Permodelan Dan Simulasi Proses Ekstraksi Aluminium Dari Lumpur PDAM Di Dalam Tangki Berpengaduk - ITS Repository

  SKRIPSI – TK141581

PERMODELAN DAN SIMULASI PROSES EKSTRAKSI

ALUMINIUM DARI LUMPUR PDAM DI DALAM TANGKI BERPENGADUK Oleh : Michael Adi Wijaya NRP. 2311 100 172 NRP. 2311 100 174 Dosen Pembimbing Siti Nurkhamidah, ST., MS.,Ph.D NIP. 1984 05 08 2009 12 2004 Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc. NIP. 1951 08 04 1974 12 1001 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

  SKRIPSI – TK141581

PERMODELAN DAN SIMULASI PROSES EKSTRAKSI

ALUMINIUM DARI LUMPUR PDAM DI DALAM TANGKI BERPENGADUK Oleh : Michael Adi Wijaya NRP. 2311 100 172 NRP. 2311 100 174 Dosen Pembimbing Siti Nurkhamidah, ST., MS.,Ph.D NIP. 1984 05 08 2009 12 2004 Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc. NIP. 1951 08 04 1974 12 1001 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

  FINAL PROJECT – TK141581

THE MODELING AND SIMULATION OF ALUMINUM

EXTRACTION PROCESS OF THE PDAM MUD IN THE

AGITATED TANK Written by: Michael Adi Wijaya Raymond S. Djiuardi NRP. 2311 100 174 Advisor Lecturer: Siti Nurkhamidah, ST., MS.,Ph.D NIP. 1984 05 08 2009 12 2004 Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc. NIP. 1951 08 04 1974 12 1001 CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

  

PERMODELAN DAN SIMULASI PROSES EKSTRAKSI

ALUMINIUM DARI LUMPUR PDAM DI DALAM

TANGKI BERPENGADUK

Dosen Pembimbing : Siti Nurkhamidah, ST., MS.,Ph.D Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc. Disusun oleh : Michael Adi Wijaya 2311100172 Raymond S. Djiuardi 2311100174

  

ABSTRAK

  Air bersih di perkotaan umumnya disuplai oleh perusahaan daerah air minum (PDAM) menggunakan air sungai sebagai air bakunya dan aluminium sulfat atau alum (Al2(SO4)3.18H2O) dan poli aluminium klorida atau PACl ([Alm(OH)n(H2O)x].Cl3m−n (n≤3m)) sebagai media penggumpal (koagulan) partikel-partikel kecil tersuspensi menjadi gumpalan-gumpalan (flok) yang lebih besar. Flok yang terbentuk kemudian dipisahkan dari air bersih dan dibuang sebagai Limbah Padat Lumpur (LPL). Hingga saat ini LPL masih menimbulkan permasalahan tersendiri bagi PDAM karena semakin besar debit air yang diolah dengan kandungan konsentrasi padatan yang tinggi, maka diperlukan koagulan dalam jumlah yang besar dan jumlah LPL yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam pemanfaatan kembali (recovery) koagulan (PACl) yang terkandung dalam LPL PDAM. Salah satu metode pemanfaatan kembali LPL PDAM adalah dengan ekstraksi padat cair (leaching) dengan larutan asam sebagai pelarut LPL. Namun untuk studi mengenai model simulasi

recovery koagulan (PACl) dari LPL belum banyak dilakukan.

Untuk itu penelitian ini bermaksud untuk membuat model matematika dari recovery koagulan dari LPL pada proses

  

leaching dalam tangki berpengaduk. Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah shrinking core model (SCM) dengan asumsi partikel LPL PDAM berbentuk bola.

  Dari hasil simulasi yang didapatkan, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi semakin besar pula %recovery yang didapat karena semakin lama waktu kontak pelarut dengan padatan namun pada waktu tertentu kenaikan %recovery akan mendekati konstan karena padatan sudah tidak dapat diekstraksi lagi. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi % recovery yang diperoleh disebabkan koefisien transfer massa antara fluida dengan partikel (k ) , konstanta kecepatan reaksi (k), dan c difusivitas (D e ) yang semakin meningkat dengan naiknya suhu

  .Selain itu peningkatan konsentrasi pelarut juga berpengaruh terhadap semakin besarnya % recovery disebabkan semakin banyak aluminium yang dapat diekstrak. Hasil simulasi ini telah dibandingkan dengan hasil eksperimen dengan rentang % error pada pengaruh waktu terhadap % recovery sebesar (0,76% - 22.57%.), pada pengaruh suhu terhadap % recovery sebesar 0,0075% - 0.038%, dan pada pengaruh konsentrasi terhadap %

  

Kata kunci: Limbah Padat Lumpur, Leaching, Shrinking Core

Model

  

THE MODELING AND SIMULATION OF ALUMINUM

EXTRACTION PROCESS OF THE PDAM MUD IN THE

AGITATED TANK

Advisor Lecturer : Siti Nurkhamidah, ST., MS.,Ph.D Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.Sc.

Written by : Michael Adi Wijaya 2311100072

Raymond S. Djiuardi 2311100174

  

ABSTRACT

  Clean water in urban areas are generally supplied by local water company ( PDAM ) using river water as raw water and aluminum sulfate or alum (Al2(SO4)3.18H2O) poly aluminum chloride or PACl ([Alm(OH)n(H2O)x].Cl3m−n (n≤3m)) as a coagulant media of small suspended particles into larger clumps (flock). Flock formed is then separated from clean water and disposed as mud solid waste. LPL still pose a problem for PDAM because the larger discharge treated water containing high solids concentration, it is necessary coagulant in large numbers and the amount of LPL produced also increases. To solve this problem it is necessary to conduct further research about recovery coagulant (PACl) that contained in the LPL PDAM. The solid liquid extraction (leaching) with an acid solution as solvent is one of methods to recover LPL PDAM. But for the study of the simulation model recovery coagulant (PACl) of LPL has not been done. The objective of this study is to create a mathematical model of coagulant recovery of LPL on leaching process in the agitated tank. The mathematical model used in this study is shrinking core model (SCM) assuming particles LPL PDAM is spherical.

  From the simulation results , it can be seen that the longer of extraction time will increase % recovery because the contact time between solid and solvent is increase. But at a certain time, the increment of % recovery will be approximately constant because the solids could no longer be extracted. The higher of temperature, the higher % recovery is obtained due to the mass transfer coefficient between fluids with particles (kc), the reaction rate constants (k), and diffusivity (D e ) which increases with rising temperature. Besides that, the increased concentration of the solvent also affects to the % recovery get higher due to the more aluminum that can be extracted. The simulation results were compared with experimental results with a range of % error on the effect of time to the% recovery is 0.76%

  • 22,57%., The effect of temperature to % recovery is 0.0075% - 0.038%, and the effect of concentration to % recovery is 0.22% - 35.76%.

  

Keywords: Limbah Padat Lumpur, Leaching, Shrinking Core

Model

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat anugerah ilmu, kesempatan, hidayah, dan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan skripsi kami dengan judul :

  

“PERMODELAN DAN SIMULASI PROSES EKSTRAKSI

ALUMINIUM DARI LUMPUR PDAM DI DALAM

TANGKI BERPENGADUK

  Laporan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

  • – memperoleh gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Kimia FTI

  ITS Surabaya. Pada kesempatan kali kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya dalam pengerjaan laporan skripsi ini, kepada : 1.

  Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS.

  2. Prof. Dr. Ir. Ali Altway, MS selaku Kepala Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa 3. Siti Nurkhamidah, ST., MS.,Ph.D dan Prof. Dr. Ir. Ali

  Altway, M.S., selaku dosen pembimbing kami atas bimbingan dan saran yang telah diberikan.

  4. Bapak/Ibu dosen penguji atas saran dan dukungan agar skripsi ini menjadi lebih baik.

  5. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS.

  6. Pak Agus Mirwan yang selalu membantu dan mendukung kami.

  7. Kedua orang tua kami dan keluarga yang telah banyak memberikan dukungan. 8. seperjuangan dari Laboratorium

  Rekan-rekan Perpindahan Panas dan Massa, 9. Teman-teman seangkatan K-51 yang telah memberikan dukungan kepada kita

  Kami menyadari materi yang kami sajikan ini masih jauh daripada sempurna, masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan, untuk itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.

  Surabaya, 14 Juli 2015 Penyusun

DAFTAR ISI

  Halaman Judul Lembar Pengesahan ABSTRAK i

  ABSTRACT

  iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii

  DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xi DAFTAR NOTASI xiii

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1

  1 Latar Belakang

  1.2

  3 Perumusan Masalah

  1.3

  3 Batasan Masalah

  1.4

  3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  1.4.1 Tujuan Penelitian

  3

  1.4.2 Manfaat Penelitian

  4 BAB II KAJIAN PUSTAKA

  2.1 Limbah Padat Lumpur Instalasi Pengolahan Air (LPL

  IPA)

  5

  2.2

  11 Ekstraksi Padat Cair (leaching)

  2.3

  16 Permodelan Matematis Proses Ekstraksi

  BAB III METODE PENELITIAN

  3.1

  37 Rancangan Penelitian

  3.2

  38 Permodelan Matematis Agitated Leaching

  3.2.1

  39 Shrinking core model dengan reaksi kimia

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1 Pengaruh lama pengadukan ekstraksi terhadap %

  recovery aluminium

  43

  4.2

  45 Pengaruh suhu terhadap % recovery aluminium

  4.3 Pengaruh Konsentrasi Pelarut HCl Terhadap % Recovery Aluminium

  47 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1

  49 Kesimpulan

  5.2

  50 Saran DAFTAR PUSTAKA xv APPENDIKS A A-1 APPENDIKS B B-1 APPENDIKS C C-1 APPENDIKS D D-1

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi kimia LPL IPA

  8 Tabel 2.2 Perkembangan Penggunaan SCM model pada agitated leaching o

  20 Tabel 4.1 Nilai Parameter k c , k, dan D e Pada Suhu (30 C,50 o o o C,70 C ,dan 90

  C)

  46 Tabel B.1 Pengaruh waktu ekstraksi terhadap % recovery B-1 Tabel B.2 Pengaruh suhu terhadap % recovery B-1 Tabel B.3 Pengaruh konsentrasi pelarut HCL terhadap

  % recovery B-1

  Halaman sengaja dikosongkan

  

DAFTAR GAMBAR

  37 Gambar 3.2 Flow chart model ekstraksi aluminium dalam

  a luminium pada suhu 90 o

  45 Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi HCl terhadap % recovery

  44 Gambar 4.2 Pengaruh suhu terhadap % recovery aluminium dengan menggunakan pelarut HCl sebesar 4 M pada t= 3600 detik

  39 Gambar 4.1 Pengaruh waktu pengadukan terhadap % recovery aluminium pada

  38 Gambar 3.3 Ilustrasi SCM dengan mengganggap partikel berbentuk bola

  tangki berpengaduk

  19 Gambar 3.1 Alur rancangan penelitian secara umum

Gambar 2.1 Proses terbentuknya endapan lumpur

  18 Gambar 2.8 SCM model models untuk ekstraksi superkritis zat terlarut dari matriks padatan

  17 Gambar 2.7 SCM Model

  15 Gambar 2.6 Proses Pemodelan

  12 Gambar 2.5 Skema padatan berongga

  10 Gambar 2.4 Mekanisme sederhana proses leaching

  10 Gambar 2.3 Sistem IPA 2 Pramuka PDAM Bandarmasih Banjarmasin KAL-SEL

  6 Gambar 2.2 Sistem IPA 1 A Yani PDAM Bandarmasih Banjarmasin KAL-SEL

  C saat t = 3600 detik 48 Halaman sengaja dikosongkan

DAFTAR NOTASI

  : spesifik area per unit volume larutan, cm 2 .cm -3 A : luas partikel, cm 2 C A(R) : konsentrasi HCl dalam partikel, gram.L -1

  C AL : konsentrasi HCl dalam larutan, gram.L -1

  D e : koefisien difusivitas, cm 2 .s -1 k : konstanta kecepatan reaksi, cm.s

  • -1 k c : koefisien transfer massa antara fluida dengan partikel, cm.s -1

  N : laju perpindahan massa, gram.s -1 ̅

  : konsentrasi aluminium dalam partikel setiap waktu, gram.L

  • -1 q : konsentrasi awal aluminium dalam partikel, gram.L -1

  ̅ : fluks perpindahan massa HCl, g.s -1

  .cm -2 R : jari-jari partikel luar, cm r : jari-jari partikel setiap waktu, cm r c : jari-jari pertikel yang tidak terekstraksi, cm t : waktu, s V c : volume pelarut, cm 3 V p : volume partikel, cm 3

  : tank voidage ρ : densitas partikel lumpur, gram.cm -3

  

RIWAYAT HIDUP PENULIS I

  Michael Adi Wijaya, penulis lahir di Surabaya, 28 Mei 1993. Kini berdomisili di Surabaya, Jawa Timur. Penulis telah menempuh pendidikan formal diantaranya SDK St. Theresia 1 Surabaya, SMPK Angelus Custos 1 Surabaya, dan SMAK St.

  Louis 1 Surabaya. Penulis berpengalaman kerja praktek di TOTAL E&P Indonesie pada tahun 2014. Pada akhir studi penulis memilih Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa untuk pengerjaan Tugas Akhir

  Pra Desain Pabrik dengan judul, “Pra Desain Pabrik Semen

  PCC (Portland Composite Cement)”

  dan skripsi dengan judul,

  

“PERMODELAN DAN SIMULASI PROSES EKSTRAKSI

ALUMINIUM DARI LUMPUR PDAM DI DALAM

TANGKI BERPENGADUK”    

  Nama : Michael Adi Wijaya TTL : Surabaya, 28 Mei 1993 Alamat : Jl. Kenjeran 512 G, Surabaya, Jawa Timur.

  No.HP : 081938441888 Email : michael.adi.wijaya@hotmail.com

  

Biodata Penulis I

  (HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)

RIWAYAT HIDUP PENULIS II

  Raymond Setyawan Djiuardi, penulis lahir di Kupang, 08 September 1992. Kini berdomisili di Kupang, NTT. Penulis telah menempuh pendidikan formal diantaranya SDK St. Yoseph 2, SMP Negeri 2 Kupang, dan SMA Negeri 1 Kupang. Selama menempuh pendidikan S-1 di Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa di bidang badminton dan pernah menjabat sebagai ketua. Penulis berpengalaman kerja praktek di TOTAL E&P Indonesie pada tahun 2014. Pada akhir studi penulis memilih Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa untuk pengerjaan Tugas Akhir Pra Desain Pabrik dengan judul,

  

“Pra Desain Pabrik Semen PCC (Portland Composite

Cement) dan skripsi dengan judul, “PERMODELAN DAN

  

SIMULASI PROSES EKSTRAKSI ALUMINIUM DARI

LUMPUR PDAM DI DALAM TANGKI BERPENGADUK

  Nama : Raymond Setyawan Djiuardi TTL : Kupang, 08 September 1992 Alamat : Jl. Jendral Soeharto no 127- Oepura, NTT No.HP : 081233941671 Email : raydji2012@yahoo.com

  

Biodata Penulis II

  (HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Air bersih diperkotaan umumnya disuplai oleh perusahaan daerah air minum (PDAM) menggunakan air sungai sebagai air bakunya dan aluminium sulfat atau alum (Al2(SO4)3

  18H2O) (Prakash dan Sengupta, 2003) dan poli aluminium klorida atau PACl ([Alm(OH)n(H2O)x].Cl3m−n (n≤3m)) (Li dkk,2010) sebagai media penggumpal (koagulan) partikel-partikel kecil tersuspensi menjadi gumpalan-gumpalan (flok) yang lebih besar (Petruzzelli dkk, 2000). Flok yang terbentuk dipisahkan dari air bersih melalui proses sedimentasi, klarifikasi, dan filtrasi (Cheng dkk, 2012) untuk selanjutnya dibuang sebagai limbah padat yang berupa lumpur. Hingga saat ini limbah padat lumpur (LPL) yang terbebentuk di clarifier masih menimbulkan permasalahan tersendiri bagi PDAM karena jumlahnya relatif sangat banyak yaitu sekitar 18.928,79 ton/hari dengan kandungan aluminium sebesar 18,5% dan perlu penanganan secara khusus yang tergantung debit dan konsentrasi kekeruhan air baku yang diolah (Mirwan 2011). Makin besar debit air yang diolah dan makin tinggi konsentrasi padatan seperti padatan kasar (coarse

  

solid ), padatan tersuspensi (suspended solid) dan koloid, maka

  makin banyak jumlah koagulan yang diperlukan dan makin besar volume LPL yang dihasilkan sehingga setiap tahunnya memerlukan dana yang besar untuk penyediaan koagulan dan penanganan LPL-nya. Komposisi LPL yang dihasilkan tergantung pada jenis koagulan yang digunakan (Evuti dan Lawal, 2011).

  Pengambilan kembali (recovery) koagulan (alum atau PACl) dari LPL pengolahan air dapat dilakukan melalui beberapa proses yaitu dekomposisi panas, elektrolisis, pertukaran ion, reaktor membran, pelarutan dengan basa (basification), dan pelarutan dengan asam (acidification) (Evuti dan Lawal, 2011).

  Efisiensi recovery koagulan dalam bentuk aluminium oksida (Al2O3) dapat diperoleh sebesar 70% lebih dari lumpur pengolahan air dengan metode asam (acidification) dan dapat menghemat biaya operasional sebanyak 50-60% penggunaan bahan kimia pada proses pengolahan air limbah menggunakan metode koagulasi-flokulasi (Massides dkk,1988).

  Proses ekstraksi merupakan metode pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan kelarutan suatu zat terlarut (solute) dalam pelarut dan dibedakan menjadi dua proses yaitu ekstraksi cair-cair (liquid extraction atau solvent extraction) dan ekstraksi padat cair (leaching). Leaching merupakan proses yang melibatkan perpindahan massa solute dari dalam matrik padatan ke fase cairan dan dikatakan sebagai proses desorpsi irreversibel (Goto dkk, 1996). Perpindahan massa solute dari padatan ke cairan dilakukan dengan dua tahapan melalui difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa dari permukaan padatan ke cairan dengan mengasumsikan ukuran padatan cukup kecil sehingga konsentrasi solute dalam padatan selalu homogen atau tidak ada gradien konsentrasi dalam padatan (Yuniwati, 2012). Selain itu terdapat pula ekstraksi fluida super tumbuhan untuk mendapatkan bahan atau zat lain yang diinginkan menggunakan pelarut CO2 (Sovova, 1994; Goto dkk, 1996; Roy dkk, 1996; Machmudah dkk, 2006) yang dikondisikan berada diatas tekanan dan suhu kritis agar memiliki sifat di antara cairan dan gas (Sediawan, 2000).

  Fenomena proses difusi dan perpindahan massa solute yang terjadi pada ekstraksi padat cair (leaching) dan ekstraksi cairan super kritis (supercritical fluid extraction (SCFE)) telah banyak digambarkan dengan berbagai model matematis yang melibatkan reaksi dan tanpa reaksi diantaranya shrinking core

  

model (SCM) (Goto dkk, 1996; Roy dkk, 1996; Beolchini dkk,

  2001; Gbor dan Jia, 2004; Lee dkk, 2005; Machmudah dkk, 2006; Salgin dkk, 2006; Safari dkk, 2009; Santos dkk, 2010; Senanayake, 2011; Safarzadeh dkk, 2011; Xue dkk, 2011; Ajemba dan Onukwuli, 2012; Cheng dkk, 2012; Li dkk, 2013),

  

shrinking particle (SP), homogeneous model (HM), grain model

  (GM) (Gbor dan Jia, 2004), broken and intact cells model (BIC) (Sovová, 1994; Sovová, 2005; Machmudah dkk, 2006; Jia dkk, 2009; Huang dkk, 2012; Silva dan Martínez, 2014), dan

  (PCM) (Levenspiel, 1999). Pada

  progressive conversion model

  penelitian ini difokuskan pada permodelan ekstraksi recovery

  

aluminium pada LPL PDAM. Permodelan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah SCM.

  Berdasarkan penelusuran literatur perkembangan berbagai model yang ada, SCM merupakan model yang paling banyak dipakai untuk memodelkan proses leaching yang disertai dengan reaksi dan tanpa reaksi yang terjadi pada SCFE dalam kolom ekstraksi dan agitated leaching.

  1.2 Perumusan Masalah

  Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu pengembangan model SCM dengan permodelan matematis yang dikembangkan oleh Goto dimana pada penelitian Goto tidak memakai reaksi dan memakai sistem packed column sedangkan penelitian ini akan mempelajari tingkat kecocokan yang dihasilkan antara hasil simulasi dengan eksperimen.

  1.3 Batasan Masalah

  Hal-hal yang membatasi permasalahan penelitian ini adalah pendekatan model SCM pada agitated leaching dengan mengasumsikan partikel LPL PDAM berbentuk bola.

  1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dengan pemodelan matematika yang betujuan

  1. Melakukan permodelan matematik agitated leaching aluminium oksida dari LPL PDAM menggunakan model SCM 2. Melakukan fitting parameter model dengan membuat hasil prediksi model mendekati data eksperimen (yang dilakukan oleh kelompok yang melakukan eksperimen di laboratorium Perpindahan Panas dan Massa jurusan Teknik Kimia ITS) 3. Melakukan simulasi untuk mempelajari pengaruh berbagai variabel proses terhadap proses agitated

  leaching.

1.4.2 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat membuat model matematik untuk proses leaching dalam tangki berpengaduk yang dapat digunakan untuk mengkaji secara teoritis dan memprediksi pengaruh berbagai variabel proses seperti temperatur leaching dan konsentrasi pelarut HCl terhadap laju %recovery dalam proses leaching LPL PDAM dengan koagulan (PACl) didalam tangki berpengaduk. Dimana hasil prediksi tersebut diharapkan dapat membantu penentuan %recovery koagulan (PACL) secara optimum dalam proses

agitated leaching.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Limbah Padat Lumpur Instalasi Pengolahan Air (LPL

  IPA)

  Air mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan, baik hewan, tumbuhan bahkan manusia yang dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan air untuk berbagai keperluan seperti rumah tangga, pertanian, transportasi, rekreasi dan lain sebagainya sehingga ketersediaannya merupakan kunci kehidupan yang sehat (Mirwan, 2011). Di pedesaan khususnya disekitar bantaran sungai, masyarakat memanfaatkan air sungai sebagai kebutuhan hidup. Namun setiap tahunnya kondisi air sungai di Indonesia telah tercemar bahan organik sekitar 90% pada tingkat kualitas sedang hingga berat yang belum dapat dibersihkan oleh fasilitas standar perusahaan daerah air minum (PDAM). Sedangkan di perkotaan, air bersih disuplai oleh PDAM dengan proses pengolahannya menggunakan koagulan seperti aluminium sulfat atau alum ((Al (SO )

  18H O)) dan poli aluminium klorida

  2

  4

  3

  

2

  (PACl) (([Al m (OH) n (H

2 O) x ].Cl 3m−n (n≤3m)) (Li dkk, 2010)

  sebagai media penggumpal partikel-partikel halus yang tersuspensi menjadi gumpalan-gumpalan yang lebih besar (flok) seperti terlihat pada Gambar 2.1

  Penambahan koagulan juga berfungsi menetralisasi kelebihan muatan dari suspensi padatan melalui penambahan elektrolit dan menghilangkan air hidrasinya atau keduanya. Dengan kata lain sebagai pembentuk jembatan yang dapat diserap antar permukaan suspensi padatan dan memperkuat gaya tarik antar molekul-molekul sehingga membentuk flok yang kuat (Fair, 1971). Kumpulan flok yang terbentuk dipisahkan secara sedimentasi dan filtrasi hingga didapatkan air yang bersih dan sisanya dibuang berupa limbah padat lumpur (LPL). Sebagian besar LPL dibuang ke tempat pembuangan (landfill) dan selokan (Keeley dkk, 2012) atau ditimbun pada kolam penampung yang selama ini menimbulkan permasalahan tersendiri bagi PDAM karena jumlah setiap harinya relatif besar dan terus bertambah sehingga memerlukan penanganan khusus (Mirwan, 2009). Selain itu, dibeberapa tempat di dunia hingga saat ini LPL dibuang ke saluran yang bersih, ke dalam aliran sungai, diaplikasikan ke lahan, dan ke tempat pembuangan sampah dengan mengasumsikan bahwa lumpur tidak mengandung senyawa yang beracun (Huang dan Wang, 2013).

  • Ion pada air Zat kimia Endapan Gambar 2.1.

  Proses terbentuknya endapan lumpur Lumpur (sludge bukan mud atau wet dirt) atau LPL selalu ada di setiap unit pengolahan air, apapun jenis dan bentuk teknologi pengolahannya. Instalasi pengolahan air (IPA) seperti PDAM menghasilkan LPL yang volume hariannya relatif besar, tergantung debit air yang diolah dan konsentrasi kekeruhan air bakunya. Hal ini berkorelasi dengan makin besar debitnya dan makin tinggi konsentrasi padatannya dalam bentuk padatan kasar (coarse solid), padatan tersuspensi (suspended solid) dan koloid, maka makin besar pula volume LPL yang dihasilkan dari unit

  

clarifier dan sedimentasi dalam bentuk diskrit dan flok. LPL

  dalam bentuk diskrit merupakan lumpur yang butir-butirannya terpisah tanpa penambahan koagulan dan volume per satuan waktunya kecil kecuali dimusim hujan. Sebaliknya, volume LPL dalam bentuk flok yaitu kimflok (chemiflocc) sangat besar dihasilkan melalui unit clarifier dan sedimentasi yang didahului oleh unit koagulasi dan flokulasi dengan penambahan koagulan (Cahyana, 2009).

  LPL IPA merupakan produk samping instalasi pengolahan air (IPA) yang memiliki empat tipe limbah lumpur yang dihasilkan berdasarkan koagulan yang dipakai yaitu LPL-Fe (koagulan yang digunakan hanya dari garam besi), LPL-Al

  (koagulan yang digunakan hanya dari garam aluminium), LPL- Fe/Al (koagulan yang digunakan dari garam besi dan aluminium), dan LPL-Ca (terbentuk dari proses lime softening). Pada pengolahan air yang menggunakan koagulan dari garam Al seperti alum dan PAC akan terbentuk LPL sebenarnya masih banyak mengandung alum atau PAC dalam bentuk lumpur yang dapat diolah kembali menjadi koagulan (Mirwan, 2011). Selama penambahan koagulan pada proses pengolahan air akan terbentuk endapan aluminium hidroksida (Al(OH) ) (Cheng dkk, 2012).

  3 LPL IPA memiliki komposisi kimia utama yang sama dengan

  tanah yaitu mengandung senyawa SiO

  2 dan Al

  2 O 3 . Beberapa

  literatur menunjukan komposisi kimia Al O yang terdapat dalam

  2

  3 LPL IPA berkisar 11,37–28,5 % berat (Chiang dkk, 2009) dan

  komposisi kimia lainnya yang dianalisis menggunakan x-ray

  

fluorescence (XRF) ditunjukan Tabel 2.1. Aluminium oksida atau

  Al

  2 O 3 merupakan senyawa yang terdistribusi secara luas di alam,

  tidak dapat larut dalam air dan organik cair, sangat ringan, dan dapat larut dalam larutan asam kuat dan alkali. Pada suhu normal, larutan asam tidak dapat melarutkan SiO

  2 namun dapat

  mengkonversi Al O menjadi ion-ion aluminium terlarut yang

  2

  3

  tergantung pada suhu tinggi dan penggunaan larutan asam yang berlebih (Treybal, 1980).

1 Giza

  2 O

  9. SO

  

3 - 1,49 - -

  10. P

  2 O 5 - - 0,99 -

  11. TiO

  2

  12. V

  2 O

  5

  13. Cr

  3

  8. TiO

  14. MnO - - 5,5 -

  15. ZrO

  2 - - 0,52 -

  16. Cl

  17. LOI - 26,79 - 3,77 –

  13,00 Sumber:

  1 Ching dkk, 2009;

  2 Hegazy dkk, 2012;

  3 Mirwan

  dkk, 2013;

  4 Huang dan Wang, 2013

  2 0,50 - - -

  7. CaO 0,49 5,56 2,65 0,72 – 4,26

  Tabel 2.1.

  Taiwan

  Komposisi kimia LPL IPA di Fong-Yuan Taiwan, Giza Governorate Kairo Mesir, dan PDAM Banjarmasin Indonesia.

  No Jenis Oksida

  Jumlah (%-berat) Fong-

  Yuan Taiwan

  Governorate Kairo

  Mesir

  2 PDAM

  Banjarmasin Indonesia

  3 Taiwan

  Water Corporation

  (10 pabrik pengolahan air di

  4

  2 O 0,62 0,52 - 0,08 – 1,99

  )

  1. SiO

  2 61,93 43,12 64,6 62,3 – 66,9

  2. Al

  2 O 3 11,37 15,97 18,5 19,6 – 23,0

  3. Fe

  2 O 3 5,28 5,26 - 4,9 – 11,3

  4. K

  2 O 3,67 0,26 2,38 0,79 – 2,08

  5. MgO 1,19 0,85 0,5 1,06 – 4,15

  6. Na

  • 3,06 -
  • 0,42 -
  • 0,86 -
  • 0,012 - -
Penggunaan kembali LPL IPA dalam berbagai proses seperti adsorpsi logam pada pengolahan limbah, koagulasi, pengkondisian limbah lumpur, dan media lahan basah telah berhasil diuji coba namun perkembangan implementasinya masih terbatas. Hingga sekarang berbagai upaya yang berbeda telah banyak dilakukan seperti penggunaan kembali LPL sebagai bahan pengolahan air dan air limbah dan perbaikan tanah (Sujana, 1998).

  PDAM Bandarmasih merupakan PDAM pertama yang ada di kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (KAL-SEL). Kapasitas pengolahan awalnya hanya 35 liter/detik dan kini berkembang hingga 546 liter/detik. IPA PDAM Bandarmasih pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu IPA 1 A Yani dan IPA 2 Pramuka (lihat Gambar 2.2 dan Gambar 2.3) yang keduanya menggunakan sistem konvensional dan kualitas airnya tetap terjamin dengan kapasitas pengolahan IPA 1 sebesar 546 liter/detik dan IPA 2 Pramuka sebesar 1.025 liter/detik (Hidayanti dan Rahmawati, 2011). Namun di samping itu, PDAM Bandarmasih Banjarmasin juga menghasilkan LPL yang jumlahnya relatif banyak dan belum mampu untuk mengolah hasil akhir sistem pengolahan airnya tersebut. Selama ini, LPL hanya ditumpuk di lahan terbuka tanpa pemanfaatan. Padahal LPL PDAM merupakan bahan alternatif untuk dijadikan bahan bangunan dan diolah kembali menjadi koagulan untuk penjernihan air bakunya.

Gambar 2.2. Sistem IPA 1 A Yani PDAM Bandarmasih

  Banjarmasin KAL-SEL

Gambar 2.3. Sistem IPA 2 Pramuka PDAM Bandarmasih

  Banjarmasin KAL-SEL (Florencia dan Fadhilah, 2011)

2.2. Ektraksi Padat Cair (leaching)

  Ekstraksi merupakan proses untuk menarik bagian yang aktif atau zat pencemar dari padatan atau campuran menggunakan cairan pelarut yang tidak atau hanya melarut sebagian dengan padatan atau cairan, atau metode pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan kelarutan suatu zat terlarut (solute) dalam pelarut (Ariono dan Mirwan, 2008) dan dibedakan menjadi dua proses yaitu ekstraksi cair-cair (liquid extraction atau solvent

  

extraction) dan ekstraksi padat cair (leaching). Leaching

  merupakan proses peluruhan bagian yang mudah terlarut (solute) dari suatu padatan dengan menggunakan pelarut tertentu pada temperatur dan proses alir tertentu sehingga melibatkan perpindahan massa solute dari dalam matrik padatan ke fase cairan dan dikatakan sebagai proses desorpsi irreversibel (Goto dkk, 1996). Proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan bagian yang mudah terlarut karena lebih bernilai dari padatannya, misalnya bahan tambang, minyak nabati, dan lain-lain, ataupun untuk menghilangkan bahan kontaminan yang mudah terlarut dari padatan yang lebih bernilai, misalnya pigmen dari kontaminan kimiawi yang bisa atau mudah dilarutkan (Treybal 1980). Beberapa faktor penting yang secara dominan mempengaruhi laju ekstraksi yaitu :

  1) Ukuran partikel; semakin kecil ukuran solute, akan semakin mudah mengekstraksinya selain itu hendaknya ukuran butiran partikel tidak memiliki range yang jauh satu sama lain, sehingga setiap partikel akan menghabiskan waktu ekstraksi yang sama. 2) Pelarut (solvent); pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi, artinya kelarutan zat yang ingin dipisahkan dalam pelarut harus besar, sedangkan kelarutan dari padatan pengotor kecil atau diabaikan. Viskositas pelarut sebaiknya cukup rendah sehingga dapat bersirkulasi dengan mudah. 3) Temperatur; dalam banyak kasus, kelarutan material yang diekstraksi akan meningkat dengan naiknya temperatur, sehingga laju ekstraksi semakin besar. Koefisien difusi diharapkan meningkat dengan naiknya temperatur untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi. 4) Pengadukan atau agitasi; agitasi fluida (solvent) akan memperbesar transfer material dari permukaan padatan ke larutan dan mencegah terjadinya sedimentasi.

5) Perbandingan berat bahan dengan volume pelarut.

  Perbandingan ini mempengaruhi tegangan permukaan dari butir-butir bahan dan proses keluarnya zat terlarut dari padatan. Faktor pengendali laju leaching ketika melarutkan zat padat dalam suatu pelarut merupakan laju perpindahan massa

  

solute dari permukaan zat padat ke cairan. Perpindahan massa

solute dari padatan ke cairan dilakukan dengan dua tahapan

  proses yaitu melalui difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa dari permukaan padatan ke cairan dengan mengasumsikan ukuran padatan cukup kecil sehingga konsentrasi solute dalam padatan selalu homogen atau tidak ada gradien konsentrasi dalam padatan (Yuniwati, 2012)

  Komponen zat terlarut Komponen zat dalam terlarut dalam padatan pelarut Pelarut

  Padatan (solvent)

  ]

Gambar 2.4. Mekanisme sederhana proses leaching

  Pada dasarnya tidak ada tahanan dalam fasa padatan bila berupa material murni. Pada sistem batch, difusi dalam padatan terjadi sangat cepat jika dibandingkan dengan difusi dari partikel. Fluks perpindahan massa solute A dari permukaan partikel ke cairan (Geankoplis, 2003) dinyatakan dengan Persamaan (2-1)

  N Ak CC ( ) .............................................................(2-1)

  L AS A A

N A = kgmol A yang larut ke dalam larutan per detik (kgmol

  A/detik)

  2

  = luas permukaan partikel (m )

  A

  = koefisien perpindahan massa (m/detik)

  k L

  3

  = kelarutan solute A dalam larutan (kgmol/m )

  C AS

  3 C = konsentrasi A didalam larutan (kgmol/m ) A

  Persamaan neraca massa pada tangki teraduk untuk pelarutan zat padat secara batch, diperoleh Persamaan (2-2)

  dC A

  ...........................................(2-2)

   A  

  V N Ak ( C C ) L AS A dt

  Integrasi dari t = 0 dan C A = C Ao sampai t = t dan C A = C A diperoleh

   C A t t dC Ak

  A L

  …………………………………....(2-3)

   dt

    

  C C

  V AS AC t Ao

  A . k C L t A

     ..........................................(2-4) ln( C C ) ( t )

  AS A C Ao

  V A . k L

  .......................(2-5)

       {ln( C C ) ln( C C )} t AS A AS Ao

  V  .

  C C A k AS A L

   

ln .......................................................(2-6)

t

   C C

  V AS Ao

  C C  ( k . A / V ) t

  AS A Le .........................................................(2-7)

   C C AS AO

  Difusi molekular merupakan perpindahan molekul dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi lebih rendah dengan pergerakan molekul secara acak. Pada campuran sistem biner A dan B, persamaan umum hukum Fick ditunjukan di persamaan (2-8)

  dx A

  • Az AB

    …………................................…………..(2-8)

  J cD

  dz

  3

c = konsentrasi total A dan B (kgmol A+B / m ) = densitas

  molar campuran

  x = fraksi mol A dalam campuran A dan B A

  Bila konstan maka ,

  c c cx A A

    ( ) .........................................................(2-9) c dx d cx dc

  A A A

  Persamaan (2-9) disubstitusi ke Persamaan (2-8) maka diperoleh persamaan difusi untuk konsentrasi total dalam keadaan konstan :

  dc

  • A

  ……………......................………….……(2-10)  

  J D Az AB dz

  Umumnya laju difusi dalam padatan terjadi sangat lambat daripada dalam cairan dan gas, sehingga perpindahan massa dalam padatan berperan sangat penting dalam proses kimia dan biologi. Difusi dalam padatan dibagi menjadi tiga bagian yaitu difusi dalam padatan berdasar hukum Fick, difusi dalam padatan berongga (berdasarkan struktur padatan), dan difusi pada keadaan

  unsteady untuk berbagai geometri (Geankoplis, 2003).

  Difusi dalam padatan berdasarkan Hukum Fick tidak tergantung pada struktur padatan. Pada proses leaching, difusi terjadi bila cairan atau solute yang terlarut dalam padatan berdifusi ke bentuk larutan homogen yang lain. Pada umumnya, Fluks difusi untuk difusi biner menggunakan persamaan berikut

  dx c A A

  ……………........……..(2-11)

      N cD ( N N )

  A AB A B dz c

  c c

A A

  karena bulk relative kecil, maka atau x juga

   A ( N N ) A B

c c

  kecil, sehingga dapat diabaikan. Bila c dianggap konstan, maka fluks difusi dalam padatan

  D dc AB A

    …………………………………………...(2-12)

  N A dz

  2

  merupakan difusivitas A melalui B (m /detik) dan biasanya

  D AB diasumsikan konstan serta tidak tergantung pada tekanan padatan.

  Dalam padatan D D . Dengan integrasi maka fluks difusi

AB BA

  steady-state untuk padatan D cc

  ( ) AB A

  1 A

  2 N  ……………………………………...(2-13) A zz

  2

  1 Difusi dalam padatan berongga tergantung pada struktur

  padatan memiliki pori-pori atau interconnected voids dalam padatan yang berpengaruh terhadap difusi. Difusi liquid dalam padatan berongga terjadi jika ruang kosong atau pori-pori (voids) terisi dengan cairan sehingga konsentrasi solute dalam cair berada pada lapisan 1 ( c ) dan pada lapisan 2 ( c ) (Gambar 2.5).

  1

  2 A A 1 2 Gambar 2.5.

  Skema padatan berongga Difusi solute yang berada dalam volume void terus bergerak melalui lintasan tortuous (tortuous path) sepanjang z

  2 -z 1 dengan faktor τ merupakan tortuosity. Namun dalam padatan inert, proses difusi tidak terjadi. Difusi solute dalam cairan yang encer pada keadaan steady menggunakan persamaan sebagai berikut

    ( )

  D c c AB A

1 A

  2 

  

N ......................................................(2-14)

A

    ( ) z z

  2

  1  = fraksi open void

  = difusivitas solute dalam air

  D AB  = faktor koreksi untuk lintasan yang lebih panjang (z -z )

  2

  1 Pada padatan inert, nilai  bervariasi antara 1,5 – 5 dengan

  kombinasi persamaan difusivitas

  

  2

  (m /detik) ...................................................(2-15)

   D D

  Aeff AB

2.3. Pemodelan Matematis Proses Ekstraksi

  Pemodelan matematika merupakan proses membangun suatu model matematika untuk menggambarkan dinamika suatu sistem sehingga diperoleh pemahaman dari permasalahan data dunia nyata (real). Proses membangun model matematika tidak pernah berhenti, terus bergerak antar tahapan-tahapan sehingga dapat menghasilkan model yang lebih baik dan tidak ada model yang paling baik (Vries, 2001). Model matematika dapat direpresentasikan sebagai matematis suatu proses, alat, dan/atau konsep dalam bentuk sejumlah peubah yang didefinisikan sebagai pengganti dari masukan, keluaran, dan proses-proses internal dari proses atau alat yang direpresentasikan, serangkaian persamaan dan pertidaksamaan yang menggambarkan interkasi antar peubah.

  Langkah pertama dalam pemodelan matematika adalah menyatakan permasalahan dunia nyata ke dalam pengertian matematika yang meliputi identifikasi dan membentuk beberapa hubungan antara variabel-variabel permasalahan, dan menjabarkan variabel-variabel dan sistem menjadi suatu model. Kerangka dasar model dikonstruksi meliputi asumsi secara esensial yang mencerminkan bagaimana berpikir agar model dapat dijalankan dan diselesaikan walaupun hasilnya hanya sevalid asumsi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.6.

  Dunia Nyata Dunia (real) Matematika Problem Dunia Problem Pembuatan Nyata Matematika Asumsi

  Formulasi persamaan/ pertidaksamaan Penyelesaian