  #-% ( .

  . !

  /00 $-1$ '$ 0 23

  2- $$4 $)32 $) 5 .

  • # δ% #σ−ε%

  , '3 = ε

  • 1 = ν

  6 7 )0 /0 7 10 $20 .

  , 7 $00 )00

  6 " # % ( # %

  ( #)% (

  8 " # % ( # % ( # % ( #

  % #-% (

  • 00 -)0 5

  0 $ )

  )0 $000 '000 5

  $'00 )000 5 $

  $0 )00 5 $ $ 19

  $0 90 5 $ 19 '9

  )00 $000 5 &

  " #$% #'% .

  #)% .

  # % #-% & σ # %

  #9% ( σ ν σ = ( ) ν #/%

  : ; # % # % #1%

  # % !

  " # % # % <

  # % ( # %

  # %

  σ ν

  8 σ σ

  8

  '

  # % < # %

  ε $ # %

  σ $ # % ε

  σ # % # % . # %

  # %

  , δ # % σ−ε # %

  , δ # % σ−ε # % # %

  " # % 5 /00 ,

  # % # % 5 /00 # % 5 /00

  &. #

  %

  ( ,

  , .

  = , + >

  =

  6 (

  " #$% #'% . > +

  > + #-% = * # δ% #σ−ε% ,

  #-% >

  ( , > ( >

  , > (

  ( , 5 /00

  > ( ( > ,

  , > $-1$ '$ , > 0 23

  , > 2- $$4 , >

  • $)32 $) 5 = ? # δ% #σ−ε% ,
  • , ν = -1 ε = '3

  @> , 7 )0 /0

  , 7 10 $20 ( ,

  , 7 $00 )00 ( , > " # % # % . # % .

  , > " # % # % . # % ( # % . (

  • 00 -)0 5

  0 $ (

  ) )0 ( , $000 '000

  5 $'00

  )000 5 $ ( $0 )00 5 $ $ 19 ( $0 90 5 $ 19 '9 ( ,

  )00 $000 5 (

  " #$% >

  #'% > #)% 5

  #-%

  

σ #9% > σ

  ν σ = ( ) ν + #/% > #1% >

  . , , " # % A , # % .

  # % ( # % (

  # % ? , " ? σ + 8 ? σ > σ

  # %8 ?

  8 ? # % .

  # % = ε $ σ $ #

  > % # % B ε

  σ # > % # %

  , # % . >

  # δ% #σ−ε% , # δ%

  #σ−ε% , # % ( . , , " # % 5 /00 ,

  • ,

  # % 5 /00 , ,

  , # % (

  # %

  .

  = C &

  5 !

  '001 !

  B . . !

  • !

  8 . ! A = &

  ! 8 ( ! ! ( 8 , & . C .

  ! B ( . , &

  8 D6@= # %

  , & !

  8 E , &

  . ! ! 8 < !

  . .F ! C A ! C !

  6 = =

  8 ! B D E ( ! B & (

  8 & = & ! & ! (

  E , & . 8 (

  E . F ( .

  8 D6@=8 A ! = ( 6 = !

  8 . , &

  8 ! .

  FG F .6 C . !

  8 H B 6 A

  8 D6 . . ! A . .) . : D . 5 /00

  • ;

  . = '003 ! < B < . .( (

  ! " # $

  $ % " $ # " $ $ % " $

  & % ' (

  • ) ' *$ % " $ % *

  % ) ' *$

  • , - % .

  / / % '

  , % 0 / !# . *% % ) ' *$ % ) ' *$ ( !+ ( % ) ' *$ % ) ' *$ ( 1#

  ! . ,

  • 1 !

  2 % &

  ! % " & # "

  !

  • # $

  ! "

  ! "

  ! δ

  #$# %

  σ−ε ! #$#

  & ' !

  σ−% ε (

  δ ! )

  ( " * "% + "& +

  • ,

  "( ,

  "# ,

  " .

  %& %

  % % %

  ) % / ) %

  • )

  & ! )

  &" !

  &% !

  &% !

  && !

  && !

  &( ! )

  • . ! 3 &$"
  • . ! 3 &$""

  • 2 !
    • . ! 3 &$"(

  • 2 " !
    • . ! 3 &$"1

  • σ * σ ) )

  1 σ −σ ! 5 )

  ν−ε !

  1 σ −ε !

  )

  11 σ

  σ )

  1( σ −ε ! 1(

  ν−ε ! 1&

  σ−ε ) * #1

  ## #1

  σ−ε ) *

  σ−ε ) * ##

  #(

  −δ ) *

  4 ) #%

  )

  σ−ε ) #

  σ−ε ) * 2 ! #

  −δ ) (

  (1 −δ ) * 2 ! (

  σ−ε ! (% (& ν−ε !

  σ−ε ! ( δ ! (%

  ! ) * &1

  " 5 ) ( ) ν σ = σ % 5 ) ( ) ν σ = σ = σ %

  • 5 )

  !

  "

  &

  • 5 )

  ! ( 5 )

  • ! ) σ = σ ν #

  ( )

  1/ν−ε "

  • ) ) *

  ) 5 )

  • !

  δ ! ) "

  • δ ! ) # . ) % &
  • . ) (

  1 δ 0 ) 2 # !

  • σ−ε

  ) 2 # ! * δ 0 ) 2 !

  • σ−ε

  ) * 2 ! δ 0 ) 2 !

  • σ−ε

  ) * 2 ! δ 0 )

  • 2 # !
  • σ−ε
  • 2 # ) ! * δ 0 ) 2 !

  " *

  • σ−ε
  • 2 ! " ) * δ 0 ) 2 " !

  % *

  • σ−ε
  • ) 2 " ! % * &delt
  • 2 ! & σ−ε )

  2 ! (

  • −δ !

  ) (

  • "" .

  • 2 % !
  • 2 & !
  • 2 ( ! %#
  • 2 ( !
  • 2 # !
  • 2 1 !
  • 2 !
  • 2 !
  • 2 ( !
  • 2 ( !
  • 2 !
  • 2 !
  • 2 # !
  • 2 # !

  &" −δ ) *

  &" σ−ε ) *

  & −δ ) *

  & σ−ε )

  & −δ )

  & σ−ε )

  % −δ )

  % σ−ε )

  % −δ )

  σ−ε )

  %1 −δ ) * 2 1 ! %

  %# −δ ) * 2 # ! %1

  σ−ε )

  σ−ε )

  %( −δ )

  σ−ε )

  %& −δ ) * 2 & ! %(

  σ−ε )

  "" −δ ) * 2 % ! %&

  )

  ) * 5 ) * " 5 ) *

  1 −δ !

  σ−ε ) * * 2 !

  &%

  • 2 !

  2 ! &% *

  • −δ ) 2 " !

  && * σ−ε ) * 2 " !

  && *

  • −δ ) 2 " !

  &( * σ−ε * ) 2 " !

  &( *

  • −δ ) 2 % !

  &# * σ−ε * ) 2 % !

  &# * −δ ) 2 % ! &1 *

  σ−ε ) 2 % ! &1 * −δ ) 2 & ! & *

  σ−ε ) 2 & ! & * −δ ) 2 ( ! & *

  σ−ε ) 2 ( ! & * −δ ) 2 # ! &

  • σ−ε ) 2 # ! & *

  −δ ) 2 1 ! ( * σ−ε ) 2 1 ! (

  • −δ )
  • 2 ! ( σ−&epsilo
  • 2 ! ( −δ ) 2 ( ! (" *

  σ−ε ) 2 ( ! (% * −δ ) * 2 ! (&

  σ−ε ) * 2 ! (&

  • −δ ) 2 # ! (& *
  • σ−ε ) 2 # ! (&am>−δ ) * 2 ! ((
  • σ−ε ) * 2 >−δ ) 2 " ! (# *
  • σ−ε ) 2 " !
  • −δ ) 2 " ! (1
  • >σ−ε ) 2 " ! (1 *
  • −δ ) 2 % !>σ−ε ) 2 %
Beberapa Penelitian penelitian Terdahulu tentang Cabut Serat

  29 32 Variasi campuran untuk matriks

  36 Jenis dan standar/rujukan pengujian

  36 Rancangan Percobaan Spesimen Uji Sifat Material dan Spesimen Uji Mekanis Material

  37 Rancangan percobaan cabut serat dan cabut serat fraktur

  37 Hasil uji sifat sifat material

  50 Hasil uji tekan dan modulus elastisitas tekan matriks

  51 Hasil uji tarik dan modulus elastisitas tarik matriks

  52 Hasil uji angka Poisson matriks

  52 Hasil uji tarik serat nylon

  55 Kisaran nilai modulus elastisitas serat nylon hasil uji eksperimental

  56 Angka Poisson serat nylon hasil uji eksperimental

  56 Rekapitulasi beban dan perpindahan hasil uji eksperimental spesimen cabut serat

  58 Rangkuman perpindahan selip akhir (δ ) dan perpindahan

  s akhir

  transisi (δ tr ) hasil uji eksperimental cabut serat fraktur

  62 Rekapitulasi beban hasil uji eksperimental spesimen cabut serat fraktur

  64 Rekapitulasi perpindahan hasil uji eksperimental spesimen cabut serat fraktur

  64 Perpindahan selip (δ s akhir ) dan perpindahan transisi (δ tr ) hasil uji eksperimental cabut serat fraktur

  70 Kisaran E , E , dan E untuk model cabut serat

  95

  s ps pr

  Kisaran E s , E ps , E tr , dan E pr untuk model cabut serat fraktur 100 Nilai Integral J kritis untuk tahap pengerasan regangan 120 Nilai Integral J kritis untuk hasil uji eksperimental, perhitungan analitis, dan pemodelan elemen hingga 123

  ! !

  " # $

D

  ! !

  ! !

  ! !

  ! !

  ! !

  !

  "

  # #

  $ $$ $$$ % #

  " &

  α '

  σ −ε β ' ν−ε γ ' σ −σ

  & δ δ

  δ δ δ δ δ

  ε ε

  "

  ε

  σ −ε

  " ε

  σ −ε ε

  1/ν−ε ε ( ( 1/ν−ε ε " ε ε ε ε ε ε

  ε ε

  ν

  ν σ σ )) ) σ "

  σ σ σ σ σ

  1/ν−ε σ ( ( 1/ν−ε σ

  1/ν−ε

  σ

σ " σ −ε

"

  σ

  σ −ε σ σ σ σ σ σ σ

  ,-* . ,-** /0( /01 )1

  2

  !! " # $ %

  # # &

  # # ' # # $

  $ $ # $ % #

  ( )**

  • $

  % $ # %

  ' % $ %

  % % # & )***

  " #

  # % "

  $ # , +# )**- .

  % $

  " #

  $ $ # #

  $ % # & " % +

  & # % # % ,

  & % $ % * )/#* 0 % & * 1#* 2 .

  % # & . $ %

  $ % )**3# 0**3 $ 4 % % $

  5

  6 4 &#δ # σ−ε # %

  & # % # # % $

  5

  6 4 # $ $ & " $

  $ % # ' % # $ $ %

  % # % 7 $ $ &

  ) 8 % # # $ 0 8 % $ 5 6 5

  6 4 # &#δ # σ−ε #

  % # 1 8 % $ $ $

  . #

  # # $ . # # $ % %

  ' $ 9 #: $ ;

  % $ & # # $

  $ $ % % # # # $

  $ '

  $ .

  # % -** % $ %

  % # # $

  " 7 $ #

  ) % % %

  # % 1 σ %

  2 8 σ $ & % ν σ = ( ) ν

  • < $ % $ # / & $ $

  % $ $ %

  $ & % ) , $ σ

  $ %

  ! "

  &

  7 , $ $ % #

  # $ ) , # #

  $ % 0 , % 4 &#δ #

  σ−δ # #

  # $

  (

  • # % % $ ' %

  # # $

  4

  &#δ # &

  1 % $

  ' (

  4 %

  . # % -**

  # 0 . % -** 9 % $

  5 6 $ $ % % %

  6 4 % # <

  5

  7 # )

  4 δ , #

  ) # $ 1 %

  # % 7 #

  ) & # # $ % # &

  # # $ % $ $ % % #

  & "

  % &

  # $

  7 9 %

  99 % #

  # #

  % % 999 % % #

  # $ 9; % ; % # # $

  % " # # # $

  $ $ % % # 7 # # $ ;9 % % $

  # # $ = %

  # # $ = 4 ;99 % 9 #: $

  % $ ;999 %

  % $ =

  % Ide untuk memperkuat bahan getas ( ) telah dilakukan sejak jaman Mesir purba antara lain dengan menambahkan serat tumbuhan atau surai kuda pada adukan bata. Pada era dimulainya konstruksi perumahan, Cina dan Jepang juga telah menggunakan serat tumbuhan sebagai perkuatan (Li, 2002). Pada era modern, perkembangan penambahan serat anorganik pada beton dimulai sekitar tahun 1960$an dengan aplikasi serat baja lurus (Balaguru dan Sah, 1992; Li, 2002). Aplikasi serat baja menunjukkan kinerja keliatan$fraktur, kuat$lentur, daktilitas, dan absorpsi energi (Balaguru dan Shah, 1992). Pada tahun 1970$an, serat polimer sintetis mulai digunakan secara komersial dengan tujuan antara lain sebagai kontrol retak awal, diikuti dengan serat kaca yang tahan alkali pada tahun 1980$an, dan serat karbon pada awal 1990$an, yang memiliki kuat tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan serat polimer sintetis (Balaguru dan Shah, 1992; Li, 2002a,b). Seiring perkembangan teknologi serat anorganik, inovasi serat organik atau serat alam ( ) menjadi suatu pilihan karena ketersediaannya, dapat diperbarui, relatif murah, dan diproduksi dengan teknologi terkini (Mohr, et. al, 2004).

  Serat memegang peranan penting dalam komposit karena turut menentukan kinerja komposit secara keseluruhan. Komposit yang memiliki serat sebagai salah satu unsur pokok penyusunnya disebut “Komposit Sementitis Berserat” ( ), selanjutnya disebut dengan KSB. Pada awalnya, KSB terutama digunakan pada struktur perkerasan dan lantai$industri. Pada perkembangan selanjutnya, KSB mulai diaplikasikan pada jembatan, terowongan dan kanal, struktur hidrolis, pipa, struktur bahan$ledak, dan lain$lain (Balaguru dan Shah, 1992; Li, 2002a,b). Selama ini sebagian KSB ditujukan pada aplikasi non$struktural atau semi$struktural, namun pada awal tahun 2000$an KSB mulai ditujukan pada aplikasi struktural dengan kapasitas pikul beban ( ). Contoh aplikasi struktural dari KSB adalah konstruksi (ECL) pada terowongan untuk lintasan kereta bawah tanah Ojiya di Jepang (Li, 2002a,b).

  " ! " ('' " %&' # $

  Perilaku tegangan$regangan tarik pada bahan sementitis (Fischer dan Li, 2004)

  KSB dibedakan menurut karakteristik tegangan$regangan dan respon pasca$retaknya (Gambar 2.1), meliputi beton tanpa serat dan beton serat ( , ), serta komposit sementitis kinerja tinggi (

  ). Termasuk di dalam golongan beton serat kinerja tinggi adalah “Komposit Sementitis Terekayasa”, KST, yang dikenal dengan sebutan ECC (

  ). KST merupakan jenis KSB dengan perilaku deformasi pengerasan$ regangan atau pelunakan$regangan (Stang dan Li, 2004) yang terus berkembang, antara lain dengan desain pemodelan analitis (Kabele, 2003) dan pemodelan mekanika$mikro (Li, Wu, dan Chan, 1996), serta desain dan aplikasi tegangan$ lebar retak (Stang, Li, dan Krenchel, 1995) untuk peningkatan kinerja KSB.

  Salah satu peranan serat dalam KSB adalah menentukan kinerja antar$ muka ( ) antara serat dan matriks. Istilah lain untuk merepresentasikan antar$muka adalah zona transisi antar$muka ( ). Bentur, et. al, (1996) menyatakan bahwa zona transisi antar$muka, ZTA, merupakan lapisan pembatas tipis (50$100 m) yang memisahkan serat dan matriks (Gambar 2.2). Kinerja ZTA berkaitan erat dengan interaksi antara serat dan matriks, yang lazim disebut dengan “lekatan” ( ). ZTA dapat diasumsikan dengan berbagai jenis morfologi, tergantung pada komposisi serta, geometri, keadaan permukaan, komposisi matriks, dan proses produksi komposit. Kinerja ZTA pada komposit simentitis berserat sangat tergantung pada geometri serat, yaitu: (a) serat$makro (penampang serat lebih besar dari penampang butiran semen, diameter penampang berkisar 0.1$1 m), (b) serat$mikro (diameter penampang berkisat 5$ 40 m), dan (c) serat$bundel ( , biasanya berupa yang terdiri dari ratusan atau ribuan helai serat$mikro yang dijadikan satu, kadang$kadang jenis serat ini dapat terlarut menjadi serat$mikro helai$tunggal).

  Struktur ZTA pada serat$makro baja (a) deskripsi skematis (b) pengamatan pemindaian elektron mikroskopi (SEM)

  (Bentur, et. al, 1996) Menurut Bentur, et. al (1996), ZTA merupakan bagian yang lemah.

  Pelepasan ZTA tidak dapat dijelaskan sebagai kegagalan yang sederhana karena berawal dari retak$mikro dan peralihan geser yang berkembang hingga 40$70 m. Pengaruh umur, “ ”, dan kepadatan berperan dalam kinerja ZTA (Chan dan Li, 1997a,b). Kinerja ZTA sangat mempengaruhi penjalaran retak (Mobasher dan Li, 1996) dan penjembatanan$retak KSB (Kanda dan Li, 1999; Lin, Kanda, dan Li, 1999). Untuk memperkaya efisiensi lekatan pada ZTA, diupayakan kepadatan struktur mikro ZTA meningkat, ditambahkan , digunakan serat yang terlarut, dan lain$lain (Li, Wang, dan Backer, 1990, 1991).

  • + Serat polimer sintesis ( ), atau yang lazim disebut

  serat sintesis saja, telah banyak digunakan sebagai perkuatan dalam struktur beton. Serat sintesis merupakan hasil dari penelitian dan pengembangan di bidang petrokimia industri tekstil. Termasuk dalam golongan serat sintesis antara lain polypropylene, polyethylene, polyester, nylon, aramid, acrylic, dan PVA (Balaguru dan Shah, 1992). Menurut Hummel (1998), dalam sejarahnya, sejak serat alami mulai digunakan untuk berbagai kebutuhan manusia, pada tahun 1880$ an telah dimulai upaya membuat serat sutera sintesis dari serat selulosa (yang diperoleh melalui pelarutan kayu lunak), disebut atau rayon (ditemukan oleh JW. Swan dari Inggris pada tahun 1879 dan mulai dipabrikasi di Jerman tahun 1910). Setelah penemuan ‘ibu mertua dari sutera’ (sebutan untuk , kaos kaki sangat tipis, terbuat dari bahan rayon) tersebut, dimulai era produksi serat sintesis yang kebanyakan dibuat dari batu bara dan minyak bumi, antara lain n.

  $ ! " ! - " . / $ $ , Relasi tegangan$regangan untuk material polimer thermoplastis

  (Hummel, 1998) Nylon merupakan nama generik dari (Hummel, 1998), termasuk jenis material polimer thermoplastis yang mempunyai kinerja tegangan$ regangan seperti diperlihatkan Gambar 2.3. Seperti halnya serat polimer lain (rayon, bakelite, dan serat polimer tinggi lainnya), nylon memiliki struktur berhelai$helai ( ) dan berserat$serat ( ) dengan rantai molekul yang panjang (Nadai, 1950). Sifat material nylon memiliki kekhususan yang unik dan menarik, seperti dijelaskan dalam Nadai (1950). Pada kondisi tidak diregangkan, helaian (atau lembaran) nylon yang terdiri dari molekul dengan rantai panjang akan berorientasi acak. Bila helaian nylon tersebut memikul beban tarik yang dimulai dari nol, helaian nylon tidak akan terlalu meregang pada awalnya. Saat beban kritis tercapai, rantai molekul panjang tadi akan tiba$tiba mengatur dirinya sendiri menjadi paralel terhadap sumbu helaian nylon. Seketika itu juga terjadi penyempitan ( ) yang tajam pada profil helaian seperti yang disajikan

Gambar 2.4. Sesaat kemudian, bagian yang menyempit tersebut memanjang, dan dua muka ‘gelombang’ yang terbentuk berpindah ke arah yang berlawanan

  dengan bentuk yang sama dan sebangun ( t) dengan bagian yang menyempit. Peristiwa yang unik ini dinamakan ‘perpanjangan titik leleh’ ( ), yang besarnya mencapai 200%$300% dari panjang helaian semula. Saat hal tersebut terjadi, beban akan konstan, dan molekul pada bagian yang baru saja terbentuk mengatur dirinya kembali. Bagian yang menyempit pada helaian nylon disebut dengan ‘panjang kerja’ ( ), l, seperti yang disajikan Gambar 2.5. Pada saat panjang kerja dan kedua gelombang berpindah di sepanjang helaian nylon, bagian lain yang belum meleleh akan turut memanjang dan menyempit dengan intensitas yang lebih kecil oleh karena sifat nylon yang ‘viskus’, kental ( ). Fenomena ini akan lebih jelas diperlihatkan oleh pengujian dengan laju pembebanan rendah, di mana helaian nylon akan lebih panjang teregang. Akibat viskusitas ( ) dari material nylon, beban yang semula konstan akan sedikit menurun. Penurunan beban tersebut diakibatkan oleh berkurangnya laju regangan secara berangsur$angsur bila kedua ujung helaian nylon berpindah dengan kecepatan konstan yang relatif satu sama lain, dan pada waktu yang bersamaan helaian nylon akan memanjang dua sampai tiga kali lipat.

  (Nadai, 1950)

  (Nadai, 1950) Fenomena perpanjangan titik leleh yang dialami helaian nylon di atas juga analog dengan yang dialami oleh batang baja lunak, (Nadai, 1950).

  Perbedaan yang signifikan di antara kedua jenis material tersebut di satu sisi adalah modulus elastisitas nylon yang jauh lebih besar dibandingkan modulus elastisitas baja lunak akan mengakibatkan penyempitan pada helaian nylon dan di sisi lain akan mengakibatkan timbulnya ‘lapisan leleh pertama’ (

  ). Kedua jenis perubahan tersebut akan berangsur$angsur berkembang seiring meningkatnya tegangan.

  Kurva relasi P$δ (beban$perpindahan) dan σ−ε (tegangan$regangan) uji tarik serat nylon memperlihatkan fenomena ‘bergerigi’ yang dapat dijelaskan oleh fenomena perpanjangan titik leleh tersebut di atas. Adanya peningkatan beban diikuti oleh penurunan beban merupakan implikasi fenomena perpanjangan titik leleh akibat sifat viskusitas material nylon. Averett (2004) menyampaikan hasil uji tarik serat nylon 6.6 dengan fenomena ‘bergerigi’ yang dijumpai pada kurva relasi P$δ (beban$perpindahan) dan σ−ε (tegangan$regangan) seperti yang diperlihatkan Gambar 2.6 berikut.

  (Averett, 2004) Relasi σ−ε (tegangan$regangan) dari hasil uji tarik serat nylon 6.6 (Averett, 2004)

  Seperti telah didiskusikan sebelumnya, baja lunak mengalami fenomena perpanjangan titik leleh yang analog dengan serat nylon, namun dengan intensitas yang jauh lebih kecil, yaitu 3%$5% saja (Nadai, 1950). Dengan demikian, tidak heran bila fenomena ‘bergerigi’ akan dapat dijumpai pada kurva relasi P$δ (beban$ perpindahan) dan σ−ε (tegangan$regangan) dari hasil uji tarik baja lunak. Uji tarik baja lunak yang dilakukan Manjoine (Nadai, 1950) juga memperlihatkan adanya fenomena ‘bergerigi’ pada kurva relasi σ−%ε (tegangan$%regangan) seperti yang disajikan pada Gambar 2.8. Pada kurva relasi σ−%ε (tegangan$%regangan), setelah regangan tertentu tercapai, yaitu sekitar 4%$8%, fenomena ‘bergerigi’ mulai terjadi. fenomena ‘bergerigi’

  Relasi σ−%ε (tegangan$%regangan) dari hasil uji tarik baja lunak (Nadai, 1950)

  Perlu dicatat bahwa fenomena ‘bergerigi’ tersebut juga dijumpai pada material campuran aluminium ( ). Elam (Nadai, 1950) menemukan fenomena ‘bergerigi’ tersebut pada kurva relasi P$δ (beban$perpindahan) seperti yang disajikan Gambar 2.9.

  fenomena ‘bergerigi’

  δδδδ

  ) Relasi P$δ (beban$perpindahan) tanpa skala

  dari hasil uji campuran aluminum (Nadai, 1950) Produksi serat sintetis untuk aplikasi pada KSB telah dikenal sejak beberapa dekade terakhir. Balaguru dan Shah (1992) mencatat bahwa serat sintesis umumnya tersedia dalam bentuk ! (helai$tunggal) atau (dapat terlarut dalam air) dengan kinerja kuat tarik tinggi (berkisar 29$525 MPa), namun modulus elastisitas rendah (berkisar 3.5$19.6 GPa), kecuali jenis Aramid (berkisar 62$117 GPa). Pada awalnya aplikasi serat sintesis pada KSB lebih ditujukan pada kontrol retak, namun pada saat ini serat sintesis lebih memiliki keuntungan aplikasi struktur. Nilai lebih kinerja serat sintesis makin meningkat dengan adanya penemuan$penemuan dan produksi serat sintesis kinerja tinggi, yaitu dengan kuat tarik dan modulus elastisitas yang tinggi, serta berbagai ragam jenis permukaan serat (Li, Chan, dan Wu, 1994). Bahkan, saat ini beberapa produsen serat menyatakan telah mampu membuat serat sintesis dengan kinerja yang sama atau lebih baik dari pada serat baja (Clements, 2002).

  Kinerja serat sintesis pada KSB dan beton serat telah banyak dikaji melalui berbagai penelitian. Dalam hal kontrol retak, Shah, Sarigaputi, dan Karaguler (1994) telah meneliti kinerja serat sintesis polypropylene terhadap kontrol retak$ susut dibandingkan dengan serat baja dan jaring$jaring kawat ( ). Hasil uji retak$susut terkekang menunjukkan bahwa spesimen dengan serat polypropylene memiliki kinerja yang baik dengan lebih sedikit jumlah retak dibandingkan dengan spesimen berserat baja, serat selulosa dan jaring$jaring serat.

  Keawetan ( ) serat sintetis lebih ditujukan pada lingkungan agresif, seperti halnya lingkungan alkali. Hannant, 1989 (Balaguru dan Shah, 1992), membuktikan kinerja keawetan serat polypropylene yang baik pada lingkungan alkali yang telah diekspos pada lingkungan dan laboratorium dalam jangka waktu 10 tahun. Khajuria, Bohra, dan Balaguru, 1991 (Balaguru dan Shah, 1992) membuktikan keawetan serat nylon, polyester, dan polypropylene terhadap lingkungan alkali dengan uji akselerasi. Metoda “ " " ” untuk mencapai keawetan KSB berserat sintetis yang baik dikemukakan Li (1992a).

  Wang, Li, dan Backer (1990, 1991) mengembangkan sebuah cara pengujian baru untuk kinerja tarik komposit sementitis berserat. Pada uji tarik langsung, diperoleh relasi tegangan$lebar retak dari spesimen bertakik dengan material serat aramid (Kevlar 49), polyethylene mutu tinggi (Spectra 900), polypropylene (Herculon PP), yang diperjelas dengan pemindaian mikroskop elektron, SEM ( ) (Nemati, 1997). Uji tarik$belah dilakukan untuk menghitung kuat retak spesimen, yang dinyatakan dengan kuat tarik belah. Dari penelitian berbagai jenis serat sentitis tersebut, diperoleh mekanisme kegagalan untuk tiap$tiap jenis serat, yang berkaitan erat dengan parameter karakteristik serat dan antar$muka serat matriks.

  Wang, Backer, Li, (1987) meneliti indeks keliatan tak$berdimensi, , DTI

  20 , hasil uji beberapa spesimen tarik$kompak

  (CTS, ). Metoda DTI

  20 ini didasarkan pada penentuan

  LOP ( ) dari kurva beban$perpindahan. Tegangan maksimum dari beton berserat sintetis menunjukkan peningkatan yang berarti dibandingkan beton polos. Efek positif dari penambahan serat pada beton, khususnya pada spesimen tarik$kompak menunjukkan bahwa rasio antara energi total untuk keruntuhan beton serat dibandingkan beton polos berkisar 1$2.

  Perilaku respon tegangan$regangan yang non$linier cenderung terjadi pada sebagian besar jenis serat sintetis kecuali jenis Aramid (Wang, Backer, dan Li, 1987). Fraksi volume serat sintetis terhadap komposit dengan nilai kecil (2$6.5%) memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ketahanan spesimen terhadap keruntuhan (Wang, Backer, dan Li, 1987). Hal ini ditunjukkan hasil uji tarik$ kompak, uji tarik$belah, dan uji balok lentur empat$titik dengan menggunakan material serat sintetis acrylic, polyester dan aramid.

  Wang, Backer dan Li (1987) mengadakan studi tentang kinerja beton berserat acrylic, polyester, dan aramid, dengan fraksi volume berkisar antara 2 sampai 6.5%. Kinerja lekatan, tarik, dan lentur, dikaji melalui uji lekatan, uji balok lentur, uji tarik$belah, dan uji spesimen tarik$kompak. Penelitian ini membuktikan bahwa kinerja daktilitas beton sangat meningkat akibat kontribusi serat.

  Perlakuan pada permukaan serat sangat mempengaruhi kinerja ketahanan retak komposit sementitis berserat. Wang, Li, dan Backer (1988c) mengkaji perilaku kurva$R model balok kantilever$ganda berserat berdasarkan data eksperimental uji cabut$serat nylon bergeometri (berlekuk). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pada permukaan serat nylon tersebut mampu meningkatkan kinerja keliatan komposit.

  Seperti halnya serat baja, serat sentetis mampu memberikan kinerja perkuatan ( ) pasca retak dengan menghambat penjalaran retak (Clements, 2002). Menurut Clements, KSB berserat sintetis menunjukkan loncatan setelah retak pertama yang diikuti perilaku pengerasan$regangan. Kinerja pengerasan$regangan merupakan keunikan dan nilai lebih serat sintetis, yang diakibatkan abrasi yang terjadi pada permukaan serat setelah terjadi pelepasan serat penuh ( ). Hal ini dibuktikan oleh Li, Chan, Wu, (1994) yang menunjukkan adanya abrasi pada ketiga segmen dari serat nylon setelah terjadi pelepasan. Ujung akhir serat tertanam mengalami selip yang besar dan terjadi abrasi yang cukup parah, yang menyebabkan serat terdesak dan beban$cabut meningkat. Desain KSB dengan pengerasan$regangan untuk memperoleh kinerja yang optimal telah dilakukan Li, et. al (1995), Li, Obla (1992a,b), Kanda, Li (1999).

  Selain nilai lebih, serat sintetis memiliki keterbatasan antara lain rendahnya nilai adhesi dan kebasahan ( ) yang diakibatkan oleh dan rendahnya energi permukaan (Li, Chan, dan Wu, 1994). Rendahnya kinerja lekatan antar$muka serat sintetis menimbulkan upaya meningkatkan mekanisme lekatan antar$muka serat sintetis. Perbaikan mutu lekatan dilakukan antara lain dengan mereduksi porositas dengan menambahkan pengisi mikro ( ) pada komposit, membentuk serat (dengan cara dan ), serta memodifikasi permukaan serat, antara lain dengan dan peminyakan (Li, et.al, 1994, 1995, 1996, 2002, 2004; Wu dan Li, 1998; Redon, et. al, 2001; Li, et. al, 2002).

  Pemanfaatan serat sintetis lokal (buatan Indonesia) beton serat telah diteliti oleh Suseno, et, al, (2000a,b). Serat sintetis yang digunakan adalah senar pancing buatan Indonesia, dengan geometri serat senar pancing yang berbentuk lurus ( ) dan bundel ( ) di kedua ujungnya, sebesar 60, dan fraksi volume sebesar 0.25%, 0.425%, dan 0.65%. Hasil uji eksperimental spesimen balok lentur menunjukkan bahwa kuat lentur beton serat lebih besar dibandingkan beton polos. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa lebar retak yang lebih besar dijumpai pada beton serat dengan geometri serat lurus. Penelitian Suseno, et. al (2000b) menunjukkan peningkatan kinerja kuat tarik$belah beton serat dibandingkan dengan beton polos.

  Kemajuan teknologi pada dua tahun terakhir telah menghadirkan inovasi terbaru dari aplikasi serat nylon pada KSB. Dengan teknologi iradiasi ( ) dengan sinar gamma, Martinez$Barera (2006) telah memodifikasi permukaan serat nylon 6.12 dengan dosis 5, 10, 50, dan 100 kGy gamma. Serat nylon 6.12 yang sudah dimodifikasi tersebut kemudian digunakan sebagai salah satu penyusun campuran beton serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton dengan campuran serat yang sudah dimodifikasi lebih tinggi (122.2 MPa) dibandingkan kuat tekan beton dengan campuran serat tanpa modifikasi (35 MPa). Hasil penelitian menegaskan bahwa perlakuan modifikasi permukaan serat dengan iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan kinerja kuat$tekan beton serat.

  , " % " ! ! !" 3 - ' !

  Beton adalah material yang lemah kinerja tariknya sehingga keruntuhan beton biasanya diakibatkan oleh penjalaran retak tarik (Shah, et. al, 1996). Terjadinya kegagalan struktur pada beton dan Komposit Sementitis Berserat, KSB ditengarai sebagai akibat dari berlangsungnya mekanika kerusakan (

  ) dan mekanika fraktur ( ) selama terjadinya proses pembebanan. Mekanika kerusakan dan mekanika fraktur yang terjadi pada beton dan KSB dijelaskan oleh Shah, et. al (1995) pada Gambar 2.10 Kegagalan pada beton dan KSB dapat dicirikan dengan lokalisasi regangan. Mekanika kerusakan terjadi pada tahapan awal sampai tercapainya titik B. Mekanika kerusakan sangat tepat digunakan untuk memodelkan respon tegangan$regangan beton sebelum terjadinya lokalisasi regangan karena retak yang terjadi biasanya acak dan terisolasi distribusinya, serta memiliki nilai distribusi regangan yang nyaris material, terjadi mekanika fraktur, yang diyakini dapat mensimulasikan perilaku beton pasca lokalisasi regangan (Shah, et. al, 1995).

  permulaan lokalisasi regangan

  f t

  ' retak terdistribusi

  • + mekanika

  mekanika fraktur kerusakan

  • * Tahapan mekanika kerusakan dan mekanika fraktur

  (Shah, et. al, 1995) Penambahan serat pada matriks sementitis akan meningkatkan tegangan puncak dan keliatan (Shah, et. al, 1996; Li, 1989; Li dan Maalej, 1996). Bila serat$ mikro ditambahkan pada matriks sementitis, maka serat$mikro akan ‘menyeberangi’ retak$mikro (disebut juga dengan penjembatan retak,

  ), sehingga timbul tegangan penjembatanan ( ). Tegangan penjembatan tersebut akan menghambat terjadinya pita retak$mikro ( ) yang terjadi pada tahap ketiga, yaitu wilayah BC pada kurva Gambar 2.10, dengan demikian keliatan material dapat ditingkatkan.

  Kajian mengenai kegagalan struktur ( ) banyak dapat dilakukan dengan pendekatan berbasis fraktur. Studi mengenai mekanisme fraktur yang terjadi pada struktur ditujukan terutama untuk mengkaji proses fraktur secara komprehensif dan memperoleh kriteria fraktur (Broek, 1982). Istilah fraktur ( ) biasanya diidentikkan dengan retak ( ), meskipun sesungguhnya kedua hal tersebut berbeda. Merujuk pada Broek (1982), bila suatu badan ( ) mengalami retak ( ). Retak tersebut terus menerus bertambah hingga pada akhirnya terjadi fraktur ( ). Sebagai contoh, bila terjadi suatu retak dengan ukuran tertentu akibat ‘kelelahan’ ( # ) atau korosi tegangan (

  ), maka selanjutnya akan terjadi fraktur dalam bentuk fraktur$belah ( ) atau fraktur$daktail ( ) yang akan dijelaskan pada paragraf berikut.

  Fenomena fraktur yang terjadi pada material secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 golongan utama (Nadai, 1950; Broek, 1982; Timoshenko, 1976), yaitu fraktur$getas ( ), yang dikenal juga dengan istilah fraktur$ belah ( ), atau fraktur$kohesif ( ), serta fraktur$ daktail ( ), yang sering disebut dengan fraktur$geser (

  ). Fraktur$getas biasanya dipahami sebagai fraktur dengan deformasi plastis kecil, namun juga dapat mengakibatkan perilaku daktail ( ) pada saat terjadi pemisahan ( ) pada material, sedangkan fraktur$daktail merupakan jenis fraktur dengan deformasi plastis. Pada komposit sementitis, Li dan Hashida (1993) mengemukakan bahwa jenis fraktur yang biasa dijumpai adalah fraktur$getas, pada material pasta semen keras, dan fraktur$kuasi getas (# ), pada beton dan beton serat.

  Fraktur getas yang terjadi pada material getas dapat dijelaskan sebagai berikut (Nadai, 1950; Timoshenko, 1976; Karihaloo, 1995). McAdam (Nadai, 1950) mengemukakan bahwa suatu material getas akan mengalami kegagalan ( ) pada saat salah satu dari ketiga tegangan utamanya adalah tegangan tarik dan mencapai nilai maksimum tertentu. Pendapat McAdam tersebut berpijak pada “Teori Tegangan Maksimum”, $ % & , (Nadai, 1950; Timoshenko, 1976) yang mengatakan bahwa tegangan utama maksimum pada suatu material akan menentukan kegagalan material tersebut.

  Berbagai penelitian awal tentang fenomena fraktur (Owen dan Fawkes, 1983) akan dirangkum sebagai berikut. Penelitian terdahulu tentang fenomena fraktur diawali oleh Leonardo da Vinci dengan studi tentang kegagalan kekuatan pada kabel dengan diameter tertentu namun bervariasi panjangnya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Llyod dan Hodkinson tentang pengaruh ukuran (

  ) pada batangan besi. Pengembangan selanjutnya dikerjakan oleh Anderegg pada serat dan tali kaca. Kajian tentang pengaruh ukuran terhadap retak dalam material dilakukan Weibull dengan teknik statistik. Pendekatan matematis pertama kali dilakukan oleh Inglis dengan analisis lubang berbentuk elips pada pelat yang ditarik. Inglis menegaskan bahwa material hanya dapat menanggung tegangan hingga ( ). Komponen yang telah mengalami retak tidak akan mampu menanggung beban lagi akibat tegangan yang tinggi pada ujung retak. Pendapat Inglis tersebut dirasionalkan oleh Griffith yang mengaplikasikan prinsip$prinsip konservasi energi untuk kasus pelat kaca yang telah mengalami retak tepat pada pusatnya. Griffith berpendapat bahwa suatu retak akan menjadi tak stabil bila laju pelepasan energi regangan elastis selama pertumbuhan retak melebihi peningkatan laju energi permukaan saat permukaan retak baru terbentuk. Kriteria energi Griffith tentang fraktur pada material getas menyatakan bahwa pada badan getas, akan terjadi fraktur pada ujung retak di mana terjadi tegangan tak$hingga ( ), dan pada bagian lain badan tersebut akan tetap elastis (Karihaloo, 1995). Pendapat Griffith tersebut tidak meliputi distribusi tegangan di sekitar ujung retak. Keterbatasan ini dicoba diatasi oleh Irwin dan Orowan dengan mengembangkan formulasi Griffith yang memperhitungkan deformasi plastis terbatas pada ujung retak. Irwin menyatakan bahwa terdapat tiga perpindahan kinematis bebas dari permukaan retak atas dan bawah yang dapat digolongkan menjadi tiga buah ragam, yaitu: (a) Ragam I atau ragam bukaan, (b) Ragam II atau ragam geser, dan (3) Ragam III atau ragam sobekan. Besarnya tegangan yang terjadi pada ujung retak terkait dengan ketiga ragam tersebut dinyatakan dengan faktor intensitas tegangan ( ). Rice (dalam Owen dan Fawkes, 1983) mengembangkan masalah faktor intensitas tegangan dengan memformulasikannya sebagai jejak ( ) dari integral bebas yang disebut sebagai integral$J.

  Pendekatan berbasis fraktur juga diimplementasikan pada permasalahan cabut$serat. Perlu dicatat bahwa pendekatan berbasis fraktur dalam disertasi ini tidak mengkhususkan diri pada prinsip$prinsip konservasi energi seperti pada mekanika fraktur ( ), melainkan pendekatan yang mendasarkan diri pada fenomena proses fraktur yang terjadi selama berlangsungnya proses cabut$serat. Dengan demikian, permasalahan cabut$serat akan menjadi salah satu bagian dari Tinjauan Pustaka dalam disertasi ini.

  Permasalahan cabut$serat sangat erat hubungannya dengan mekanisme lekatan ( ) pada antar$muka ( ) serat$matriks semen. Lekatan pada antar$muka serat$matriks semen merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kinerja komposit beton serat (Kawamura dan Igarashi, 1995). Menurut Li dan Stang (1997), kriteria kegagalan lekatan ( ) merupakan persyaratan dasar yang harus dipenuhi dalam pemodelan pelepasan antar$muka. Bila kriteria pelepasan tertentu terpenuhi, maka zona pelepasan akan terbentuk dan berkembang, serta akan terjadi gelincir gesek ( ) dengan konstanta tegangan gesek, τ i .

  " " ! $

  Interaksi serat$matriks pada matriks tak retak (a) tanpa beban (b) beban tarik (c) beban tekan

  (Balaguru dan Shah, 1992) Fenomena fraktur yang terjadi pada matriks tak retak ( x) dijelaskan oleh Balaguru dan Shah (1992) dengan sebuah sistem serat$matriks sederhana berserat tunggal (Gambar 2.11). Pemindahan tegangan elastis akan terjadi pada komposit tak retak selama matriks dan serat masih berada dalam batas elastis. Respon tegangan$regangan pada matriks dapat memperlihatkan perilaku non$linier dan non$elastis yang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur.

  Balaguru dan Shah (1992) juga menjelaskan interaksi pada matriks retak (Gambar 2.12). Pada saat matriks retak, serat akan memindahkan beban melintasi retak. Bila beban yang dapat dipikul serat cukup untuk dapat melintasi serat, maka akan terbentuk lebih banyak retak di sepanjang spesimen, yang disebut dengan tahap multi$retak. Interaksi antara serat dan matriks pada matriks retak akan turut menentukan kapasitas pikul beban dari komposit serta perilaku beban$ deformasinya. Perilaku lekatan antara serat dan matriks dapat ditinjau melalui uji langsung (dengan spesimen tarik atau lentur) atau uji langsung (dengan spesimen cabut$serat). Menurut Balaguru dan Shah (1992), uji cabut$serat dapat digunakan untuk memprediksi sifat$sifat antar$muka, kekuatan lekatan rerata, dan perilaku beban$selip.

  "

  Interaksi serat$matriks pada matriks retak (Balaguru dan Shah, 1992)

  Mekanika fraktur memegang peranan penting dalam sejarah desain material dan struktur. Dengan pendekatan mekanika fraktur, akan diperoleh solusi yang baik untuk mencegah kegagalan serius dari struktur. Selama ini keunggulan mekanika fraktur telah terbukti berupa faktor keamanan yang lebih baik dan nilai ekonomis yang lebih tinggi sejalan dengan diperolehnya keuntungan struktural. Dalam konteks analisis fraktur, Integral$J kritis menjadi kriteria fraktur untuk analisis linier maupun non$linier. Integral$J kritis harus diperhitungkan sebagai kriteria fraktur untuk material dengan perilaku pengerasan$regangan seperti halnya serat nylon 600 yang tertanam dalam matriks sementitis.

  Masalah fraktur menjadi perhatian serius dalam hal struktur beton. Menurut Bazant (1992), kegagalan struktur beton tidak lepas dari masalah pelunakan$regangan ( ) maupun pengerasan$regangan (