BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HENDRIK B BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial

  dengan bentuk pemerintahan republik dan sistem politk demokrasi, yaitu suatu sistem politik berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam sistem politik demokrasi berada di tangan rakyat, rakyat memiliki hak, kewajiban, kesempatan, bebas berbicara, bebas mengungkapkan pendapat serta bebas berekspresi dan bebas berkarya tanpa harus dibatasi ataupun dihalangi dan berhak mengemukakan pendapat dalam mengatur kebijakan pemerintahan yang berlaku dalam negara. Pelaksanaan sistem pemerintahan di Indonesia dipimpin oleh seorang presiden dan wakil presiden, sesuai dengan sistem politik demokrasi, pemimpin tersebut dipilih secara langsung melalui pemilihan umum yaitu proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.

  Dasar hukum pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017, sejak bergulirnya era reformasi sampai saat ini selalu mengalami perubahan. Setiap perubahan Undang-Undang pemilu selalu dilakukan sebelum penyelenggaraan pemilu dengan alasan sebagai hasil evaluasi penyelenggaraan pemilu pada periode sebelumnya. Perubahan udang-undang pemilu juga selalu dilakukan dalam satu paket perubahan dengan Undang-Undang penyelenggara pemilu dan Undang-Undang partai politik, paket perubahan Undang-Undang ini juga biasa disebut paket perubahan Undang- Undang politik. Pemilu secara demokratis oleh rakyat Indonesia baru dapat terlaksana pada tahun 1999, akan tetapi pelaksanaan yang di cita-citakan sesuai pilihan hati secara langsung, umum, bebas, jujur ,dan adil baru terlaksana di tahun 2004. Penyelenggaraan pemilu tahun 2004 dinilai cukup berhasil oleh banyak kalangan. Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasioanal, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berkembang. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningakatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik. Menurut Neumann (dalam bud iardjo . 2008: 404) menyatakan bahwa : “Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempun yai pandangan yang berbeda”.

  Partai politik sendiri pada dasarnya adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, karena melalui partai politik maupun organisasi dapat menjadi sarana/alat bagi warga negara untuk menyampaikan aspirasi dan kehendaknya. Oleh karena itu partai politik memiliki peranan yang penting dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Partai politik berperan sebagai wakil dari masyarakat untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya, juga berperan dalam penyalur aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada pemerintah untuk bisa mempengaruhi kebijakan yang akan diambil pemerintah benar-benar sesuai dan sejalan dengan keinginan rakyat. Akan tetapi masih bisa kita lihat bahwa fungsi partai politik sebagai sarana memperjuangkan kepentingan politik, dalam hal ini dipergunakan sebagai jembatan untuk menyalurkan kepentingan-kepentingan politik individu menurut Budiardjo (2008:404).

  Menurut (Azwar,2017:10) dalam jurnal komunikasi, media dan

  

informatika , Tahun 2017 setidaknya ada lima stasiun televisi nasional yang secara

  langsung dimiliki oleh Ketua Partai Politik yaitu MNC TV, Global TV, RCTI dan iNews TV (Hary Tanoesoedibjo Ketua Umum Partai Perindo) dan Metro TV (Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasional Demokrat). Sementara itu ada satu grup lembaga penyiaran yaitu Viva Grup (ANTV dan TV One) yang dimiliki politisi senior Partai Golkar. Permasalahan kepemilikan stasiun televisi oleh politisi tersebut adalah menurunnya nilai demokrasi di Indonesia. Hal ini karena sejatinya media televisi adalah tempat untuk menayangkan produk jurnalistik yang menyuarakan suara rakyat, kini beralih pada media yang menjadi corong suara partai politik tertentu. Media yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi kini berubah menjadi media kehumasan (public relation) bagi partai politik tertentu.

  Fenomena ini tentu saja sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Rasyid (2013:25) dalam jurnal komunnikasi, media dan informatika yang menyatakan bahwa:

  “Media massa dapat menjadi sarana persuasi yang efektif dan efisien karena bisa menjangkau massa yang menjadi target publikasi dengan waktu cepat dan biaya yang relatif murah. Peluang ini tentu saja menggiurkan bagi berbagai kalangan yang berkepentingan. Televisi merupakan media massa yang paling komunikatif dan paling digemari masyarakat. Televisi dianggap mampu memberi kesan sebagai penyampai pesan secara langsung antara komunikator (pembawa acara atau pengisi acara) dan komunikan (pemirsa) ”.

  Penggunaan media televisi sangatlah penting dalam proses kampanye dan sosialisasi politik modern, hal itu terbukti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait partai yang paling banyak mendapat dukungan publik, dilakukan pada 25 Februari- 5 Maret 2012 Nasional Demokrat naik ke posisi keempat dengan perolehan suara 5,9 % dibandingkan survei sebelumnya Nasional Demokrat hanya mendapatkan suara sebanyak 1,6 % saja. Hubungan antara politisi dan selebriti memang telah terlihat sejak lama. Keduanya terlibat dalam hubungan saling membutuhkan dan saling menguntungkan. McNair (dalam jurnal boer,visi

  komunkasi . 2014:301) , membedakan antara selebriti dan pahlawan, dimana

  pahlawan dikenal karena sepak terjangnya membela kepentingan orang banyak melalui kemampuan dirinya (self capability) karena itu ia adalah big man, tetapi seorang selebriti justru dikenal berkat liputan media, karena itu disebut dengan big name.

  Golkar adalah salah satu partai yang paling banyak menggunakan selebriti dalam kampanye politik. Total artis yang paling banyak digunakan Golkar yaitu sebanyak 200 artis dikontrak untuk keliling Indonesia dengan dana kampanye sebanyak 5 Miliar. Oleh karena itu, sudah menjadi rahasia umum jika hampir semua partai politik menggunakan cara-cara instan untuk merebut perhatian publik. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengamati pemberitaan televisi selama tiga bulan yang menghasilakn bahwa terdapat enam stasiun televisi dianggap melanggar etika karena menayangkan iklan secara tidak proporsional salah satunya terkait partai politik.

  Tabel 1.1 Spot Iklan Partai Politik di 5 Stasiun Televisi Nasional

  Stasiun televisi Spot Iklan Partai Sendiri Spot Iklan Partai Lain MNC TV 297

  9 RCTI 290 Global TV 297 TV One 393 ANTV 298

  Sumber : Boer (2014 :302) Aturan terbaru tentang massa kampanye telah diatur dalam Undang-Undang

  Nomor 7 Tahun 2017,dimana partai politik hanya dibolehkan melakukan kampanye di media massa selama 21 hari dan itupun harus difasilitasi oleh KPU.

  Undang-Undang ini belum berfungsi seara efektif terbukti dengan masih adanya iklan partai politik yang masih melakukan kampanye di media massa, seperti partai Persatuan Indonesia yang mendapat surat peringatan dari Bawaslu dengan kasus penayangan iklan partai pada stasiun televisi yang dimiliki oleh ketua partai politiknya. Fenomena ini tentu saja mencederai demokrasi karena frekuensi sejatinya milik publik kini beralihfungsi menjadi media untuk propaganda bagi partai politik. Ketika televisi sudah menjadi alat propaganda partai politik, tentu saja terjadi monopoli informasi karena televisi hanya dimiliki beberapa orang saja. Selain itu, politisi-politisi yang tidak memiliki televisi, tentu harus mengeluarkan ongkos yang besar untuk membayar televisi jika dipergunakan sebagai media kampanye. Dengan demikian media tidak lagi menjadi pilar demokrasi tetapi menjadi alat untuk membunuh demokrasi itu sendiri.

  Tabroni (2014;49) Sejarah perkembangan partai politik di Indonesia sangat mewarnai perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena partai politik merupakan gambaran Dari wajah peran rakyat dalam percaturan politik Nasional atau dengan kata lain merupakan cerminan tingkat partisipasi politik masyarakat. Kehidupan partai politik sejak kemerdekaan, ditandai dengan bermunculannya banyak partai. Semakin banyak partai politik memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan hak-haknya serta menyumbangkan kewajibanya sebagai warga negara.Ketika publik dibuat bingung oleh hasil quick count lembaga survey pada pilpres 2014, banyak yang bertanya, mana lembaga survey yang benar. Ketika media massa memihak salah satu partai politik masyarakat bingung, mengapa media menjadi begitu partisan. Media elektronk khususnya televisi yang menggunakan ranah publik tidak malu-malu memberitakan hal-hal yang tidak seimbang hanya untuk kepentingan bisnis dan politik sekelompok orang.

  Tumbuhnya beragam partai politik pasca reformasi menyebabkan berkembangnya proses kampanye yang terjadi di masyarakat. Persaingan partai politik yang jumlahnya sangat banyak membuat setiap partai politik membuat kreasi yang menarik dalam mencari perhatian publik. Tabroni (2014:1) Ketika Undang-Undang menghendaki terjadinya one man one vote maka apa yang harus dilakukan partai politik adalah berusaha menjual partainya ke publik agar bisa dianggap menarik dan layak dipilih oleh publik.

  Budiardjo (2008:369) Tingkat partisipasi yang rendah pada umunya di anggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian pada masalah kenegaraan. Dikhawatirkan bahwa jika berbagai pendapat dalam masyarakat tidak di kemukakan, pemimpin Negara akan kurang tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat, dan cenderung melayani kepentingan beberapa kelompok saja. Pada umumnya partisipasi yang rendah di anggap menunjukan legitimasi yang rendah pula.

  Berdasarkan pernyataan dan teori di atas maka apabila partisipasi politik Dari tahun ketahun berkurang maka akan bahaya bagi dunia perpolitikan yang ada di Indonesia. Bentuk partisipasi politik yang lain selain pemilu yaitu mengikuti suatu rapat umum, demonstrasi, diskusi politik di lingkungan keluarga dan masyarakat, serta mengikuti pertemuan-pertemuan yang formal sifatnya. Untuk memperbaiki keterlibatan masyarakat dalam partisipasi politik itu maka masyarakat Indonesia khususnya generasi muda harus di berikan terlebih dahulu keyakinan bahwa politik itu sebernya bersih dan yang bikin kotor adalah para aktivis didalamnya. Heywood (dalam Budiardjo,2008:16) menjelaskan bahwa :“Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas Dari gejala konflik dan kerja sama”.

  Banyaknya partai politik yang mengikuti pemilu membuat persaingan dalam memperebutkan suara pemilih sangatlah ketat. Masyarakatpun semakin sulit menentukan pilihan, karena itu partai politik harus mengkomunikasikan dengan cara memperkenalkan dan mensosialisasikan diri ke masyarakat secara intensif dan terus menerus. Sarana sosialisasi yang dipilih adalah iklan di media massa, karena kemampuan media massa dalam memberikan informasi sangat efektif. Upaya komunikasi ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi pemilih dan dengan demikian mengurangi ketidakpastian, akan tetapi belakangan ini peran media massa di Indonesia banyak dimanfaatkan oleh partai politik yang mempunyai atau memiliki media massa untuk berkampanye di media massa yang dimilikinya. Pada saat ini seharusnya media massa berperan sebagai kontrol sosial dan dapat memfungsikan diri sebagai lembaga yang strategis untuk melakukan pendidikan politik dan dapat meningkatkan partsipasi pemilih khususnya pemilih pemula. Namun demikian menarik dikaji bagaimana peran kepemilikan media massa oleh politikus meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

  Masalah di atas mendasari keinginan peneliti untuk meneliti sejauh mana peran partai politik dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat setelah beberapa kali melihat di media massa. Mengingat isi Dari media televisi tersebut mencoba untuk mempengaruhi khalayak agar memilih partai politik tersebut.

  Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini difokuskan pada peran partai politik pemilik media televisi dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

  Dasar pemikiran inilah yang menjadikan motivasi peneliti untuk mengungkap kondisi yang terjadi di lapangan, sehingga dalam penelitiannya peneliti mengambil judul “Pengaruh Kepemilikan Media Televisi Oleh Tokoh Partai Politik Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Di Kecamatan Purwokerto Timur” .

B. Rumusan Masalah

  Penelitian ini diharapkan mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka penulis merasa perlu untuk merumuskan apa yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini. Dari latar belakang masalah diatas maka secara umum dapat dirumuskan masalah sebagai berikut ” Seberapa Besar

  Pengaruh Kepemilikan Media Televisi Oleh Tokoh Partai Politik Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Kecamatan Purwokerto Timur ? “.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Untuk mengetahui Pengaruh Kepemilikan Media Televisi Oleh Tokoh Partai Politik Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Kecamatan Purwokerto Timur. Adapaun manfaat dari penelitian ini yaitu :

  1. Manfaat Teoritis Penelitian yang di lakukan ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi peneliti dan berbagai pihak, serta memberikan gambaran secara lengkap mengenai bagaimana pengaruh media Televisi oleh partai politik untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

  2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, antara lain: a. Bagi Masyarakat Masyarakat bisa mengetahui sejauh mana peran partai politik pemilik media televisi yang bermanfaat untuk menumbuhkan sikap partisipasi mereka dalam kehidupan berpolitik dan bisa menbah wawasan mereka tentang bagaimana cara berpartisipasi yang baik di dalam politik.

  b. Bagi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Memeberikan pengetahuan tentang pengaruh kepemilikan media massa oleh tokoh politik terhadap partisipasi politik masyarakat untuk menambah referensi dalam pembelajaran tentang ilmu politik.

  c. Bagi Peneliti Peneliti bisa mengetahui secara langsung sejauh mana peran media televisi yang dimiliki oleh partai politik dalam meningkatkan partisipasi politik pemilih serta dapat menemukan fenomena baru di dalam penelitiannya.

  d. Bagi pemilik media televisi Pemilik media bisa mengetahui sebarapa besar peran media televisi dalam memberikan pendidikan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat.