INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEMESTER 1 MI AL IMAN SENOBAYAN KECAMATAN SECANG KABUPATEN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 20172018 SKRIPSI

  

INTERFERENSI BAHASA JAWA

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

KELAS 1 SEMESTER 1 MI AL IMAN SENOBAYAN

KECAMATAN SECANG KABUPATEN MAGELANG

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

  

S K R I P S I

  Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

  

Disusun oleh

AIDA NUR AZIZAH

115-13-023

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

  

MOTTO

  Selalu Optimis dalam Menghadapi Kehidupan dan Percaya bahwa Rencana Allah itu jauh lebih baik 

  

ABSTRAK

  Nur Azizah, Aida. 2017. Interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa

  Indonesia kelas l semester l MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 . Skripsi.

  Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M. Pd.

  Kata Kunci: interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia

  Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan penyebab interfensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas 1 MI Al Iman Senobayan yang terdiri dari 25 siswa. Adapun rumusan masalahnya antara

  Bagaimana bentuk interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa

  lain: 1)

  Indonesia siswa kelas l

  MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten

  Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa jawa dalam

  Magelang. 2)

  

pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan

Secang Kabupaten Magelang.

  Jenis penelitian ini adalah penilitian kaulitatif. Langkah-langkah dalam penelitian kualitatif ini adalah pengamatan, pengumpulan data, wawancara dan analisis. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah hasil pengamatan secara langsung dan hasil wawancara secara langsung. Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian kemudian dianalisis.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Bentuk interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah interferensi morfologi dengan unsur afiks, reduplikasi dan kopositum. 2) Faktor pemyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah faktor kedwibasaan dan kebiasaan.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN BERLOGO .......................................................................... ii HALAMAN DEKLARASI ...................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ iv HALAMAN NOTA PEMBIMBING ....................................................... v HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. vi MOTTO .................................................................................................... vii PERSEMBAHAN .................................................................................... viii KATA PENGANTAR .............................................................................. x ABSTRAK ............................................................................................... xiii DAFTAR ISI ........ ................................................................................... xiv

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ...............................................

  B.

  6 Rumusan Masalah ........................................................

  C.

  6 Tujuan Penelitian ..........................................................

  D.

  7 Kegunaan Penelitian .....................................................

  E.

  7 Penegasan Penelitian ....................................................

  F.

  9 Metode Penelitian .........................................................

  G.

  12 Sistematika penulisan ...................................................

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A.

  14 Interferensi Bahasa Jawa.................................................

  1. Pengertian Interferensi .......................................... 14 2.

  Jenis-jenis Interferensi ........................................... 19 3. Bentuk-bentuk Interferensi……………………… 23 4. Pengaruh interferensi……………………………. 30 5.

  Pengrtian bahasa jawa…………………………….. 31 B. Pembelajaran Bahasa Indonesia…………………….. .. .. 33 C. Penelitian yang relevan....................................................... 49

  BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum MI.................................................... 51 1. Sejarah Singkat Berdirinya MI Al Iman Senobayan............................................... 51 2. Profil Sekolah....................................................... 51 3.

  52 Visi, Misi …………...........................................

  4. Tujuan…………………..................................... 53 5.

  Keaadaan Siswa................................................... 54 6. Sarana Prasarana………………………………….. 56 B. Paparan dan hasil temuan penelitian bentuk interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia

  ……… 58 C. Alasan dan penyebab terjadinya Interferensi …………….. 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis bentuk-bentuk interferensi yang terjadi

  di kelas

1 MI al Iman Senobayan………………………… 68 B.

  Analisis hasil wawancara tentang penyebab terjadinya interferensi bahasa…………………………………… 76

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................... 78 B. Saran................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa pada Sekolah Dasar merupakan siswa atau peserta didik yang

  mengalami dua proses penguasaan bahasa, yaitu proses pemerolehan bahasa dan proses pembelajaran bahasa. Proses pemerolehan bahasa merupakan proses yang dialami anak sejak pertama kali anak belajar berbicara menggunakan bahasa ibunya yaitu bahasa Jawa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang digunakan di dalam lingkungan sekolah untuk berkomunikasi. Selain itu di lingkungan tempat tinggalnya siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia melalui media yang ada di sekitarnya seperti dari media TV, radio, surat kabar, dan internet. Selain itu siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia secara langsung yaitu dengan mendengarkan langsung penutur bahasa Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan siswa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa secara bergantian. Selain bahasa Indonesia, siswa MI Al Iman Senobayan juga mempelajari bahasa lain yaitu bahasa Inggris. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa siswa di MI Al Iman Senobayanmerupakan dwibahasawan yaitu menguasai dua bahasa atau lebih.

  Siswa MI Al Iman Senobayan merupakan dwibahasawan yang disebabkan karena siswa mampu menguasai dan menggunakan dua bahasa dengan benar dalam berkomunikasi. Dari masing-masing siswa yang berdwibahasa akan timbul gejala yang disebut kontak bahasa. Kontak bahasa dapat terjadi karena dipergunakannya dua bahasa atau lebih oleh penutur yang sama secara bergantian.

  Adanya kontak bahasa yang terjadi diantara para siswa menyebabkan terjadinya interferensi bahasa karena keduanya saling mempengaruhi antara bahasa jawa dan bahasa Indonesia. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya interferensi bahasa, karena dapat merusak kaidah-kaidah bahasa keduan bahasa yang dikuasai.

  Interferensi merupakan penyimpangan dari norma-norma bahsa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Hal tersebut bisa juga disebut dengan dwibahasaan karena menguasai dua bahasa. Karena dapat menguasai bahasa satu dan bahasa yang lainnya.

  Selain itu interferensi juga dapat terjadi karena siswa di MI Al Iman Senobayan dalam berkomunikasi baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam berkomunikasi. Dalam pengantar pembelajaran di sekolah khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru lebih sering menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya, sehingga perilaku guru tersebut mempengaruhi siswa dalam berkomunikasi. Kebiasaan menggunakan bahasa Jawa menyebabkan pemahaman kata-kata dalam bahasa Indonesia siswa lebih rendah dibandingkan pemahaman kata-kata dalam Bahasa Indonesia.

  Interferensi dapat terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis siswa. Dalam bahasa lisan dan bahasa tulis banyak terdapat interferensi karena dalam bahasa lisan dan bahasa tulis siswa menggunakan bahasa yang dimilikinya sendiri tanpa ada yang mempengaruhinya. Dalam bahasa tulis siswa banyak ditemukan interferensi karena melalui bahasa tulis siswa mampu mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya tanpa ada yang mengendalikan sehingga bahasa yang digunakan siswa lebih natural dan apa adanya.

  Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap prose pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas I di MI Al Iman Senobayandi Kabupaten Magelang sangat meyakinkan adanya interferensi yang terjadi dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya alih penggunaan atau sering disebut dengan alih kode dan adanya campur kode. Hal tersebut terjadi karena siswa mencampurkan bahasa jawa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

  Dengan demikian, banyak penutur asli bahasa Jawa yang berbahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Banyak di antara mereka memakai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia secara bergantian. Oleh karena itu, mereka dapat disebut sebagai penutur dwibahasawan (bililingual). Situasi penggunaan bahasa secara bergantian itu disebut kedwibahasaan (bilingualism) atau seperti yang dikatakan Winreich (1970:121)

  “ the practice of alternately using two languages” sedangkan menurut Fishman (1966:122) apa yang disebut bililingualism itu aialah “ demonstrated ability to engage in communication via more than one language”. Alih kode sering terjadi pada penutur bilingual. Demikian juga pada penutur asli bahasa Jawa bisa terjadi alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia atau sebaliknya, atau bahkan alih kode ke bahasa asing baik disengaja maupun tidak disengaja.

  Undang-undang Dasar 1945, pasal 36, menyebutkan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahasa Indonesia harus dipelihara dan setiap warga negara wajib turut membinanya. Di samping itu, pada daerah penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa bahasa daerah yang masih dipelihara negara, dan bahasa jawa memang masih dipakai oleh orang- orang jawa sampai sekarang (Abdulhayi, 1981/1982: 1-3)

  Muslich (2010:27) juga mengemukakan bahwa Bahasa, sebagai bagian kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai suatu bangsa. Ikrar berupa “ Soempah Pemoeda” inilah yang menjadi dasar yang kokoh bagi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara, bahasa resmi, dan bahasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

  Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional kita seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah karena pertumbuhan bahasa Indonesia itu banyak dipengarui oleh bahasa daerah. Sering sekali tanpa kita sadari, kita berbahasa Indonesia dengan struktur bahasa daerah. Artinya, kata-kata yang kita gunakan dalam bertutur ialah kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur kata atau kalimat yang kita gunakan adalah struktur bahasa daerah. Struktur bahasa daerah itu telah mendarah daging dalam tubuh kita sehingga sering secara tidak kita sadari muncul dalam percakapan kita ketika kita menggunakan bahasa Indonesia (Badudu,1979:9-10)

  Demikianlah kita lihat besarnya pengaruh bahasa daerah atau dialek setempat terhadap bahasa Indonesia ragam resmi. Pengaruh itu dapat kita hindari hanya jika kita menguasai benar struktur bahasa masing-masing dan tahu benar makna tiap kata dalam setiap bahasa. Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah, yang mudah ialah bahasa ragam santai, bahasa tutur yang kita gunakan sehari-hari, karena bahasa itu tidak terikat kepada kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa Indonesia ragam resmi tidak mudah. Itu sebabnya bila kita diletakkan pada suatu situasi resmi yang terjaga, kita akan merasakan bahwa pekerjaan itu tidaklah mudah. Misalnya bila kita tiba-tiba harus mengucapkan pidato di depan khalayak ramai, atau harus membuat kertas kerja, skripsi, atau bentuk tulisan lain seperti itu, barulah akan terasa kepada kita bahwa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan teratur, dengan menggunakan kata- kata yang tepat maknanya, tidaklah semudah yang disangkakan orang.

  Supaya kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita harus memperdalam pengetahuan kita tentang bahasa itu. Kita harus banyak membaca buku-buku yang baik isi dan bahasanya teratur. Tanpa usaha dengan sengaja kearah itu, penguasaan bahasa Indonesia kita tetap tidak akan baik (Badudu,1979:9-10).

  Berangkat dari fenomena diatas, yakni interferensi bahasa yang banyak terjadi dilingkungan sekitar kita, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul ” Interferensi Bahasa Jawa Dalam Pembelajaran Bahasa

  

Indonesia Kelas 1 Semester 1 MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang

Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2017/2018 B. Rumusan Masalah

  Dari berbagai uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1.

  Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l

  MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang ? 2.

  Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l

  MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang? C.

   Tujuan Penelitian a.

  Mengetahui bentuk interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas I Ml al- Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang. b.

  Mendiskripsikan factor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.

D. Kegunaan Penelitian

  Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

  1. Secara Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas interferensi bahasa dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga (IAIN Salatiga).

  2. Secara Praktis a.

  Sebagai sumbangan pemikiran untuk para guru b.

  Sebagai upaya memotivasi peserta didik agar mengunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar E.

   Penegasan Istilah

  Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada, istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut: 1.

  Interferensi

  Istilah interferensi yang dalam Bahasa Inggris disebut interference ‘gangguan’ digunakan dalam sosioliungistik. Lado dalam Abdulhayyi (1981/1982:8) mengatakan bahwa interferensi adalah kesulitan yang timbul dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi. Kata, atau konstruksi sebagai akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa pertama.

  2. Bahasa Indonesia Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia besrasal dari bahasa Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah sumatera.

  Bahasa melayu- riau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada “konggres pemoeda”,28 Oktober 1928., di solo, menjadi bahasa Indonesia. (Muslich, 2010:26).

  Djaenia (1997:19) mengemukakan bahwa bahasa dalam arti luas ialah alat yang dipakai manusia untuk memberi bentuk kepada sesuatu yang hidup dijiwanya, sehingga diketahui orang. Jadi di sini termasuk juga mimiek (gerak muka), patho mimiek (gerak anggota), dan menggambar. Dalam arti umum: bahasa ialah pernyataan perasaan jiwa dengan kata yang dilaksanakan atau yang ditulis.

  3. Bahasa Jawa Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih hidup dan berkembang. Bahasa jawa dipakai oleh sebagian besar masyarakat

  Jawa tengah dan jawa Timur. Selain itu karena penyebaran penduduk bahasa jawa dipakai pula dibeberapa tempat diluar kedua daerah itu (Baribin dkk, 1986:1) F.

   Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis sosiologis, pendekatan ini melihat implementasi riel di sekolahan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian field research yaitu suatu penelitian yang terjun langsung kelapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang dibahas (Susanti, 2013: 9).

2. Kehadiran Peneliti

  Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Disini peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan, karena peneliti dapat berkomunikasi secara leluasa terhadap informan. Dalam hal ini peneliti diketahui statusnya oleh informan.

3. Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian ini adalah di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang, yang mana disekolahan tersebut terjadi adanya interferensi bahasa dalam pembelajaran bahasa indonesia.

4. Sumber Data a.

  Data Primer

  Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian di olah oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah dan guru kelas 1.

  b.

  Data Sekunder Data yang di dapat dari catatan, buku, majalah, artikel, buku-buku sebagai teori, dan lain sebagainya. (Sujarweni, 2004: 73). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku.

5. Prosedur Pengumpulan Data a.

  Observasi Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut (Sujarweni, 2014: 32). Peneliti menggunakan observasi langsung di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang. Disini peneliti mengamati interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas I Semester I. Untuk mengetahui informasi bentuk interferensi dan penyebab interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia secara langsung agar menadapat data yang lebih riil.

  b.

  Wawancara

  Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab, bisa sambil bertatap muka ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui media telekomunikasi antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (Sujarweni, 2014: 31). Peneliti melakukan wawancara secara langsung agar mendapatkan data yang riil mengenai penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 1.

  c.

  Dokumentasi Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan data dari berbagai pihak yang terkait. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memeperoleh data.

6. Analisis Data

  Setelah seluruh data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode: a.

  Deduktif Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Susanti, 2013: 11). Artinya ketentuan-ketentuan yang ada dalam nas dan teori dijadikan sebagai pedoman untuk menganalisis tentang interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 semester 1 di MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang. b.

  Kualitatif Merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penulis menggunakan metode kualitatif karena penulis ingin mendeskripsikan keadaan riel yang terjadi di lapangan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

  Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Saebani, 2008: 189).

8. Tahap-Tahap Penelitian

  Disini peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap masalah-masalah yang ada dalam proses pembelajaran bahasa indonesia, dari berbagai masalah yang timbul kemudian penulis menarik kesimpulan menjadi sebuah judul penelitian. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang diperoleh di lapangan kemudian dianalisis dan digabungkan dengan data-data yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding (Susanti, 2013: 9) dan kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembaasan ini. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:

  BAB I : Pendahuluan yang berisi uaraian tentang Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II : Kajian pustaka yang berisi uraian tentang Tinjauan Umum tentang pengertian interferensi ,bentuk

  • –bentuk interferensi,penyebab interferensi dan pembelajaran bahasa indonesia.

  BAB III : Paparan Data dan Temuan Peneliti berisi tentang bentuk-bentuk interferensi, penyebab terjadinya interferensi di MI Al Iman Senobayan kecamatan secang kabupaten Magelang,

  BAB IV : Pembahasan berisi tentang analisis mengenai bentuk-bentuk interferensi dan penyebab terjadinya interferensi di MI Al Iman Senobayan kecamatan secang kabupaten Magelang

  BAB V : Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi tentang bentuk dan penyebab interferensi Bahasa Jawa dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Interferensi Bahasa Jawa 1. Pengertian Interferensi Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi

  berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencangkup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosa kata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito, 1985:55).

  Interferensi, menurut Nababan (1984 ), merupakan kekeliruan yang terjadi sebab akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995:168) mengemukakan bahwa interferensi adalah penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih. Untuk memantapkan pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini akan diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli dibidang sosiolunguistik yang telah mendefinisikan peristiwa ini.

  Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.

  Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sitem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain dari suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan- kebiasaan ujaran bahasa ibuk atau dialek ke dalam bahasa atau bahasa kedua.

  Valdman dalam Abdulhayi (1985:8) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan sebagai akibat kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai konsekuensinya, terjadi transfer atau pemindahan unsur negatif dari bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran.

  Pendapat lain mengenai interferensi dikemukakan oleh Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk, bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan. Membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencangkupi pengucapan satuan bunyi, tata bahasa dan kosa kata. Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosa kata.

  Pengertian lain dikemukakan oleh Jendra (1995:187) menyatakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa kedalam bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima.

  Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya kan kosa kata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam perkembangannya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosa kata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan dan alam lingkungan bahasa donor. Gejala interferensi dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak terlepas dari perilaku dari penutur bahasa penerima.

  Menurut Bawa (1981:8), ada tiga ciri pokok atau sikap bahasa. Ketiga ciri pokok bahasa itu adalah: a.

  Language loyallity, yaitu sikap loyalitas.

  b.

  Language pride, yaitu sikap kebanggaan terhadap bahasa.Anwareness of the norm , yaitu sikap sadar terhadap adanya norma bahasa.

  Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersifat kurang positif terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat dipandang sebagai latar belakang munculnya interferensi. Dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat apapun (fonologi,morfologi,dan sintaksis) merupakan penyakit yang merubah bahasa, jadi perlu dihindari (Chaer dan Agustina (1998:165).

  Jendra (1991:105) menyatakan bahwa dalam interferensi terdapat tiga unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsur atau sistemnya kedalam bahasa lain;bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau bahasa yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan.

  Dalam komunikasi bahasa menjadi sumber serapan pada saat tertentu akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan sebaliknya. Begitu juga dengan bahasa penerima dapat berperan sebagai bahasa sumber. Dengan demikian, interferensi dapat terjadi secara timbal balik.

  Suwito (1983:52), seperti halnya Jendra juga memandang bahwa interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech,parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan yang sebenarnya telah ada padanya dalam bahasa penyerap, sehingga cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, diharapkan makin berkurang atau sampai batas yang paling minim.

  Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam bahasa (Hockett dalam Suwito, 1983:54). Dari pendapat hockett tersebut perlu dicermati bahwa gejala kebahasaan ini perlu mendapatkan perhatian besar. Hal ini disebabkan interferensi dapat terjadi di semua komponen kebahasaan, mulai bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, tata kata, dan tatamakna. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam proses interferensi ada tiga hal yang mengambil peranan, yaitu: a.

  Bahasa sumber atau bahasa donor b.

  Bahasa penyerap atau bahasa respien 2. Jenis-Jenis Interferensi

  Menurut Weinreich dalam Aslinda dan Leny (2007 : 66-67) interferensi dapat terjadi pada semua tuturan bahasa dan dapat dibedakan dalam beberapa jenis.

  Weinreich dalam Aslinda dan Leny (2007:67) mengidentifikasikan empat jenis interferensi sebagai berikut: a.

  Pemindahan unsur dari satu bahasa kebahasa lain.

  b.

  Perubahan fungsi dan kategori unsur karena proses pemindahan.

  c.

  Penerapan unsur-unsur yang tidak berlaku pada bahasa kedua ke dalam bahasa pertama. d.

  Pengabdian struktur bahasa kedua karena tidak terdapat padanannya dalam bahasa pertama.

  Sebab-sebab Interferensi Selain kontak bahasa, menurut Wenrich (1970: 64-65) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain: a.

  Kedwibahasaan peserta tutur Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

  b.

  Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasi penutr secara tidak terkontrol.

  Sebagai akaibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis. c.

  Tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan yang baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosa kata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosa kata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosa kata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor tidak kecukupan atau terbatasnya kosa kata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.

  Interferensi yang disebabkan karena kebutuhan kosa kata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosa kata baru yang diperoleh oleh pemakai bahasa. Kosa kata baru yang dipeeroleh dari interferensi ini cenderunga akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima. d.

  Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan Kosa kata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosa kata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan kembali kosa kata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosa kata baru dari bahasa sumber.

  Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosa kata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.

  e.

  Kebutuhan akan sinonim Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang secara berulang-ulang .Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosa kata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosa kata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi. f.

  Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pemakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan.

  g.

  Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya penguasaan bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara tau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosa kata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainy

  Suwito,Aslida dan Leny, (2007 : 67) menjelaskan bahwa interferensi dapat terjadi dalam semua komponen kebahasaan, yaitu bidang tata bunyi, tata kalimat, dan tata makna. Disamping itu interferensi dibagi menjadi tiga bagian yaitu interferensi fonologi, interferensi leksikal, dan interferensi gramatikal yang lebih lengkapnya akan dijabarkan sebagai berikut.

  a.

  Interferensi dalam Bidang Fonologi.

  Interferensi fonologi terjadi apabila fonem-fonem yang digunakan dalam suatu bahasa menyerap dari fonem-fonem bahasa lain. Interferensi fonologi dapat dilihat dari penutur bahasa Jawa dalam mengucapkan kata- kata nama tempat yang berawalan bunyi /b/, /d/, /g/, dan /j/ dengan penasalan didepannya, maka akan terjadi interferensi tata bunyi atau sering disebut interferensi fonologi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia, misalnya : /mBanjar/, /nDepok/, /ngGombong/, /nJambi/.

  Selain itu juga terdapat cotoh interferensi fonologis bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, yaitu berupa pengucapan fonem /d/ bahasa Jawa dan fonem /d/ bahasa Indo nesia. Pada kata [ w ǝ d i ] dilafalkan [ w ǝ ḍ i]. Fonem /d/ pada bahasa Jawa yang merupkan bunyi apiko dental dilafalkan dengan bunyi apiko palatal. Di dalam bahasa Jawa bunyi apiko palatal adalah merupakan jenis fonem yang lainnya yaitu fonem / ḍ/. Akibat dari kesalahan tersebut, lawan tutur akan mengira yang diucapkan penutur adalah [ w ǝ ḍ i ] yang berarti 'pasir'. Oleh sebab itu terjadi perusakan makna karena arti yang dimaksudkan berbeda. Di dalam pelafalan menggunakan bahasa Jawa [ w ǝ d i ] yang dimaksudkan adalah

  'takut', sedangkan dalam pelafalan bahasa Indonesia [ w ǝ ḍ i ] yang berarti 'pasir'.

  b.

  Interferensi Morfologi Menurut aslinda dan Leny (2007 : 75) interferensi dalam bidang morfologi dapat terjadi antara lain pada penggunaan unsur-unsur pembentukan kata, pola proses morfologi, dan proses penggalan afiks.

  Menurut Suwito 91985 : 55) interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan kata sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.

  Dalam bahasa Indonesia misalnya sering terjadi penyerapan afiks-afiks ke-, ke-an, dari bahasa daerah (Jawa, Sunda), misalnya dalam kata-kata : kelanggan, kepukul, ketabrak, kebesara, kekecilan, kemahalan. Bentuk- bentuk dengan afiks-afiks seperti itu sebenarnya tidak perlu, sebab untuk mengungkapkan konsep-konsep demikian telah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Untuk afiks ke-, ke - an, dan -an telah ada afiks ter-, kata terlalu, dan afiks ber- misalnya : terlanggar, terpukul, tertabrak, terlalu besar, terlalu kecil. Sebenarnya bentuk-bentuk dengan afiks-afiks seperti itu tidak perlu, sebab untuk mengungkapkan konsep-konsep demikian telah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

  Menurut Abdulhayi (1985 : 10-11) interferensi pada tingkat morfologis dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa di antaranya dapat terjadi pada penggunaan unsur-unsur pembentuk kata bahasa Indonesia pada unsur dasar bahasa Indonesia, pola proses morfologis bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa dengan penanggalan afiks.

  Penggunaan unsur-unsur pembentuk kata di antaranya sebagai berikut.

  1. Beberapa afiks bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :

  dieling seharusnya eling 'diingat'; terpedhot seharusnya pedhot, kepedhot 'terputus'.

  2. Reduplikasi bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :

  bener-bener seharusnya bener, temenan 'benar-benar'; estu-estu

  seharusnya estunipun 'sungguh-sungguh'; ati-ati seharusnya ngati-ati '(ber) hati-hati'; rupa-rupane seharusnya sajake, ayake 'rupa-rupa'.

  3. Kompositum bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :

  dalan raya seharusnya dalan gedhe 'jalan raya'; klebu nalar seharusnya mulih nalar, tinemu nalar 'masuk akal'.

  Adanya pola proses morfologis bahasa Indonesia dalam pemakaian bahasa Jawa dapat berwujud di antaranya pada bermacam- macam afiksasi, misalnya : pedunung seharusnya sing dumunung 'penghuni'; paladenan seharusnya peladen 'pelayan'; kebeneran seharusnya kapener, mbeneri 'kebetulan'.

  Yang berupa afiks dalam bahasa Jawa karena pengaruh pola bentuk bahasa Indonesia, sebenarnya dapat juga dikategorikan dalam interferensi morfologis yang berupa penggunaan butir-butir pembentuk kata, misalnya : sekolah seharusnya sekolahan 'gedung sekolah'.

  Dari beberapa contoh diatas dapat terlihat adanya interferensi morfologis bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa yang dapat terjadi pada penggunaan afiks, reduplikasi, kompositum yang mengakibatkan merusak tatanan bahasa Jawa yang benar.

  c.

  Interferensi Sintaksis Menurut Aslinda dan Leni (2007 : 82) interferensi sintaksis antara lain meliputi penggunaan kata tugas bahasa pertama pada bahasa kedua atau sebaliknya, pada pola konstruksi frase. Sedangkan Chaer dan Agustina (2004 : 123) memberikan contoh interferensi dalam bidang sintaksis seperti dalam kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa - Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kalimatnya adalah "Di sini toko Laris yang mahal sendiri". Kalimat bahasa indonesia itu berstruktur bahasa Jawa, sebab dalam bahasa Jawa bunyinya adalah "Ning kene toko Laris sing larang dhewe." Kata sendiri dalam kalimat bahasa Indonesia itu merupakan terjemahan dari kata Jawa yaitu dhewe. Kata dhewe dalam bahasa Jawa, antara lain memang berarti 'sendiri'. Tetapi kata dhewe yang tepat di antara kata sing dan adjektif adalah berarti

  'paling'. dengan demikian kalimat tersebut diatas seharusnya berbunyi "Toko Laris adalah toko yang paling mahal di sini."

  Menurut Abdulhayi (1985 : 12-13) interferensi pada tingkat sintaksis meliputi penggunaan kata tugas bahasa Indonesia, pola konstruksi frase bahasa Indonesia, pola kalimat bahasa Indonesia dan sebagainya.

  Misalnya pada contoh berikut ini.

  1. Penggunaan kata tugas bahasa Indonesia.

  Mengkono antara liya dhawuhe Presiden Suharto.

  'demikian antara lain perintah presiden Suharto'. Kata tugas yang seharusnya digunakan di sini Iantarane.

  2. Pola konstruksi frasa bahasa Indonesia.

  Warna layang iku dudu warna kang dadi kesenengane.

  'Warna surat itu bukan warna yang disenanginya.' Frase warna layang seharusnya warnane layang.

  3. Penggunaan pola kalimat bahasa Indonesia.

  Dadi cukup akeh jeneng-jeneng tanduran iki kang wis dikenal dening penduduk Indonesia.

  'Jadi cukup banyak nama-nama tanaman ini yang sudah dikenal oleh penduduk Indonesia.' Seharusnya dadine cukup akeh jeneng-jenenge tanduran kang wis dititeni denging penduduk Indonesia.

  Dari beberapa contoh di atas dapat dilihat adanya penyimpangan dalam bidang sintaksis, yaitu adanya penggunaan kata tugas pada bahasa Jawa yang diambil dari bahasa Indonesia. Sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi, karena di dalam Bahasa Jawa telah ada padanannya, sehingga tidak perlu merusak tata Bahasa Jawa yang telah ada.

  d.

  Interferensi Leksikal Menurut Aslinda dan Leni (2007:73) interferensi dalam bidang leksikal terjadi apabila seorang dwibahasawan dalam peristiwa tutur memasukkan leksikal bahasa pertama kedalam bahasa kedua atau sebaliknya. Interferensi leksikal dibagi berdasarkan kelas kata menjadi lima yaitu : kelas verba, kelas adjektiva, kelas nomina, kelas pronomina, dan kelas kata numeralia.

  Bidang kajian dalam interferensi adalah leksikon. Leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Menurut Adi Sumarto dalam penelitian Nur Laela (Hasanudi, 2011 : 22) merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa.

  Menurut Abdulhayi (1985 : 10) pada kenyataannya sering sukar dibedakan apakah satu data masuk dalam sasaran interferensi leksikal, morfologis, atau sintaksis. Berikut ini adalah contoh interferensi dalam bidang leksikal : Nanging sebalike, agama Islam

  

bakal kasilep lan mundur yen mung dianut secara tradisional. Jika

  kita periksa unsur sebalike, dapatlah dikatakan sebagai interferensi leksikal yaitu leksikal dari bahasa Indonesia sebaliknya menjadi

  

sebalike (dengan variasi jawanisasi morfem Inya- -e/, atau kata balik

  (BI) dipakai sebagai dasar pembentuk kata dengan proses afiksasi se- - e (BJ).

  Menurut Sukardi (2000) interferensi leksikal mencakupi kata- kata pinjaman dan kata yang tidak sesuai dengan bentuknya. Jenis- jenis interferensi leksikal yang berupa kosa kata pinjaman meliputi kosa kata 1) kata dasar, 2) berimbuhan, dan 4) frase.

  Interferensi leksikal diartikan pengacauan kosa kata antara bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Di dalam interferensi leksikal terjadi penyerapan kosa kata dari satu bahasa ke bahasa yang lain.