Tradisi ngayau dalam masyarakat dayak : kajian sastra dan folklor - USD Repository

  TRADISI NGAYAU DALAM MASYARAKAT DAYAK: KAJIAN SASTRA DAN FOLKLOR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Program Studi Sastra Indonesia Oleh Erneta NIM : 014114036 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  TRADISI NGAYAU DALAM MASYARAKAT DAYAK: KAJIAN SASTRA DAN FOLKLOR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Program Studi Sastra Indonesia Oleh Erneta NIM : 014114036 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Skripsi TRADISI NGAYAU DALAM MASYARAKAT DAYAK: KAJIAN SASTRA DAN FOLKLOR Oleh Erneta NIM : 014114036

  Telah disetujui Pembimbing I Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.

  Tanggal, 31 Januari 2008 Pembimbing II

  

Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. Tanggal, 31 Januari 2008

  Skripsi

  

TRADISI NGAYAU DALAM MASYARAKAT DAYAK:

KAJIAN SASTRA DAN FOLKLOR

  Dipersiapkan dan ditulis oleh Erneta

  NIM : 014114036 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 11 Januari 2008 dan dinyatakan memenuhi syarat

  Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap Tanda Tangan

  Ketua : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. ……………….

Sekretaris : Drs. Hery Antono, M.Hum. ……………….

Anggota : 1. Drs. Hery Antono, M.Hum. ……………….

  2. Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ……………….

  3. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. ……………….

  Yogyakarta, 31 Januari 2008 Fakultas Sastra

  Universitas Sanata Dharma Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum.

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Orang yg hebat adalah orang yang mampu bersabar, bersyukur,

tersenyum, dan bersikap tenang dalam segala hal

Segalanya tercapai jika kau yakin, keyakinanlah yang membuat

segalanya tercapai

  

Jika impianmu cukup besar, segala halangan takkan berarti

Sabar adalah jalan keluar bagi orang yang tidak bisa menemukan

jalan keluar

  Kuhaturkan kepada: Tuhan YME (Berkat rahmat, bimbingan, dan kasih-Nya) Keluargaku….

  (Atas doa dan kasih sayangnya)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karangan ilmiah.

  Yogyakarta, 20 Januari 2007 Penulis

  Erneta v

KATA PENGANTAR

  Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Tradisi Ngayau dalam Masyarakat Dayak: Kajian Sastra dan Folklor” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana S-1 di Universitas Sanata Dharma.

  Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya kebaikan, bantuan, dan dukungan baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak. Kebaikan, bantuan, dan dukungan tersebut senantiasa hadir dalam kehidupan penulis terutama saat menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

  Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini:

  1. Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum, selaku dosen pembimbing I, atas bimbingan, masukan, kesabaran, serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi di Universitas Sanata Dharma.

  2. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, selaku dosen pembimbing II, atas bimbingan dan masukannya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi di Universitas Sanata Dharma.

  3. Drs. B. Rahmanto, M.Hum, Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum, Drs. FX.

  M.Hum, Dra. S.E Peni Adji, S.S, M.Hum, atas ilmu dan perkuliahan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh kuliah di Universitas Sanata Dharma.

  4. Bapak (F.C. Litjun, Ins) dan Ibu (Inocentia Utji), atas doa dan kasih sayangnya yang telah membesarkan penulis hingga saat ini.

  5. Kakak-kakakku ( Iro, Niko, Lenti, Klara, Merin, Suanto) atas nasihat dan doanya.

  6. Adik dan Keponakan-keponakanku (Dodi, Linda, Resnu, Oskar, Riu, Meisya, Aurel, dan Dyo), terima kasih atas spirit yang tak henti-hentinya kalian berikan kepada kakak tersayang.

  7. Yustinus Edy Siswanto yang telah menemani penulis dalam suka dan duka serta kasih sayang yang tulus, telah mendukung penulis untuk cepat selesai.

  8. Sahabat-sahabatku (Kak Acid, Bita, Rita, Nina dan Ria) atas bantuan, semangat, dan perjuangannya.

  Penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin dalam menyusun skripsi ini, namun penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Peneliti masih memiliki banyak kekurangan. Segala kekurangan yang masih terdapat dalam skripsi ini merupakan tanggungjawab penulis semata-mata. Semoga karya ini dapat bermanfaat.

  Yogyakarta, 20 Januari 2007

  

ABSTRAK

Erneta. 2007. Tradisi Ngayau dalam Masyarakat Dayak: Kajian Sastra dan

Folklor. Skripsi Strata 1 (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Dalam skripsi ini dibahas Tradisi Ngayau dalam Masyarakat Dayak: Kajian Sastra dan Folklor. Judul ini dipilih karena dua alasan, yaitu (1) studi khusus tentang tradisi Ngayau sampai saat ini belum pernah dilakukan sehingga latar belakang mitologinya belum diungkapkan secara tuntas, (2) penelitian ilmu sastra terhadap keberadaan sastra lisan dan folklor di Indonesia belum banyak diberikan hingga saat ini. Tradisi Ngayau (berburu kepala) merupakan salah satu tradisi yang sudah melekat dalam diri masyarakat Dayak yang sangat menarik untuk dikaji tentang seluk beluk dan proses ritualnya. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai upaya awal yang menjembatani kesenjangan antara ilmu sastra dengan sastra lisan dan folklor. Untuk itu tujuan penelitian ini adalah (1) melacak dan mendeskripsikan seluk beluk tradisi Ngayau di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat melalui cerita-cerita lisan dan hasil wawancara, (2) menjelaskan proses pelaksanaan ritual Ngayau di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

  Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan folklor. Kerangka teori yang digunakan sebagai bahan referensi adalah analisis structural dan teori liminalitas. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu: teknik observasi dan teknik wawancara.

  Hasil penelitian mengenai tradisi Ngayau ini menunjukkan bahwa (i) tradisi Ngayau merupakan ritual berburu kepala manusia dalam masyarakat Dayak, (ii) proses dan tatacara ritual tradisi Ngayau diawali dengan persiapan (berisi uraian tentang tempat, waktu, dan sesaji) dan proses pelaksanaan ritual tradisi Ngayau.

  

ABSTRACT

Erneta, 2007. A Tradition of Ngayau in Dayak Society: Literature and

Folklore Analysis. S-1 Degree Thesis. Indonesian Literature Study Program,

Department of Indonesian Literature. Faculty of Literature. Sanata Dharma

University.

  This thesis will describe the tradition of Ngayau in Dayak Society: Literature and Folklore Analysis. This title was selected because of two reasons, namely (1) as a specific study of Ngayau tradition has never been done before, the background mythology of Ngayau has not been thoroughly revealed, (2) a literature research of the existance of verbal literature and folklore in Indonesia is rarely conducted nowadays. The tradition of Ngayau (head hunting), as one of the traditions that has been closely related to Dayak Society is interesting to have analysis on the details and it’s ritual ceremony. This study can be considered as an initial attempt which connects the gap among literature knowledge, verbal literature and folklore. Therefore, the objectives of this study were (1) to investigate and describe the origin of Ngayau tradition in Landak Region, West Kalimantan through folk tales and interviews, (2) to explain the process of ritual ceremony in Landak Region, West Kalimantan.

  Ngayau

  The approach employed in this study was folklore approach. Theoretical framework applied as the reference was structural analysis, liminalitas theory, and

  

Ngayau viewed from Dayak culture perspective. In this study, observation and

interview techniques were employed to collect the data.

  The results of the research about this Ngayau tradition showed that (i)

  

Ngayau tradition was a ritual of human head hunting in Dayak Society, (ii) a

  process and steps of Ngayau tradition were initiated by preparation (consists of place, time, and offerings) and a ritual process of Ngayau tradition.

  

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ……………………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ………………………...…………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………...…….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………….. v

KATA PENGANTAR …………………………………………………….....… vi

ABSTRAK ………………………………………………………..…………… viii

ABSTRACT …………………………………………………………………….. ix

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. x

  

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1

  1.1 Latar Belakang ……....……………………………………...……………….. 1

  1.2 Rumusan Masalah ……………………………………..…………………….. 5

  1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………..……... 5

  1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………..………..... 6

  1.5 Tinjauan Pustaka ……………………………………………………..……… 6

  1.6 Kerangka Penelitian ……………………………………………………….... 7

  1.6.1 Folklor, Analisis Struktural, Teori Liminalitas ……………………….. 7

  1.6.1.2 Analisis Struktural …………………………………………….. 9

  1.8.1 Lokasi Penelitian ………………………………………………….......15

  2.3.2 Ritual-ritual ……………………………………………………………29

  2.3.1 Kepercayaan Rakyat dari Cerita-cerita Rakyat Kabupaten Landak…...26

  2.3 Masyarakat dan Budaya Dayak di Kabupaten Landak ……………………...26

  2.2 Topografi dan Demografi Kabupaten Landak ………………………………22

  2.1 Sejarah Singkat Kabupaten Landak …………………………………………18

  

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……………………18

  1.9 Sistematika Penyajian………………………………………………………..16

  1.8.2 Narasumber ……………………………………………………………16

  1.8 Subjek dan Lokasi Penelitian ……………………………………………….15

  1.6.1.2.1 Analisis Unsur Penceritaan ………………………….. 9

  1.7.3.2 Teknik Wawancara ………………………………………........15

  1.7.3.1 Teknik Observasi ……………………………………………...14

  1.7.3 Teknik Pengumpulan Data …………………………………………....14

  1.7.2 Metode Penelitian …………………………………………………......14

  1.7.1 Pendekatan Penelitian ………………………………………………....13

  1.7 Metode dan Teknik Penelitian ……………………………………………....13

  1.6.1.3 Teori Liminalitas Victor Turner..................…………………....12

  1.6.1.2.2 Analisis Isi (Content Analysis) ……………………....11

  2.4 Tradisi Ngayau di Kabupaten Landak dalam Konteks Sastra dan Budaya

  BAB III DESKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTURAL CERITA ASAL- USUL TRADISI NGAYAU DALAM MASYARAKAT DAYAK….33

  3.1 Pengantar ……………………………………………………….……………33

  3.2 Terbitan Teks ………………………………………………………………...34

  3.2.1 Teks A (Asal Mula Padi ; Kisah Ne’ Jaek dan Ne’ Baruakng Kulup)…34

  3.2.2 Teks B (Parang Miaju Padokoatn Malanggar Jawa ; Asal Mula Penduduk Kalimantan) ………………………………………………...50

  3.2.3 Teks C ( Cerita Tradisi Ngayau) ……………………………….….......53

  3.2.3.1 Terjemahan dalam Bahasa Dayak Kanayatn …………………..53

  3.2.3.2 Terjemahan dalam Bahasa Indonesia ………………….……....55

  3.2.4 Teks D (Tradisi Ngayau di Masa Silam) …………………………........57

  3.2.4.1 Terjemahan dalam Bahasa Dayak Kanayatn …………………..57

  3.2.4.2 Terjemahan dalam Bahasa Indonesia ……………………..…...58

  3.2.5 Teks E ( Tradisi Ngayau dan Proses Pelaksanaannya) ……………......59

  3.3 Analisis Struktur …………………………………….………………………62

  3.3.1 Teks A (Asal Mula Padi ; Kisah Ne’ Jaek dan Ne’ Baruakng Kulup)…63

  3.3.2 Teks B (Parang Miaju Padokoatn Malanggar Jawa ; Asal Mula Penduduk Kalimantan) ……….………………………………………..66

  3.4 Analisis Isi (Content Analysis) …………………..…………………………..68

  3.4.1 Teks C ( Asal-usul Tradisi Ngayau) …………………..…………….....69

  3.4.2 Teks D (Tradisi Ngayau di Masa Silam) ………………………………69

  3.4.3 Teks E ( Tradisi Ngayau dan Proses Pelaksanaannya) ……………......70

  3.5.1 Tabel Perbandingan Teks ……………………………………………...71

  BAB IV TAHAP PELAKSANAAN TRADISI NGAYAU DALAM MASYARAKAT DAYAK ……………........………………………...74

  4.1 Pengantar ………………………………..…………………………………...74

  4.2 Tahap Ritual Tradisi Ngayau ………………………………..……….……...77

  4.2.1 Tempat …………………………..…………………………………….77

  4.2.2 Waktu ……………………………...…………………………………..78

  4.2.3 Sesaji ………………………………………...………………………...79

  4.3 Tahap Pelaksanaan Ritual Tradisi Ngayau.……...……………….…...……...82

  4.4 Tahap Setelah Pelaksanaan Ritual Tradisi Ngayau ………………………….88

  4.5 Rangkuman …………………………………………………………………..89

  

BAB V PENUTUP …………………………………..………………………….91

  5.1 Kesimpulan ……………………………………..…………………………....91

  5.2 Saran …………………………………..…………………………...………...92

  DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Istilah ‘Dayak’ paling umum digunakan untuk menyebut ‘orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau Kalimantan’ (King, 1993:29).

  Menurut Lindbland, kata Dayak berasal dari sebuah kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu [sungai] atau pedalaman (1988:2). King lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi (1933:30). Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku ‘yang tak sesuai atau yang tak ada tempatnya’ (King, 1993:30).

  Ada pula penafsiran yang menilai Dayak berasal dari kata "Daya" yang berarti hulu sungai karena umumnya mereka tinggal di pelosok. Dayak sebagai ungkapan warga Belanda yang berkonotasi negatif yakni berasal dari kata “Dayaker” atau kaum buas.

  Literatur antropologi klasik cenderung memotret Dayak sebagai kelompok yang eksotik dan unik, yang bercirikan kebiasaan berburu kepala, tinggal di rumah panjang, animisme, dan gaya hidup nomadik. Gambaran tentang Dayak sebagai sebuah entitas ‘lain’ (other) yang terasing, tak tersentuh peradaban dan kebal dari perubahan, yang membedakan mereka dari orang-orang Eropa yang disebut sebagai pelaku sejarah yang aktif, dapat dilihat dengan jelas meskipun bukan berarti bahwa hal ini hanya dapat ditemui dalam masa-masa kolonial saja.

  Dayak mempunyai sekitar 450 subsuku yang tersebar di seluruh Kalimantan. Ada banyak versi tentang kelompok suku-suku tersebut. Pada mulanya semua subsuku tersebut adalah bagian dari kelompok yang sama, tetapi karena proses geografi dan demografi yang berlangsung selama lebih dari seribu tahun, kelompok ini menjadi terpecah-pecah.

  Masyarakat Dayak adalah masyarakat yang memiliki banyak tradisi dan adat istiadat seperti di daerah lainnya di Nusantara. Akan tetapi, tidak banyak orang yang tertarik menelitinya sehingga kebanyakan orang Indonesia masih merasa asing dengan kebudayaan Dayak. Sebagian orang dari luar Dayak mungkin masih merasa takut untuk masuk ke Pulau Kalimantan dengan alasan takut ‘dimakan oleh orang Dayak’ yang erat kaitannya dengan tradisi Ngayau. Hal ini disebabkan karena pengetahuan mereka tentang tradisi Ngayau masih sangat dangkal dan tidak utuh. Tradisi Ngayau memiliki aturan dan alasan tersendiri, dan tidak dilaksanakan dengan sembarangan. Masyarakat Dayak juga punya hati dan perasaan. Memang ada juga masyarakat Dayak pedalaman yang bisa membuktikan kesaktiannya yang mungkin sulit dipercaya oleh masyarakat biasa.

  Secara historis, terdapat berbagai kekuatan yang bekerja membangun dan membentuk pandangan tentang ‘orang-orang Dayak’. Dengan menyertakan embel-embel ‘primitif’, orang-orang Barat menggambarkan orang Dayak sebagai pemburu kepala dan sebagai orang-orang yang hidup secara komunal dari berburu dan mengumpulkan, dan tinggal di rumah-rumah panjang (Maunati, 2004:6). Penekanan pada adat kebiasaan yang ‘eksotik’ yang dimiliki oleh orang-orang panjang, memburu dan mengumpulkan, serta ritual-ritual kematian mereka mengingatkan orang pada sisi Kalimantan sebagai Pengayau yang sadis.

  Oleh karena itu, sisi Kalimantan yang indah, burung Enggang yang cantik, dan lenggak lenggok penari Dayak diiringi irama musik etnik yang terkadang diselingi oleh teriakan perang para penari prianya tidak populer di mata banyak orang. Keanekaragaman, keindahan, keunikan dan eksotisme memang telah menjadi trademark Kalimantan bahkan sejak jaman kolonial dulu. Namun sayang tidak banyak yang menyadari bahwa kekayaan dan keunikan alam Kalimantan terbentuk karena adanya sebuah sistem pendukung yang memungkinkan totalitas kehidupan masyarakat adat yakni kebudayaan dan lingkungan hidupnya (termasuk tradisi, kepercayaan, kesenian dan hukum adat) tetap eksis selama ribuan tahun (Andasputra, 2001:71).

  Dalam penelitian ini, penulis akan mengungkap seluk beluk tradisi Ngayau dalam masyarakat Dayak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1990:959), yang dimaksud dengan tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dilakukan di masyarakat. Tradisi Ngayau sebetulnya sudah tidak dipraktikkan lagi karena alasan tidak sesuai dengan hukum di Indonesia.

  Banyak versi yang menyebutkan motivasi atau faktor-faktor yang mendorong masyarakat melakukan tradisi Ngayau. Ada yang mengatakan Ngayau menandai fase kedewasaan. Ada pula yang menyebutkan bahwa Ngayau adalah suatu simbolik kejantanan. Masih banyak versi lain yang akan diketahui setelah

  

Ngayau ini dulu dicatat pernah berkembang luas dalam masyarakat Dayak

  Kalimantan. Narasi yang sering kita baca/dengar atau definisi yang kita susun seperti “perang antar kampung”, “perang antar yang berbeda fam/marga”, atau “perang antar subsuku” di kalangan masyarakat Dayak mungkin termasuk dalam pengertian Ngayau. Bahkan, bisa jadi, juga perang Dayak-Madura yang menghebohkan beberapa tahun belakangan dipahami sebagian masyarakat Dayak sebagai pelaksanaan Ngayau.

  Ngayau adalah salah satu bentuk kompleks perilaku sosial yang terjadi

  dalam masyarakat Dayak. Ada yang beranggapan tradisi Ngayau masih ada di masa kini. Jika ditelusuri lebih dalam lagi, sebenarnya generasi tahun 1960-an sudah tak mengenal atau mengalami tradisi ini. Dalam kenyataan sebagaimana yang terjadi, Ngayau sama sekali tidak dikenal lagi oleh masyarakat Dayak.

  Ngayau sebenarnya merupakan ritual berburu kepala manusia di zaman

  dulu. Adat Ngayau merupakan satu tradisi silam turun-temurun di masyarakat Dayak. Tradisi ini memberi peluang bagi seorang lelaki menunjukkan keberaniannya. Sebelum menikah seorang lelaki perlulah keluar dari daerah tinggalnya dan pergi berburu kepala manusia dalam satu adat yang disebut

  

Ngayau itu. Seorang lelaki yang berhasil mendapat banyak kepala ketika

'Mengayau' ini mudah diterima sebagai menantu bagi keluarga yang dipinangnya.

  Kepala-kepala tersebut akan dijadikan barang hantaran dan akan digantung di rumah-rumah panjang sebagai semangat memelihara rumah. Dari paparan di atas, cukup jelas bahwa masyarakat Dayak dengan tradisi meNgayau-nya telah menjadi

  Untuk itulah, melalui penelitian ini penulis ingin mengangkat tradisi yang sangat terkenal dalam masyarakat Dayak yaitu tradisi Ngayau, bagaimana tradisi

  

Ngayau bisa terjadi berikut proses pelaksanaannya. Penulis juga ingin agar

  masyarakat non Dayak memahami betul agar tidak salah persepsi terhadap semua orang Dayak yang dianggap “bisa memakan orang lain”.

  Dengan mengkaji topik ini, penulis berharap dapat menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi siapapun yang ingin memahami secara lebih mendalam mengenai tradisi Ngayau dalam masyarakat Dayak.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

  1.2.1 Bagaimanakah seluk beluk tradisi Ngayau dalam masyarakat Dayak?

  1.2.2 Bagaimanakah proses pelaksanaan ritual Ngayau dalam masyarakat Dayak?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

  1.3.1 Melacak dan menjelaskan seluk beluk tradisi Ngayau dalam masyarakat Dayak melalui cerita-cerita lisan dan tertulis.

  1.3.2 Mendeskripsikan proses pelaksanaan ritual Ngayau dalam masyarakat Dayak.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Dalam bidang sastra lisan dan folklor, hasil ini dapat menambah wawasan mengenai penelitian tradisi lisan, termasuk tradisi Ngayau yang terdapat dalam masyarakat Dayak di Kalimantan.

  1.4.2 Menerapkan teori sastra ke dalam teks-teks sastra lisan yang selama ini tidak dianggap sebagai karya sastra.

  1.4.3 Bagi masyarakat luas, hasil penelitian ini dapat memberikan referensi untuk memahami realitas tentang tradisi Ngayau yang tidak bisa dimengerti secara rasional.

  1.5 Tinjauan Pustaka

  Penelitian tentang tradisi Ngayau belum banyak dilakukan. Laporan hasil penelitian dan buku yang ada sekarang hanya menjelaskan sepintas tentang seluk beluk tradisi Ngayau.

  Buku yang berjudul “Identitas Dayak : Komodifikasi dan Politik

  

Kebudayaan ” karangan Drs. Yekti Maunati (2004) mengulas komodifikasi politik

  dan budaya dalam masyarakat Dayak yang hanya mendeskripsikan tradisi Ngayau sebagian kecil saja. Begitu juga dengan buku “Pelajaran dari Masyarakat Dayak

  

: Gerakan Sosial dan Ekologis di Kalimantan Barat ” besutan Nico Andasputra

  (2001) yang mengungkapkan tentang gerakan sosial dan ekologis yang terjadi di lingkungan masyarakat Dayak itu sendiri, dengan buku yang berjudul “Dayak :

  

Dahulu, Sekarang, Masa Depan ” karangan Mikhail Coomans (1987) mengulas

  tentang bagaimana tingkah pola manusia Dayak pada zaman dahulu hingga terjadi.

  Dari tinjauan pustaka tersebut, tampak bahwa buku-buku di atas belum secara tuntas mengungkap bagaimana tradisi Ngayau terjadi dan proses pelaksanaannya. Untuk itu, studi ini sangat diperlukan agar ditemukan kejelasan tentang tradisi Ngayau dan kaitannya dengan masyarakat Dayak.

1.6 Kerangka Teori

  Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan tiga kerangka teori untuk memecahkan masalah di atas, yaitu (i) folklor, (ii) analisis struktural, dan (iii) teori liminalitas Victor Turner.

1.6.1 Folklor, Ilmu Sastra dan Teori Liminalitas

1.6.1.1 Folklor

  Istilah folklor pertama kali dikemukakan oleh William John Thoms, seorang ahli kebudayaan kuno (Artiquarian) Inggris, sebagai ganti istilah “popular antiguitas”.

  Folklor adalah sebuah ilmu yang mempelajari kebudayaan masyarakat tertentu. Folk yang berarti, 1) Collectivity, sekelompok orang yang memiliki ciri- ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan yang sama (bisa dibedakan dari kelompok lain). Fisik: warna kulit, bentuk rambut yang sama. Sosial : mata pencaharian. Budaya : pendidikan, bahasa. 2) Lore, tradisi lisan dari folk, kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui contoh yang disertai gerak (misalnya : tarian) atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi kedua), folklor didefinisikan tetapi tidak dibukukan. Atau, ilmu adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang tidak dibukukan.

  Menurut Brunvard, folklor adalah suatu ciptaan (creations) dari suatu kelompok atau seorang individu, yang berorientasi pada kelompok, dan berdasarkan pada tradisi yang merefleksikan cita-cita dari suatu komunitas sebagai suatu ungkapan jati diri kebudayaan masyarakatnya ; batasan-batasan, standar-standar, dan nilainya diwariskan secara lisan, mencontoh (imitation), atau dengan cara lain (Danandjaja, 2003:35).

  Folklor Indonesia yang berjenis lisan ada dua jenis, yaitu kepercayaan rakyat dan permainan rakyat (Danandjaja, 1984:153).

  Adapun ciri-ciri folklor adalah: 1) It is Oral (penyebaran/pewarisannya dilakukan secara lisan, dari mulut ke mulut atau disertai contoh/gerak dan alat pembantu pengingat (memory device), 2) It is traditional (disebarkan dalam bentuk standar/relatif tetap) disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama, paling kurang dua generasi (bertahan sampai dua atau lebih generasi), 3) It is exist in different versions (hadir dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda-beda). Karena penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), folklor dengan mudah mengalami perubahan. Banyaknya versi antara lain disebabkan oleh (a) lupa, (b) proses interpolasi, dan (c) transformasi. Meskipun demikian, core atau bentuk dasar folklor relatif tetap (Taum, 2003).

  Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi masyarakat dan manusia. Kebudayaan diciptakan oleh manusia untuk menentukan norma-norma Karya masyarakat mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan (Soekamto, 1990: 194). Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan atau abstraksi perilaku manusia (Soekamto, 1990:202). Pola-pola tingkah laku masyarakat di samping ditentukan oleh kebiasaan dipengaruhi pula oleh kebudayaan masyarakatnya (Soekamto, 1990).

1.6.1.2 Analisis Struktural

  Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan dua analisis yaitu, analisis unsur penceritaan dan analisis isi (content analysis).

1.6.1.2.1 Analisis Unsur Penceritaan

  Dalam studi ini akan dilakukan analisis struktural terhadap teks-teks yang diperoleh. Analisis itu akan mencakup: tokoh, latar, alur, dan tema. Tokoh adalah orang atau pelaku cerita. Dalam sebuah cerita biasanya terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh ini dibedakan berdasarkan segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh.

  Analisis struktur cerita biasanya berisi penjabaran tema, alur, tokoh, dan latar. Hartoko dan Rahmanto (1986:144) memaparkan tokoh adalah pelaku atau aktor yang dianggap sebagai tokoh konkret dan individual. Pengertian tokoh lebih luas daripada aktor atau pelaku yang hanya berkaitan dengan fungsi seseorang dalam teks naratif atau drama. Citra tokoh disusun dengan memadukan berbagai faktor, yakni apa yang difokalisasinya (hubungan antara unsur-unsur cerita dengan visi yang meliputi unsur-unsur tertentu), bagaimana ia memfokalisasi, deretan peristiwa, ruang dan waktu (suasana) serta pertentangan tematis di dalam karya itu yang secara tidak langsung merupakan bingkai acuan bagi tokoh. Tokoh yang bersangkutan dapat “dihidupkan” berdasarkan konvensi yang diketahui oleh pembaca. Sedangkan, menurut Sudjiman (1986:79) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku di dalam berbagai peristiwa dalam cerita.

  Latar (setting) adalah penetapan dalam ruang dan waktu seperti yang terjadi dalam karya naratif dan dramatis. Latar sangat penting untuk menciptakan suasana dalam karya atau adegan serta untuk menyusun pertentangan tematis (Hartoko dan Rahmanto, 1986:78). Pengertian lain, latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman,1986:48). Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986:10), alur (plot) secara komplementer berkaitan dengan cerita (story) yang dikembangkan oleh konflik dan berkaitan dengan kausalitas (sebab-akibat) suatu cerita. Alur flash back atau flash forward sering digunakan dalam teknik bercerita. Menurut Sudjiman (1986:4) alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Alur dapat diwujudkan dengan hubungan temporal (waktu) dan hubungan kausal (sebab-akibat). Alur juga dapat diartikan ‘sebagai rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama untuk menggerakkan jalinan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian’. Alur (plot) juga diartikan ‘sebagai sesuatu yang menonjol dalam sebuah karya fiksi atau suatu dasar serta alasan yang menyebabkan terjadinya perkembangan jalinan cerita’ (Sumardjo,1983:55).

  Tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis serta menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan. Tema disaring dari motif konkret yang menentukan urutan peristiwa atau situasi tertentu. Tema sering disebut sebagai sub judul sebuah roman (Hartoko dan Rahmanto,1986:142). Sedangkan menurut Sumardjo (1983:57) tema adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita. Dalam cerita tersebut tidak hanya sekedar berisi rentetan kejadian yang disusun dalam sebuah bagan, tetapi susunan bagian itu sendiri harus mempunyai maksud tertentu dan pengalaman yang dibeberkan pada sebuah cerita harus mempunyai permasalahan. Kebanyakan cerita membahas sesuatu masalah pokok yang terus menerus dibicarakan sepanjang cerita.

1.6.1.2.2 Analisis Isi ( Content Analysis)

  Analisis isi adalah metodologi penelitian yang menggunakan sekumpulan prosedur untuk membuat kesimpulan teks yang valid. Kesimpulan itu tentang pengirim pesan itu sendiri ataupun penerima pesan (Weber,1990:9).

  Ketentuan proses yang dapat disimpulkan ini berbeda menurut kata benda dan teoritis dari penyelidik, dan dibahas dalam bab yang berurutan. Analisis ini dapat digunakan dalam banyak tujuan. Di bawah ini adalah beberapa contoh: 1. Membandingkan media atau “tingkatan” tentang komunikasi.

  2. Isi komunikasi audit melawan terhadap sasaran hasil.

  3. Kode pertanyaan terbuka di dalam survei.

  4. Mengidentifikasi niat dan karakteristik lain dari komunikator.

  6. Mendeteksi keadaan propaganda.

  7. Menguraikan sikap dan tanggapan tingkah laku ke komunikasi.

  8. Mencerminkan pola teladan kelompok budaya, institusi, atau masyarakat.

  9. Menguraikan kecenderungan di dalam isi komunikasi.

1.6.1.3 Teori Liminalitas Victor Turner

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori liminalitas dari Victor Turner. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama tradisi Ngayau sebagai sebuah upacara inisiasi. Liminalitas menurut Turner adalah sebagai suatu jembatan penghubung; yaitu fase yang tidak berstruktur, bersifat transisi, dan merupakan suatu tingkat atau fase. Dengan melalui fase liminalitas, upacara mendasari suatu proses transformasi dan yang secara bersamaan mengabsahkan kembali kategori- kategori lama yang bersifat struktural dan yang sementara itu juga berfungsi sebagai "pusat kekuatan pendorong bagi berbagai kegiatan" (Turner, 1974:273) bagi penciptaan bentuk-bentuk baru dari konsep-konsep yang bersifat struktural.

  Simbol-simbol yang ada dan yang berlaku selama waktu liminal berasal dari konsep-konsep pendidikan yang kemudian dipisahkan dari kategori-kategori yang terstruktur yang biasanya menyelimuti dan mendefinisikan simbol-simbol tersebut. Konteks yang baru dari simbol-simbol ini adalah "mengajarkan kepada para inisiandus mengenai lingkungan kebudayaan mereka dan memberikan kepada mereka kerangka sandaran yang paling hakiki untuk memahaminya" (Turner, 1967:108), yaitu mengenai peranan mereka yang baru dalam struktur sosial tersebut. Konsepsi-konsepsi simbolik yang dipunyai oleh individu dengan melalui proses-proses yang ada dalam berbagai upacara lingkaran hidup yang mendefinisikan dirinya sebagai makhluk sosial.

  Dengan demikian, hubungan antara upacara dengan struktur sosial terletak pada kesanggupan dari upacara untuk dapat menempatkan dirinya di atas kedudukan satuan struktur sosial dengan melalui fase liminal atau fase anti- struktural. Dalam hal ini upacara berperan sebagai pedoman bagi semua fase-fase dan semua aspek-aspek pengalaman kebudayaan dengan melalui berbagai bentuk proses yang dilalui oleh setiap individu. Dengan kata lain, upacara adalah juga suatu sumber bagi penciptaan ide-ide baru yang didorong untuk dihidupkan pada masa liminal, maupun sebagai sumber bagi terwujudnya status quo dalam pelaksanaannya. Manusia "berkembang melalui anti-struktur atau liminalitas dan dilestarikan melalui struktur" (Turner, 1974:298).

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

1.7.1 Pendekatan Penelitian

  Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan folklor dan pendekatan analisis sastra. Pendekatan folklor tentang konteks mitos dan ritual yang ada dalam tradisi Ngayau, sedangkan pendekatan analisis sastra untuk menganalisis teks-teks hasil wawancara maupun cerita lisan mengenai tradisi

  Ngayau .

  1.7.2 Metode Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian deskriptif adalah yang memberikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada (Sudaryanto, 1993 : 62). Sedangkan metode penelitian kualitatif adalah metode pengkajian terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik (Subroto, 1992: 5).

  1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini digunakan tiga metode, yaitu metode kepustakaan, metode wawancara, dan metode observasi. Metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1.7.3.1 Observasi Observasi menghasilkan deskripsi yang khusus tentang apa yang telah terjadi, dan peristiwa sejarah, atau hasil dari peristiwa (Komaruddin, 1974:97).

  Cara ini digunakan untuk mendukung hasil wawancara. Dengan cara ini dapat diperoleh gambaran proses pelaksanaan yang ada kaitannya dalam tradisi Ngayau.

  Cara ini akan menambah kelengkapan data hasil wawancara. Observasi dilakukan dengan cara mendatangi langsung salah satu desa di Kabupaten Landak yang pernah melakukan tradisi Ngayau. Setelah itu diadakan wawancara kepada narasumber yang pernah melakukan, menyaksikan sendiri bagaimana tradisi

  Ngayau itu terjadi.

  1.7.3.2 Wawancara Wawancara sebagai suatu proses tanya jawab, lisan, yaitu dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dengan mendengarkan telinga sendiri suaranya. Metode ini merupakan alat pengumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data sosial, baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes (Hadi, 1979:192).

  Metode wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai para informan yang dianggap mampu memberikan penjelasan tentang tradisi Ngayau. Pada penjelasan yang dimaksud adalah kepercayaan yang berlaku dalam tradisi

  

Ngayau , narasumber adalah ketua adat setempat dimana tradisi Ngayau pernah

  dilakukan di daerah itu, sesepuh yang masih memahami bagaimana tradisi Ngayau itu, serta orang-orang dibalik tradisi Ngayau dan masyarakat Dayak setempat.

1.8 Subjek dan Lokasi Penelitian

  1.8.1 Lokasi Penelitian Suku Dayak terdiri dari 450 subsuku dari berbagai daerah di Kalimantan.

  Dan hampir sebagian dari jumlah subsuku tersebut mengetahui dan mengalami tradisi Ngayau. Penulis akan meneliti tradisi Ngayau suku Dayak Kanayatn di desa Pahauman dan sekitarnya, di Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak, sekitar 137 km dari Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat.

  1.8.2 Narasumber Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:609), yang dimaksud dengan narasumber adalah orang yang memberi (mengetahui secara jelas atau menjadi sumber) atau bisa juga dikatakan sebagai informan.

  Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah, ketua adat kampung setempat yang pernah melakukan tradisi Ngayau, tua-tua adat Dayak yang pernah mengalami, atau menyaksikan sendiri bagaimana tradisi Ngayau dilaksanakan, dan masyarakat adat Dayak di Kabupaten Landak Kalimantan Barat.

1.9 Sistematika Penyajian

  Laporan hasil penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu:

  Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan perihal latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

  Bab II berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian asal usul masyarakat Dayak, dan topografi serta demografi daerah Kalimantan Barat khususnya Kabupaten Landak, serta Ngayau di masyarakat Dayak dalam konteks sastra dan budaya Dayak.