IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT (Studi Kasus Wilayah Laut Marunda Jakarta Utara) - FISIP Untirta Repository

  

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999

TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN

DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

( Studi Kasus Wilayah Laut Marunda Jakarta Utara)

  SKRIPSI

  

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

  Oleh SEPTI ROSMALIA NIM 6661110907

  

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG, Juni 2015

  

ABSTRAK

SEPTI ROSMALIA. NIM 6661110907. 2015. Skripsi. Implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian

Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Studi kasus: wilayah laut

Marunda Jakarta Utara). Program Studi Ilmu Administrasi Negara.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa. Pembimbing I : Leo Agustino Ph.D. dan Pembimbing II :

Deden M.Haris M.Si

  Kata Kunci: Kebijakan, Implementasi, Pengendalian Pencemaran Laut Laut mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia, juga ikan, tumbuh-tumbuhan dan biota laut lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat ikut mendorong pembangunan di masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, wilayah laut yang merupakan salah satu potensi sumber daya alam yang sangat perlu untuk dilindungi dari berbagai pencemaran/perusakan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Studi Kasus:wilayah laut Marunda Jakarta Utara). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Untuk keperluan analisis data peneliti menggunakan analisis data interaktif Prasetya Irawan (2006:19) dengan uji validitas triangulasi data. Hasil penelitian bahwa Implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Laut (Studi kasus: wilayah Laut Marunda Jakarta Utara) belum optimal. Hal tersebut dikarenakan tingkat kepatuhan pada kebijakan masih rendah dan rendahnya partisipasi masyarakat serta fungsi koordinasi, pengawasan dan upaya rehabilitasi yang belum optimal. Untuk meningkatkan optimalisasi, perlu kepatuhan pada prosedur secara terpadu semua sektor dan penguatan kelembagaan dengan menambah SDM untuk melakukan pengawasan serta peran aktif dari masyarakat melalui pengawasan sosial seperti pengaduan,pemberian informasi atau laporan.

  

ABSTRACT

SEPTI ROSMALIA. NIM 6661110907. 2015. Thesis. Implementation of

Government Regulation No. 19 of 1999 on pollution control and / or

destruction of the Sea (Case study: the area of North Jakarta Marunda

sea). Department of Public Administration. Faculty of Social Science and

Political Science. Sultan Agung University Tirtayasa. Preceptor I: Leo

Agustino Ph.D. and Preceptor II : Deden M.Haris M.Si Keywords:Policy, Implementation, Marine Pollution Control Sea is of significant importance for the survival of living beings such as

humans, as well as fish, plants and other marine biota. This shows that the

marine sector has a huge potential to help drive development in the present

and the future. Therefore, the sea area is one of the natural resources that

are essential to protection from various pollution / perusakan.Penelitian

aims to determine the implementation of the Indonesian Government

Regulation Number 19 of 1999 concerning Pollution Control and / or

destruction of the Sea (Case Study : Marunda area of North Jakarta sea).

This study uses qualitative data collection techniques used were interviews,

observation and documentation study. For the purposes of data analysis the

researchers use interactive data analysis Prasetya Irawan (2006: 19) to test

the validity of data triangulation. Results of the study that the

implementation of the Indonesian Government Regulation Number 19 of

1999 on Marine Pollution Control (Case Study: Sea region Marunda North

Jakarta) has not been optimal. That is because the level of compliance with

the policy is still low and low community participation as well as the

functions of coordination, supervision and rehabilitation efforts are not

optimal. To improve the optimization, it is necessary adherence to the

procedures in an integrated manner all sectors and institutional

strengthening by adding human resources to conduct surveillance and

active participation of the community through social control such as a

complaint, information or statements.

  

‘’Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia

supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar

mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: 'Lakukanlah perjalanan di muka bumi

dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)" (Ar-Rum 41-

  42)’’ Skripsi ini ku persembahkan untuk Bapak dan Mama ku tercinta dan keluarga ku..Mbak Ifath, Mas Okto dan Yudi

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan inayah-Nya, Alhamdulilah penulis dapat menyelesaikan skripsi tentang Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau perusakan laut (Studi kasus wilayah Laut Marunda Jakarta Utara). Puji syukur yang tak terhingga ini belum sebanding dengan nikmat yang telah kita terima sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan-Nya. Ucapan Terimakasih penulis sampaikan kepada pihak yang telah memberikan pengajaran, bantuan, serta dorongan dalam upaya menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis sampaikan rasa Terima kasih kepada :

  1. Bapak Prof.DR.H.Sholeh Hidayat, M.pd Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  2. Bapak Dr.Agus Sjafari S.Sos M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  3. Bapak Kandung Sapto Nugroho S.Sos M.si wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  4. Ibu Mia Dwianna S.Sos M.Ikom wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  5. Bapak Ismanto.S.Sos MM. Selaku wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  6. Ibu Rahmawati S.Sos M.Si Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  7. Bapak Leo Agustino Ph.D Dosen Pembimbing 1 skripsi. Terima kasih dengan sangat atas bimbingan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi.

  8. Bapak Deden M. Haris M.Si. Dosen Pembimbing II skripsi. Terima kasih dengan sangat atas bimbingan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi.

  10.Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Utara, terutama Ibu MG Evy Subid.Pengawasan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Terima kasih telah membantu penulis dalam memberikan data penyusunan skripsi ini.

  11.Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, terumata Seksi.Perikanan dan Kelautan. Terima kasih telah membantu penulis dalam memberikan data penyusunan skripsi ini.

  12.Kesbangpol Jakarta Utara, terutama Ibu Nadia. Terima Kasih sudah membantu penulis dalam izin rekomendasi penelitian.

  13.WALHI, KIARA dan LSM Lingkungan Hidup yang lain yang turut membantu penulis dalam memberikan data penyusunan skripsi ini.

  14. Para nelayan, Industri dan masyarakat pesisir laut Marunda, Terima kasih selama ini yang turut membantu dan memberikan pengetahuan selama penulis menyusun skripsi ini.

  15. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. Terima kasih telah membantu penulis dalam memberikan data penyusunan skripsi ini.

  16. Terima kasih kepada kedua orang tua ku tercinta dan kakak adik ku yang senantiasa memberikan doa dan semangatnya yang tak pernah putus selama ini.

  17. Terima kasih kepada Ahmad Ibrahim Hardianto, Ryan Chandra Ardyanto, atas bantuan dan semangatnya. Anak-anak kosan Bu Nining Blok A2 No.13 serta sahabat dan teman-teman Administrasi Negara 2011 khususnya Reguler kelas A atas dukungan dan motivasinya.

  Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

  Serang, 2015

  DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ORISIONALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR...........................................................................

  DAFTAR ISI.......................................................................................... DAFTAR TABEL.................................................................................. DAFTAR GAMBAR............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................

  BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah................................................................

  1 1.2 Identifikasi Masalah......................................................................

  17 1.3 Batasan Masalah...........................................................................

  17 1.4 Rumusan Masalah.........................................................................

  18 1.5 Tujuan Penelitian...........................................................................

  18 1.6 Manfaat Penelitian.........................................................................

  18 1.7 Sistematika Penulisan....................................................................

  21 BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

  ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1 Landasan Teori.....................................................................

  22 2.1.1 Definisi Kebijakan........................................................

  24 2.1.2 Definisi Publik..............................................................

  26

  2.1.5 Pendekatan Implementasi Kebijakan.............................

  31 2.1.6 Model Implementasi Kebijakan......................................

  32 2.1.7 Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Laut..............

  41 2.1.8 Deskripsi Kebijakan........................................................

  45 2.2 Penelitian Terdahulu...............................................................

  46 2.3 Kerangka Pemikiran...............................................................

  51 2.4 Asumsi Dasar..........................................................................

  52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian..................................................

  53 3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian.....................................................

  54 3.3 Lokasi Penelitian..............................................................................

  55 3.4 Variabel Penelitian...........................................................................

  56 3.5 Instrumen Penelitian.........................................................................

  59 3.6 Informan Penelitian..........................................................................

  68 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data...............................................

  70 3.8 Jadwal Penelitian................................................................................

  75 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian................................................................

  76 4.1.1 Profil Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara.............. .........

  76 4.1.1.2 Potensi Kota Administrasi Jakarta Utara.................................

  78 4.1.1.3 Profil Wilayah Kecamatan Cilincing......................................

  80 4.2 Deskripsi Data dan Analisis Data Hasil Penelitian......................... .......

  84

  4.2.1 Implementasi Peraturan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.

  (Studi kasus: wilayah laut Marunda Jakarta Utara)...................................................................................... ..........

  88 4.2.1.2 Tingkat Kepatuhan (Complience)........................................ ...........

  89

  4.2.1.3 Lancarnya Pelaksanaan Aktivitas Fungsi............................ ........... 101

  4.2.1.4 Kinerja dan Dampak yang dikehendaki.......................................... 114

  4.3 Pembahasan Hasil Penelitian................................................................ 119

  BAB V PENUTUP

  5.1 Kesimpulan........................................................................................... 127

  5.2 Saran..................................................................................................... 129

  DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  DAFTAR TABEL

  1.1 Waktu dan lokasi peristiwa kematian masal ikan di Teluk Jakarta..... 4

  1.2 Tingkat Pencemaran Teluk Jakarta...................................................... 10 3.4 Pedoman Wawancara Penelitian.........................................................

  60 3.6 Deskripsi Informan Penelitian............................................................

  64 3.7 Analisis Data Miles dan Huberman...................................................

  66 3.8 Jadwal Penelitian..............................................................................

  75

  4.1 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2013.................................................................

  78

  4.2 Kepadatan penduduk dan sex ratio menurut kecamatan tahun 2013........ 82 4.3 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2013.....

  83 4.4 Deskripsi Informan Penelitian Setelah Observasi................................

  93

  4.5 Rekapan Data Produksi Ikan Tangkap Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Jakarta

  Utara................................................................................................... 102

  4.6 Hasil Penelitian dan Hambatan............................................................. 129

  DAFTAR GAMBAR Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian....................................................

  51 Gambar 3.7 Proses Analisis data Prasetya Irawan......................................

  71 Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Jakarta Utara.....................................

  77 Gambar 4.2 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2013..........................................................................................

  78 Gambar 4.3 Peta wilayah Cilincing Jakarta Utara.......................................

  81 Gambar 4.4 Struktur Organisasi Suku Dinas Peternakan,Perikanan dan kelautan JakartaUtara................................................................................

  91

DAFTAR GRAFIK

  Grafik 4.1......................................................................................................... 77

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian Lampiran 2 : Dokumentasi Penelitian Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Lampiran 4 : Transkrip Data Lampiran 5 : Koding Data Lampiran 6 : Kategorisasi Data Lampiran 7 : Lembar Catatan Bimbingan Skripsi Lampiran 8 : Data-data Dokumen Penelitian Lampiran 9 : Daftar Riwayat Hidup Peneliti

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Lingkungan hidup merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia. Salah satu bagian dari lingkungan hidup adalah laut. Laut memiliki peran besar dalam penyediaan sumber daya alam yang tidak terbatas bagi manusia. Pengelolaan sumber daya di laut memberikan manfaat yang besar bagi manusia, namun dalam pengelolaan lingkungan laut tersebut, tentunya memiliki dampak terhadap laut itu sendiri. Memberikan perhatian dalam perlindungan dan pelestarian wilayah lingkungan laut adalah salah satu cara untuk tetap mempertahankan dan melestarikan sumber daya tersebut. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa laut, sumber daya alam dan segala fungsinya dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, perlu diingat bahwa laut dan potensi kekayaan yang ada, jika dikelola dan dimanfaatkan secara tidak bertanggungjawab dan tanpa memperhatikan batas kemampuan alam, maka akan menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut.

  Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Dengan demikian laut seakan-akan merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia di muka bumi ini. Di lain pihak, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang di produksi daerah pertanian dan limbah rumah tangga, dari atmosfer, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai, dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke lautan.

  Lautan juga melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai, sering mengalami pencemaran berat, yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lambat. (Darmono 2010:47)

  Pencemaran adalah salah satu masalah terbesar dalam pelestarian lingkungan laut. Pencemaran laut (perairan pesisir) di definisikan sebagai ‘’dampak negatif’’ (pengaruh yang membahayakan) terhadap kehidupan biota, sumber daya, dan kenyamanan (amenities) ekosistem laut serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah (termasuk energi) ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Rokhmin Danuri 2008:109). Pencemaran lingkungan laut semakin banyak mendapat perhatian dari mata dunia internasional maupun nasional. Hal tersebut disebabkan karena dampak yang diakibatkan oleh aktifitas suatu negara dalam melakukan pengelolaan laut mulai mengganggu ketersediaan sumber daya alam tersebut baik bagi negara pantai itu sendiri maupun bagi negara-negara lain dalam hal ini adalah negara tetangga yang bersinggungan garis pantainya.

  Awalnya pencemaran yang sedikit mungkin tidak akan terlalu menjadi masalah bagi negara maupun negara lain, hal ini dikarenakan laut masih memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya sendiri, dengan tetap mempertahankan fungsi dari laut itu sendiri. Dewasa ini seiring dengan meningkatnya teknologi dan industri membuat pemakaian laut semakin tinggi dan berakibat masuknya zat-zat baru ke dalam laut, ditambah zat-zat yang sebelumnya telah ada mengakibatkan penumpukan yang membuat laut menjadi kotor dan berkurang kualitasnya sehingga berpengaruh kepada daya guna serta fungsi dari laut itu sendiri.

  Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1

  2

  2

  2

  juta km (0,3 juta km perairan teritorial dan 2,8 juta km perairan nusantara) atau 62% dari luas teritorialnya. Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati laut terbesar didunia, karena memiliki ekosistem pasir seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun yang sangat luas dan beragam (Rokhmin Dahuri 2008:1).Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati laut tersebut terancam oleh pencemaran laut yang terus meningkat di Indonesia.

  Pencemaran air merupakan masalah global utama yang membutuhkan evaluasi dan revisi kebijakan sumber daya air pada semua tingkat (dari tingkat internasional hingga sumber air pribadi dan sumur). Beberapa contoh pencemaran laut yang terjadi di Indonesia seperti penangkapan ikan dengan cara pengeboman dan trawl, peluruhan potasium yang dilakukan nelayan asal dalam maupun luar negeri yang selalu meninggalkan kerusakan dan pencemaran di lautan Indonesia.

  Komponen-komponen yang menyebabkan pencemaran laut seperti partikel kimia, limbah industri, limbah pertambangan, limbah pertanian dan perumahan, atau penyebaran organisme invasif (asing) di dalam laut yang berpotensi memberi efek berbahaya. Pencemaran laut ini terjadi hampir di seluruh pesisir lautan di Indonesia.

  Teluk Jakarta salah satu kawasan dengan pencemaran laut yang cukup parah. Warna air laut di teluk ini semakin menghitam dan sampah yang rapat mengambang di permukaan air. Kepala Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Utara menyebutkan pada wawancara awal dengan peneliti 7 November 2014 pencemaran terjadi dari hulu sampai hilir, hal itu berasal dari limbah domestik dan industri yang dibawa 13 sungai bermuara di sana. Beberapa kejadian kematian masal dari ikan-ikan di Teluk Jakarta belum diketahui penyebab pasti tetapi tidak dipungkiri bahwa kematian masal ikan-ikan berkaitan dengan tidak mencukupinya kadar oksigen terlarut untuk mendukung kehidupan biota perairan lainnya didalam perairan atau keracunan bahan tercemar lainnya. Tabel dibawah ini data, waktu, kondisi, dan lokasi kematian masal ikan di Teluk Jakarta.

  Tabel 1.1

  Waktu dan lokasi peristiwa kematian masal ikan di Teluk Jakarta Tanggal Kondisi Lokasi

  07 April 2004 Air laut berwarna Pantai Ancol meluas ke kemerahan P.Nirwana, P.Bidadari, P.Domar, P.Onrus

  30 November 2004 Air laut tenang (Pasang Muara Marina sampai duduk) dan malamnya Hotel Horison terjadi hujan,air berwarna kecoklatan (tingkat kekeruhan cukup tinggi)

  13 April 2005 Air laut keruh Hotel Horison, Pantai Festival, Pulau

  H.Mecure, Pulau Bandar Jakarta, Pantai Karnaval

  15 Juni 2005 Air laut keruh dan pada Pantai Marina, Pantai saat itu terjadi hujan lebat Festival, H.Mecure, Pulau Bandar Jakarta,

  Pantai Karnaval

  05 Agustus 2005 Air laut berwarna coklat Pulau Zukung Sekati, kemerahan, dimana P.Panggang, P.Pramuka, sample air laut di pinggir P.Karya pantai berwarna coklat, di tengah laut berwarna merah

  16 Oktober 2005 Air laut keruh, pada sore Pantai Ancol sampai (15/10) terjadi hujan Marunda deras

  Sumber : BPLHD DKI Mei 2005 Hal 2

  Masalah pencemaran laut kembali terulang dalam perairan wilayah Indonesia. Kasus kebocoran ladang minyak dan gas lepas pantai yang terjadi di Laut Timor pada tanggal 21 Agustus 2009 oleh operator kilang minyak PTT Exploration and Production (PTTEP) Australia merupakan contoh pencemaran lingkungan laut lintas batas yang melibatkan 3 negara, yaitu Indonesia, Timor Leste dan Australia.

  Kebocoran ladang minyak tersebut mencemari 16.420 kilometer persegi wilayah Indonesia dan mempunyai implikasi pada banyak hal antara lain pencemaran lingkungan laut dan biota laut, kematian terhadap organisme laut dan makhluk hidup lainnya, serta implikasi langsung pada kondisi ekonomi nelayan Indonesia yang mengandalkan penghidupan pada sektor perikanan di daerah tersebut.

  PTTEP merupakan operator kilang minyak Thailand yang berlokasi di Ladang Montara (The Montara Well Head Paltform) Laut Timor atau 200 km Pantai Kimbrley, Australia. Dari sudut kepentingan Indonesia, tumpahan minyak dengan volume 500.000 liter per hari menimbulkan efek pencemaran yang besar di wilayah perairan Indonesia, terutama di wilayah Kabupaten Rode Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua. Perlu diadakan penelitian guna mengetahui pengaruh serta kerugian yang ditimbulkan bencana ini sehingga pemerintah Indonesia dapat mengajukan klaim ganti rugi kepada PTTEP tersebut dengan tetap menjaga komunikasi diplomatik dengan Pemerintah Australia dan Thailand.(Ahdiat 2012:3)

  Status pencemaran laut di Indonesia, terutama di daerah padat penduduk, kegiatan industri, pertanian intensif dan lalu lintas pelayaran seperti di Teluk Jakarta, Selat Malaka, Semarang, Surabaya, Lhoksumawe dan Balikpapan sudah memprihatinkan. Konsentrasi logam berat Hg di di perairan Teluk Jakarta pada tahun 1977-1978 berkisar antara 0.002-0,35 ppm (BATAN,1979:32). Kemudian pada tahun 1982 tercatat antara 0,005-0,029 ppm (LONLIPI,1983:12). Sementara itu baku mutu lingkungan dalam KEPMEN KLH No.02/1988 adalah sebesar

  1

  0,003 ppm . Dengan demikian kondisi perairan Teluk Jakarta tercemar logam berat. Hal ini terjadi juga parameter BOD (Biological Oxygen Demand), COD

  )

  (Chemical Oxygen Demand , dan kandungan minyak di tiga stasiun pengamatan sekitar perairan Pelabuhan Tanjung Priok, Teluk Jakarta pada bulan Oktober 1992, juga menunjukan status tercemar (PPLH-IPB,1992). Nilai BOD berkisar antara 39-312 ppm dengan baku mutu lebih kecil dari 45 ppm. Nilai COD berkisar antara 419-416 ppm, dengan baku mutu lebih kecil daripada 80 ppm. Sedangkan kandungan minyak dipermukaan perairan berkisar antara 41,5-87,5 ppm, dengan baku mutu lebih kecil dari 5 ppm.(Rokhmin Dahuri,2008:10)

  Dampak dari pencemaran laut dan limbah telah mengakibatkan penurunan hasil tangkapan nelayan di sejumlah kawasan di Indonesia. Pencemaran perairan mempengaruhi kegiatan perikanan, karena secara tidak langsung mengurangi jumlah populasi, kerusakan habitat dan lingkungan perairan sebagai media hidupnya. Kondisi yang berpengaruh terhadap kegiatan perikanan di antaranya menurunnya kandungan oksigen dalam perairan (anoxic) yang akan menyebabkan pembatasan habitat ikan, khususnya ikan dasar dekat pantai. Eutrofikasi perairan yang menyebabkan pertumbuhan alga yang tidak terkendali (blooming alga), contohnya pada peristiwa red tides yang menimbulkan keracunan pada ikan, dan terakumulasinya limbah logam berat beracun (Hg) akan menimbulkan kematian

  

PPM atau “Part per Million” jika dibahasa Indonesiakan akan menjadi “Bagian per Sejuta Bagian” adalah pada ikan. Bila kondisi ini tidak dikendalikan, akan dapat mengurangi potensi sumber daya perikanan. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan bahwa Bpk.Kubil selaku ketua nelayan Marunda menyebutkan dalam wawancaranya pada 13 Desember 2014 bahwa dampak yang kita rasakan hanya menurunnya hasil tangkapan ikan, rajungan dan sebagainya, padahal kalau saja tidak tercemar kita dapat 10-20kg tetapi jika laut dirasa sedang tercemar paling banyak dapat 1kg.

  Pencemaran limbah ke dalam perairan dapat mempengaruhi keamanan dalam mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan. Masalah ini terjadi, akibat terkontaminasinya limbah rumah tangga yang bersifat patogen dan berbahaya (contohnya tipoid, logam beracun dan pestisida) dengan biota perairan seperti ikan dan kerang. Sektor pariwisata pesisir dan laut Indonesia juga menerima dampak dari pencemaran laut ini.

  Melihat pencemaran laut di Indonesia yang masih sangat tinggi terutama terjadi di kawasan laut sekitar dekat muara sungai dan kota-kota besar. Maka dibutuhkan suatu alat yang dapat mengontrol pihak yang melakukan pengelolaan lingkungan laut. Antara lain adalah dengan diadakannya suatu perangkat hukum yang isinya mengatur dan membantu pelestarian lingkungan laut tersebut Tingkat pencemaran laut ini telah menjadi ancaman serius bagi laut Indonesia dengan segala potensinya.

  Pencemaran laut menurut PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Maka jika telah terjadi pencemaran terhadap laut kebijakan tersebut telah mengatur dari mulai pencegahan, penanggulangan, pengawasan hingga ke pembiayaan. Seperti dalam pasal 16 ayat 1 setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dari /atau perusakan laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan atau perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya. Pedoman mengenai penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut yang sebagaimana dimaksudkan ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab. Peraturan tersebut juga menyebutkan setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan laut wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut serta biaya pemulihannya.

  Jika dilihat dari pasal 25 dijelaskan bahwa tata cara perhitungan biaya atas ganti rugi pencemaran ditetapkan oleh Menteri yang berwenang dalam hal ini kita mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam konteks penegakan hukum harus ditekankan pada pengawasan dan penerapan atau dengan ancaman, penggunaan instrumen administratif, kepidanaan atau keperdataan dicapailah penaatan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual.

  Tentu hal ini sejalan dengan prinsip undang-undang lingkungan yang kemudian sering tindak pidana lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan masalah standar baku lingkungan yang sangat minim dalam penegakan hukum selama ini.

  Pasal 1 butir 13 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) disebutkan bahwa baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

  Pasal 1 butir 15 juga disebutkan bahwa kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.

  Pencemaran laut ini terjadi hampir di seluruh pesisir lautan di Indonesia. Teluk Jakarta salah satu kawasan dengan pencemaran laut yang cukup parah. Warna air laut di teluk ini semakin menghitam dan sampah yang rapat mengambang di permukaan air. Salah satu contoh kasus pencemaran yang cukup memprihatinkan adalah di Utara ibukota Indonesia, yaitu Pantai Utara Jakarta. Wilayah perairan Teluk Jakarta berbentuk semi tertutup, namun kondisi teluk Jakarta saat ini telah menerima beban berat bahan pencemar baik berupa limbah domestik, organik, industri, logam berat maupun tumpahan minyak dari waktu ke waktu membuat khawatir karena limbah yang terdapat di teluk Jakarta telah melewati batas daya dukung Teluk Jakarta.

  ' o o o

  Perairan Teluk Jakarta terletak pada 106 21 -107 03' BT dan 5 10'- 6 10' LS dibatasi oleh Tanjung Pasir di sisi barat dan Tanjung Karawang di sisi timur.

  2 Teluk ini memiliki luas kawasan laut 514 Km dengan panjang garis pantai 76

  km, serta ke dalaman rata-rata 18 m. Terdapat 13 sungai (Sungai Angke, Bekasi, Cakung, Cidurian, Ciliwung, Cikarang, Cimancuri, Ciranjang, Cisadane, Citarum, Karawang Krukut dan Sunter) yang bermuara ke Teluk Jakarta dan membawa

  3

  3

  lebih kurang 1400 m /hari limbah padat, di mana 1100 m /limbah padat langsung masuk ke teluk ini (Suhendar I.S dan Heru D.W 2007: 3).

Tabel 1.2 Tingkat Pencemaran Teluk Jakarta

  

Derajat PERSENTASE INDEKS KEBERAGAMAN (H)

Pencemaran 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tercemar 17% 4% 17,4% 37,7% 23% 0% 4% Sangat Ringan Tercemar 48% 13% 34,8% 26,1% 27% 11,0 4% Ringan

  % Tercemar 22% 39% 29.0% 13,0% 32% 42,0 48% Sedang % Tercemar 13% 43% 18,8% 23,2% 18% 47% 39% Berat

  

Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta (2014)

  Pada tabel 1.2 tingkat pencemaran di Teluk Jakarta meningkat dari tahun ke tahun pada tahun 2014 wilayah tercemar sebesar 39% sudah tercemar berat.

  Pada tahun 2013 justru hampir setengah perairan laut tercemar sedang yaitu pada tingkat presentasi 42% dan tidak ada yang tidak tercemar. Kondisi pencemaran Teluk Jakarta ini memberikan dampak negatif untuk lingkungan sekitarnya. Dari segi lingkungan, dampak penurunan kualitas perairan Teluk Jakarta ini telah dirasakan hingga ke perairan Kepulauan Seribu yang berjarak lebih dari 50 km dari Teluk Jakarta. BPLHD Provinsi DKI Jakarta menyebutkan kualitas perairan Teluk Jakarta dirasa sangat buruk terutama pada perairan yang dekat dengan pantai (5 km dari pantai).

  Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada 28 September 2014 bahwa mayoritas masyarakat di sekitar Marunda Cilincing adalah nelayan, dengan adanya pencemaran di wilayah laut marunda jumlah tangkapan ikan nelayan semakin berkurang. Akibatnya, menurut salah seorang nelayan bernama Bapak Suparjo para nelayan di sekitar laut marunda jarang melaut karena pencemaran yang tinggi dan sulitnya menangkap ikan, hal ini berdampak pada pemasukan nelayan dan pemenuhan ekonomi nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin menurun. Hal ini berpengaruh pada tingkat kemiskinan dan kesejahteraan yang semakin rendah dari tahun ke tahun pada nelayan di sepanjang Teluk Jakarta. Selain itu, dari segi pemenuhan kebutuhan dasar juga sulit dirasak an oleh nelayan. Berdasarkan data yang peneliti dapat dari situs (beritajakarta.com) pada tanggal 14 Juni 2014 bahwa ada lima sentra nelayan yang pada wilayah laut Jakarta sudah tercemar termasuk Marunda, Cilincing, Muarabaru, Angke, dan Kapal muara. Dan ada beberapa kategori pantai yang tak layak dikunjungi sesuai berita yang dilansir (yahoo.com) pada tanggal 26 Mei

  2014 dari 10 pantai diberbagai negara pantai Marunda masuk dalam kategori pantai yang tak layak kunjung karena kontaminasi sampah dan limbah.

  Badan Pengelola lingkungan Hidup Jakarta yang dilansir dalam Kompas pada tanggal 11 Mei 2014 menyebutkan kandungan amoniak, merkuri, dan fenol di perairan pantai utara dan sekitarnya telah melebihi ambang batas baku mutu yang ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup. Pencemaran air di area teluk Jakarta juga semakin meluas, hal ini dilihat dari kandungan amoniak tertinggi mencapai 1,06 mg sedangkan normalnya untuk biota laut hanya 0,03 mg/1 dan untuk kawasan bahari 0. Kandungan merkuri tertinggi mencapai 0,056 mg dari batas normal baku mutu 0.02/1 untuk wisata bahari dan 0,001 untuk biota laut, kandungan fenol mencapai 0,010 mg/1 padahal batas normalnya untuk biota laut hanya sebesar 0,002 mg ) berdasarkan hasil uji laboratorium BPLHD penyebab kematian ikan-ikan yang merugikan para nelayan ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu fenomena alam pasang merah dan pencemaran limbah industri yang ditandai dengan adanya kandungan amoniak dan fenol yang tinggi.

  Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah laut Marunda pada tanggal 28 september 2014 kondisi tanah di Marunda Pulo pada umumnya adalah tanah berwarna hitam yang didominasi oleh pasir laut. Saat ini kondisi tanah mengalami pencemaran yang cukup parah baik yang berada di daratan maupun di perairannya.Hal ini menjadi salah satu sebab rusaknya ekosistem di wilayah ini, misalnya pohon bakau yang tinggal beberapa batang, daratan yang terus-menerus mengalami penurunan permukaannya dan punahnya binatang-binatang yang

  Peneliti juga melihat kondisi airnya tidak lebih baik dari daratannya, banyaknya sampah yang mengotori perairan ditambah dengan limbah industri yang berada di wilayah ini mengakibatkan air yang berada di permukaan dan air tanahnya sudah tidak layak untuk kehidupan biota laut. Permasalahan yang terjadi terkait pencemaran diwilayah tersebut sejumlah nelayan di sekitar Cilincing Jakarta Utara, mengeluhkan penurunan hasil tangkapan ikan yang diduga akibat pencemaran. Salah seorang nelayan bermana Bpk.Jumani menyebutkan dalam wawancaranya pada 27 Desember 2014 akibat pencemaran limbah tersebut, ikan, kepiting, udang, dan bahkan kerang hijau yang sengaja dibudidayakan nelayan tidak sedikit yang di temukan mati mengambang.

  Air laut ketika sedang tercemar berwarna coklat pekat dan pinggiran pantai Marunda Pulo banyak sampah plastik, kayu, dan kertas yang mengapung di laut. Kadar oksigen terlarut (DO) dan (BOD) mengalami penurunan pada saat pasang sedangkan pada waktu surut kadar BOD cenderung meningkat terutama di muara Cilincing, Marunda dan Bekasi. Sementara DO hampir tidak ada perubahan kecuali di beberapa tempat seperti seperti Muara Karang, Angke dan Cengkareng.

  Secara umum kondisi DO dan BOD di muara sungai sepanjang pantai Teluk Jakarta berada di bawah baku mutu dan tidak layak untuk mendukung kehidupan ikan dan biota laut didalamnya, maka tidak mengherankan dikawasan pantai dalam radius kurang dari 5km sering terjadi kematian ikan massal.

  Berbagai kasus-kasus pencemaran selama ini tak pernah diselesaikan dengan tuntas, apalagi sampai menyeret pencemarnya secara serius ke pengadilan. dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pencemaran secara khusus yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap orang, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan pencemaran/kerusakan laut. Selain itu, PP Nomor 19 Tahun 1999 juga mengisyaratkan bahwa setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak hanya wajib melakukan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan, namun wajib pula melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya, melakukan pemulihan mutu laut tersebut.

  Ketentuan pidana pada UU PPLH merupakan tidak pidana kejahatan, salah satunya tindak pidana baku mutu lingkungan diatur dalam pasal 98 yakni: (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). (3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

  Pasal diatas memberi makna bahwa lingkungan hidup yang ada ini harus dilakukan upaya perlindungan dan pengelolan, dengan memperhatikan batas atau kadar baku mutu lingkungan yang ada, supaya daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan seimbang, sehingga pada akhirnya tercipta pembangunan berkelanjutan lingkungan hidup dalam menjaga keberlangsungan kehidupan manusia serta makhluk lain.

  Hal ini dikarenakan berbagai pihak tersebut tidak lepas dari ketidakmampuan dalam mengkoordinasikan pengelolaan terpadu lintas batas (transboundary management). Dengan berbagai persoalan yang terjadi dalam pembahasan sebelumnya yaitu :

  Pertama terkait dengan kurang optimalnya perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengendalian laut untuk mempertahankan mutu laut sehingga kerusakan pesisir dan laut semakin meluas akibat rusaknya hutan mangrove, penumpukan sampah limbah rumah tangga dilaut, warna air laut yang berubah karena tercemar.

  Kerusakan semakin luas, disebabkan laut dan pesisir juga tercemar berbagai limbah seperti limbah organik, limbah anorganik, surfaktan, pestisida, zat kimia beracun, dan sedimentasi. Jumlah dan jenis pencemaran cenderung bertambah. Kawasan pesisir dan laut yang tinggi tingkat kerusakan dan pencemarannya adalah kawasan industri, pelabuhan, dan wisata.

  Kemudian kedua kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang sehingga memunculkan celah-celah pelanggaran terhadap pencemaran lingkungan hidup.

  Ketiga lemahnya penegakan hukum dari pihak yang berwenang sehingga dengan tidak tegasnya pemerintah dalam menindak pelaku pengerusakan sumber daya alam menyebabkan pencegahan terhadap kerusakan sumber daya alam sulit dilakukan.

  Keempat kurangnya sosialisasi kebijakan pengendalian pencemaran yang dilakukan kepada masyarakat. Seperti pelaksanaan edukasi, pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

  Pada hakikatnya sumber daya alam harus dijamin kelestariannya antara lain dengan tetap mempertahankan lingkungan laut, kondisi yang menghubungkan bagi hakikat laut, juga sistem pengelolaan dalam mengupayakan sumber daya alam yang ada. Maka dengan hal itu dengan masalah yang telah diungkapkan dalam latarbelakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana ‘’Implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

  

1999 tentang Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut yang

terjadi di wilayah laut Marunda Jakarta Utara

  .’’

  1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan hasil observasi di lapangan, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

  1. Kurang optimalnya perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengendalian laut untuk mempertahankan mutu laut. Sehingga terjadi penurunan kualitas air laut dari ringan, sedang hingga berat.

  2. Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam mencegah pencemaran dan/atau perusakan laut

  3. Lemahnya penegakan hukum atas pelanggaran yang menyebabkan pencemaran laut terus berulang.

  4. Kurangnya sosialisasi kebijakan pengendalian pencemaran yang dilakukan kepada masyarakat. Seperti pelaksanaan edukasi, pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

  1.3 Batasan Masalah

  Penelitian ini hanya dibatasi mengenai implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut di lokasi penelitian kawasan pesisir laut Marunda Jakarta Utara

  1.4 Rumusan Masalah