PENGARUH PEMBERIAN BIOFERTILIZER DAN JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea) SKRIPSI

  PENGARUH PEMBERIAN BIOFERTILIZER DAN JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea) SKRIPSI

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

AYU IWANTARI PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

  ii PENGARUH PEMBERIAN BIOFERTILIZER DAN JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea)

  SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Biologi Pada Fakultas Sains dan Teknologi

  Universitas Airlangga Disetujui oleh Pembimbing I,

  Drs. Agus Supriyanto, M.Kes.

  NIP. 19620824 198903 1 002 Pembimbing II, Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes.

  NIP. 19671113 199403 2 001

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga iii LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI

  Judul : Pengaruh Pemberian Biofertilizer dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman

Kubis (Brassica oleracea)

Penyusun : Ayu Iwantari

  NIM : 080914086 Pembimbing I : Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. Pembimbing II : Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. Tanggal Ujian : 30 Agustus 2012 Disetujui oleh :

  Pembimbing I, Drs. Agus Supriyanto, M.Kes.

  NIP. 19620824 198903 1 002 Pembimbing II, Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes.

  NIP. 19671113 199403 2 001 Mengetahui : Ketua Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi

  Universitas Airlangga Dr. Alfiah Hayati NIP. 19640418 198810 2 001

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumber sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga. iv

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, karena dengan limpahan berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Biofertilizer dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kubis (Brassica oleracea)” dengan baik dan lancar. Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Bidang Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

  Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran atau kritik yang membantu dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan penulisan lebih lanjut. Akhirnya, penulis sangat berharap dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk semua pembaca.

  Surabaya, Agustus 2012 Penulis, Ayu Iwantari v

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

UCAPAN TERIMA KASIH

  Kelancaran dan keberhasilan dalam penulisan skripsi ini merupakan ridha Allah Subhanahu Wata’ala melalui bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak yang turut membantu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

  1. Prof. Win Darmanto, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi dan dosen wali yang telah memberi arahan dan kesempatan kepada penyusun untuk menyusun skripsi ini.

  2. Dr. Alfiah Hayati selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi yang senantiasa memberi dorongan kepada penyusun agar dapat menyusun skripsi ini dengan baik.

  3. Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. selaku pembimbing I yang senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berharga.

  4. Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. selaku pembimbing II yang senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berharga.

  5. Dr. Edy Setiti Wida Utami, M. S. selaku penguji III atas saran dan arahan

yang diberikan kepada penyusun untuk menyusun skripsi ini.

  6. Dr. Dwi Winarni, M.Si. selaku penguji IV atas saran dan arahan yang diberikan kepada penyusun untuk menyusun skripsi ini. vi

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  7. Bapak/Ibu dosen pengajar yang selama ini memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

  8. Bapak, Ibu, dan adik-adikku tercinta atas doa, cinta kasih yang tulus, dukungan, perhatian, dan kepercayaan kepada penulis.

  9. Karyawan Biologi Pak Ni, Pak Dji, Pak Sunar, Mas Eko, Mas Joko, Mas Yanto, Mas Catur, Mbak Arie, dan Mbak Yatminah serta karyawan ruang baca yang senantiasa memberikan pelayanan dan bantuan yang sebaik- baiknya kepada penyusun.

  10. Teman-teman seperjuangan di laboratorium mikrobiologi: Cici, Wilda (Ncuz), Fita, Ainun, Belinda, Putu, Mbak Nina, Anita, dan Rochma atas bantuannya selama melakukan penelitian.

  11. Teman-temanku angkatan ’08: Arik, Om Putu, Abi, Zuda, Indah, Tining, Irama (Bulek), dan teman-teman lainnya atas segala inspirasi, motivasi, dan semangatnya selama ini. Kalian merupakan hal terindah dalam perjalananku selama ini.

  12. Teman kosku Yuni yang senantiasa memberikan bantuannya dalam penyusunan skripsi selama ini.

  13. Para pembelajar sejati di dunia pelajar dan mahasiswa, saudara seperjuangan di BEM KBM FSaintek 2009-2010, JIMM FSaintek 2010, KSSAPL 2010 dan seluruh teman-teman tempatku belajar dan berkarya selama ini. vii

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  14. Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dari yang telah diberikan kepada penyusun.

  Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik, tanggapan maupun komentar yang bersifat

membangun diharapkan dapat digunakan untuk perbaikan di masa datang.

  Akhirnya, penyusun berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi diri penyusun pribadi maupun bagi semua pihak.

  Surabaya, Agustus 2012 Penyusun Ayu Iwantari viii

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Ayu Iwantari, 2012, Pengaruh Pemberian Biofertilizer dan Jenis Media

Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kubis (Brassica

oleracea). Skripsi ini dibimbing oleh Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. dan Tri

Nurhariyati, S.Si., M.Kes. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Airlangga.

  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea). Parameter yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter krop) dan produktivitas tanaman (berat basah krop). Konsorsium biofertilizer terdiri dari Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium sp., Bacillus megaterium, Pseudomonas fluoresense, Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus plantarum, dan Cellulomonas. Pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 10 perlakuan, terdiri dari M1D0- (tanah), M1D0+ (tanah dan NPK), M1D5 (tanah dan 5 mL biofertilizer), M1D10 (tanah dan 10 mL biofertilizer), M1D15 (tanah dan 15 mL biofertilizer), M2D0- (campuran tanah dan kompos), M2D0+ (campuran tanah dan kompos dan NPK), M2D5 (campuran tanah dan kompos dan 5 mL biofertilizer), M2D10 (campuran tanah dan kompos dan 10 mL biofertilizer), M2D15 (campuran tanah dan kompos dan 15 mL biofertilizer). Campuran tanah dan kompos yang digunakan adalah 1:1 (berat:berat). Setiap perlakuan menggunakan 3 kali ulangan. Data hasil panen dianalisis statistik dengan One Way ANOVA dengan uji lanjutan LSD (Least Significance Diference) dan uji Kruskal-Wallis dengan uji lanjutan Mann-Whitney (α=0,1). Dari analisis statistik menunjukkan ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter krop. Pada tinggi tanaman hasil tertinggi didapat pada perlakuan M2D0- diikuti M2D15, jumlah daun pada perlakuan M2D0-, M1D0+, M1D5, dan M1D15 namun keduanya tidak berbeda signifikan, dan diameter krop pada perlakuan M2D5. Tetapi pada berat basah krop menunjukkan tidak ada pengaruh.

  Kata kunci: biofertilizer, media tanam, kubis (Brassica oleracea) ix

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Ayu Iwantari, 2012, Effect of Biofertilizer and Type of Growing Media on Growth and Productivity of Cabbage (Brassica oleracea). This study is guided by Drs. Agus Supriyanto, M.Kes. dan Tri Nurhariyati, S.Si., M.Kes. Department of Biology, Faculty of Science and Technology, University of Airlangga.

  ABSTRACT The purpose of this study was to know interaction between dose of biofertilizer and type of growing media on growth and productivity of cabbage

  (Brassica oleracea). This study used biofertilizer consisted of Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium sp., Bacillus megaterium, Pseudomonas fluoresense, Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus plantarum, and Cellulomonas. this study used the Completely Randomized Design consisted of 10 treatments. The treatments are M1D0- (soil), M1D0+ (soil and NPK), M1D5 (soil and 5 mL biofertilizer), M1D10 (soil and 10 mL biofertilizer), M1D15 (soil and 15 mL biofertilizer), M2D0- (mixture of soil and compost), M2D0+ (mixture of soil and compost and NPK), M2D5 (mixture of soil and compost and 5 mL biofertilizer), M2D10 (mixture of soil and compost and 10 mL biofertilizer), M2D15 (mixture of soil and compost and 15 mL biofertilizer). Mixture medium consisted of soil and compost 1:1 (w:w). Each treatment used 3 replication. Data were analyzed by One Way ANOVA followed by Least Significant Difference and Kruskal-Wallis followed by Mann-Whitney Test (α=0,1). The result showed that interaction biofertilizer and type of growing media gave effect on height of plant, number of leaves, and diameter of crop. The highest result on heigt of plant showed on M2D0- and M2D15 but it didn’t significant, number of leaves showed on M2D0-, M1D0+, M1D5, and M1D15 but it didn’t significant and diameter of crop showed on M2D5. But interaction biofertilizer and type of growing media didn’t give effect on wet weight of crop.

  Keyword: biofertilizer, growing media, cabbage (Brassica oleracea) x

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR ISI

  LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ ii BAB I

  

  

  

  

  

  

  

  

  BAB II

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  BAB III

  

  

   xi

  xii

  BAB I

   LAMPIRAN

  

  BAB

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR TABEL

  Nomor Judul Tabel Halaman

  2.1 Klasifikasi tekstur tanah menurut beberapa sistem ............................. 25

  4.1 Data tinggi kubis saat panen ............................................................... 39

  4.2 Data jumlah daun kubis saat panen ..................................................... 41

  4.3 Data diameter krop kubis saat panen .................................................. 43

  4.4 Data berat basah krop saat panen ........................................................ 44 xiii

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR GAMBAR

  Nomor Judul Halaman

  1 Tanaman kubis. a) varietas Babat, b) varietas Garung, dan c) varietas Singgalang ............................................................................ 9

  

2 Bentuk krop kubis lokal. a) varietas Jawa, b) varietas Segon, c)

varietas Kemeh, dan d) varietas Jlonggrong ...................................... 10

  

3 Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap tinggi kubis .................................................... 40

  

4 Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap jumlah daun kubis ......................................... 41

  

5 Diagram pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis

media tanam terhadap diameter krob kubis ....................................... 43

  6 Diagram interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap berat basah krob .................................................................. 44 xiv

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR LAMPIRAN

  Nomor Judul

  1 Hasil uji kualitas biofertilizer

  2 Data pengukuran tinggi tanaman kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

  3 Data jumlah daun kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

  4 Data diameter krop kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

  5 Data berat basah krop kubis (Brassica oleracea) pada perlakuan interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

  6 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap tinggi tanaman kubis (Brassica oleracea)

  7 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap jumlah daun tanaman kubis (Brassica oleracea)

  8 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap diameter krop tanaman kubis (Brassica oleracea)

  9 Hasil uji statistik pengaruh interaksi dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap berat basah krop tanaman kubis (Brassica oleracea)

  10 Bahan-bahan penanaman kubis (Brassica oleracea)

  11 Alat-alat penelitian

  12 Beberapa hasil penelitian xv

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Saat ini nilai ekspor Indonesia yang cukup tinggi dari sektor hortikultura adalah buah-buahan dan sayur-sayuran. Salah satu jenis sayuran yang banyak di ekspor adalah kubis. Kubis atau kol merupakan salah satu tanaman sayuran yang mendapat prioritas untuk ditingkatkan produksinya (Firmansyah dan Sri, 2003).

  Selain itu, pasar yang mampu menyerap sayuran kubis dalam jumlah besar adalah kota-kota besar.

  Kubis dapat memberi sumbangan yang berharga bagi kesehatan, karena banyak mengandung vitamin dan mineral terutama daun kubis yang berwarna hijau banyak mengandung vitamin A (Harjadi, 1989). Pada sayuran kubis juga terkandung zat spesifik anti karsinogen atau antikanker yang dapat mencegah atau mengurangi resiko terkena kanker.

  Tingginya permintaan akan kubis ini, tidak diimbangi dengan hasil produksi kubis dalam negeri. Hasil rata-rata produksi kubis di Indonesia tergolong masih rendah, yaitu berkisar 10-15 ton/ha. Dibandingkan dengan negara-negara penghasil kubis lainnya seperti Nederland ± 36 ton/hektar dan Amerika Serikat ± 25 ton/hektar. Berdasarkan kebutuhan unsur hara, tanaman kubis merupakan tanaman yang memerlukan unsur hara nitrogen lebih banyak dibandingkan dengan unsur hara yang lainnya (Pracaya, 2007). Menurut Mulyono (2009), kubis adalah tanaman yang memerlukan pupuk cukup banyak karena tanaman ini banyak menyerap zat makanan, terlebih unsur nitrogen dan kalium. Menurut

  1

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  2 Goeswono (1983) dalam Subhan (1994), peran fosfat adalah untuk merangsang penyerapan molibdenum oleh tanaman, selain itu fosfat berpengaruh terhadap kualitas kubis.

  Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, luas lahan di Jawa Timur untuk pertanian kubis seluas 9.993 ha. Luas ini berkurang jika dibandingkan pada tahun 2009 yang mencapai 10.748 ha. Dari tahun ke tahun luas lahan di Indonesia cenderung mengalami penurunan, untuk itu dibutuhkan suatu usaha untuk mengatasi hal tersebut antara lain dengan memanfaatkan pekarangan. Berdasarkan data tingkat konsumsi per kapita tahun 2002 komoditi kubis memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata per kapita sebesar 7,69% dari tahun 1999-2002.

  Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, pada tahun 1960an diterapkan suatu teknologi pertanian, yaitu Revolusi Hijau. Disadari ataupun tidak penerapan Revolusi Hijau juga memiliki beberapa dampak negatif, yaitu penggunaan pupuk dan pestisida yang tinggi. Di sisi lain, penggunaan pupuk dan pestisida ini ternyata telah mencemari sebagian sumber daya lahan, air, dan lingkungan. Menurut Anonim (2005), pemberian pupuk buatan dan pestisida pada tanaman kubis yang jauh di atas ambang batas dapat memberikan kontribusi negatif terhadap kelestarian lingkungan. Bahkan terdapat beberapa petani di Alahan Panjang yang memberikan pestisida mencapai 100 liter dan pupuk SP lebih dari 600 kg/ha, sehingga berdampak buruk terhadap mutu produksi, makhluk hidup, dan pencemaran lingkungan yang berdampak buruk terhadap ekosistem.

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  3 Sistem pertanian saat ini dengan menggunakan pupuk kimia, selain menimbulkan dampak negatif juga banyak menimbulkan masalah. Menyikapi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertanian konvensional, perhatian masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang ramah lingkungan. Salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengembangkan pertanian organik yang dapat dikatakan merupakan suatu sistem yang mampu menjaga keselarasan diantara komponen ekosistem secara berkesinambungan dan lestari.

  Pertanian organik ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya, misalnya mikroba. Dalam usaha untuk mengembangkan bioteknologi di bidang pertanian organik ini, lembaga penelitian dan perguruan tinggi juga ikut andil melalui penelitian-penelitian tentang mikroorganisme yang mampu menyediakan unsur hara dan pengendalian penyakit. Implementasi yang secara nyata dapat dirasakan oleh para petani adalah dengan pembuatan pupuk hayati (biofertilizer).

  Biofertilizer adalah inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Simanungkalit dkk., 2006). Mikroba tersebut antara lain adalah Azotobacter, Azospirillum, dan Rhizobium merupakan mikroba yang mampu menambat unsur nitrogen. Bacillus dan Pseudomonas mampu menambat unsur fosfat. Saccharomyces, Lactobacillus, dan Cellulomonas membantu dalam proses dekomposisi yang menghasilkan unsur kalium.

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  4 Media tanam yang baik merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan produksi tanaman. Banyak jenis media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman seperti top soil, maupun menggunakan bahan organik. Dengan mengkombinasikan media tanam dengan pupuk hayati maka tanaman dapat tumbuh baik karena hara yang dibutuhukan ada dalam bentuk tersedia dan dalam jumlah yang cukup. Menurut Sarief (1989), bahan organik dapat memperbaiki kualitas tanah. Ketersediaan bahan organik di dalam tanah ikut menentukan kesuburan tanah sebab bahan organik di dalam tanah berfungsi sebagai unsur hara, merangsang aktivitas mikroorganisme tanah, dan memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.

  Dengan pemakaian biofertilizer diharapkan tidak hanya akan memberi dampak positif bagi tanah saja tetapi juga pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Dengan menggunakan biofertilizer akan mengurangi jumlah ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia. Selain itu, penggunaan biofertilizer tidak akan meninggalkan residu kimia seperti pada pemakaian pupuk kimia, karena bagian yang dikonsumsi dari tanaman kubis adalah krop (daun).

  Dengan demikian, diharapkan pula jumlah komoditi ekspor kubis akan meningkat dan memberi keuntungan pada para petani. Pada gilirannya manusia sebagai konsumen utama kubis, akan lebih leluasa untuk mengkonsumsi kubis karena tidak meninggalkan residu kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Selain faktor tersebut, kubis merupakan tanaman yang mempunyai pasar luas, baik dalam negeri sendiri maupun untuk kepentingan ekspor.

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  5 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui formulasi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis.

  1.2. Rumusan Masalah

  1. Apakah ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea)?

  2. Apakah ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea)?

  1.3. Asumsi Kubis adalah tanaman yang memerlukan pupuk cukup banyak terlebih unsur nitrogen, kalium dan fosfat. Biofertilizer adalah inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Azotobacter, Azospirillum, dan Rhizobium merupakan mikroba yang mampu menambat unsur nitrogen. Bacillus dan Pseudomonas mampu menambat unsur fosfat. Saccharomyces, Lactobacillus, dan Cellulomonas membantu dalam proses dekomposisi yang menghasilkan unsur kalium. Ketersediaan bahan organik di dalam tanah ikut menentukan kesuburan tanah

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  6 Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah dosis pupuk dan jenis media tanam. Pada dosis pupuk yang berbeda, jumlah total mikroba juga berbeda. Semakin tinggi dosis pupuk semakin banyak pula jumlah mikrobanya. Kandungan nutrien dalam setiap tanah berbeda-beda. Semakin tinggi kandungan bahan organiknya, semakin tinggi pula tingkat kesuburan tanah. Dengan tingginya dosis pupuk dan tingkat kesuburan tanah yang semakin tinggi, akan memberikan hasil pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang tinggi pula.

1.4. Hipotesis Penelitian

  1.4.1. Hipotesis kerja Jika interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam, berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea) maka interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam yang berbeda akan menunjukkan hasil pertumbuhan dan produktivitas yang berbeda.

  1.4.2. Hipotesis statistik

  1. H : tidak ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea).

  H : ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media

  1 tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea).

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  7

  2. H : tidak ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea).

  H 1 : ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea).

  1.5. Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kubis (Brassica oleracea).

  2. Mengetahui pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam terhadap produktivitas tanaman kubis (Brassica oleracea).

  1.6. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini, akan memberikan manfaat untuk petani maupun masyarakat, diantaranya adalah menambah informasi dan pengetahuan tentang interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman kubis.

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Kubis (Brassica oleracea)

  2.1.1. Klasifikasi kubis (Brassica oleracea) Berikut adalah klasifikasi dari tanaman kubis (Brassica oleracea): Kingdom : Plantae

  Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Brassicales Familia : Brassicaceae Genus : Brassica Species : Brassica oleracea (Simpson, 2006)

  2.1.2. Morfologi kubis (Brassica oleracea) Kepala kubis paling tepat digambarkan sebagai tunas akhir tunggal yang besar, yang terdiri atas daun yang saling bertumpang tindih secara ketat, yang menempel dan melingkupi batang pendek tidak bercabang. Tinggi tanaman umumnya berkisar antara 40-60 cm. Pada sebagian kultivar, pertumbuhan daun awal memanjang dan tiarap. Daun berikutnya secara progresif lebih pendek, lebih lebar, lebih tegak, dan mulai menindihi daun yang lebih muda. Pembentukan daun yang terus berlangsung dan pertumbuhan daun terbawah dari daun yang saling bertumpang tindih meningkatkan kepadatan kepala yang berkembang. Bersamaan dengan pertumbuhan daun, batang juga lambat lahun memanjang dan membesar.

  8

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  9 Pertumbuhan kepala bagian dalam yang terus berlangsung hingga melewati fase matang (keras) dapat menyebabkan pecahnya kepala. Variabel komoditas yang penting adalah ukuran kepala, kerapatan, bentuk, warna, tekstur daun, dan periode kematangan. Bentuk kepala berkisar dari elips meruncing hingga gepeng lirdru, dengan bentuk yang paling disukai adalah bundar atau hampir bundar. Warna daun dengan atau tanpa lapisan lilin, beragam dari hijau muda hingga hijau-biru tua, dan juga ungu kemerahan. Tekstur daun licin atau kusut (Rubatzky et al., 1998).

  Menurut Sunarjono (2011) morfologi kubis adalah sebagai berikut. Kubis atau kol sebenarnya merupakan tanaman semusim atau lebih yang berbentuk perdu. Tanaman kubis berbentuk perdu berbatang pendek dan beruas-ruas, sebagai bekas tempat duduk daun. Tanaman ini berakar tunggang dengan akar sampingnya sedikit tetapi dangkal. Daunnya lebar berbentuk bulat telur dan lunak. Bunganya tersusun dalam tandan dengan mahkota bunga berwarna kuning spesifik. Buahnya bulat panjang menyerupai polong. Polong muda berwarna hijau, setelah tua berwarna kecokelatan dan mudah pecah. Bijinya kecil, berbentuk bulat, dan berwarna kecokelatan. Biji yang banyak tersebut menempel pada dinding bilik tengah polong. a b c

  Gambar 1. Tanaman kubis. a) varietas Babat, b) varietas Garung, dan c) varietas Singgalang. Sumber: Hidayat dkk. (2004).

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  10 Gambar 2. Bentuk krop kubis lokal. a) varietas Jawa, b) varietas Segon, c) varietas Kemeh, dan d) varietas Jlonggrong. Sumber: Hidayat dkk. (2004)

2.1.3. Syarat pertumbuhan kubis (Brassica oleraceae)

  Tanaman kubis merupakan tanaman dataran tinggi, tumbuh terbaik pada ketinggian tempat lebih dari 750 m di atas permukaan laut. Namun demikian sekarang sudah banyak kultivar yang dapat ditanam pada dataran yang lebih rendah. Kubis toleran terhadap beberapa jenis tanah, dengan pH sekitar netral.

  Bahkan pada tanah yang masam, kubis mampu tumbuh dengan baik. Kubis termasuk tanaman dwimusim, namun dapat juga ditanam sebagai tanaman semusim (Ashari, 1995).

  Menurut Sunarjono (2011), syarat yang penting untuk dipenuhi supaya kubis (Brassica oleracea) tumbuh dengan baik, yaitu tanahnya gembur, mengandung bahan organik, suhu udaranya rendah dan lembab. Pada umumnya di dataran rendah dan bersuhu tinggi tanaman kubis sulit untuk membentuk krop (telur) atau berbunga. Syarat lainnya ialah pH tanah antara 6-7 karena ada salah satu jenis kubis, yaitu kubis bunga yang sangat peka terhadap pH rendah. Waktu

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

11 tanam kubis yang baik ialah pada awal musim hujan (awal Oktober) atau awal musim kemarau (Maret).

2.1.4. Panen kubis (Brassica oleracea)

  Tanaman kubis (Brassica oleracea) dapat dipanen hasilnya setelah kropnya besar dan padat penuh. Umur tanamannya kira-kira antara 3-4 bulan dari waktu sebar. Pemanenan tidak boleh terlambat karena kropnya akan pecah (retak) dan kadang-kadang busuk. Tanaman yang terawat dengan baik dan tidak terserang hama atau penyakit dapat menghasilkan krop antara 30-40 ton/ha untuk jenis kubis telur (Sunarjono, 2011).

2.2. Tinjauan Umum Pupuk

  Dalam arti luas, pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman (Rosmarkam dkk., 2002).

2.2.1. Pupuk hayati (Biofertilizer)

  Biofertilizer adalah inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Simanungkalit dkk., 2006). Menurut Gunalan (1996) dalam Rahmawati (2005), secara garis besar fungsi tersebut dapat dibagi menjadi berikut:

  1. Penyedia hara

  2. Peningkat ketersediaan hara

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  12

  3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman

  4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus

  5. Perombak persenyawaan agrokimia 6. Pemantap agregat tanah.

  Menurut Taniwiryono dan Isroi (2008) kelompok mikroba yang sering digunakan dalam pupuk hayati (biofertilizer) adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang melarutkan hara (terutama P dan K), dan mikroba-mikroba yang merangsang pertumbuhan tanaman. Salah satu kelemahan pupuk hayati adalah mikroba tergantung pada faktor lingkungan. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun abiotik.

a. Mikroba pelarut fosfat (P)

  Kebanyakan tanah di wilayah tropis adalah asam. Sebagian besar bentuk fosfat ada dalam bentuk koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada kebanyakan tanah tropis diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sekitar 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002).

  Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi fosfat. Dalam proses pelarutan fosfat oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam

yang sangat erat hubungannya dengan metabolisme (Prihatini dkk., 1996).

  Keberadaan mikroba pelarut fosfat dalam zona rhizosphere tanaman memberikan dua manfaat, yaitu mampu meningkatkan kelarutan fosfat anorganik

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

13 tanaman dan daya serap fosfat oleh perakaran tanaman (Rafi’i, 1982). Pada tanah netral atau basa memiliki kandungan kalsium yang tinggi karena akan terjadi pengendapan kalsium fosfat sehingga fosfat berikatan dengan Ca. Sedangkan tanah yang asam umumnya miskin akan ion kalsium, karenanya fosfat diendapkan dalam bentuk senyawa besi atau aluminium yang tidak dengan mudah diserap oleh perakaran tanaman atau mikroba tanah. Mikroba dan perakaran tanaman mampu melarutkan fosfat dan mengubahnya sehingga dengan mudah tersedia bagi tanaman (Muslimin, 1995). Beberapa jenis mikroba penambat fosfat ini adalah Pseudomonas dan Bacillus. Bacillus megaterium diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman (Simanungkalit dkk., 2006).

b. Mikroba penambat nitrogen (N)

  Bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen molekular dapat dibedakan menjadi organisme aerob obligat, aerob fakultatif, dan anaerob. Bakteri aerob obligat termasuk dalam genus Azotobacter dan Bacillus. Bakteri anaerob fakultatif antara lain genus Pseudomonas dan Aerobacter. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang anaerob diwakili oleh genus Clostridium, Chlorobium, dan Metanobacterium (Rao, 1994). Menurut Purwoko (2007) proses penambatan unsur nitrogen juga dapat dilakukan oleh Rhizobium.

  Daur nitrogen agak lebih kompleks dan mencakup sejumlah langkah mikroorganisme dalam pengubahan unsur ini menjadi bentuk yang dapat digunakan. Selama jalannya metabolisme ini gugusan amino paling sering dibebaskan sebagai amoniak (Volk dan Margaret, 1990).

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  14 Menurut Yuwono (2006), mikroba penambat nitrogen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

  1. Mikroba penambat nitrogen non simbiosis Mikroba non simbiosis yaitu mikroba yang hidup bebas dan mandiri di dalam tanah (Pelczar dan Chan, 1998). Mikroba pemfiksasi nitrogen non simbiotik salah satunya dilakukan oleh Azospirillum dan Azotobacter.

  Azospirillum merupakan salah satu jenis mikroba yang hidup di daerah perakaran.

  Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabkan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen (Rahmawati, 2005).

  Azotobacter juga merupakan mikroba yang hidup di daerah perakaran.

  Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, mikroba ini juga menghasilkan sejenis hormon yang hampir sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti pada Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Rahmawati, 2005).

  Jumlah nitrogen yang ditambat melalui proses non simbiosis diperkirakan 56 kg/ha pertahun (Pelczar dan Chan, 1998). Azospirillum diestimasi mampu menghemat penggunaan pupuk nitrogen ekuivalen dengan 20-40 kg/ha pada pertanaman serealia (Yuwono, 2006).

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  15

  2. Mikroba penambat nitrogen simbiosis Mikroba penambat nitrogen secara simbiotik adalah mikroba yang mampu hidup dalam akar tanaman jenis legume (Muslimin, 1995). Fiksasi nitrogen semacam ini dapat dilakukan oleh Rhizobium leguminosarum dan Rhizobium japonicum. Pada proses penambatan, Rhizobium dan tanaman saling mendapatkan keuntungan dari hubungan ini. Rhizobium menyediakan nitrogen untuk tanaman dan tanaman menyediakan zat nutrien yang dibutuhkan oleh Rhizobium (Pelczar dan Chan, 1998).

  Proses penambatan utama nitrogen terdiri atas dua reaksi yang terpisah, yaitu pembentukan reduktan dan pengikatan gas nitrogen. ATP diperlukan untuk reaksi pertama, yang elektronnya diteruskan dari feredoksin tereduksi ke reduktan yang hingga kini belum diketahui. Pada reaksi kedua gas nitrogen ditambatkan ke protein (nitrogenase), yang mengandung molibdenum dan besi. Tidak diketahui

berapa molekul ATP diperlukan untuk proses ini (Volk dan Margaret, 1990).

c. Mikroba dekomposisi Bahan organik dapat berfungsi bila telah mengalami penguraian.

  Berkaitan dengan hal tersebut, maka harus diketahui proses dekomposisinya. Dekomposisi merupakan proses perubahan senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang dikenal dengan sebutan proses mineralisasi (Arief, 2001).

  Menurut Rosmarkam dkk. (2002), dekomposisi merupakan proses pemakanan jaringan tanaman oleh makhluk hidup tingkat tinggi dan rendah. Proses ini tidak hanya pemecahan senyawa, tetapi juga sintesis senyawa.

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  16 Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua tahapan dekomposisi karena kerja mikroorganisme tanah. Bermacam-macam senyawa organik yang mencapai tanah dalam bentuk sisa-sisa tanaman atau hewan tersusun dari karbohidrat yang kompleks, gula sederhana, tepung, selulosa, hemiselulosa, pektin, getah, lendir, protein, lemak, minyak, lilin, resin, alkohol, aldehid, keton, asam-asam organik, lignin, fenol, tanin, hidrokarbon, alkaloid, pigmen, dan produk-produk lainnya. Selama dekomposisi terjadi tiga proses paralel, yaitu degradasi sisa-sisa tumbuhan dan hewan oleh selulosa dan enzim- enzim mikroba lainnya, peningkatan biomassa mikroorganisme yang terdiri dari polisakarida dan protein, dan akumulasi atau pembebasan hasil akhir (Rao, 1994).

  Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari

C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein.

  Ukuran partikel dalam bahan organik, ciri-ciri dan jumlah mikroorganisme yang terlibat, sejauh mana ketersediaan C, N, P, dan K, kandungan kelembapan tanah, temperatur, pH dan aerasi, adanya senyawa- senyawa penghambat, dan sebagainya, merupakan sebagian dari faktor-faktor utama yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik (Rao, 1994).

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  17 Peningkatan suhu tanah dapat merangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO ). Selain itu, dengan suhu yang tinggi, bakteri termofilik akan berfungsi untuk

  2 mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan organik dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnani dkk., 2005).

  Kondisi pH alkalin atau basa mempunyai dampak yang baik dalam dekomposisi. Hal ini terlihat dari penelitian Heerden et al. (2002) yang menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH) ) dalam pengomposan limbah jeruk

  2 untuk menyesuaikan tingkat pH substrat. Perlakuan ini bertujuan untuk meningkatkan suasana pH substrat yang bersifat asidik menjadi alkalin, sehingga dengan demikian kondisi ikatan ligninselulosa menjadi lebih mudah untuk dipecah oleh enzim yang diproduksi mikroba selulolitik. Lemos et al. (2003) menyatakan bahwa mikroba selulolitik adalah mikroba yang mempunyai enzim untuk menghidrolisis selulosa dan kristalin selulosa.

  Bertoldi et al. (1983) menyarankan bahwa pH optimum dalam pengomposan berkisar antara 5,5 dan 8,0, dikarenakan pH merupakan salah satu karakteristik penting dari proses pengomposan. Selama pengomposan terjadi mineralisasi nitrogen organik menjadi nitrogen amonia yang menyebabkan nilai pH meningkat, sedangkan penurunan pH disebabkan oleh produksi asam-asam organik yang meningkat atau proses nitrifikasi. Perubahan nilai pH juga dipengaruhi oleh pertukaran ion amonium.

  Menurut Higa (1994), mikroorganisme tanah dapat diklasifikasikan ke dalam mikroorganisme dekomposer dan mikroorganisme sintetis.

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

  18 Mikroorganisme dekomposer dibagi menjadi kelompok yang melakukan dekomposisi oksidatif dan fermentasi. Fermentasi adalah proses anaerob fakultatif dimana mikroorganisme (misalnya ragi atau Saccharomyces cereviceae) mentransfer molekul organik kompleks menjadi senyawa organik sederhana dapat langsung diserap oleh tanaman. Dari sekian banyak mikroorganisme dalam EM ada 5 golongan pokok, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus (bakteri asam laktat), Streptomyces, ragi atau yeast dan Actinomycetes. Bakteri tersebut jika diaplikasikan dapat dengan cepat menjadi aktif merombak bahan organik dalam tanah. Selain itu EM juga dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan organisme lain yang menguntungkan seperti bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat, mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap patogen, serta menekan pertumbuhan jamur patogen tular tanah. Lactobacillus sp. berfungsi mendekomposisi bahan organik tanah. Dalam proses dekomposisi tahap awal akan dihasilkan asam-asam organik yang bertindak sebagai asam lemah sehingga secara tidak langsung juga menyumbang terhadap penurunan pH tanah.

  Tingkat akhir dari proses dekomposisi disebut mineralisasi. Dalam proses mineralisasi akan dilepaskan mineral hara tanaman yang tadinya merupakan penyusun bahan organik. Hara yang dilepaskan adalah N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur mikro. Unsur-unsur tersebut kemudian diserap oleh tanaman untuk membentuk jaringan tubuh sebagai senyawa organik (Rosmarkam dkk., 2002).

d. Mikroba penghasil zat-zat aditif

  Banyak spesies bakteri dan jamur menghasilkan asam indol asetat (IAA) dalam jumlah sedikit, terutama apabila medium pertumbuhannya ditambah

  

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

19 dengan triptofan, penyusun IAA. Misalnya, Agrobacterium tumefaciens,

  Rhizobium spp., dan Pseudomonas fluorescens menghasilkan IAA dalam kultur murni atau dalam asosiasi dengan tanaman tinggi (Rao, 1994).

  Azotobacter dapat menghasilkan hormon tumbuh dalam kompos mikrobial dan melalui proses inhibisi masuk ke dalam biji yang berkecambah.

  Hormon ini adalah auksin dan IAA. IAA ini diproduksi sebanyak 0,05-1 µg/ml cairan kultur. Selain IAA, ditemukan adanya 20 µg atau ZPT/ml asam giberalat dalam kultur Azotobacter berumur 17 hari (Imas dkk., 1989).

  Dalam kaitannya dengan ZPT, tanaman yang berasosiasi dengan Azospirillum akan memperoleh banyak keuntungan, antara lain karena adanya suplai :

  1. Hormon pertumbuhan seperti auksin, IAA dan giberelin yang diproduksi dalam kondisi tertentu

  2. Auksin berfungsi memacu pertumbuhan akar dan rambut-rambut akar sehingga daerah serapan akar terhadap hara seperti N, P, K dan air diperluas (Hadas dan Okon, 1987)

  3. Vitamin berupa tiamin, niasin dan pantotenik (Rodelas et al., 1993 dalam Hanafiah dkk., 2007) yang bersama dengan hormon tumbuh berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan dan produksi tanaman