7 BAB II TINJAUAN TEORI

  1. Persalinan a Definisi Persalinan adalah suatu rangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hamper cukup bulan, setelah itu disusul dengan pengeluaran plasenta. ( Sondakh, 2013) Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang ditandai dengan adanya pelunakan servik, kontraksi yang teratur dan adanya lendir darah. ( Prawihardjo, 2009 ) Persalinan pervaginam merupakan pengeluaran hasil konsepsi (janin) melalui vagina, persalinan pervaginam bisa disebut juga persalinan spontan yaitu persalinan yang berasal dari kekutan ibu sendiri dengan umur kehamilan cukup bulan presentasi kepala dan tidak ada komplikasi pada ibu dan bayinya.Persalinan pervaginam tidak hanya persalinan spontan saja tetapi dengan menggunakan vacuum ekstraksi, forcep.

  Dengan demikian pengertian persalinan adalah suatu rangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi dan disusul dengan lahirnya plasenta, serta ditandai dengan adanya pelunakan servik, lendir darah, dan kontraksi yang teratur.

  b. Sebab-sebab mulainya persalinan Menurut Sondakhsebab mulainya persalinan adalah sebagai berikut :

  1) Penurunan kadar progesterone Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone menurun sehingga timbul his.

  2) Teori Oxytocin Pada akhir kehamilan kadar oxytocine bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.

  3) Keregangan Otot

  • –otot Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarka isinya.Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot rahim makin rentan.

  4) Pengaruh Janin Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupanya juga memegang peranan oleh karena itu pada anencepalus kehamilan sering lebih lama dari biasanya.

  Prostaglandin yang dihasilkan oleh deciduas, disangka menjadi salahsatu sebab permulaan persalinan.Hasil dari percobaan menunjukan bahwa prostaglandin F2 yang diberikan secara intravena, intra dan extraaminal menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dala air ketuban maupun darah perifer paa ibu hamil sebelum melahirkan atau selama persalinan.

  c. Faktor - faktor dalam persalinan Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan (Sondakh,2013) : 1) Power

  Power adalah tenaga yang dikeluarkan oleh ibu dalam persalinan yaitu kontraksi uterus atau his dari tenaga mengejan ibu. His merupakan kontraksi otot-otot rahim yang timbul dari tenaga mengejan ibu. Tenaga mengejan ibu adalah tenaga yang terjadi dalam proses persalinan setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah. Jadi power dalam persalinan sangat penting sekali karena akan mempegaruhi yang lainnya.

  a) Pembagian His Menurut fisiologisnya, jenis his ada 4 macam yaitu his pembukaan, his pelepasan plasenta, dan his pengiring (Sondakh, 2013).

  (1) His pembukaan His yang menimbulkan pembukaan servik sampai terjadi pembukaan 10 cm.

  (2) His Pengeluaran His yang mendorong bayi keluar, his ini biasanya disertai dengan keinginan mengejan, sangat kuat, teratur, simetris, dan terkoordinasi bersamam antara his kontraksi perut, kontraksi difragma, serta ligament.

  His dengan kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.

  (4) His Pengiring Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim akan terjadi dalam beberapa jam atau hari.

  2) Passage merupakan yang mempengaruhi proses persalinan yaitu berupa jalan lahir yang akan dilalui oleh bayi. a) Jalan Lahir Lunak yaitu meliputi servik, vagina, dan otot rahim.

  b) Jalan lahir keras yaitu jalan lahir yang berupa tulang yang ada pada daerah panggul.

  3) Passenger yaitu dari janinnya,

  d. Tahapan Persalinan 1) Kala I / Kala Pembukaan

  Dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan servik menjadi lengakap. Berdasarkan kemajuan pembukaan maka kala I dibagi menjadi 2 fase yaitu;

  1) Fase Laten yaitu fase pemukaan yang sangat lambat adalah dari 0-3 cm pembukaan yang membutuhkan waktu kurang lebih 8 jam

  2) Fase aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat yang terbagi lagi menjadi : a) Fase Accelerasi (Fase Percepatan) dari dalam 2 jam b) Fase Dilatasi Maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm yang dicapai dalam 2 jam c) Fase Deselarisasi, ( kurangnya Percepatan) dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm selama 2 jam. 3) Kala II Dimulai dari pembukaan lengkap ( 10 cm ) sampai keluarnya janin. Proses ini berlansung 2 jam.

  Tanda dan Gejala kala II persalinan :

  a) Ibu mempunyai dorongan untuk meneran

  b) Ibu merasa adanya tekanan pada anus

  c) Perineum menonjol

  d) Vulva anus membuka 4) Kala IV

  Masa 1 sampai 2 jam setelah plasenta lahir. Dalam klinik, atas pertimbangan- pertimbangan praktisi masih diakui adanya kala IV persalinan masa setelah lahir adalah dimulainya masa niifas.

  e. Mekanisme Persalinan Tahap-tahap mekanisme persalinan menurut Manuaba (2010), abtara lain :

  1) Kepala terfiksasi pada PAP, kepala janin terfiksasi pada PAP sebelum persalinan dengan kepala janin oksiput miring kanan / kiri, kedepan atau kebelakang.

  Hicks, ketegangan dinding abdomen dan ketegangan ligamentum rotundum.

  2) Desensus ( Penurunan Kepala ) Penurunan kepala janin yang mengarah ke simpisis, pada saat ini tekanan pada kepala janin oleh jalan lahir dan kekuatan his dan mengejan menimbulkan bahaya yang dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian.

  3) Fleksi Dagu dibawah lebih dekat kearah dada janin diameter sub occipito bregmatika (9,5 ) menggantikan diameter occipito Frontal (11 cm)

  4) Putaran paksi dalam Merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala bentuk jalan lahir khusunya untuk bidang tengah dan pintu bawah panggul selalu bersamaan dengan masuknya kepala dan tidak terjadi kepala ke hodge III kadang-kadang baru sampai setelah kepala sampai didasr pintu panggul.

  5) Ekstensi Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai didasar panggul terjadilah kepala janin ekstensi, UUK dibawah simpisis.

  6) Ekspulsi Setelah kepal ekstensi, terjadilah ekspulsi kelahiran kepala berturut-turut mulai dari uub, dahi, muka dan dagu.

  7) Restitusi / putaran paksi luar Setelah kepala lahir muka kepala akan kembali kearah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam dan f. Jenis Persalinan

  Menurut Benson Jenis persalinan dibagi 2 yaitu : 1) Persalinan pervaginam

  Persalinan pervaginam merupakan jenis persalinan melalui jalan lahir ( vagina ), baik persalinan spontan dan persalinan dengan tindakan ( vacuum/forcep ) 2) Persalinan Perabdominal

  Persalinan perabdominal merupakan jenis persalinan dengan cara melakukan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

  Seksio caesaria merupakan jenis persalinan dengan cara melakukan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut ( obstetric operatif, 2003) 1) Indikasi seksio sesarea

  a) Indikasi Mutlak (1) Indikasi Ibu

  (a) Panggul sempit absolute (b) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi

  (c) Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi (d) Stenosis servik atau vagina (e) Plasenta previa (f) Disprroporsi sefalopelvik (g) Rupture uteri membakat (a) Kelainan letak (b) Gawat janin (c) Prolapsus plasenta (d) Perkembangan bayi yang terhambat (e) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia b) Indikasi relatif (1) Riwayat seksio saesaria sebelumnya (2) Presentasi bokong (3) Distosia (4) Fetal distress (5) Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes (6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu (7) Menurut Eastman untuk janin yang gemeli seksio saesaria dianjurkan :

  (a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (b) Bila terjadi interlock (c) Distosia oleh karena tumor (d) IUFD ( Intra Uterine Fetal Death )

  2) Kontraindikasi Seksio Saesaria

  a) Janin mati

  b) Syok

  c) Anemia berat

  d) Kelainan congenital berat

  e) Infeksi piogenik pada dinding abdomen

  f) Minimnya fasilitas operasi seksio saesaria 3) Persiapan Praoperasi a) Persiapan pasien (1) Pemeriksaan Praoperasi

  (a) Pemeriksaan praoperasi merupakan hal yang mutlak dalam setiap operasi. Berikut hal-hal yang perlu diperiksa sebelum operasi dilaksanakan : (1) Anamnesis pasien (2) Pemeriksaan fisik ( menilai system kardiovaskular dan respirasi pasien ) (3) Pemeriksaan penunjang yaitu urinalisis,

  EKG, hitung darah lengkap, kreatinin, elektrolit, glukosa darah, tes sel sabit, X- foto thorax dan golongan darah. (4) Konsultasi dengan ahli anestesi untuk mendiskusikan persiapan yang akan dilakukan

  (2) Informed consent lisan maupun tulisan.

  (3) Puasa (4) Pemberian antibiotik (5) Persiapan kulit yaitu berupa pencukuran rambut yang tujuannya untuk mempermudah operasi, memperjelas lapangan operasi dan menjamin plester penutup luka dapat melekat dengan baik.

  (6) Persiapan vagina berupa vaginal scrub dengan povidion-iodin dapat dilakukan karena menurunkan risiko endometritis pascaoperasi. (7) Persiapan kandung kencing dan ureter dengan kateterisasi (8) Persiapan kamar dan alat operasi (9) Persiapan tim operasi yaitu operator, asisten operator, paramedic piñata alat operasi, ahli anestesi atau perawat anestesi

  4) Jenis

  • – jenis operasi seksio sesaria Jenis jenis operasi seksio saesaria ada 4 jenis (Mochtar, 1998) yaitu :

  a) Seksio saesaria klasik (kolporal) yaitu insisi vertical pada korpus uteri diatas segmen bawah uterus dan mencapai fundus uterus.

  (1) Indikasi vesika urinaria untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena ada perlekatan akibat pembedahan seksio sasaria sebelumnya, adanya mioma yang menempati segmen bawah uterus atau keganasan. (b) Janin besar dengan letak lintang

  (c) Plasenta previa dengan insersi plasenta pada dinding depan segmen bawah rahim.

  (2) Kelebihan (a) Mengeluarkan janin lebih cepat (b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik (c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal (Muchtar, 1998)

  (3) Kekurangan (a) Infeksi mudah menyebar (b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan (Muchtar, 1998) b) Seksio saesaria servikalis rendah, dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen bawah rahim

  ( low cervical transversal ) (Rasjidi, 2009).

  (1) Kelebihan (b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik (c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga perioteneum

  (d) Perdarahan kurang (e) Rupture spontan lebih kecil

  (2) Kekurangan (a) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga menyebabkan perdarahan yang banyak

  (b) Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi c) Seksio ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis tidak membuka kavum abdominal (Muchtar, 1998)

  5) Komplikasi dan efek persalinan seksio saesaria

  • – Kompilikasi utama pada persalinan seksio saesaria adalah kerusakan organ organ seperti vesika urinaria saat berlangsungnya operasi. Kematian ibu lebih besar pada persalinan sksio saesaria daripada persalinan pervaginam (Rasjidi, 2009). Takipneu sesaat bayi baru lahir lebih sering terjadi pada persalinan seksio saesaria dan kejadian trauma pun tidak dapat disingkirkan. Risiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah plasenta previa, solusio plasenta, plasenta trias komplikasi pada bayi meliputi asfiksia, tarauma persalinan dan infeksi.(Manuaba, 2010).

  2. Asfiksia Neonaturum

  a. Definisi Asfiksia neonaturum adalah merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.Sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asma arang dalam tubuhnya.

  Asfiksia adalah hipoksi yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian (Prawihardjo, 2006). Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segaera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini meungkin berkaitan denagan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009). Dengan demikian Asfiksia merupakan suatu keadaan bayi baru lahir dimana yang mengalami kegagalan bernafas secara teratur dan spontan setlah lahir.Bayi baru lahir yang asfiksia diawali dengan mengalami hipoksia dan hiperkapus serta diakhiri dengan asidosis.

  b. Patofisiologi Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada saat antepartum, intrapartum dan pascapartum saat tali pusat dipotong.Hal ini bertambah berat.

  1) Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer.

  2) Setelah waktu singkat, asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai usaha bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak terjadi.

  3) Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah 100 x/menit. frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal, jantung pun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama. 4) Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea terminal.

  5) Terjadi penurunan pH yang hampir linier sejak asfiksia. Apnea primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal.

  c. Etiologi Faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain : 1) Ibu

  a) Preeklamsi dan eklamsia

  b) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plaseta) c) Partus lama atau partus macet

  d) Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

  e) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan ) 2) Faktor bayi

  a) Bayi premature ( sebelum kehamilan 37 minggu kehamilan )

  b) Persalinan dengan tindakan ( sungsang, bayi kembar, distosia bahu, vacuum ekstraksi, ekstraksi forcep) c) Kelainan bawaan (konginetal)

  d) Keadaan tali usat : lillitan tali pusat, simpul tali pusat, prolaps tali pusat dan tali pusat pendek d. Diagnosis

  Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut : 1) Denyut jantung

  Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120-160 kali permenit; selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.

  Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.

  2) Mekonium didalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi dan harus meningkatkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

  3) Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.Darah janin ini diperiksa pH-nya.Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2, hali itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis. Dengan diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan dan kelahiran bayi yang telah meninjukan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonaturum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Manuaba,2013).

  e. Klasifikasi dan tanda gejala Menurut Nany (2010), klasifikasi serta tanda dan gejala asfiksia meliputi :

  1) Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3) Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera.

  Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat meliputi :

  a) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit

  b) Tidak ada usaha nafas

  c) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

  d) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan e) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu

  f) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut selama atau sesudah persalinan 2) Asfiksia sedang (APGAR 4-6 )

  Pada asfiksia sedang, tanda dan gejalamuncul meliputi :

  a) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit

  b) Usaha napas lambat

  c) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik

  d) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang

  e) Bayi tampak sianosis

  f) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses perslinan 3) Asfiksia Ringan ( APGAR 7-10 )

  Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang muncul meliputi : a) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit b) Bayi tampak sianosis

  c) Adanya retraksi sela iga

  d) Bayi merintih

  e) Adanya pernapasan cuping hidung

  f) Bayi kurang aktivitas

  g) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif.

  f. Penatalaksanaan Bayi baru lahir dalam apneu primer dapat memulai pola pernafasan biasa, walaupun tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus, bayi baru lahir dalam apneu sekunder tidak akan bernapas sendiri, pernapasan buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apneu sekunder.

  Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (skuele) yang mungkin timbil dikemudian hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi untuk mengatasi asfiksia adalah Prinsip dasar resusitasi dalah :

  1) Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida berjalan lancar.

  2) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan lemah.

  3) Melakukan koreksi terhadap asidosis yng terjadi 4) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

  1) Cara resusitasi

  a) Tindakan umum (1) Pengawasan suhu

  Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh ini akan mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Hal ini kan mempersulit keadaan bayi, apalagi bila bayi menderita asfiksia berat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang baik segera setelah lahir harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas dari kulit. Pemakaian sinar lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar data dianjurkan dan pengeringan tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi pervorasi.

  (2) Pembersihan jalan nafas Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.Tindakan ini harus dilakukan dengan cermat dan tidak perlu tergesa- gesa atau kasar.Perlu diperhatikan pula saat itu bahwa letak kepala harus lebih lendir kental yang melekat di trakea dan sulit dikeluarkan dengan pengisap biasa, dapat digunakan laringoskopneonatal sehingga pengisap dapat dilakukan semaksimalnya, terutama pada bayi dengan kemungkinan infeksi. Pengisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan menimbulkan penyakit seperti spasme laring, kolaps paru atau kerusakan sel mukosa jalan nafas.

  (3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas 20 detik setelah lahir mengalami depresi pusat pernafasan.Dalam hal ini rangsangan bayi harus segera dilakukan.

  Pada sebagian besar bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan melalui nasofaring akan segera menimbulkan rangsangan pernafasan.

  Pengaliran oksigen yang cepat ke dalam mukosa hidung dapat pula merasangan reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila tindakan ini tidak berhasil tidak berhasil beberapa cara cara stimulasi lain perlu dikerjakan. Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achiles atau memberikan vitamin K terhadap bayi tertentu.Hindarilah pemukulan di daerah bokong atau pungung bayi untuk mencegah terjadinya perdarahan organ dalam. Bila tindakan tersebut tidak berhasil, cara lain pun tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Dalam hai ini tindakan utama ialah memperbaiki ventilasi. Perlu dikemukakan bahwa melakukan kompresi dinding toraks untuk menimbulkan tekanan negative dalam rongga dada tidak akan bermanfaat pada paru bayi yang belum berkembang.

  Tindakan ini mungkin akan menimbulkan kerusakan parunya sendiri atau perdarahan hati.

  Tindakan umum tersebut dilakukan pada setiap bayi baru lahir, bila tindakan umum tidak berhasil maka dilakukanlah tindakan khusus.Cara yang dikerjakan disesuaikan dengan dengan beratnya asfiksia yang diderita oleh bayi yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor Apgar.

  a) Asfiksia berat ( skor Apgar 0-3) Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dikerjakan.Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan oksigen dengan tekanan dan intermiten.Cara yang terbaik adalah dengan melakukan intubasi endotrakeal.Setelah kateter diletakan dalam trakea, oksigen diberikan tekanan tidak lebih dari 30 cm H2O. Hal ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya inflasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi rupture alveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara yang mengandung oksigen tinggi ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa. Bila diragukan akan timbulnya infeksi, terhadap bayi yang mendapatkan tindakan ini dapat diberikan antibiotika profilaksis. Keadaan asfiksia berat hampir selalui disertai dengan asidosis, karena itu bikarbonas diberikan dengan dosis 2

  • –4.Disamping itu diberikan pula glukosa 15
  • –20% dengan dosis 2-4 ml/kgbb.Kedua obat ini disuntikan secara intravena dengan perlahan-perlahan melalui vena umbilikalis. Perlu diperhatikan bahwa reaksi optimal obat-obatan ini akan tampak jelas apabila pertukaran gas paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernafasan (gasping) biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali.Bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernafasan atau frekuensi jantung, masase jantung eklsternal harus segera dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.tindakan ini dilakukan dengan diselingi ventilasi bersamaan mungkin akan terjadi komplikasi berupa pneumotoraks atau pneumomediasttinum. Bila tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan, bayi harus dinilai kembali, yaitu karena hal ini mungkin disebabkan ol;eh gangguan keseimbangan asam-basa yang belum dikoreksi dengan baik atau adanya kemungkinan gangguan organic seperti hernia difragmantika, atresia atau stenosis jalan nafas dan lain-lain.

  b) Asfiksia Sedang (skor Apgar 4

  • –6)
Dalam hal ini dapat delakukan stimulasi agar timbul reflex pernafasan.Bila dalam waktu 30 -60 detik tidak timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif harus segera dimulai.Ventilasi aktif yang sederhana dapat dilakukan secara frog breathing.Cara ini dikerjakan dengan meletakan kateter oksigen intranasal dan oksigen dialirkan dengan aliran 1

  • –2 / menit.agar saluran nafas bebas, bayi diletakan dalam posisi dorsofleksi kepala. Secara ritmis dilakukan gerakan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20 kali / menit.tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding torax dan abdomen.Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut.Ventilasi ini dihentikan bila setelah 1
  • –2 menit tidak dicapai hasil yang diharapkan.Dalam hal ini segera dilakukan ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung. Ventilasi ini dapat dikerjakan dengan 2 cara, yaitu ventilasi mulut ke mulut atau ventilasi kantong ke masker. Sebelum ventilasi dikerjakan, ke dalam mulut bayi dimasukan

  plastic pharyngeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke

  depan agar jalan nafas tetap berada dalam keadaan bebas. Pada ventilasi mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dengan oksigen, ventilasi dilakukan pernafasan spontan.( Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2007; hal 1072 )

  b. Hubungan Jenis Persalinan dengan Asfiksia Neonaturum Faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia salah satunya yaitu jenis persalinan, baik persalinan pervaginam maupun persalinan perabdominal.Hal ini berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Fahrudin bahwa ada hubungan persalinan perabdominal dengan kejadian asfiksia neonaturum, sedangkan persalinan dengan menggunakan vacuum ekstraksi tidak ada hubungan dengan kejadian asfiksia neonaturum. Penelitian lain juga yang dilakukan oleh gilang bahwa terdapat hubungan persalinan letak sungsang pervaginam dengan kejadian asfiksia neonaturum. Persalinan letak sungsang pervaginam memiliki resiko 0,1 kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan letak sungsang perabdominal. Asfiksia neonaturum dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan jenis persalinan apapun, khususnya pada persalinan pervaginam.Pada persalinan pervaginam dapat terjadi asfiksia pada neonatus karena adanya penekan saat mekanisme persalinan berlangsung yaitu engagement, penurunan kepala, fleksi, rotasi dalam, ekstensi, rotasi luar dan ekspulsi. Pada saat terjadinya mekanisme persalinan ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu prolapsus tali pusat, partus lama dan terjadinya partus lama yang akan menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin yang menyebabkan tidak ada saluran udara yang akhirnya menyebabkan asfiksia neonaturum. Persalinan seksio saesaria merupakan jenis persalinan dengan cara membuat sayatan pada diding uterus melalui dinding depan perut. Persalinan seksio caesaria dilakukan atas indikasi tertentu baik indikasi dari keadaan ibu dan sama seperti halnya dengan persalinan seksio caesaria yang merupakan tindakan yang diambil oleh tim medis. Pada persalinan seksio saesaria memiliki komplikasi dan efek terhadap ibu dan janin, komplikasi yang akan terjadi pada bayinya yaitu akan mengalami takipneu, perdarahan intracranial, komplikasi tersebut akan sangat mempengaruhi sirkulasi oksigen yang dialirkan pada bayi sehingga bayi akan mengalami kekurangan oksigen. Komplikasi tersebut dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor dari keadaan

ibu dan bayi yang memiliki komplikasi / masalah. Selain itu diakibatkan dari anestesi yang digunakan dalam persalinan perabdominal, sehingga dengan adanya masalah pada ibu dan bayinya serta dari proses persalinannya pun akan menggangu suplai oksigen ke janin untuk

  B. Kerangka Teori Kerangka teori adalah penjabaran dari tinjauan teori serta disusun untuk memecahkan masalah penelitian (Notoatmodjo, 2010).Beberapa faktor yang dapatmenyebabkanasfiksiayaitudari faktor ibu, faktor bayi.Faktoribu yang menyebabkanterjadinyaasfiksiaadalah preeclampsia / eklampsia, persalinandengantindakan(wiknjosastro, 2008 ). Selain itu dari bayi juga dapat mempengaruhi asfiksia yaitu bayi premature, jenis persalinan, kelainan bawaan, air bercampur mekonium, lilitan tali pusat, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat dan tali pusat menumbung (wiknjosastro, 2008)

  Faktor ibu : a Preeklamsi/eklamsi b Plasenta previa/solusio plasenta Jenis persalinan c :persalinan pervaginam, persalinan perabdominal

  Asfiksia

  Factor bayi : a Bayi Prematur b Kelaianan Letak c Air ketuban bercampur mekonium d Lilitan tali pusat e Tali pusat pendek f Simpul tali pusat g Prolapsus tali pusat Keterangan : : faktor yang tidak diteliti : faktor yang diteliti

Gambar 2.1 KerangkaTeori

  ( Wiknjosastro 2007,Manuaba 2008 )