BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA STIKER SEPEDA MOTOR DI WILAYAH PURBALINGGA DAN PURWOKERTO MARET-APRIL 2014 - repository perpustakaan

9

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang bahasa khususnya kajian tindak tutur direktif sebelumnya
sudah pernah dilakukan oleh Hendryx Luandhow Yudhokusumo nim 0701040095
tahun 2012 dengan judul penelitian “Tindak Tutur Direktif dalam Bahasa Militer
TNI-AD di Korem 071 Wijayakusuma Sokaraja Banyumas”. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan makna tindak tutur direktif dalam
bahasa militer di Korem 071 Wijayakusuma Sokaraja Banyumas. Data penelitian ini
adalah tuturan yang digunakan oleh anggota TNI-AD yang berada di jajaran Korem
071 Wijayakusuma Sokaraja Banyumas yang mengandung tuturan direktif dalam
bahasa militer. Sumber datanya adalah anggota TNI-AD yang berada di jajaran
Korem 071 Wijayakusuma Sokaraja Banyumas. Tahap pengumpulan data
menggunakan metode simak dan teknik yang digunakan dalam rangka melaksanakan
metode tersebut adalah teknik sadap, teknik rekam sebagai teknik dasar, teknik Simak
Bebas Libat Cakap (SBLC), dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. Tahap analisis
data menggunakan metode kontekstual dengan menggunakan model analisis
interaktif. Analisis tersebut terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu: reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
bentuk tuturan direktif dalam bahasa militer terdapat enam wujud yaitu: (1) tuturan
requestives (meminta dan memohon), (2) tuturan question (bertanya), (3) tuturan
requirements (memerintah dan mengatur), (4) tuturan

prohibitive (melarang,

membatasi), dan (5) tuturan permissives (membolehkan, mengizinkan), dan (f)

9
Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

10

tuturan advisories (menasihati, memperingatkan), sedangkan makna tuturan ada dua
yaitu tuturan direktif sebagai ilokusi dimaksudkan agar mitra tutur melakukan suatu
tindakan dan tuturan direktif sebagai perlokusi dimaksudkan agar orang lain mengerti
efek atau pengaruh dari tuturan tersebut.
Selain itu, penelitian serupa juga dilakukan oleh Dyan Agustin Embriani nim
0701040095 tahun 2011 dengan judul penelitiannya “Tindak Tutur Direktif dalam

Wacana Novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira .W”. Tujuan penelitian ini
untuk mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur direktif dalam wacana novel Cinta
Menyapa dalam Badai Karya Mira W. Data penelitian ini adalah tuturan yang
digunakan dalam novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira .W yang
mengandung tuturan direktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukannya
tindak tutur direktif pada wacana novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira .W
meliputi (1) tindak tutur direktif memaksa, (2) tindak tutur direktif mengajak, (3)
tindak tutur direktif meminta, (4) tindak tutur direktif mendesak, (5) tindak tutur
direktif menyuruh, (6) tindak tutur direktif memohon, (7) tindak tutur direktif
menyarankan. Dalam novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira W juga
ditemukan tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.
Dengan demikian, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Stiker
Sepeda Motor di Wilayah Purbalingga dan Purwokerto Maret-April 2014” yang
bertujuan untuk mendeskripsikan jenis tindak tutur direktif yang terdapat dalam
wacana stiker sepeda motor. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian
sebelumnya yaitu meneliti tentang tindak tutur direktif, tetapi berbeda datanya. Data
yang digunakan pada penelitian Hendryx Luandhow Yudhokusumo adalah tuturan

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014


11

yang mengandung tindak tutur direktif dalam bahasa militer TNI-AD di Korem 071
Wijayakusuma Sokaraja Banyumas. Tuturan yang digunakan dalam bahasa militer
TNI-AD di Korem 071 Wijayakusuma Sokaraja Banyumas adalah tuturan yang
hanya dikenal atau dipakai oleh kalangan militer. Tuturan tersebut sangat singkat dan
diakronimkan, sehingga anggota TNI harus menguasai bahasa yang digunakan di
kalangan militer dan berbicara sesuai dengan konteksnya agar tidak terjadi salah
paham. Selain itu, pada tuturan ini tanggapan dari mitra tutur diberikan secara
langsung, sedangkan data penelitian Dyan Agustin Embriani adalah tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif dalam wacana novel Cinta Menyapa dalam Badai
karya Mira .W. Tuturan pada wacana novel cukup panjang dan biasanya tergambar
unsur konteks seperti waktu, tempat, dan orang yang terlibat dalam pembicaraan,
serta mitra tutur juga memberikan tanggapan secara langsung, sehingga lebih
memudahkan dalam pemahaman makna dan informasi yang disampaikan. Pada
penelitian ini data yang digunakan adalah tuturan yang mengandung tindak tutur
direktif dalam wacana stiker sepeda motor. Tuturan yang digunakan dalam stiker
sepeda motor ini cukup singkat dan untuk memahami maksudnya, konteks harus
dipahami dan dianalisis secara mutlak. Selain itu, mitra tutur tidak langsung

memberikan tanggapan percakapan tetapi hanya perilaku.

B. Fungsi Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam suatu masyarakat yang
berupa sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer dan konvensional. Senada dengan
pendapat Kridalaksana (2011:24) bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama,

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

12

berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki fungsi yang penting
dalam kehidupan manusia, terutama fungsi komunikatif.

Dalam peristiwa

komunikasi, bahasa dapat menampilkan fungsi secara bervariatif. Secara umum,
bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu
fakta, mempengaruhi orang lain, bercerita dan sebagainya. Hal ini senada dengan

fungsi bahasa menurut Vestergaard dan Schroder (dalam Rani, 2004:20-23) dibagi
menjadi tujuh, yaitu:

1. Fungsi Ekspresif
Fungsi ekspresif bahasa mengarah pada penyampai pesan. Artinya, bahasa
didaya-gunakan untuk menyampaikan ekspresi penyampai pesan (komunikator).
Fungsi bahasa tersebut biasanya digunakan untuk mengekspresikan emosi, keinginan,
atau perasaan penyampai pesan. Bentuk bahasa yang digunakan untuk menyampaikan
ekspresi penyampai pesan misalnya meminta maaf, memohon, mengungkapkan rasa
gembira, dan sejenisnya. Jadi, fungsi bahasa secara ekspresif digunakan untuk
mengungkapkan ekspresi seorang penutur kepada lawan tutur.
Contoh:
(1) Aduh..kepalaku sakit!
(2) Oh… bahagianya rasa hatiku!
Kalimat (1) dan (2) di atas merupakan contoh pemakaian fungsi ekspresif.
Kalimat-kalimat tersebut digunakan untuk mengekspresikan emosi, keinginan dan
perasaan penutur. Kalimat (1) disampaikan oleh penutur dengan maksud
mengeluhkan rasa sakit pada kepalanya. Kalimat (2) adalah contoh ungkapan rasa
bahagia. Jadi, ungkapan-ungkapan ini muncul sebagai ekspresi penutur.


Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

13

2. Fungsi Direktif
Fungsi direktif berorientasi pada penerima pesan. Dalam hal ini bahasa dapat
digunakan untuk mempengaruhi orang lain, baik emosinya, perasaannya, maupun
tingkah lakunya. Selain itu, bahasa juga dapat digunakan untuk memberi keterangan,
mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan lain-lain
termasuk tindak tutur direktif. Dalam hal ini fungsi direktif berorientasi pada lawan
tutur yang mendapatkan pengaruh, baik secara emosi, perasaan, maupun tingkah
lakunya. Jadi, bahasa digunakan untuk mempengaruhi orang lain supaya melakukan
sesuatu yang diminta melalui tuturan meminta, memerintah, dan sebagainya.
Contoh:
(3) Hapuslah air matamu yang membasahi pipi itu.
(4) Silakan, minum!
Contoh kalimat (3) dan (4) merupakan contoh penggunaan fungsi direktif.
Fungsi direktif pada contoh diatas tercermin pada kata kerja yang memiliki makna
perintah. Pada kalimat (3) kata hapuslah mencerminkan kata kerja yang memiliki
makna perintah. Penutur memerintah lawan tutur menghapus air matanya yang

membasahi pipi. Kemudian, pada contoh kalimat (4) kata silakan merupakan kata
kerja yang memberikan izin kepada lawan tutur untuk minum.

3. Fungsi Informasional
Fungsi informasional bahasa berfokus pada makna. Fungsi bahasa tersebut
digunakan

untuk

menginformasikan

sesuatu.

Bahasa

disampaikan

dengan

mengandung makna tertentu. Makna ini terkandung dalam suatu informasi yang ingin


Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

14

disampaikan oleh penutur. Fungsi informasional digunakan untuk melaporkan,
mendeskripsikan, menjelaskan, dan mengonfirmasikan sesuatu. Contoh:
(5) Kata atau kosakata merupakan unsur bahasa yang sangat penting dalam sebuah
naskah atau tulisan. Dalam kosa kata itulah terkandung makna dan gagasan yang
diungkapkan penulis.
Contoh di atas merupakan penggunaan fungsi informasional. Pada contoh itu,
informasi atau ide yang dipentingkan. Makna kalimat-kalimat di dalam wacana itu
menjadi fokus dalam wacana tersebut. Jadi, pada contoh di atas fungsi informasional
digunakan untuk menginformasikan atau menjelaskan tentang kata atau kosa kata
yang merupakan unsur bahasa yang penting dalam sebuah naskah atau tulisan. Selain
itu, dalam kosakata juga mengandung makna dan gagasan yang disampaikan penulis.

4. Fungsi Metalingual
Fungsi metalingual bahasa berfokus pada kode. Dalam fungsi tersebut, bahasa
digunakan untuk menyatakan sesuatu tentang bahasa. Jadi, kode bahasa dipilih untuk

menyatakan sesuatu tentang bahasa. Dalam hal ini bahasa digunakan untuk
melambangkan kode yang lain. Berikut contoh penggunaan fungsi metalingual
bahasa:
(6) Bahan bakar fosil (misalnya minyak bumi, gas alam, batu bara) bila dibakar
menghasilkan SO2 dan NOx sebagai penyebab utama keasaman air hujan.
Penghasilan SO2 dan NOx terbesar adalah pembangkit listrik dan industri yang
menggunakan batu bara sebagai bahan bakar SO2 dan NOx itu juga dilepaskan
oleh kendaraan di jalan.
Pada contoh di atas mengandung unsur lambang dari lambang bahasa yaitu
SO2 dan NOx. Lambang SO2 berarti sulfur oksida dan NOx berarti nitrogen oksida.
Kedua lambang itu mengacu pada zat yang banyak dihasilkan dalam pembakaran. Ini
berarti kode bahasa dapat digunakan untuk melambangkan kode yang lain. Jadi,

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

15

fungsi metalingual bahasa berfokus pada kode yang digunakan untuk menyatakan
sesuatu tentang bahasa.


5. Fungsi Interaksional
Fungsi interaksional bahasa berfokus pada saluran. Fungsi interaksional
bahasa digunakan untuk mengungkapkan, mempertahankan dan mengakhiri suatu
kontak komunikasi antara penyampain pesan dan penerima pesan. Fungsi bahasa ini
menekankan/mementingkan interaksi antarpenutur. Fungsi interaksional bahasa
tampak dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi tersebut lebih ditekankan pada
komunikasi yang tidak berhadapan langsung (tatap muka), misalnya percakapan
dalam telepon berikut ini:
(7) Deni : “Mas, bukunya sudah saya kirim, sudah sampai atau belum?”
Doni : “Oh ya, sudah Den. Terimakasih ya.”
Deni :” Sama-sama Mas.”
Fungsi interaksional merupakan penggunaan bahasa yang memiliki hubungan
timbal-balik atau interaksi antara penyapa dan yang disapa. Fungsi bahasa tersebut
menekankan atau mementingkan interaksi antarpenutur. Fungsi bahasa secara
interaksional tampak pada contoh percakapan melalui telepon di atas. Contoh di atas
termasuk contoh penggunaan fungsi interaksional bahasa. Dalam percakapan di atas
terjadi interaksi (timbal balik) antara Deni dan Doni, sehingga percakapan tersebut
termasuk penggunaan bahasa yang berfungsi interaksional.

6. Fungsi Kontekstual

Fungsi kontekstual bahasa berfokus pada konteks pemakaian bahasa. Fungsi
tersebut berpedoman bahwa suatu ujaran harus dipahami dengan mempertimbangkan

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

16

konteksnya. Dengan alasan bahwa suatu ujaran yang sama akan berbeda maknanya
apabila benda dalam konteks yang berbeda. Salah satu alat bantu untuk menafsirkan
berdasarkan konteks adalah dengan mempertimbangkan penanda-penanda kohesi dan
acuan (reference) yang digunakan dalam suatu situasi komunikasi. Jadi, makna suatu
ujaran dapat diketahui dengan memahami konteks dan acuan yang digunakan.
Contoh :
(8)Ini apa?
Contoh di atas merupakan penggunaan fungsi bahasa kontekstual. Acuan kata
ini pada contoh di atas sangat tergantung pada konteks. Makna kata ini tergantung
pada objek yang ditunjuk pada saat orang tersebut berkata. Acuan yang digunakan
misalnya kata ini menunjuk rumah maka kata ini pada kalimat tersebut mengacu pada
sebuah tempat yakni rumah. Jadi, apabila yang ditunjuk oleh kata ini pada sebuah
kalimat itu berbeda, maka makna kalimat juga akan menyesuaikan dengan hal yang
ditunjuk.

7. Fungsi Puitik
Fungsi puitik bahasa berorientasi pada kode dan makna secara simultan.
Maksudnya, kode kebahasaan dipilih secara khusus agar dapat mewadahi makna yang
hendak disampaikan oleh sumber pesan. Unsur-unsur seni, misalnya ritme, rima, dan
metafora merupakan bentuk dari fungsi puitik bahasa. Contoh kalimat: (9) Tua-tua
keladi, makin tua makin menjadi. Kalimat tersebut merupakan contoh penggunaan
fungsi puitik. Bentuk ujaran ini lebih menekankan kode kebahasaan dan makna
sekaligus. Setiap penutur bahasa Indonesia yang mempunyai kemampuan yang

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

17

memadai akan memahami arti ujaran itu meskipun makna ujaran itu tidak
berhubungan sama sekali dengan bentuk ujarannya. Kata-kata yang dipilih pada
contoh itu hanya mempertimbangkan “persamaan bunyi” (rima) semata-mata, bukan
pada makna kata-katanya.
Berdasarkan uraian tentang fungsi bahasa di atas, penelitian ini menggunakan
fungsi direktif. Penelitian tentang tindak tutur direktif dalam wacana stiker sepeda
motor ini termasuk penggunaan bahasa yang berfungsi direktif karena berorientasi
pada penerima pesan. Bahasa itu digunakan untuk mempengaruhi orang lain, baik
emosi, perasaan, maupun tingkah lakunya. Fungsi bahasa dalam hal ini adalah bahasa
yang tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan
sesuai dengan yang diinginkan atau yang diminta oleh pembicara. Jadi, fungsi bahasa
yang digunakan adalah fungsi direktif yang dinyatakan dalam tindak tutur.

C. Pragmatik
Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan
untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (Arikunto, 2010:2). Menurut Yule
(2006:5) pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik
dan pemakaian bentuk-bentuk itu. Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam
situasi-situasi tertentu terutama dalam memusatkan perhatian pada ragam cara yang
merupakan wadah aneka

konteks sosial

performansi

bahasa

yang dapat

mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Selain itu, Wijana (1996:1) menjelaskan
bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajarai bahasa secara
eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi.

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

18

Sementara itu, Leech (1993:5) menyatakan bahwa pragmatik menyelidiki makna
dalam konteks penggunaan bahasa. Jadi, berdasarkan pendapat para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan ilmu tentang penggunaan bahasa
untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan
keadaan pembicaraan.

1. Pengertian Tindak Tutur
Menurut Yule (2006:82) tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang
ditampilkan lewat tuturan. Tindak tutur digunakan karena pada dasarnya seseorang
dalam mengucapkan ekspresi itu, ia tidak hanya berekspresi tetapi ia juga
mengucapkan sesuatu. Searle (dalam Rohmadi, 2004: 29) menyatakan bahwa tindak
tutur merupakan produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu yang
dapat berwujud pertanyaan, pernyataan, perintah, atau yang lainnya. Dalam tindak
tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Setiap tindak tutur
yang diucapkan oleh seseorang mempunyai makna tertentu yang dapat berupa
permintaan, permohonan, keluhan, pujian, undangan atau janji. Jadi, tindak tutur
adalah tindakan yang yang ditampilkan lewat tuturan.
Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang
mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Tindak tutur ini lebih dilihat pada
makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Misalnya kalimat Di sini panas sekali!
dapat memiliki bermacam arti di berbagai situasi berbeda. Bisa jadi, si penutur hanya
menyatakan fakta keadaan udara saat itu, meminta orang lain membukakan jendela
atau menyalakan AC, atau bahkan keluhan. Jadi, tindak tutur dapat digunakan untuk

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

19

menyatakan sesuatu, melakukan sesuatu, atau bahkan memberikan efek atau
pengaruh terhadap lawan tutur.

2. Bentuk-Bentuk Tindak Tutur
Searle (dalam Wijana, 1996:17-21) mengemukakan bahwa secara pragmatis
setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur.
Tindakan itu yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act),
tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak lokusi adalah tindakan untuk
menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi digunakan tidak hanya untuk menyatakan sesuatu
tetapi juga melakukan sesuatu. Kemudian, tindak perlokusi merupakan tindakan yang
mempunyai daya pengaruh atau efek bagi lawan tutur.

a. Tindak Lokusi
Lokusi adalah bentuk ujaran untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusi yang
mengaitkan suatu topik dengan keterangan dalam suatu ungkapan (Austin dalam
Tarigan, 2009:100). Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something.
Menurut Searle (dalam Wijana,1996:17-18) tindak lokusi ialah tuturan yang dianggap
paling mudah untuk didefinisikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat
dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan dalam situasi tutur. Contoh :
(10) Ikan paus adalah binatang menyusui
(11) Jari tangan jumlahnya lima
Kalimat (10) dan (11) merupakan contoh tindak lokusi. Kalimat-kalimat tersebut
diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa
tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
Informasi yang diutarakan pada kalimat (10) adalah termasuk jenis binatang apa ikan

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

20

paus itu. Pada kalimat (11) informasi yang diutarakan adalah berapa jumlah jari
tangan. Berdasarkan kalimat tersebut informasi yang diperoleh bahwa ikan paus
adalah binatang menyusui dan jari tangan jumlahnya lima.

b. Tindak Ilokusi
Ilokusi adalah suatu bentuk ujaran yang tidak hanya berfungsi untuk
mengungkapkan informasi tentang sesuatu, namun juga dipergunakan untuk
melakukan sesuatu (Tarigan, 2009:100). Menurut Searle (dalam Wijana, 1996:18-19)
sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu,
dapat juga berfungsi untuk melakukan sesuatu. Jika hal ini terjadi, tindak tutur yang
terbentuk adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing
Something. Tindak lokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus
mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu
terjadi, dan sebagainya.
Contoh:
(12) Ada anjing gila
(13) Ujian sudah dekat
Tuturan pada kalimat (12) tidak hanya menginformasikan sesuatu, tetapi juga
melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan. Kalimat di atas biasa
ditemui dipintu pagar atau di bagian depan rumah pemilik anjing tidak hanya
berfungsi untuk menyampaikan informasi, tetapi untuk memberi peringatan. Tuturan
itu jika ditujukan kepada pencuri,tuturan itu mungkin pula diutarakan untuk menakutnakuti. Kalimat (13) bila diucapkan oleh seorang guru kepada muridnya, mungkin
bermaksud untuk memberi peringatan lawan tutur (murid) mempersiapkan diri. Bila
diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya kalimat tersebut dimaksudkan untuk

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

21

menasihati agar lawan tutur tidak hanya bepergian menghabiskan waktu secara siasia.

c. Tindak Perlokusi
Perlokusi adalah suatu bentuk ujaran yang pengungkapannya dimaksudkan
untuk mempengaruhi lawan bicara. Dalam hal ini, suatu ujaran yang diungkapkan
oleh seseorang sering mempunyai daya pengaruh atau efek bagi lawan bicaranya.
Tindak tutur ini disebut The Act of Affecting Someone. Menurut Searle (dalam
Wijana, 1996:19-20) sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali
mempunyai daya pengaruh, atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya
pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya.
Contoh:
(14) Kemarin saya sangat sibuk.
Kalimat di atas merupakan contoh tindak perlokusi. Tindakan ini apabila
disampaikan akan memiliki daya pengaruh tertentu kepada lawan tutur. Bila kalimat
tersebut diutarakan oleh seseorang tidak dapat menghadiri pertemuan atau undangan
rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk
memohon maaf. Penutur memohon maaf kepada lawan tutur karena tidak bisa
menghadiri undangannya. Perlokusi (efek) yang diharapkan adalah orang yang
mengundang dapat memakluminya.

3. Jenis-Jenis Tindak Tutur
Menurut Searle (dalam Yule, 2006:92-94) tindak tutur dibagi menjadi lima
jenis yaitu:

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

22

a. Representatif
Representatif ialah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran
atas hal yang dikatakannya, misalnya menyatakan, melaporkan, menunjukkan dan
menyebutkan. Menurut Yule (2006:92) representatif adalah jenis tindak tutur yang
menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta,
penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Jadi, tindak tutur representatif ialah
tindak tutur yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, misalnya
pemberian saran, pemberian pernyataan, pelaporan, pengeluhan dan sebagainya.
Contoh tindak tutur representatif adalah:
(15) Gubernur Jateng meresmikan gedung baru ini.
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur representatif sebab mengandung
maksud untuk menyampaikan informasi yang penuturannya terikat oleh kebenaran isi
tuturan tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan yang diucapkan itu
memang fakta dan dapat dibuktikan di lapangan. Contoh di atas disampaikan oleh
penutur dengan memegang tanggung jawab atas kebenaran dari ucapannya. Dalam
hal ini penutur menyampaikan kepada lawan tutur bahwa Gubernur Jateng telah
meresmikan gedung baru. Jadi, tuturan tersebut dapat dibuktikan tentang benar atau
tidaknya bahwa Gubernur Jateng telah meresmikan gedung baru.

b. Direktif
Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh
orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi
keinginan penutur (Yule, 2006:93). Ibrahim (1993:27) menjelaskan tindak tutur
direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

23

mitra tutur. Tindak tutur ini meliputi perintah, meminta, melarang, menyarankan,
menasihati, membolehkan, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian menurut para
ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif ialah tindak tutur yang
dimaksudkan oleh penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan
dalam tuturan itu.
Contoh:
(16) Jangan sentuh buku ini!
(17) Pergi!
Contoh (16) termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif sebab tuturan itu
berfungsi melarang. Kalimat tersebut termasuk tuturan direktif larangan yang ditandai
dengan penggunaan kata jangan. Tuturan itu dimaksudkan penuturnya agar lawan
tutur melakukan tindakan yang disampaikan penutur yakni jangan menyentuh buku.
Jadi, penutur melarang lawan tutur untuk tidak menyentuh buku yang ditunjuk oleh
penutur. Pada kalimat (17) merupakan tuturan direktif memerintah. Dalam hal ini
penutur menyuruh lawan tutur pergi.
Menurut Ibrahim (1993:28-33) tindak tutur direktif dibagi menjadi:
1) Requestives
Tindak tutur direktif requestives mengekspresikan keinginan penutur sehingga
mitra tutur melakukan sesuatu. Di samping itu, requestives mengekspresikan maksud
penutur sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang terekspresikan ini sebagai
alasan (bagian dari alasan) untuk bertindak. Tuturan yang termasuk dalam tindak
tutur direktif requestives yaitu tuturan meminta, mengemis, memohon, menekan,
mengundang, mendoa, mengajak, dan mendorong. Berikut ini contoh tindak tutur
requestives:
(18) Tolong datang ke rumah saya.

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

24

(19) Saya minta di antar ke pasar.
(20) Mohon sabar menunggu giliran.
(21) Ayo lari pagi.
Kalimat-kalimat tersebut merupakan bentuk tuturan requestives. Pada contoh kalimat
(18) merupakan contoh tuturan meminta. Tuturan meminta tersebut ditandai dengan
penggunaan kata tolong yang menyatakan tindakan permintaan. Apabila tuturan
tersebut disampaikan oleh seorang atasan kepada bawahannya, maka penutur
bermaksud meminta lawan tutur untuk datang kerumahnya. Kalimat (19) termasuk
tuturan meminta yang dilakukan oleh seorang penutur secara langsung kepada lawan
tutur. Apabila tuturan itu disampaikan oleh seorang penumpang kepada tukang becak
maka penutur bermaksud meminta lawan tutur mengantarkannya ke suatu tempat
yaitu pasar. Pada kalimat (20) diidentifikasi sebagai tuturan memohon yang secara
langsung disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur. Jika tuturan tersebut
disampaikan oleh panitia pembagian sembako kepada masyarakat maka penutur
memohon lawan tutur untuk sabar menunggu giliran. Pada tuturan memohon
biasanya lazim juga ditandai dengan penggunaan partikel –lah pada tuntutan, seperti
bersabarlah, sedangkan kalimat (21) termasuk tuturan mengajak yang ditandai
dengan penggunaan kata ayo. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seseorang
kepada temannya untuk mengajak lari pagi.

2) Question
Tindak tutur direktif question (pertanyaan) merupakan request (permohonan)
dalam kasus khusus, khusus dalam pengertian bahwa apa yang dimohon adalah mitra
tutur memberikan kepada penutur informasi tertentu, misalnya tuturan bertanya. Pada
tuturan bertanya ini penutur meminta informasi kepada lawan tutur. Dengan

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

25

perkataan lain, penutur menanyakan sesuatu kepada lawan tutur mengenai suatu hal.
Jadi, dalam tuturan ini lawan tutur dituntut untuk memberikan jawaban atas
pertanyaan penutur. Contoh tindak tutur question:
(22) Guru
: “Siapa yang tidak masuk hari ini?”
Siswa
: “Tono, Pak!”
(23) Apakah kamu sudah makan?
Contoh di atas termasuk bentuk tuturan question bertanya. Pada contoh (22)
adalah percakapan antara guru dengan murid. Contoh tuturan bertanya ini ditandai
dengan kata tanya siapa. Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru yang
menanyakan kepada muridnya siapa yang tidak berangkat sekolah pada hari itu.
Kemudian, tuturan pada contoh (23) juga termasuk tuturan question bertanya yang
ditandai dengan penggunaan kata tanya apakah. Apabila tuturan tersebut disampaikan
oleh seorang ibu kepada anaknya maka penutur bermaksud menanyakan pada lawan
tutur apakah sudah makan atau belum. Hal tersebut dilakukan sebagai tanda perhatian
orang tua kepada anaknya.

3) Requirements
Requirements

(perintah)

adalah

tindakan

penutur

mengekspresikan

maksudnya sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang diekspresikan oleh
penutur sebagai alasan untuk bertindak, dengan demikian ujaran penutur dijadikan
sebagai alasan penuh untuk bertindak. Tuturan yang termasuk tuturan requirements
adalah tuturan memerintah, mensyaratkan, mendikte, dan sebagainya. Tuturan
memerintah ini digunakan untuk menyuruh lawan tutur melakukan sesuatu. Biasanya
tuturan memerintah ditandai dengan penggunaan kata atau ungkapan yang bermakna
perintah. Dalam tuturan perintah dapat disampaikan secara langsung maupun tidak
langsung menggunakan tuturan deklaratif maupun introgatif (Rahardi,2005:94).

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

26

Contoh:
(24) Jagalah Kebersihan!
(25) Coba matikan komputernya!
(26) Saya akan membelikanmu sepatu asalkan nilai ujianmu bagus.
Contoh-contoh di atas termasuk tuturan requirements memerintah. Kalimat
(24) diidentifikasi sebagai tuturan memerintah yang ditandai dengan kata jagalah
yang bermakna perintah. Jika kalimat tersebut disampaikan oleh penjaga kantin
kepada pengunjung maka penutur bermaksud memerintah lawan tutur untuk menjaga
kebersihan. Pada kalimat (25) juga merupakan contoh tuturan memerintah. Kalimat
(25) disampaikan penutur dengan menggunakan penanda kesantunan coba. Penutur
menyampaikan kalimat tersebut dengan maksud memerintah lawan tutur mematikan
computer, sedangkan kalimat (26) merupakan tuturan mensyaratkan. Apabila
disampaikan oleh seorang ayah berarti tuturan tersebut berfungsi mensyaratkan
anaknya harus mendapatkan nilai ujian yang bagus jika ingin dibelikan sepatu.

4) Prohibitives
Prohibitives (larangan) adalah tindakan penutur melarang mitra tutur
malakukan sesuatu, misalnya tuturan melarang atau membatasi. Tuturan melarang
disampaikan supaya orang lain tidak mengerjakan sesuatu. Tuturan larangan ini
biasanya ditandai dengan penggunaan kata atau ungkapan yang bermakna melarang.
Dalam hal ini kata yang sering digunakan adalah kata jangan yang menyatakan
tindakan melarang (Rahardi, 2005:109). Contoh tuturan direktif melarang yaitu:
(27) Warning! Dilarang kentut sembarangan.
Kalimat (27) termasuk contoh tuturan prohibitives melarang. Tuturan tersebut
disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur untuk tidak melakukan tindakan seperti

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

27

yang diujarkan oleh penutur. Tuturan Dilarang kentut sembarangan termasuk tuturan
melarang yang ditandai dengan kata dilarang. Apabila tuturan itu disampaikan oleh
penutur kepada lawan tutur dengan maksud untuk melarang lawan tutur kentut
sembarangan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga sopan santun dalam bergaul
dengan sesama. Tindakan kentut sembarangan termasuk tindakan yang tidak sopan
dan melanggar norma kesopanan.

5) Permissives
Permissives (pemberian izin) adalah mengekpresikan kepercayaan penutur
dan maksud penutur sehingga mitra tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung
alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu.
Alasan yang jelas untuk menghasilkan permissives adalah dengan mengabulkan
permintaan izin atau melonggarkan pembatasan yang sebelumnya dibuat terhadap
tindakan tertentu. Tuturan yang termasuk tuturan permissives adalah tuturan
membolehkan, menyetujui, atau membiarkan. Tuturan mengizinkan biasanya ditandai
dengan pemakain kata silakan. Contoh tuturan direktif mengizinkan adalah:
(28) Saya perbolehkan kalian pergi.
(29) Silakan diminum kopinya!
Tuturan (27) adalah contoh bentuk tuturan membolehkan. Tuturan
membolehkan

tersebut

disampaikan

secara

langsung

oleh

penutur

untuk

membolehkan lawan tutur. Bila kalimat itu dituturkan seorang ayah kepada anakanaknya yang akan pergi main, maka maksud tuturan tersebut disampaikan seorang
ayah untuk membolehkan anak-anaknya pergi main. Pada contoh kalimat (28) juga
merupakan tuturan memberikan izin yang ditandai dengan kata silakan yang berarti

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

28

mengizinkan. Kalimat tersebut jika disampaikan oleh seseorang kepada tamu yang
dating kerumahnya, maka penutur bermaksud memberikan izin kepada lawan tutur
untuk meminum kopi yang sudah disuguhkan.

6) Advisor
Advisor ialah apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa
mitra tutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan sesuatu
merupakan hal yang baik untuk kepentingan mitra tutur. Tuturan yang termasuk
dalam tindak tutur direktif advisor misalnya, tuturan menasihati atau menyarankan,
memperingatkan. Pada tuturan advisor mengimplikasikan adanya alasan khusus
sehingga tindakan yang disarankan merupakan gagasan yang baik. Dalam tuturan
memperingatkan petutur mempresumsi adanya suatu sumber bahaya atau kesulitan
bagi mitra tutur. Contoh tuturan direktif advisor sebagai berikut.
(30) Beni belajar yang rajin, agar menjadi orang pintar.
(31) Kamu sebaiknya jangan mudah emosi.
(32) Ingat!!! Tuhan maha tau.
Kalimat (30) dan (31) merupakan contoh tindak tutur direktif advisor
menasihatkan. Kalimat (30) bila dituturkan oleh seorang ayah kepada anaknya pada
saat belajar di rumah berarti ayah sedang menasihati anaknya supaya belajar dengan
rajin agar menjadi orang yang pintar. Pada kalimat (31) disampaikan oleh penutur
dengan maksud menasihati lawan tutur untuk bisa menahan emosinya dalam
menghadapi masalah, sedangkan pada kalimat (32) merupakan contoh tuturan
memperingatkan yang disampaikan secara langsung. Tuturan memperingatkan ini
ditandai dengan kata peringatan ingat. Kalimat tersebut disampaikan oleh penutur

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

29

dengan maksud memperingatkan lawan tutur supaya ingat dengan semua perbuatan
yang dilakukan karena tuhan maha tau.

c. Komisif
Komisif ialah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan
segala hal yang disebutkan dalam ujarannya. Dalam tuturan komisif seseorang
tersebut mengekspresikan maksud untuk melakukan sesuatu dan mengekspresikan
kepercayaan bahwa ujaran seseorang bias melibatkan seseorang untuk melakukannya,
paling tidak dalam kondisi yang dispesifikan atau dipercayai secara mutual bahwa
tindakan tersebut relevan. Menurut Yule (2006:94) komisif ialah jenis tindak tutur
yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di
masa yang akan datang. Tindak tutur ini

misalnya: berjanji, bersumpah, atau

mengancam. Contoh tindak tutur komisif adalah:
(33) Awas! Senggol bacok
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif yang berupa ancaman. Penutur
mengancam lawan tutur untuk tidak melakukan kegiatan yang disebutkan oleh
penutur. Tuturan Awas! Senggol bacok merupakan tuturan komisif mengancam yang
ditandai dengan kata peringatan awas dan ancaman bacok jika menyenggol. Dalam
hal ini penutur mengancam lawan tutur untuk tidak menyenggol, karena akan ada
akibat apabila menyenggol yaitu dibacok. Jadi, lawan tutur harus berhati-hati agar
tidak menyenggol.

d. Ekspresif
Ekspresif menurut Yule (2006:93) ialah jenis tindak tutur yang menyatakan
sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

30

pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan,
kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Tindak tutur ekspresif misalnya memuji,
mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan
selamat. Jadi, tindak tutur ekspresif merupakan tindakan yang mengekspresikan
emosi, perasaan, dan tingkah laku penyampai pesan. Contoh tindak tutur ekspresif
adalah:
(34) Sudah kerja keras mencari uang, tetap saja hasilnya tidak bisa mencukupi
kebutuhan keluarga.
Tuturan (34) merupakan contoh tuturan ekspresif. Tuturan di atas digunakan
untuk mengungkapkan ekspresi penutur. Apabila tuturan itu disampaikan oleh
seorang suami kepada istrinya, tuturan tersebut dapat diartikan sebagai bentuk
evaluasi terhadap hal yang telah mereka lakukan yaitu sudah bekerja keras tapi hasil
yang mereka harapkan untuk dapat mencukupi kebutuhan keluarga tidak terwujud.
Tuturan tersebut berupa keluhan seseorang mengenai usaha yang telah dilakukannya
tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan. Jadi, tuturan itu termasuk
tindak tutur ekspresif mengeluh.

e. Deklaratif
Deklaratif ialah jenis tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud
untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru, misalnya:
memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan minta maaf. Contoh:
(35) Jangan main di dekat sumur!
Tuturan ini disampaikan oleh seorang ibu kepada anaknya yang sedang bermain di
belakang rumah. Tuturan tersebut termasuk jenis tindak tutur deklarasi, karena

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

31

melalui tuturan tersebut penutur menciptakan suatu keadaan yang baru yaitu berupa
larangan bagi anaknya untuk bermain di dekat sumur. Sementara sebelum tuturan ini
dituturkan oleh ibu, si anak boleh bermain di mana saja. Adanya perubahan status
atau keadaan merupakan ciri dari tindak tutur deklarasi. Jadi, tuturan tersebut
termasuk tindak tutur deklarasi larangan.
Jadi, tindak tutur terbagi menjadi lima jenis. Tindak tutur itu antara lain tindak
tutur representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Dari lima jenis tindak
tutur tersebut, tindak tutur yang diteliti dalam penelitian ini adalah tindak tutur
direktif. Tindak tutur direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur
untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Peneliti akan meneliti tentang jenis
tindak tutur direktif yang terdapat dalam wacana stiker sepeda motor di wilayah
Purbalingga dan Purwokerto.

D. Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan tertinggi atau terbesar (Chaer, 2007:267). Sebagai
satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan,
atau ide yang utuh, yang bisa dipahami pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar
(dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Wacana terdiri dari kalimat atau
kalimat- kalimat yang gramatikal. Jadi, wacana adalah rentetan kalimat yang
berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam
kesatuan makna. Selain itu, Tarigan (dalam Mulyana, 2005:6) mengemukakan bahwa
wacana adalah sataun bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan
kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

32

jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis. Jadi
suatu kalimat atau rangkaian kalimat, misalnya suatu kalimat disebut sebagai wacana
atau bukan wacana tergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang
melingkupinya.
Chaer (2007:272) membagi bentuk wacana berdasarkan sarananya yaitu
wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan
melalui bahasa tulis, sedangkan wacana lisan adalah wacana yang disampaikan
dengan bahasa lisan. Kemudian ada wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari
penggunaan bahasa, apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik. Selanjutnya
wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi menjadi wacana narasi,
wacana eksposisi, wacana persuasi, wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat
menceritakan sesuatu topik atau hal, wacana eksposisi bersifat memaparkan topik
atau fakta, wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang, dan
wacana argumentasi bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.

1. Unsur-Unsur Internal Wacana
a. Kata dan Kalimat
Kata merupakan bagian dari kalimat. Sebagaimana dipahami selama ini,
kalimat selalu diandaikan sebagai susunan yang terdiri dari beberapa kata yang
bergabung menjadi satu pengertian dengan intonasi sempurna (final). Pada
kenyataannya kalimat dapat juga terdiri dari satu kata. “Kalimat satu kata” adalah
bentuk ungkapan atau tuturan terpendek yang harus memiliki esensi sebagai kalimat
(Mulyana, 2005:8). Dalam konteks wacana, kata atau kalimat yang berposisi sebagai
wacana disyaratkan memiliki kelengkapan makna, informasi, dan konteks tuturan

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

33

yang jelas dan mendukung. Contoh (36) membuktikan bahwa orang cenderung
bertanya jawab dengan kalimat pendek satu kata dalam suatu dialog atau
percakapannya,yaitu:
(36) Anto :Kuliah?
Santi :Enggak.
(37) Dia memang pintar.
Berdasarkan kaidah sintaksis dan semantik, kalimat (37) merupakan kalimat
yang benar dan jelas maknanya. Namun, berdasarkan pandangan kewacanaan, masih
banyak persoalan yang perlu diungkapkan, misalnya siapakah yang dimaksud dengan
Dia, siapa pula yang mengucapkan kalimat itu, dalam konteks apa kalimat itu
muncul, dan sebagainya. Munculnya beberapa pertanyaan tersebut jelas menunjukkan
bahwa kalimat di atas belum menunjukkan adanya kelengkapan makna dan informasi.
Sebab pada dasarnya kalimat itu muncul (diucapkan) karena ada kondisi yang
melatarbelakanginya. Jadi ada unsur lain yang melingkupinya.

b. Teks dan Koteks
Teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata lain, teks direalisasikan
(diucapkan) dalam bentuk „wacana‟. Berkaitan dengan teks, didapati pula istilah
koteks (co-text), yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan
dengan teks lainnya, teks yang satu memiliki hubungan dengan teks lainnya. Teks
lain tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi).
Contoh:
(38) Terima kasih.
(39) Jalan pelan-pelan! Banyak anak-anak.
Wacana (38) adalah tulisan yang digantungkan di lorong akhir suatu jalan kampung.
Wacana tersebut jelas merupakan wacana potongan. Masih ada teks atau wacana lain

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

34

yang sebelumnya tergantung di lorong masuk jalan kampung tersebut, yaitu wacana
(39). Wacana tersebut merupakan peringatan bagi orang yang akan melewati lorong
kampung jalan itu. Apabila masyarakatyang melewati lorong telah menaatinya,
misalnya dengan memperlambat laju kendaraannya, maka wacana (“terima kasih”)
adalah suatu ucapan yang diberikan masyarakat kepada para pengguna jalan (lorong)
tersebut. Salah satu teks itu berkedudukan sebagai koteks (teks penjelas).

2. Unsur-Unsur Eksternal Wacana
a. Implikatur
Menurut Grice (dalam Mulyana, 2005:11) implikatur adalah ujaran yang
menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu „yang
berbeda‟ tersebut adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit.
Dengan perkataan lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapanungkapan hati yang tersembunyi. Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti
sesuatu yang terlibat atau menjadi bahan pembicaraan. Secara struktural, implikatur
berfungsi sebagai jembatan/rantai yang menghubungkan antara „yang diucapkan‟
dengan „yang diimplikasikan‟. Jadi, suatu dialog yang mengandung implikatur akan
selalu melibatkan penafsiran yang tidak langsung. Dalam komunikasi verbal,
implikatur biasanya sudah diketahui oleh para pembicara, dan karenanya tidak perlu
diungkapkan secara eksplisit. Dengan berbagai alasan, implikatur disembunyikan
agar hal yang diimplikasikan tidak nampak terlalu mencolok. Contoh:
(40) Bapak datang, jangan menangis!
Tuturan

(40)

diucapkan

oleh

seorang penutur

bukan

semata-mata

dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

35

tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang
bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia
masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa
sang ayah adalah orang yang sangat keras dan kejam, serta sering marah-marah pada
anaknya yang sedang menangis.

b. Praanggapan
Semua pernyataan memiliki praanggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar.
Rujukan inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat diterima atau
dimengerti oleh lawan bicara, yang pada gilirannya komunikasi tersebut akan dapat
berlangsung dengan lancar. „Rujukan‟ itulah yang dimaksud dengan „praanggapan‟,
yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa
yang membuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca.
Praanggapan membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa (kalimat)
untuk mengungkapkan makna atau pesan yang ingin dimaksudkan. Jadi, semua
pernyataan atau ungkapan kalimat, baik yang bersifat positif maupun negatif, tetap
mengandung anggapan dasar sebagai isi dan substansi dari kalimat tersebut. Contoh:
(41) Kuliah Analisis Wacana diberikan di semester v. Pada kalimat ini mengandung
praanggapan. Praanggapan untuk pernyataan itu adalah ada kuliah Analisis Wacana
dan ada semester v.

c. Referensi
Referensi adalah hubungan antara kata dengan benda (orang, tumbuhan,
sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi merupakan perilaku pembicara/penulis.

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

36

Jadi, yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara sendiri, sebab
hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang
dirujuk oleh ujarannya. Pendengar atau pembaca hanya dapat menerka hal yang
dimaksud (direferensikan) oleh pembicara dalam ujarannya itu. Terkaan itu bersifat
relatif, bisa benar, bisa pula salah (Lubis, 1993:29). Dengan perkataan lain, tugas
pendengar atau pembaca dalam memahami ujaran adalah mengidentifikasikan
sesuatu atau seseorang yang ditunjuk atau dimaksud dalam ujaran tersebut.
Kemampuan mengidentifikasi atau menerka rujukan itu seringkali berbeda dengan
yang dimaksud pembicara. Perbedaan terkaan itu disebabkan oleh perbedaan
representasi atau pemahaman dunia antara pembicara dengan pendengar (Soeseno
dalam Mulyana, 2005:16). Oleh karena itu, dalam memahami atau menganalisis
wacana referensial, diperlukan pengetahuan dan pengalaman tentang dunia (knoledge
of world), setidaknya pengetahuan tentang „dunia‟ atau isi yang terdapat dalam
wacana tersebut.
Dilihat dari acuannya, referensi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
(1) referensi exophora (eksopora, situasional), dan (2) referensi endophora
(endopora, tekstual). Referensi eksofora adalah penunjukan atau interpretasi terhadap
kata yang relasinya terletak dan tergantung pada konteks situasional. Bila interpretasi
itu terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjukan itu dinamakan referensi
endofora. Contoh: (41) Itu rumah. Kata „itu‟ menunjuk pada „sesuatu‟, yaitu rumah.
Rumah yang dimaksud, „tempatnya‟, tidak terdapat dalam teks, melainkan berada di
luar teks. Jadi, referensi eksofora itu mengkaitkan langsung antara teks dengan
sesuatu yang ditunjuk di luar teks tersebut.

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

37

Referensi endopora dapat dipilah lagi menjadi dua jenis yaitu referensi
anafora dan referensi katafora (Halliday dalam Lubis, 1993:30). Referensi endofora
anafora adalah hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam teks.
Hubungan ini menunjukkan pada sesuatu atau anteseden yang telah disebutkan
sebelumnya. Teks berikut adalah contoh adanya referensi endofora yang anaforis.
Contoh:
(42) Anto menulis buku lagi. Dia memang produktif.
Kata „dia‟ pada kalimat kedua mengacu pada Anto, yaitu nama yang disebut
sebelumnya (pada kalimat pertama). Pola pengacuan masih merujuk pada
sesuatu/seseorang yang berada dalam teks. Jadi, tidak perlu dicari nama Anto yang
mana. Sementara itu, referensi endofora katafora bersifat sebaliknya, yaitu mengacu
kepada anteseden yang akan disebutkan sesudahnya, referensi endofora yang
kataforis dapat ditemukan pada contoh (43) Buku pewayangan sangat terkenal.
Ramayana. Kata „buku‟ pada kalimat pertama mengacu pada anteseden yang disebut
sesudahnya, yaitu „Ramayan‟. Penunjukan itu sekaligus menjadi jawaban. Gejala
referensi katafora semacam ini sangat jarang ditemukan dalam bahasa yang berpola
D-M (diterangkan-menerangkan).

d. Inferensi
Inferensi atau inference secara leksikal berarti kesimpulan (Echols dalam
Mulyana, 2005:19). Dalam bidang wacana, istilah itu berarti sebagai proses yang
harus dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
di dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara/penulis (Moeliono dalam
Mulyana, 2005:19). Pembaca harus dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

38

penafsiran suatu makna tertentu. Dengan kata lain, pembaca harus mampu
mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak terungkap secara eksplisit.
Inferensi sangat diperlukan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif
terhadap alur percakapan yang terkait, akan tetapi kurang jelas hubungannya. Contoh:
(44) Santi: “Wah, sudah masuk kota. Kita cari gudeg dulu.”
Andi : “Langsung ke Parangtritis saja!”
Kota yang dimaksud dalam percakapan tersebut adalah Yogyakarta. Penjelasan itu
dipastikan benar, karena secara kultural Yogyakarta dikenal sebagai kota gudeg.
Lebih jelas lagi, jawaban „Andi‟ yang menekankan lokasi wisata Parangtritis, yang
memang berada di Yogyakarta. Proses inferensi inilah yang harus dilakukan oleh
pendengar atau pembaca untuk mendapatkan kesimpulan yang jelas.

e. Konteks Wacana
Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat komunikasi,
interpretatif, dan kontekstual. Artinya, pemakaian bahasa ini selalu mengandaikan
terjadi secara dialogis, perlu adanya kemampuan menginterpretasikan, dan
memahami konteks terjadinya wacana. Pemahaman terhadap konteks wacana,
diperlukan dalam proses menganalisis wacana secara utuh, sedangkan konteks ialah
situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab
dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog. Segala sesuatu yang berhubungan
dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya,
sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Pada
hakikatnya, wacana adalah wujud nyata komunikasi verbal manusia. Oleh karena itu,
wacana selalu mengandaikan adanya orang pertama atau biasa disebut pembicara,
penulis, penyapa, atau penutur dan orang kedua sebagai pasangan bicara atau
pendengar, pembaca, petutur.

Tindak Tutur Direktif..., Rizki Kurnia Wahyuningsih, FKIP UMP, 2014

39

Hymes (dalam Lubis,1993:84) mencatat tentang ciri-ciri konteks yang relevan
yaitu:
1) Pembicara
Mengetahui

si

pembicara

dalam

situasi

akan

memudahkan

untuk

menginterpretasikan pembicaraannya. Makna wacana tertentu akan