PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI EKSTRAK KOMPOS KULIT NANAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica rapa L.)

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF KIND AND CONSENTRATION OF PINEAPPLE WASTE COMPOST EXTRACT ON THE GROWTH AND PRODUCTION

OF MUSTARD PLANT (Brassica rapaL.)

By

DUWI SULISTYO WATI

Fertilizer is one production input of farming that important to keep and increase farming production stability. So the farmer is needed it. Now the fertilizer price is so expensive now and scarce in market, so farmer is hard to get it. It influence to every production cost that is token, especially to fertilizer. The farmer needs alternative fertilizing like pineapple plants. Pineapple skin is industrial waste that can be alternative fertilizer. It contains compounds humat and other that stimulate plants. It mixes by water or sour extract and alkali. Compound that had extract will be able to be formulated be organic fertilizer.

The aim of this research are to know the influence of kind and concentration of pineapple waste compost extract on the growth and production of mustard plant (Brassica rapa L.) and find the best concentration of pineapple waste compost extract on the growth and production mustard plant.

This research was done by using random group plan and arrange as factorial (3x5) with 3 repetitions. The first factor is extractor kind (E) that consists of: 1. Aquades (E1), 2. Citrate 2% (E2), and 3. Sour acetate 0,01 N (E3). The second factor is

pineapple skin’s compost extract (K) consist of: 1. Concentration 0% (K1), 2.

Concentration 25% (K2), 3. Concentration 50% (K3), 4. Concentration 75% (K4),

and Concentration 100% (K5). If it done by atomizing with leaf by using hand

sprayer plastic as many as 50 ml tan-1. The observation was done by plant high, total leaf, root wet heavy, root dry heavy, part wet heavy on plant, part dryheavy on plant. Data got byBurtletttest and aditivity data byTurkeytest. Analyses used sidik kinds, on the 5% stage used BNT test and the last used polynomial respond test.


(2)

that reflects the production.

Keywords: agroindustrial waste of pineapple; alternative liquid organic fertilizer; extractant aquades, citrate, sour acetate; mustard plant; pineapple waste compost extract.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI EKSTRAK KOMPOS KULIT NANAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

TANAMAN SAWI (Brassica rapaL.)

Oleh

DUWI SULISTYO WATI

Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang sangat penting untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi pertanian. Melihat peran pupuk sangat penting di bidang pertanian maka petani sudah pasti sangat membutuhkannya. Namun kenyataannya pada saat sekarang ini harga pupuk pabrikan sangat mahal dan bahkan tidak jarang langka di pasaran, sehingga para petani sulit untuk mendapatkannya. Hal ini sangat mempengaruhi setiap biaya produksi yang dikeluarkan oleh para petani. Untuk itu sebagai salah satu alternatif agar beban biaya produksi khususnya sarana produksi (pupuk) berkurang maka perlu dicari pupuk alternatif untuk menggantikan pupuk pabrikan tersebut. Salah satu sumber pupuk alternatif ini dapat berasal dari bahan baku lokal berupa bahan organik yang berasal dari limbah agro industri. Kulit nanas merupakan limbah industri nanas yang dapat dijadikan salah satu sumber alternatif bahan organik untuk dijadikan pupuk alternatif. Bahan oganik yang masih mentah ini apabila dikomposkan dapat menjadi bahan organik matang yang banyak mengandung senyawa humat dan senyawa lainnya yang diduga dapat berperan sebagai zat perangsang tumbuh (ZPT) tanaman. Senyawa ini kemudian diekstrak menggunakan berbagai pengekstrak seperti air maupun pengekstrak asam dan basa. Senyawa yang telah terekstrak tersebut akan dapat diformulasikan menjadi pupuk organik cair alternatif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kompos kulit nanas dengan berbagai jenis pengekstrak terhadap pertumbuhan tanaman sawi serta mencari konsentrasi yang terbaik dari ekstrak kompos kulit nanas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.


(4)

Asam sitrat 2 % (E2), dan 3. Asam asetat 0,01 N (E3). Faktor kedua adalah

konsentrasi ekstrak kompos kulit nanas (K) yang terdiri dari : 1. Konsentrasi 0 % (K1), 2. Konsentrasi 25 % (K2), 3. Konsentrasi 50 % (K3), 4. Konsentrasi 75 %

(K4), dan 5. Konsentrasi 100 % (K5). Aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

dilakukan dengan cara disemprotkan melalui daun dengan menggunakan hand sprayer plastik sebanyak 50 ml tan-1. Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering bagian atas tanaman. Data yang diperoleh dilakukan uji homogenitas dengan uji Bartlett dan aditivitas data dengan uji Tukey. Selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam, yang dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%, kemudian dilakukan uji respon polinomial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kompos kulit nanas dengan menggunakan pengekstrak asam asetat 0,01 N pada konsentrasi aplikasi 62,71 % memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi yang ditunjukkan oleh bobot basah bagian atas tanaman yang mencerminkan produksinya.

Kata kunci : ekstrak kompos kulit nanas; limbah agroindustri nanas; pengekstrak aquades, asam sitrat, dan asam asetat; pupuk organik cair alternatif; tanaman sawi.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini sistem pertanian berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang

digalakkan. Semakin mahalnya pupuk anorganik dan adanya efek samping yang

merugikan, memerlukan pencarian alternatif lain, seperti penggunaan pupuk

organik disamping pupuk anorganik (Rubiyo dkk., 2003). Pupuk organik tersebut

salah satunya dapat berupa kompos. Kompos memang baik untuk tanah dan

tanaman namun kompos juga memiliki kekurangan, yaitu di dalam memenuhi

kebutuhan hara tanaman kompos dibutuhkan dalam jumlah yang banyak jadi

kurang ekonomis. Supaya kompos dapat menjadi lebih praktis dan menghemat

biaya maka dilakukan ekstraksi yang nantinya ekstrak kompos tersebut dapat

menjadi pupuk cair. Salah satu bahan yang dapat dijadikan kompos ialah limbah

pertanian, diantaranya yaitu limbah industri pengolahan nanas berupa kulit nanas.

Lampung merupakan salah satu sentra industri pengolahan nanas kaleng. PT Great

Giant Pinapple (GGPC) merupakan perkebunan nanas dan pabrik pengalengan

nanas terbesar di Indonesia. Industri pengolahan nanas yang memiliki lahan seluas

32.000 ha ini berpotensi menghasilkan buah nanas sebesar 60-80 ton ha-1 dalam


(6)

segar sebanyak 30 ton, dan menghasilkan limbah sebanyak 50-65 % atau sebesar

15-19,5 ton limbah. Limbah industri nanas yang berupa kulit buah nanas tersebut

biasanya hanya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak yang disebut silase.

Silase adalah produk fermentasi anaerobik bakteri asam laktat yang berasal dari

hijauan dengan kadar air tinggi. Limbah industri nanas ini juga dapat digunakan

sebagai pupuk padat untuk pertanaman nanas selanjutnya dimana kulit nanas

tersebut diletakkan di areal pertanaman nanas yang nantinya akan terdekomposisi

secara perlahan-lahan. Hingga saat ini masih jarang sekali pengolahan limbah

industri nanas yang dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian (Rosyidah, 2010).

Penanganan limbah industri nanas ini perlu dicari teknologi yang dapat

meningkatkan keefektifan pemanfaatan limbah nanas agar dapat diaplikasikan

pada bidang pertanian, sebab tanaman tidak mampu menyerap zat pemacu

pertumbuhan yang terdapat dalam kulit nanas secara langsung. Salah satunya

adalah dengan memformulasikannya menjadi pupuk cair yang nantinya berguna

dalam bidang pertanian. Untuk melarutkan unsur hara yang ada di dalam limbah

industri nanas tersebut diperlukan pelarut yang tepat sehingga unsur hara dan

senyawa lain yang bermanfaat dapat terekstrak dengan baik dan menjadi tersedia

bagi tanaman sekaligus tidak menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan

tanaman. Untuk mengetahui pengekstrak yang tepat dalam melarutkan unsur hara

yang ada dalam limbah industri nanas, maka dilakukan penelitian ini yang

nantinya dapat mendukung pengembangan industri nanas yang sekaligus


(7)

3

Untuk dapat mengetahui pengaruh hasil ekstraksi kompos kulit nanas tersebut

terhadap pertumbuhan tanaman, maka pada penelitian ini di gunakan tanaman

sawi sebagai pengaplikasian hasil ekstraksi kompos kulit nanas. Dipilih tanaman

sawi karena bibit tanaman ini selain mudah didapat, sawi juga mudah untuk

dikembangkan dan banyak kalangan yang menyukai dan memanfaatkannya. Jadi

prospek tanaman ini sangat baik dan potensial untuk dikomersialkan.

B. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi ekstrak kompos kulit nanas yang

terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.

C. Kerangka Pemikiran

Kompos adalah suatu lapukan bahan organik yang berasal dari perombakan bahan

organik segar oleh aktivitas mikroba. Selama proses perombakan bahan organik,

mikroba memproduksi berbagai macam metabolit yang terakumulasi dalam

lapukan yang matang (Lynch, 1983). Pengomposan dapat dilakukan secara

aerobik dan anaerobik. Bahan baku pengomposan adalah semua material yang

mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan,

sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Kulit nanas merupakan

limbah industri nanas yang dapat dijadikan salah satu sumber alternatif bahan


(8)

Kompos dapat diaplikasikan langsung ke tanah, tetapi karena sifatnya bulky yang

memerlukan volume besar, dibutuhkan alternatif lain yaitu dengan mengekstrak

kompos kemudian hasil ekstraknya diaplikasikan pada tanaman. Dari penelitian

(Palimbungan dkk., 2006) diketahui bahwa pemberian ekstrak daun lamtoro pada

tanaman sawi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.

Pada prinsipnya bahan metabolit dapat dipisahkan dari lapukan bahan organik

dengan metode ekstraksi. Dalam melakukan ekstraksi dibutuhkan jenis pelarut

yang tepat. Selain dapat merangsang pertumbuhan tanaman, ada kemungkinan

senyawa organik dalam ekstrak bahan organik bersifat racun bagi tanaman. Hal

ini berhubungan dengan jenis pengekstrak dan juga dosis aplikasi (Tsutsuki, 1993

dalam Juanda, 1995). Pada dosis yang terlalu rendah pengaruh yang diperoleh

tidak nyata, sedangkan pada dosis yang terlalu tinggi selain pemborosan juga

dapat mengakibatkan tanaman mengalami plasmolisis, yaitu keluarnya cairan sel

karena tertarik oleh larutan yang lebih pekat (Wijayani, 2000; Marschner, 1986

dalam Wijayani dan Widodo,2005).

Senyawa kimia pada kompos dapat diekstraksi dengan menggunakan pengekstrak

kimia (asam atau basa) dan juga air. Jenis pengekstrak yang dapat digunakan

adalah: aquades, asam sitrat 2 %, dan asam asetat 0,01 N. Ekstraksi dengan

aquades dapat menghindari kerusakan bentuk polimer metabolit yang mengubah

sifat dan prilaku reaktivitasnya seperti ekstraksi yang menggunakan asam kuat


(9)

5

Ekstraksi dengan menggunakan asam lemah dapat mengekstrak bahan organik

hingga 55 % (Stevenson, 1982). Asam sitrat (C6H8O7) merupakan asam organik

lemah. Asam sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk

mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam

membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan

pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.

Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya

terdisosiasi sebagian menjadi ion H+dan CH3COO-.

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan

etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga

ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun

senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam

asetat mampu mengekstrak unsur hara yang terdapat dalam bahan organik,

sehingga ion-ion hara terlepas dari komplek jerapan, akibatnya dapat diserap oleh

tanaman. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau

nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan

kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas

dalam industri kimia (Marshall, et al., 2000). Seperti yang dilaporkan (Sari,

2003) ekstraksi dengan etanol 95 % dan asam asetat 3 % dapat menghasilkan

kualitas pigmen antosianin bunga kana yang terbaik.

Untuk mengetahui pengaruh hasil ekstraksi limbah industri nanas terhadap


(10)

ini digunakan tanaman sawi, tanaman ini dipilih karena mudah mendapatkan

benihnya, mudah untuk dibudidayakan, memiliki umur yang relatif singkat dan

juga tanaman ini merupakan tanaman yang banyak dikonsumsi masyarakat.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penilitian ini adalah:

1. Ekstrak kompos kulit nanas yang diekstrak dengan pengekstrak asam asetat

lebih baik dibandingkan dengan pengekstrak asam sitrat maupun pengekstrak

aquades dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.

2. Ekstrak kompos kulit nanas dengan konsentrasi aplikasi 75 % lebih baik

dibandingkan dengan konsentrasi aplikasi 0 %, 25 %, 50 % dan 100 % dalam

mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara jenis ekstrak kompos kulit nanas dengan

konsentrasi aplikasinya dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kandungan dan Potensi Kulit Nanas

Nanas merupakan salah satu tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah

tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada

buahnya. Industri pengolahan buah nanas di Indonesia menjadi prioritas tanaman

yang dikembangkan, karena memiliki potensi ekspor. Volume ekspor terbesar

untuk komoditas hortikultura berupa nanas olahan yaitu 49,32 % dari total ekspor

hortikultura Indonesia tahun 2004 (Biro Pusat Statistik, 2005).

Lampung merupakan salah satu sentra industri pengolahan nanas kaleng. PT Great

Giant Pinapple (GGPC) merupakan perkebunan nanas dan pabrik pengalengan

nanas terbesar di Indonesia, dan merupakan terbesar ke tiga dunia. Perusahaan ini

tidak memasarkan produknya di dalam negeri, semua produk yang dihasilkan

diekspor ke luar negeri. Kapasitas produksinya memenuhi 15 % kebutuhan nanas

dunia. Permintaan produk datang dari berbagai negara, antara lain Jerman,

Perancis, Italia, Jordania, Jepang dan lain-lain. Perusahaan berskala internasional

ini telah banyak mendapatkan pengakuan lewat berbagai macam penghargaan

yang dianugerahkan, antara lain: National Best Exported, Asian Best


(12)

perusahaan pribadi dengan kapasitas pekerja mencapai 15 ribu orang. Luas area

perusahaan ini mencapai 55 ribu hektar. Secara profesional dan dengan

manajemen yang baik, perusahaan ini mampu menyediakan stok nanas sepanjang

tahun (Rosyidah, 2010).

Nanas, nenas, atau ananas adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil,

Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam famili nanas-nanasan

(Famili Bromeliaceae). Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang

memiliki nama ilmiahAnanas comosus. Perawakan nenas (habitus) tumbuhannya

rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang, berujung

tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal. Buahnya

dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya yang seperti

pohon pinus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan

Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15, pada tahun 1599.

Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas

dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini

kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik (Rosyidah, 2010).

Kerabat dekat spesies nanas cukup banyak, terutama nanas liar yang biasa

dijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl) Schultes, A.

Fritzmuelleri, A. erectifolius L.B. Smith, dan A. ananassoides (Bak) L.B. Smith.

Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis

golongan nanas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen


(13)

9

panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan

Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida).

Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan

Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat,

Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di

Brazilia. Dewasa ini ragam varietas atau kultivar nanas yang dikategorikan unggul

adalah nanas Bogor, Subang dan Palembang (Rosyidah, 2010).

Buah nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu jenis buah yang

terdapat di Indonesia, mempunyai penyebaran yang merata. Selain dikonsumsi

sebagai buah segar, nanas juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri

pertanian. Dari berbagai macam pengolahana nanas seperti selai, manisan, sirup,

dan lain-lain maka akan didapatkan kulit yang cukup banyak sebagai hasil

buangan atau limbah (Rosyidah, 2010).

Industri pengolahan nanas ini tiap jam dapat mengolah buah nanas segar sebanyak

30 ton, dan menghasilkan limbah sebanyak 50-65 % atau sebesar 15-19,5 ton

limbah. Salah satu permasalahan yang dihadapi seiring dengan berjalannya

industri pengolahan nanas ini adalah adanya limbah kulit nanas yang semakin

meningkat. Limbah industri nanas ini kebanyakan masih belum termanfaatkan

secara baik dan berdaya guna, bahkan sebagian besar masih merupakan buangan.

Hal ini apabila penanganan limbah tersebut kurang tepat, maka akan dapat

menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan maupun pemborosan sumber


(14)

Secara ekonomi kulit nanas masih bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk.

Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas mengandung

karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana, dkk (1991) kulit nanas

mengandung 81,72 % air, 20,87 % serat kasar, 17,53 % karbohidrat, 4,41 %

protein, 0,02 % lemak, 0,48 % abu, 1,66 % serat basah, dan 13,65 % gula reduksi.

Selain itu buah nanas juga mengandung asam chlorogen yaitu antioksidan

kemudiancytineyang berguna untuk pembentukan kulit dan rambut, lalu zat asam

amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mempercepat pertumbuhan dan

memperbaiki jaringan otot.

Pada limbah kulit nanas diduga terdapat senyawa alkaloid, yaitu sebuah golongan

senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat di

tetumbuhan. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas

dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa

sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain

daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.

Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti,

beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai

pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau

sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion (Mustikawati,

2006).

Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit


(15)

11

organik cair melalui proses pengomposan dan ekstraksi untuk mengambil

senyawa-senyawa yang terdapat dalam kulit nenas tersebut. Senyawa-senyawa

tersebut diduga merupakan kelompok senyawa humat dan senyawa lainnya, yang

diduga dapat berperan sebagai zat perangsang tumbuh (ZPT) tanaman, seperti

kelompokgiberelin, sitokinin,danauksin.

B. Ekstraksi Bahan Organik

Pupuk organik cair umumnya dikembangkan dari hasil ekstrak bahan organik

yang sudah dilarutkan dengan pelarut air, alkohol, minyak, asam, ataupun basa.

Senyawa organik ini biasanya mengandung karbon, vitamin, atau metabolit

sekunder yang dapat berasal dari ekstrak tanaman, tepung ikan, tepung tulang,

atau enzim (Musnamar, 2006).

Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran

homogen menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai separating agent. Proses

ekstraksi sangat tergantung pada jenis zat pengekstrak. Ekstrak bahan organik

yang dijadikan pupuk cair, dalam pengaplikasiannya akan lebih praktis karena

selain diberikan melalui akar, pemupukan dapat pula dilakukan melalui daun.

Ekstraksi bahan organik tersebut akan menghasilkan ekstrak yang fungsinya tidak

akan mengurangi manfaat dari bahan organik tersebut. Ekstrak hasil dari proses

ekstraksi mengandung sejumlah unsur hara bagi tanaman dan senyawa humat

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena ekstrak dapat langsung

diaplikasikan ke tanaman dengan cara disemprot atau dijadikan sebagai pupuk


(16)

Ekstrak bahan organik yang dijadikan pupuk cair, di dalam pengaplikasiannya

akan lebih praktis, karena selain diberikan melalui akar ekstrak juga dapat

diberikan melalui daun (foliar), hal ini sesuai dengan pernyataan Lingga (1999)

dan Hakim dkk.,(1986) yang menyatakan bahwa bukan hanya akar yang dapat

mengabsorpsi unsur hara tetapi bagian tanaman lainnya seperti batang dan daun

juga dapat mengabsorpsi unsur hara yang diberikan.

Pulung (2005) mengemukakan, dengan pemupukan melalui daun akan

mendapatkan pengaruh yang jauh lebih cepat dan nyata daripada aplikasi pupuk

melalui tanah, karena hara yang diberikan melalui daun dapat langsung diserap

tanaman sehingga dapat menghindari kahat unsur hara pada tanaman. Selain itu

keuntungan pemupukan melalui daun adalah cairan pupuk yang jatuh ke media

tidak hilang melainkan dapat diserap kembali oleh akar.

C. Budidaya Tanaman Sawi

Sawi adalah tanaman sayur-sayuran yang mudah dibudidayakan. Karena sawi

sangat mudah dikembangkan dan banyak kalangan yang menyukai dan

memanfaatkannya. Selain itu sawi juga sangat potensial untuk dikembangkan.

Ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek

sosialnya tanaman sawi sangat mendukung sekali prospeknya, sehingga memiliki

kelayakan untuk diusahakan dan dibudidayakan lebih baik lagi di Indonesia


(17)

13

Tanaman sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik didataran

tinggi maupun di dataran rendah. Stuktur bunga sawi tersusun dalam tangkai

bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak.

Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun

mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah

putik yang berongga dua (Cahyono, 2003).

Klasifikasi sawi adalah sebagai berikut:

Divisi :Spermatophyta.

Subdivisi :Angiospermae.

Kelas :Dicotyledonae.

Ordo :Rhoeadales(Brassicales).

Famili :Cruciferae(Brassicaceae).

Genus :Brassica.

Spesies :Brassica rapa.

Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan

cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar kesemua

arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain

mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya

batang tanaman (Heru dan Yovita, 2003). Batang tanaman sawi pendek sekali dan

beruas-ruas sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat

pembentuk dan penopang daun. Batang sawi memiliki ukuran yang lebih langsing


(18)

bertangkai panjang yang bentuknya pipih. Warna daun pada umumnya hijau

keputihan sampai hijau tua (Novizan, 2007).

Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah (5-1200 m dpl).

Ketinggian tempat yang memberikan pertumbuhan optimal pada tanaman sawi

adalah 100-500 m dpl. Namun demikian, umumnya sawi diusahakan orang di

dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang, atau di sawah, sawi masih jarang

diusahakan di pegunungan. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap

hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada musim kemarau

disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki

adalah tanah yang gembur, banyak mengandung humus dan memiliki drainase

yang baik. Derajat kemasaman tanah (pH) yang dibutuhkan sekitar 6-7 (Supriati

dan Herliana, 2010). Sawi umumnya banyak ditanam pada dataran rendah.

Tanaman ini selain tahan terhadap panas (tinggi) juga mudah berbunga dan

menghasilkan biji secara alami pada iklim tropis Indonesia (Haryanto, dkk, 2002).

Tidak semua unsur hara dapat diserap oleh tanaman. Tanaman akan mengabsorpsi

unsur hara dalam bentuk ion yang terdapat di sekitar perakaran (Hakim, 1986). Di

dalam tanah serapan hara tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara tersebut.

Sedangkan dalam larutan serapan hara sangat ditentukan oleh tingkat kemasaman

(pH) dari larutan tersebut. Penyerapan hara pada pH rendah akan terganggu,

karena pada kondisi asam serabut akar tanaman akan rusak sehingga tidak dapat

berfungsi secara optimal. Tanaman sawi sendiri menghendaki kondisi keasaman


(19)

15

Seperti juga tanaman budidaya lainnya, tanaman sawi memerlukan unsur hara

yang cukup untuk dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat berproduksi optimal

(Kari dan Irfan, 1996). Menurut (Buckman dan Brady, 1982dalamHilman, 1989)

nitrogen, fosfor dan kalium merupakan golongan unsur hara utama yang banyk

diperlukan oleh tanaman. Pemupukan N berpengaruh terhadap susunan kimia

tanaman, pemupukan N akan menaikan kadar protein dan selulosa sehingga dapat

meningkatkan produksi tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Fosfor bagi

tanaman berperan untuk mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah

(Lingga, 1999). Kalium pada tanaman berperan sebagai penyusun

komponen-komponen tanaman serta berfungsi sebagai pengaturan mekanisme fotosintesis,

translokasi karbohidrat, sintesa protein dan lain-lain (Foth, 1998).

D.Budidaya Hidroponik

Salah satu teknik penanaman tanpa tanah adalah hidroponik. Hidroponik dalam

kajian bahasa berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya

atau kerja. Jadi hidroponik memiliki pengertian yaitu teknik bercocok tanam

dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman yang

dilakukan tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik

bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia

akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman. Dimanapun tumbuhnya sebuah

tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (hara) yang

dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk

penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut unsur hara tersebut


(20)

akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, dimana yang ditekankan

adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi (hara) yang dibutuhkan tanaman itu sendiri.

Media tanam yang dapat digunakan dalam teknik hidroponik ini diantaranya

adalah: pasir, sekam, arang tempurung kelapa, batu apung putih, batu zeolit,

pecahan batu bata, batu kali, dan kawat kasa nilon. Untuk menjaga sterilitas

bahan, sebaiknya semua bahan di autoklaf atau direbus dahulu sebelun dijadikan

media tanam. Sedangkan tanamannya, diambil tanaman yang telah tumbuh di

dalam polybag dan siap direplanting ke dalam pot (Anonim, 2009).

Berdasarkan media tumbuh yang digunakan, hidroponik dapat dibagi menjadi tiga

macam, yaitu:

1. Kultur air: teknik ini telah lama dikenal, yaitu sejak pertengahan abad ke-15

oleh bangsa Aztec. Dalam metode ini tanaman ditumbuhkan pada media tertentu

yang di bagian dasar terdapat larutan yang mengandung hara makro dan mikro,

sehingga ujung akar tanaman akan menyentuh larutan yang mengandung nutrisi

tersebut.

2. Kultur Agregat: media tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam padi (kuntan),

dan lain-lain yang harus disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan.

Pemberian hara dengan cara mengairi media tanam atau dengan cara menyiapkan

larutan hara dalam tangki atau drum, lalu dialirkan ke tanaman melalui selang

plastik.

3. Nutrient Film Technique: pada cara ini tanaman dipelihara dalam selokan

panjang yang sempit, terbuat dari lempengan logam tipis tahan karat. Di dalam


(21)

17

akan terbentuk film (lapisan tipis) sebagai makanan tanaman tersebut (Anonim,

2009).

Faktor-faktor penting dalam budidaya hidroponik diantaranya, yaitu:

1. Unsur Hara

Pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada hidroponik, karena

media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan

atau air yang berlebihan. Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5.57.5 tetapi yang

terbaik adalah 6.5, karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan tersedia bagi

tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya

dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg,

dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang

meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsur

hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Jones,

1991). Larutan hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air.

Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya

biasanya atas harga dan kelarutan garam pupuk tersebut (Anonim, 2009).

2. Media Tanam Hidroponik

Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia,

kelembaban terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat

menyediakan air, zat hara dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun


(22)

hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan

sebagainya. Bahan yang digunakan sebagai media tumbuh akan mempengaruhi

sifat lingkungan media. Tingkat suhu, aerasi dan kelembaban media akan

berlainan antara media yang satu dengan media yang lain, sesuai dengan bahan

yang digunakan sebagai media. Arang sekam (kuntan) adalah sekam bakar yang

berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, dan telah

banyak digunakan sabagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik.

Komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 yaitu 52 % dan C

sebanyak 31 %. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu

dalam jumlah relatif kecil serta bahan organik. Karakteristik lain adalah sangat

ringan, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi karena banyak pori, kapasitas

menahan air yang tinggi, warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahari

secara efektif, pH tinggi (8.59.0), serta dapat menghilangkan pengaruh penyakit

khususnya bakteri dan gulma (Anonim, 2009).

3. Oksigen

Keberadaan Oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting. Rendahnya oksigen

menyebabkan permeabilitas membran sel menurun, sehingga dinding sel makin

sukar untuk ditembus, Akibatnya tanaman akan kekurangan air. Hal ini dapat

menjelaskan mengapa tanaman akan layu pada kondisi tanah yang tergenang.

Tingkat oksigen di dalam pori-pori media mempengaruhi perkembangan rambut

akar. Pemberian oksigen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:

memberikan gelembung-gelembung udara pada larutan (kultur air), penggantian


(23)

19

dalam larutan hara dan memberikan lubang ventilasi pada tempat penanaman

untuk kultur agregat (Anonim, 2009).

4. Air

Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik

mempunyai tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai

EC tidak lebih dari 6,0 mmhoscm-1 serta tidak mengandung logam-logam berat

dalam jumlah besar karena dapat meracuni tanaman (Anonim, 2009).

Sistem bercocok tanam secara hidroponik memiliki banyak sekali keunggulan,

tetapi selain itu juga hidroponik memiliki beberapa kelemahan. Kelebihan

bertanam secara hidroponik diantaranya yaitu: produksi tanaman persatuan luas

lebih banyak, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat,

pemakaian air lebih efisien, tenaga kerja yng diperlukan lebih sedikit, lingkungan

kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, masalah hama dan penyakit

tanaman dapat dikurangi serta dapat menanam tanaman di lokasi yang tidak

mungkin/sulit ditanami seperti di lingkungan tanah yang miskin hara dan berbatu

atau di garasi (dalam ruangan lain) dengan tambahan lampu. Sedangkan

kelemahan dari hidroponik ini yaitu: ketersediaan dan pemeliharaan perangkat

hidroponik agak sulit, memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan


(24)

E. Jenis Pengekstrak Aquades, Asam Sitrat, dan Asam Asetat

Pada prinsipnya, bahan metabolit mikroba dapat dipisahkan dari lapukan bahan

organik atau humus dengan menggunakan metode ekstraksi. Terdapat beberapa

metode ekstraksi dan bahan pengekstrak yang digunakan. Dalam melakukan

ekstraksi dibutuhkan jenis pelarut yang tepat. Ekstraksi dengan menggunakan air

dapat menghindari terjadinya kerusakan bentuk polimer metabolit yang mengubah

sifat dan prilaku realtivitasnya seperti ekstraksi dengan menggunakan asam kuat

atau alkali (Lynch, 1983). Air adalah pelarut yang kuat melarutkan banyak jenis

zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat

tersebut menandingi kekuatan gaya tarik menarik listrik (gaya intermolekul

dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya

tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan

mengendap dalam air.

Ekstraksi menggunakan air, pada suhu 60oC dengan lama ekstraksi 4 jam

memberikan rendemen total senyawa terekstrasi dalam ekstrak umbi lapis bawang

putih (Allium sativumL.) paling tinggi, yaitu 13,2 % (Agung, dkk., 2005).

Asam sitrat (C6H8O7) merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun

dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan

pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam

pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai


(25)

21

makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup. Zat ini

juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai

antioksidan.

Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat

melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion

sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan

pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam

sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan,

sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah

asam format. Asam sitrat memiliki nilai (pKa) 4,04 sedangkan asam asetat

memiliki nilai keasaman (pKa) sebesar 4,76 pada suhu 25oC. Larutan asam asetat

dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian

menjadi ion H+dan CH

3COO-. Menurut Stevenson (1982) ekstraksi menggunakan

asam lemah dapat mengekstrak bahan organik hingga 55%. Asam asetat

digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat,

dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Asam asetat cair

adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol, sehingga bisa

melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa


(26)

mampu mengekstrak unsur hara yang terdapat dalam bahan organik, sehingga

ion-ion hara terlepas dari komplek jerapan, akibatnya dapat diserap oleh tanaman.

Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya

seperti air, kloroform, dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur

dari asam asetat ini membuatnya menjadi pengekstrak yang baik sehingga

digunakan secara luas dalam industri kimia (Marshall, et al., 2000). Seperti yang

dilaporkan Sari (2003), ekstraksi dengan etanol 95 % dan asam asetat 3 % dapat


(27)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010.

Pengomposan kulit nanas dilakukan di Universitas Lampung. Ekstraksi kompos

kulit nanas dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Politeknik Negeri Lampung.

Penanaman dan aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dilakukan di rumah kaca

Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: shaker, pipet, corong,

erlenmeyer, timbangan, botol air mineral ukuran 1.500 ml, gelas ukur, kertas

label, dan pot untuk penanaman ukuran 1 kg,hand sprayer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah kulit nanas, ekstrak

kompos kulit nanas, aquades, larutan asam sitrat 2 %, larutan asam asetat 0,01 N,

benih sawi, pupuk NPK Phonska (15-15-15), kertas saring (Whatmanno.42), tisu,


(28)

digunakan larutan hara lengkap standar merek Gandasil dengan dosis 50 % dari

dosis anjuran. Bahan baku kulit nanas berasal dari PT. Great Giant Pineaple

Company (GGPC), Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Kemudian kompos kulit

nanas dianalisis kadar pH, C, dan N.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

(RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x5 dengan 3 ulangan. Secara

keseluruhan penilitian ini terdiri dari 45 satuan percobaan.

Faktor pertama adalah jenis pengekstrak (E) yang terdiri dari :

1. Aquades (E1)

2. Asam sitrat 2 % (E2)

3. Asam asetat 0,01 N (E3).

Faktor kedua adalah aplikasi konsentrasi ekstrak kompos kulit nanas (K) yang

terdiri dari :

1. Konsentrasi 0 % (K0)

2. Konsentrasi 25 % (K1)

3. Konsentrasi 50 % (K2)

4. Konsentrasi 75 % (K3)

5. Konsentrasi 100 % (K4).

Konsentrasi 100 % berarti ekstrak kompos kulit nanas awal atau yang belum


(29)

25

Selanjutnya data pengamatan yang diperoleh dirata-ratakan berdasarkan ulangan,

kemudian diuji homogenitas dan aditivitas dengan uji Bartlett dan uji Tukey.

Selanjutnya data diolah dengan analisis ragam pada taraf nyata 5 % dan perbedaan

perlakuan diuji dengan uji BNT pada taraf 5 %, kemudian dilakukan uji respon

polinomial.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengomposan

Pengomposan yang diterapkan adalah pengomposan secara aerobik. Sebanyak 300

kg limbah industri kulit nanas dimasukkan ke dalam kantong plastik yang

dilubangi. Sebelum pengomposan ditambahkan starter inokulan EM4 dengan

dosis 250 ml per 7 liter air dalam tiap 75 kg bahan baku kompos dan starter

pupuk NPK Phonska (15-15-15) dengan dosis 1 kg per 75 kg bahan baku kompos.

Kelembaban bahan yang dikomposkan dipertahankan pada kondisi sedang (tidak

kering/tidak basah). Bahan baku kompos diaduk secara berkala dan dibiarkan

selama 2-3 bulan sampai membusuk menjadi kompos.

2. Ekstraksi

Ekstraksi kompos kulit nanas dilakukan dengan menggunakan tiga jenis

pengekstrak, yaitu: aquades, asam sitrat 2 %, dan asam asetat 0,01 N dengan

perbandingan 1 : 5 (bahan kompos berbanding volume pengekstrak). Campuran

dikocok selama 48 jam atau 2 hari dengan kecepatan sedang (700 rpm). Kemudian


(30)

kertas saring (Whatman no.42). Konsentrasi ekstrak yang diperoleh dinyatakan

100 %, kemudian ekstrak kompos kulit nanas dianalisis sifat kimianya yang

meliputi: kandungan N, P, K, pH, dan C. Setelah itu larutan ekstrak diencerkan

sehingga didapatkan konsentrasi 0 % (K1), 25 % (K2), 50 % (K3), 75 % (K4), dan

tidak diencerkan atau 100 % (K5). Untuk mendapatkan seri pengenceran sebesar

25 %, 50 %, dan 75 % caranya dengan mengambil larutan ekstrak konsentrasi 100

% sebanyak 25 ml untuk konsentrasi 25 %, 50 ml untuk konsentrasi 50 %, dan 75

ml untuk konsentrasi 75 % kemudian kita tambahkan aquades sampai larutan

menjadi 100 ml volumenya.

3. Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah larutan hara lengkap standar merekGandasil

dengan dosis yang biasa digunakan untuk budidaya secara hidroponik, yaitu (50

% dari anjuran pada label kemasan). Pertama-tama kita siapkan pot dengan diberi

cawan pada bagian bawah, kemudian kedalam pot diberi arang sekam sebanyak

300 gram selanjutnya disiramkan larutan hara sebanyak 400 ml. Sebelumnya

arang sekam disterilkan dengan autoklaf sampai suhu 1250C selama 20 menit.

Kemudian pot yang telah berisi 300 g arang sekam dan larutan hara lengkap


(31)

27

Media Tumbuh (arang sekam)

Lubang◄ ► Larutan Hara

Standar

Gambar 1. Sketsa tempat tumbuh tanaman sawi.

Gambar 2. Foto tempat tumbuh tanaman sawi

4. Penanaman Sawi dan Aplikasi Ekstrak Kompos

Pertama-tama benih disemai terlebih dahulu pada media persemaian yang

menggunakan campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan komposisi 1:1:1 - - - -

-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- ---Pengaplikasian

ekstrak melalui daun (foliar)


(32)

untuk menghasilkan bibit. Bibit ditanam setelah berumur 2-3 minggu atau bibit

telah memiliki kira-kira 3-5 helai daun, bibit tanaman sawi tersebut diambil yang

paling baik dan seragam. Kemudian ekstrak kompos kulit nanas sesuai dengan

konsentrasi disemprotkan ke tanaman sawi. Penyemprotan ekstrak kompos kulit

nanas dilakukan pertama kali bersamaan dengan penanaman. Selanjutnya

penyemprotan ekstrak kompos kulit nanas dilakukan secara periodik dengan

selang waktu 1 (satu) minggu. Volume ekstrak yang diberikan adalah 50 ml tan-1

dan diberikan dengan cara disemprotkan melalui daun dengan menggunakan alat

hand sprayer plastik. Pemberian ekstrak kompos ini diberikan sampai masa

vegetatif sawi berhenti yaitu sampai 6 minggu setelah tanam dipindahkan ke pot

jadi dilakukan sebanyak 6 kali penyemprotan ekstrak.

E. Pengamatan

Variabel yang diamati terdiri dari :

1. Tinggi tanaman

2. Jumlah daun

3. Bobot basah dan bobot kering akar

4. Bobot basah dan bobot kering bagian atas tanaman.

Bagian atas tanaman = dari pangkal batang sampai ujung daun (bagian tanaman

yang dikonsumsi).


(33)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak asam asetat 0,01 N merupakan

pengekstrak terbaik dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi, seperti

ditunjukkan oleh semua variabel pengamatan, yaitu tinggi tanaman, jumlah

daun, bobot basah dan kering akar, bobot basah dan kering bagian atas

tanaman.

2. Aplikasi ekstrak kompos kulit nanas terbaik dalam mempengaruhi bobot basah

bagian atas tanaman sawi adalah pada konsentrasi 62,71 %.

3. Kombinasi terbaik didapat pada ekstrak kompos kulit nanas dengan

pengekstrak asam asetat 0,01 N dengan konsentrasi aplikasi ekstrak 62,71 %

dalam mempengaruhi produksi tanaman sawi, seperti ditunjukkan oleh bobot


(34)

B. Saran

1. Dari hasil penelitian ini disarankan: untuk dilakukan penelitian lanjutan yang

lebih spesifik dalam meneliti kandungan yang ada di dalam ekstrak kompos

kulit nanas supaya ekstrak kompos kulit nanas dapat lebih sempurna sehingga

dapat merangsang seluruh variabel pengamatan.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memanfaatkan lebih lanjut ekstrak

kompos kulit nanas, misalnya dengan penambahan unsur mikro.

3. Perlu diujikan pada berbagai jenis tanaman budidaya lain yang menghasilkan

buah guna untuk melihat prospek ekstrak kulit nanas tersebut untuk


(35)

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI EKSTRAK KOMPOS KULIT NANAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

TANAMAN SAWI (Brassica rapaL.)

Oleh

DUWI SULISTYO WATI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(36)

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kerangka Pemikiran... 3

D. Hipotesis... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kandungan dan Potensi Kulit Nanas ... 7

B. Ekstraksi Bahan Organik... 11

C. Budidaya Tanaman Sawi... 12

D. Budidaya Hidroponik ... 15

E. Jenis Pengekstrak Aquades, Asam Sitrat, dan Asam Asetat ... 20

III. METODE PENELITIAN... 23

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 23

B. Alat dan Bahan ... 23

C. Metode Penelitian... 24

D. Pelaksanaan Penelitian ... 25

1. Pengomposan ... 25

2. Ekstraksi... 25

3. Penyiapan Media Tanam... 25

4. Penanaman Sawi dan Aplikasi Ekstrak Kompos ... 27

E. Pengamatan ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

A. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas terhadap Tinggi Tanaman Sawi ... 29


(37)

B. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas

terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi... 32

C. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas terhadap Bobot Basah Akar Tanaman Sawi ... 35

D. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas terhadap Bobot Kering Akar Tanaman Sawi ... 38

E. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas terhadap Bobot Basah Bagian Atas Tanaman Sawi ... 41

F. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas terhadap Bobot Kering Bagian Atas Tanaman Sawi... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(38)

Teks

Tabel Halaman

1. Rekapitulasi analisis ragam tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah akar dan bobot kering akar tanaman sawi setelah aplikasi

ekstrak kompos kulit nanas ... 29

2. Uji BNT taraf 5 % pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

terhadap tinggi tanaman sawi... 30

3. Uji BNT taraf 5 % pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

terhadap jumlah daun tanaman sawi ... 33

4. Uji BNT taraf 5 % pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

terhadap bobot basah akar tanaman sawi ... 36

5. Uji BNT taraf 5 % pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

terhadap bobot kering akar tanaman sawi ... 39

6. Rekapitulasi analisis ragam bobot basah bagian atas tanaman, bobot kering bagian atas tanaman setelah aplikasi ekstrak kompos

kulit nanas ... 41

7. Uji BNT taraf 5 % pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

terhadap bobot basah bagian atas tanaman sawi ... 43

8. Uji BNT taraf 5 % pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

terhadap bobot kering bagian atas tanaman sawi ... 46

Lampiran

9. Data tinggi tanaman sawi ... 57


(39)

11. Analisis ragam tinggi tanaman... 58

12. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap tinggi tanaman sawi... 58

13. Data jumlah daun tanaman sawi ... 59

14. Uji homogenitas jumlah daun tanaman sawi ... 59

15. Analisis ragam jumlah daun tanaman sawi ... 60

16. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap jumlah daun tanaman sawi ... 60

17. Data bobot basah akar tanaman sawi ... 61

18. Uji homogenitas bobot basah akar tanaman sawi ... 61

19. Analisis ragam bobot basah akar tanaman sawi... 62

20. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap bobot basah akar tanaman sawi... 62

21. Data bobot kering akar tanaman sawi ... 63

22. Uji homogenitas bobot kering akar tanaman sawi ... 63

23. Analisis ragam bobot basah kering akar tanaman sawi ... 64

24. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap bobot kering akar tanaman sawi... 64

25. Data bobot basah bagian atas tanaman sawi ... 65

26. Uji homogenitas bobot basah bagian atas tanaman sawi ... 65

27. Analisis ragam bobot basah bagian atas tanaman sawi... 66

28. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap bobot basah bagian atas tanaman sawi... 66


(40)

32. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap

bobot basah bagian atas tanaman sawi... 68

33. Data analisis awal kompos kulit nanas... 69

34. Data analisis awal ekstrak kompos kulit nanas... ... 69


(41)

DAFTAR GAMBAR

Teks

Gambar Halaman

1. Sketsa medium tumbuh tanaman sawi ... 27

2. Medium tumbuh tanaman sawi ... 27

3. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap tinggi

tanaman sawi... 32

4. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap jumlah

daun tanaman sawi ... 35

5. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

basah akar tanaman sawi... 38

6. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

kering akar tanaman sawi... 41

7. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

basah bagian atas tanaman sawi... 44

8. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

kering bagian atas tanaman sawi... 47

Lampiran


(42)

Agung, R., A. Nawawi., dan D. Hadi. 2005. Pengaruh Suhu, Jenis Pelarut, dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Total Senyawa Terekstrasi dalam Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih (Allium sativum L.). http://bahan-alam.fa.itb.ac.id. Diakases tanggal 19 Mei 2010.

Anonim. 2009. http://ayobertani.wordpress.com/2009/04/17/teknik-budidaya-sayuran-secara-hidroponik/. Diakses tanggal 21 September 2010.

Anonimus. 2005. Adakah Prospek Diversifikasi Usahatani di Lahan Sawah Irigasi.Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian27 (1):13-15.

Asri, M.Y. 2008. Pengujian Efektivitas Kombinasi Pupuk Organik Cair Tasuke 3-5-5 dan Pupuk Anorganik untuk Tanaman Caisim (Brassica campestris var. Tosakan) pada Tanah Andisol Bogor.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Data Perkembangan Buah Tropis Indonesia Tahun 1995-2010. Jakarta.

Cahyono. 2003.Tanaman Holtikultura. Penebar Swadaya. Jakarta.

Febrianingsih, M., B. Prasetya, dan S. Kurniawan. 2009. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pupuk Cair terhadap Serapan N dan Pertumbuhan Sawi (Brassica junceaL.) pada Entisol.J. Agritek17 no. 5: 122-129.

Foth, H. D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keempat. Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 714hlm.

Giglioti, G., K. Kaiser, G. Guggenberger, and L. Haumaier. 2002. Differences in the Chemical Composition of Organic Matter from Waste Material of Different Sources.J. Biol. Fertil. Soils36: 321-329.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, S.G. Nugroho, A.M. Lubis, M.R. Saul, M.A. Diha, Go, B.H., dan H.H. Bailey. 1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Haryanto, E, T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2002.Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.


(43)

54

Handayani, E. O. 2009. Pengaruh Aplikasi Ekstrak-Air Kompos Jerami Padi pada Berbagai Konsentrasi terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annumL.).Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hilman, Y. 1989. Pengaruh Aplikasi dan Dosis Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat Kultivar Mutiara. Buletin Penelitian Hortikultura18 (4): 33-45.

Husnain, D. Setyorini, dan U. Hasanuddin. 2003. Efektivitas Pupuk Cair Organik dalam Meningkatkan Produksi Jagung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Sumber Daya Tanah dan Iklim Bogor 14-15 Oktober 2003. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Imanuddin, S. 2007. Pengaruh Pemberian Azolla terhadap Produksi Padi Sawah dan Jagung.Disertasi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 39 hlm.

Kari, Z dan Z. Irfan. 1996. Tanggapan Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) terhadap Pupuk Kandang dan Fosfor pada Tanah Andosol. J. Agrotropika. 4 (1): 18-22.

Lynch, J. M. 1983. Plant Growth Regulators and Fitotoxins from Micro Organism. In: Soil Biotechnology. Microbiological Factors in Crop Productivity. J. M. Lynch, 1983. Blackwell scientifict. Pub.,London. Pp. 107-120.

Lingga, P. 1999.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 163hlm.

Musnamar, E. I. 2006.Pupuk Organik. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Mustikawati, I. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun Gendarussa vulgaris Nees. Tesis. Digital Library Universitas Airlangga. Surabaya

Novizan. 2007. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarata.

Nugroho, S.G., S. Yusnaini, dan M.E. Juanda. 1996. Pengaruh Pemberian Ekstrak-Air Beberapa Jenis Bahan Organik Melalui Daun atau Tanah terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Albisia (Albisia falcataria).J. Tanah Trop. 3: 20-25.

Palimbungan, N.R. Labatar, dan F. Hamzah. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro sebagai Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi.J. Agrisistem2(2):96-101.

Pulung, M. A. 2005.Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 287 hlm. (Buku Ajar).


(44)

Rosmarkam, A dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. 214hlm.

Rosyidah. 2010. http://rosyidah.com/2010/06/11/pt-great-giant-pinapple-ggpc-lumbung-nanas-raksasa-di-indonesia/. Diakses tanggal 20 Oktober 2010. Rubiyo, S. Guntoro dan Suprapto. 2003. Usaha Tani Kopi Robusta dengan Pemanfaatan Kotoran Kambing sebagai Pupuk Organik di Bali. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknik Pertanian6(1):73-80.

Sari, D. P. 2003. Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Bunga Kana (Canna coccinia Mill.). http:\new\gdl.php.htm. Diakses pada tanggal 11 Maret 2011.

Soputri, R. D. 2009. Pengaruh Pengekstrak Kotoran Cacing Tanah terhadap Pertumbuhan dan Serapan Hara Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentumMill.).Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemestry Genesis, Composition, Reaction. John Wiley and Sons. London. 443p.

Supriati, Y dan E. Herliana. 2010. Bertanam 15 Sayuran Organik dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wachjar, R dan S. Alamsyah. 2004. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik Cair dan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobrama cacao L.).Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hlm.

Wijana, S., Kumalaningsih, A. Setyowati, U. Efendi dan N. Hidayat. 1991. Optimalisasi Penambahan Tepung Kulit Nanas dan Proses Fermentasi pada Pakan Ternak terhadap Peningkatan Kualitas Nutrisi. Universitas Brawijaya. Malang.

Wijaya, K. A. 2008. Nutrisi Tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta. 115 hlm.

Wijayani, A dan Widodo, W. 2005. Usaha Meningkatkan Beberapa Varietas Tomat dengan Sistem Budidaya Hidroponik.J. Ilmu Pertanian12(1): 77-83.


(1)

11. Analisis ragam tinggi tanaman... 58

12. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap tinggi tanaman sawi... 58

13. Data jumlah daun tanaman sawi ... 59

14. Uji homogenitas jumlah daun tanaman sawi ... 59

15. Analisis ragam jumlah daun tanaman sawi ... 60

16. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap jumlah daun tanaman sawi ... 60

17. Data bobot basah akar tanaman sawi ... 61

18. Uji homogenitas bobot basah akar tanaman sawi ... 61

19. Analisis ragam bobot basah akar tanaman sawi... 62

20. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap bobot basah akar tanaman sawi... 62

21. Data bobot kering akar tanaman sawi ... 63

22. Uji homogenitas bobot kering akar tanaman sawi ... 63

23. Analisis ragam bobot basah kering akar tanaman sawi ... 64

24. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap bobot kering akar tanaman sawi... 64

25. Data bobot basah bagian atas tanaman sawi ... 65

26. Uji homogenitas bobot basah bagian atas tanaman sawi ... 65

27. Analisis ragam bobot basah bagian atas tanaman sawi... 66

28. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap bobot basah bagian atas tanaman sawi... 66


(2)

30. Uji homogenitas bobot basah bagian atas tanaman sawi ... 67 31. Analisis ragam bobot basah bagian atas tanaman sawi... 68 32. Uji respon polinomial pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas

dengan pengekstrak aquades, asam sitrat dan asam asetat terhadap

bobot basah bagian atas tanaman sawi... 68 33. Data analisis awal kompos kulit nanas... 69 34. Data analisis awal ekstrak kompos kulit nanas... ... 69 35. Data kandungan nutrisi/unsur larutan hara standar merkGandasil D 69


(3)

DAFTAR GAMBAR

Teks

Gambar Halaman

1. Sketsa medium tumbuh tanaman sawi ... 27 2. Medium tumbuh tanaman sawi ... 27 3. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak

aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap tinggi

tanaman sawi... 32 4. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak

aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap jumlah

daun tanaman sawi ... 35 5. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak

aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

basah akar tanaman sawi... 38 6. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak

aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

kering akar tanaman sawi... 41 7. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak

aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

basah bagian atas tanaman sawi... 44 8. Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak

aquades, asam sitrat 2 % dan asam asetat 0,01 N terhadap bobot

kering bagian atas tanaman sawi... 47

Lampiran


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, R., A. Nawawi., dan D. Hadi. 2005. Pengaruh Suhu, Jenis Pelarut, dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Total Senyawa Terekstrasi dalam Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih (Allium sativum L.). http://bahan-alam.fa.itb.ac.id. Diakases tanggal 19 Mei 2010.

Anonim. 2009. http://ayobertani.wordpress.com/2009/04/17/teknik-budidaya-sayuran-secara-hidroponik/. Diakses tanggal 21 September 2010.

Anonimus. 2005. Adakah Prospek Diversifikasi Usahatani di Lahan Sawah Irigasi.Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian27 (1):13-15. Asri, M.Y. 2008. Pengujian Efektivitas Kombinasi Pupuk Organik Cair Tasuke

3-5-5 dan Pupuk Anorganik untuk Tanaman Caisim (Brassica campestris var. Tosakan) pada Tanah Andisol Bogor.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Data Perkembangan Buah Tropis Indonesia Tahun 1995-2010. Jakarta.

Cahyono. 2003.Tanaman Holtikultura. Penebar Swadaya. Jakarta.

Febrianingsih, M., B. Prasetya, dan S. Kurniawan. 2009. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pupuk Cair terhadap Serapan N dan Pertumbuhan Sawi (Brassica junceaL.) pada Entisol.J. Agritek17 no. 5: 122-129.

Foth, H. D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keempat. Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 714hlm.

Giglioti, G., K. Kaiser, G. Guggenberger, and L. Haumaier. 2002. Differences in the Chemical Composition of Organic Matter from Waste Material of Different Sources.J. Biol. Fertil. Soils36: 321-329.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, S.G. Nugroho, A.M. Lubis, M.R. Saul, M.A. Diha, Go, B.H., dan H.H. Bailey. 1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Haryanto, E, T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2002.Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.


(5)

54

Handayani, E. O. 2009. Pengaruh Aplikasi Ekstrak-Air Kompos Jerami Padi pada Berbagai Konsentrasi terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annumL.).Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hilman, Y. 1989. Pengaruh Aplikasi dan Dosis Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat Kultivar Mutiara. Buletin Penelitian Hortikultura18 (4): 33-45.

Husnain, D. Setyorini, dan U. Hasanuddin. 2003. Efektivitas Pupuk Cair Organik dalam Meningkatkan Produksi Jagung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Sumber Daya Tanah dan Iklim Bogor 14-15 Oktober 2003. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Imanuddin, S. 2007. Pengaruh Pemberian Azolla terhadap Produksi Padi Sawah dan Jagung.Disertasi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 39 hlm. Kari, Z dan Z. Irfan. 1996. Tanggapan Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum

Mill.) terhadap Pupuk Kandang dan Fosfor pada Tanah Andosol. J. Agrotropika. 4 (1): 18-22.

Lynch, J. M. 1983. Plant Growth Regulators and Fitotoxins from Micro Organism. In: Soil Biotechnology. Microbiological Factors in Crop Productivity. J. M. Lynch, 1983. Blackwell scientifict. Pub.,London. Pp. 107-120.

Lingga, P. 1999.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 163hlm.

Musnamar, E. I. 2006.Pupuk Organik. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Mustikawati, I. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun Gendarussa vulgaris Nees. Tesis. Digital Library Universitas Airlangga. Surabaya

Novizan. 2007. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarata.

Nugroho, S.G., S. Yusnaini, dan M.E. Juanda. 1996. Pengaruh Pemberian Ekstrak-Air Beberapa Jenis Bahan Organik Melalui Daun atau Tanah terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Albisia (Albisia falcataria).J. Tanah Trop. 3: 20-25.

Palimbungan, N.R. Labatar, dan F. Hamzah. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro sebagai Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi.J. Agrisistem2(2):96-101.

Pulung, M. A. 2005.Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 287 hlm. (Buku Ajar).


(6)

55

Rosmarkam, A dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. 214hlm.

Rosyidah. 2010. http://rosyidah.com/2010/06/11/pt-great-giant-pinapple-ggpc-lumbung-nanas-raksasa-di-indonesia/. Diakses tanggal 20 Oktober 2010. Rubiyo, S. Guntoro dan Suprapto. 2003. Usaha Tani Kopi Robusta dengan Pemanfaatan Kotoran Kambing sebagai Pupuk Organik di Bali. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknik Pertanian6(1):73-80.

Sari, D. P. 2003. Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Bunga Kana (Canna coccinia Mill.). http:\new\gdl.php.htm. Diakses pada tanggal 11 Maret 2011.

Soputri, R. D. 2009. Pengaruh Pengekstrak Kotoran Cacing Tanah terhadap Pertumbuhan dan Serapan Hara Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentumMill.).Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemestry Genesis, Composition, Reaction. John

Wiley and Sons. London. 443p.

Supriati, Y dan E. Herliana. 2010. Bertanam 15 Sayuran Organik dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wachjar, R dan S. Alamsyah. 2004. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik Cair dan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobrama cacao L.).Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hlm.

Wijana, S., Kumalaningsih, A. Setyowati, U. Efendi dan N. Hidayat. 1991. Optimalisasi Penambahan Tepung Kulit Nanas dan Proses Fermentasi pada Pakan Ternak terhadap Peningkatan Kualitas Nutrisi. Universitas Brawijaya. Malang.

Wijaya, K. A. 2008. Nutrisi Tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta. 115 hlm.

Wijayani, A dan Widodo, W. 2005. Usaha Meningkatkan Beberapa Varietas Tomat dengan Sistem Budidaya Hidroponik.J. Ilmu Pertanian12(1): 77-83.