PDF Skripsi 111 13 109 Ajeng Virga Sawitri Maro PAI 2018

  

IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI KEGURUAN

DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 SALATIGA

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

  

Oleh:

Ajeng Virga Sawitri Maro

NIM: 111-13-109

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

  SALATIGA

2017

  

MOTTO

  Jika ingin dihormati maka hormatilah dirimu sendiri, Jika ingin disegani maka seganilah dirimu sendiri, Pada akhirnya semua yang menanam akan menuai hasilnya.

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

  a. Ayah saya (Sahroni) dan Ibu saya (Dra. Fajar Mawati) yang senantiasa mendo ’akan, membimbing, menasehati, serta mencurahkan segala kasih sayangnya, turut juga adik saya Nimas Ulfatuz Zahro Maro dan Aulia Nan Tri

  Veni Maro.

  b. Keluarga besar saya di Yogyakarta maupun Palembang, atas segala dukungannya sehingga skripsi ini dapat selesai.

  c. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M,Si yang senantiasa dengan sabar dan telaten telah membimbing penulis hingga skripsi ini selesai..

  d. Bapak Martana S.Pd , Ibu Aprilia Dwi Astuti, A,Md, Bapak M.

  Syafi’i, S.Ag., S.H., M.Kn., M.Pdi. para guru dan staff serta seluruh warga SMK N 1 Salatiga yang telah membantu dan mendukung selama penelitian berlangsung.

  e. Sahabat-sahabat dekat saya yang senantiasa selalu memberikan semangat dan motivasi Wahyu Nur Astuti, Nur Azizah, Nanda Dwi Putri, Ihda Arfiani Abdillah.

  f. Teman-teman PPL SMK N 1 Salatiga dan seluruh teman-teman seperjuangan FTIK PAI angkatan 2013.

  g. Mas Sukrisno Nino yang selalu memberikan motivasi dan semangat baru kepada saya sehingga skripsi ini dapat selesai.

  h. Seluruh Mahasiswa IAIN Salatiga angkatan 2013

KATA PENGANTAR

  Dengan menyebut nama Allah swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI KEGURUAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 SALATIGA TAHUN 2017.

  Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Agung Muhammad saw., kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan, yang mana beliaulah yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang seperti saat ini, melalui ajarannya agama Islam.

  Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu dan memberikan dorongan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada: A. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

  B. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

  C. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

  D. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M,Si., selaku dosen Pembimbing Akademik dan dosen Pembimbing skripsi.

  

ABSTRAK

  Maro, Ajeng Virga Sawitri. 2017. Implementasi Etika Profesi Keguruan di Sekolah

  Menengah Kejuruan Negeri 1 Salatiga Tahun 2017 . Skripsi. Jurusan Pembimbing: Dra. Siti Asdiqoh M.Si.

  Kata Kunci: Implementasi, Etika profesi keguruan.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga tahun 2017. Rumusan masalah pada penelitian ini. 1) Bagaimana implementasi etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga tahun 2017? 2) Apa kendala yang dihadapi guru SMK N 1 Salatiga dalam implementasi etika profesi keguruan tahun 2017?

  Untuk menjawab pertanyaan diatas, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode wawancara, metode observasi, dan metode dokumentasi. Objek penelitian adalah guru SMK N 1 Salatiga, staf karyawan dan pesera didik.

  Hasil penelitian ini dapat disimpulkan : 1) etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga dapat diterapkan dengan cukup baik, didukung dengan adanya kebiasaan yang diterapkan disekolah serta peraturan yang bukan hanya untuk siswa tapi juga untuk guru dan karyawan. 2) kendala yang dihadapi guru dalam menerapkan etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga yaitu : a) kurangnya pengetahuan tentang etika profesi keguruan yang sebenarnya b) perbedaan pola fikir dan karakter guru c) lingkungan kerja yang kurang mendukung.

  DAFTAR ISI

HALAMAN BERLOGO .................................................................................. i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................. v

HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

ABSTRAK ......................................................................................................... x

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Fokus Penelitian ............................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian......................................................................5 E. Penegasan Istilah

  …………………………………………………6

  F. Metode Penelitian ……………………………………………….7

  G. Sistemat ika Penulisan……………………………………………11

  BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian Pustaka .................................................................................................. 13 B. Status Guru .................................................................................. 22

  a. Keadaan Fisik Sekolah ....................................................... 43

  g. Bidang Pengelolaan Administrasi. ..................................... 53

  f. Pelaksanaan Tata Tertib ..................................................... 53

  e. Keadaan Guru Siswa .......................................................... 53

  d. Penggunaan Sekolah ........................................................... 53

  c. Fasilitas Sekolah ................................................................. 48

  b. Keadaan Lingkungan Sekolah ............................................ 47

  BAB III PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ......................... 41

  a. Status Personal………………………………………………23

  E. Sikap Profesional Keguru an Terhadap Peserta Didik ………….35 F. Etika Guru Terhadap Re kan Sejawat …………………………..37 G. Etika Guru Te rhadap Masyarakat ………………………………38

  Profesi Keguruan ……………………………….29

  D. Profes i Keguruan ……………………………………………….29 A. Kode Etik

  C. Peran dan Fungsi Guru ................................................................ 26

  Status Sosial………………………………………………...25

  b. Status Profesional …………………………………………..24 c.

  h. Tata Tertib Guru dan Karyawan SMK N 1 Salatiga. ......... 54

  i. Daftar Gur u SMK N 1 Salatiga ………………………….55 j. Jumlah Siswa dan Table K elas …………………………..59

  Gambaran Umum Informan ……………………………...61

  B. Hasil Temuan Penelitian Wawancara .......................................... 64 C.

  Hasil Temuan Penelitian Observasi …………………………….70

  BAB IV PEMBAHASAN

  1. Implementasi Etika Profesi Keguruan di Sekolah Menengah Kejuruan N 1

  Salatiga ………………………………………...74

  2. Kendala yang dihadapi guru SMK N 1 Salatiga dalam mengimplementasikan etika profesi keguruan ………...........77

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan........................................................... ...... .................80 B. Saran-saran ................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN PEDOMAN OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA IDENTITAS RESPONDEN DATA PRIBADI DOKUMENTASI SURAT IJIN PENELITIAN SURAT KETERANGAN DARI SEKOLAH NOTA PEMBIMBING LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI SKK

  DAFTAR TABEL

  TABEL 1. Daftar Guru SMK N 1 Salatiga …………………………… 55 TABEL 2. Daftar siswa kelas X SMK N 1 Salatiga ………………….. 59 TABEL 3. Daftar siswa kelas XI SMK N 1 Salatiga …………………. 60 TABEL 4. Daftar siswa kelas XII SMK N Salatiga …………………... 60

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Guru ialah orang yang bertugas mengajar peserta didik. Dalam

  kamus besar bahasa Indonesia pun diungkapkan bahwa pengertian guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar (Alwi, 2002: 377) . Itulah pengertian guru secara bahasa, sedangkan secara istilah Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik, baik potensi kognitif maupun potensi psikomotoriknya (Wiyani, 2015:27). Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba menjelaskan bahwa guru adalah orang yang memikul tanggungjawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggungjawab terhadap pendidikan si terdidik (Wiyani, 2015:27).

  Guru sebagai figur sentral dalam pendidikan, haruslah dapat diteladani akhlaknya di samping kemampuan keilmuan dan akademisnya.

  Selain itu, guru haruslah mempunyai tanggung jawab dan keagamaan untuk mendidik anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak mengingat banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru mulai dari tuntutan sebagai tenaga pendidik secara profesional yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sampai hal yang berkaitan dengan akhlak serta etika dalam mengajar dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

  Berdasarkan definisi diatas, maka guru dapat diartikan sebagai orang dewasa yang bekerja sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didik di pengetahuan, serta terampil mengaplikasikan ilmu pengetahuannya. Pengertian guru tersebut menunjukan bahwa guru memiliki tugas sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai seorang pendidik, guru mentransfer nilai dengan harapan agar peserta didiknya menjadi pribadi yang berkarater. Kemudian sebagai pengajar, guru mentransfer pengetahuan dan keterampilan agar peserta didik menguasai berbagai ilmu pengetahuan serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

  Tugas guru yang demikian itulah yang nampaknya menjadikan orang-orang seperti orang Jawa mengartikan guru sebagai sosok yang

  

digugu lan ditiru . Digugu berarti ucapannya selalu didengarkan

  diperhatikan, dan diindahkan oleh orang yang mendengarnya. Sedangkan

ditiru berarti perilaku guru akan selalu dilihat dan dicontoh oleh orang lain.

  Namun kini muncul sentilan bahwa guru bukan lagi menjadi sosok yang

  

digugu lan ditiru tetapi menjadi sosok yang wagu tur saru. Wagu karena

  antara ucapan dan perbuatannya berbeda. Sedangkan saru karena memang perbuatannya tergolong perbuatan buruk yang tidak pantas untuk ditiru oleh orang lain. Khususnya peserta didiknya. Akibatnya muncul pula semboyan guru kencing berdiri, murid kencing berlari (Wiyani, 2015:29).

  Itulah problem yang kini tengah dihadapi oleh para guru, di beberapa sekolah masih banyak ditemukan ada oknum guru yang mengabaikan tugasnya sebagai pendidik yang mentransfer nilai dan lebih mengedepankan mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Contohnya seperti yang seharusnya tidak pantas dilontarkan oleh seorang guru. Alhasil kini muncullah peserta didik yang cerdas secara intelektual tetapi miskin akan kecerdasan spiritual dan belum menjadi pribadi yang berkarakter. Itulah sebabnya harus ada kesadaran pada diri guru maupun calon guru bahwa tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik peserta didiknya dengan memberikan suri tauladan yang baik.

  Adapun indikator etika profesi keguruan mencakup tiga aspek yang pertama yaitu etika terhadap murid, guru harus berprilaku secara professional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar dan membimbing, guru harus menjalin hubungan baik dengan peserta didik dan selalu taat pada norma sosial, norma kebudayaan, moral dan agama. Kedua yaitu etika profesi keguruan dengan orang tua atau wali peserta didik, guru harus bisa menjalin kerjasama yang baik dalam rangka menunjang proses pendidikan. Yang ketiga adalah etika profesi keguruan dengan teman sejawat, guru harus saling memotivasi dalam hal kebaikan, dan saling mengingatkan serta dapat bekerjasama dalam mewujudkan cita-cita bersama.

  Untuk dapat menjadi suri tauladan yang baik maka guru harus beretika dalam mematuhi berbagai norma yang berlaku dimana ia berada dalam kehidupan sehari-harinya baik itu norma agama, norma hukum, norma sosial, dan norma-norma lainnya yang berlaku di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Wiyani, 2015:30). Dengan melihat banyaknya meneliti bagaimana IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI KEGURUAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 SALATIGA TAHUN 2017.

  2. Fokus Penelitian

  Penelitian ini memfokuskan pada hal-hal sebagai berikut:

  a. Bagaimana implementasi etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga tahun 2017?

  b. Apa kendala yang dihadapi guru di SMK N 1 Salatiga dalam implementasi etika profesi keguruan tahun 2017?

  3. Tujuan Penelitian

  Sehubungan dengan fokus penelitian yang telah dikemukakan diatas, penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mendiskripsikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui implementasi etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga tahun 2017.

  2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru di SMK N 1 Salatiga dalam mengimplementasikan etika profesi keguruan tahun 2017.

  4. Kegunaan penelitian

  1. Manfaat teoritik Manfaat yang dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai bahan pengembangan khazanah kajian keilmuan teoritis terkait etika profesi keguruan yang dimiliki oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa lulusan IAIN Salatiga.

  2. Manfaat praktis.

  A. Dapat dijadikan sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di lembaga terkait.

  B. Bisa dijadikan sebagai bahan acuan untuk terus mengabdi dan meningkatkan profesionalitas profesi keguruan.

  C. Dapat mengembangkan kemampuan meneliti suatu permasalahan dan menemukan solusi.

  5. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari timbulnya berbagai interpretasi dan membatasi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa pengertian yang terkandung dalam judul skripsidi atas, yaitu:

  a. Implementasi Implementasi merupakan penerapan sesuatu yang memberikan dampak (Susilo, 2007: 174). Jadi dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah penerapan dari sebuah rencana yang disusun secara matang, terperinci dan memberikan hasil.

  Etika merupakan suatu ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia yang dapat diterima oleh akal sehat. Sebagai ilmu, etika mencari kebenaran mengenai perbuatan manusia. Sebagai filsafat, etika mencari keterangan secara radiks mengenai kebaikan perbuatan manusia. Kemudian sebagai ilmu dan filsafat, etika menghendaki ukuran yang umum untuk semua perbuatan manusia.

  Tujuannya adalah mencari ukuran tersebut dan bagaimana manusia seharusnya berbuat (Wiyani, 2015: 1). Etika sebagai ilmu mengkaji mana perbuatan manusia yang tergolong baik dan mana perbuatan manusia yang tergolong buruk malalui akal.

  Profesi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang ataupun kelompok orang dengan bekal pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimilikinya. Sedangkan guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar. Sedangkan keguruan adalah perihal yang menyangkut pengajaran, pendidikan, dan metode pengajaran. Jadi keguruan adalah berbagai hal yang berhubungan dengan tugas pekerjaan seorang guru (Wiyani, 2015: 57), maka profesi keguruan dapat diartikan dengan pekerjaan sebagai seorang guru yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan menilai peserta didik dengan bekal pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimilikinya. nilai yang sesuai dengan etika profesi dan lingkungan sekitar dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru baik ditempat bekerja dengan teman sejawat dan peserta didik ataupun sebagai masyarakat dalam mematuhi nilai dan norma yang berlaku dalam berbangsa dan bernegara.

6. Metode Penelitian

  1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan karena meneliti fenomena yang ada di lapangan atau masyarakat dan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan terperinci mengenai latar belakang keadaan sekarang yang dipermasalahkan (Asmani, 2011:66)

  Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mempunyai maksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, sikap, motivasi, dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata. Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian tentang fenomena dalam suatu layar berkonteks khusus (Moelong, 2008:5).

  2. Kehadiran Peneliti Hubungan peneliti dengan subyek dalam penelitian kualitatif peneliti secara aktif berinteraksi secara pribadi. Proses pengumpulan data dapat diubah dan hal itu tergantung pada situasi (Moleong, 2004:30). Pada penelitian kualitatif ini, kehadiran penelitian mutlak diperlukan. Hal ini dikarenakan instrument penelitian dalam penelitian kualitatif adalah penelitian itu sendiri. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis penafsiran data, dan pada akhiranya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong,2008:168).

  3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada guru SMK N 1 Salatiga pada tahun 2017 di SMK N 1 Salatiga.Penelitian dilakukan dalam rentang waktu

  Juli-Agustus 2017 di SMK N 1 Salatiga.

  4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi:

  1. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian. Menurut Lofland dalam (Moleong 2011:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai. Data utama dalam penelitian ini adalah waka kurikulum, kepala bidang ketenagakerjaan dan guru SMK N 1 Salatiga

  2. Data sekunder digunakan peneliti untuk memperkuat dan melengkapi informasi yang di dapat dari data utama. Dalam penelitian ini yang dijadikan data sekunder adalah berbagai dokumen penunjang seperti penilaian dari peserta didik, tata tertib guru, informasi tentang sekolah, dan foto-foto dokumentasi.

  5. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan berbagai cara yakni: a. Wawancara

  Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2010: 180). Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2009:186).

  Wawancara ini merupakan bentuk komunikasi langsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka. Dalam wawancara ini peneliti langsung mewawancarai guru-guru secara langsung untuk memperoleh informasi dengan mengajukan pendapat tentang implementasi etika profesi keguruan.

  b. Observasi Observasi adalah alat atau cara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi baru yang dapat diuji kebenarannya.

  Sehingga pada penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik observasi sebagai salah satu cara pengumpulan data. Adapun obsevasi yang dipilih adalah observasi partisipatif pasif yakni peneliti datang ditempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut dalam kegiatan tersebut.

  c. Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk gambar, tulisan. Dalam penelitian ini, peneliti sengaja menggunakan dokumen sebagai alat pelengkat dari observasi, dan kuisioner. Adapun yang akan menjadi alat pelengkapnya adalah dokumentasi tentang kegiatan profesi keguruan di lingkungan sekolah, dokumentasi kegiatan penelitian, dokumen tentang sejarah lokasi penelitian dan lain sebagainya.

  6. Analisis Data Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja yang dapat dikelola, mensinstesiskannya, mencari dan menemukan pola, menempatkan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,, 2009:248). Pada tahap ini hasil penelitian dianalisis sesuai dengan fokus penelitian.

7. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan terhadap pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji maka perlu adanya sistematika penulisan sehingga pembahasan akan lebih sistematis dan runtut.

  Bab 1: Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan isltilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II: Landasan Teori Berisi tentang pembahasan mengenai etika profesi keguruan, hakikat dan kode etik keguruan, etika guru terhadap peserta didik, etika guru terhadap rekan sejawat dan etika guru terhadap masysrakat.

  Bab III: Paparan dan Temuan Penelitian

  Berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan temuan penelitian serta analisis data.

  Berisi tentang pembahasan hasil temuan penelitian

  Bab V: Penutup Penulisan skripsi ini diakhiri kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Kata etika sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dalam kehidupan

  sehari-hari, baik itu di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat, kita sering sekali menyebutkan kata etika. Setiap kali kata etika kita sebut, maka biasanya hal itu merujuk pada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Akar kata etika ialah ethos (Yunani) yang berarti kebiasaan, watak, perasaan, sikap, cara berpikir, tempat tinggal, dan padang rumput. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha yang berarti ada kebiasaan. Dalam bahasa latin, ethos itu disebut dengan mores (mufradnya : mos). Dari kata latin inilah berasal kata moral yang pengertiannya berbeda dengan etika. Moral dalam bahasa Indonesia disebut dengan susila. Secara istilah moral merupakan perbuatan yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Ide-ide tersebut bisa berasal dari norma agama maupun norma adat.

  Etika merupakan suatu kata benda, pada bahasa Inggris kata etika disebut dengan ethic yang berarti system of moral principles or values, mudahnya dapat diartikan dengan tata susila. Sementara itu, pada kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika adalah ilmu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk serta mengenai hak dan kewajiban moral atau akhlak. Secara lebih detail, Sidi Gazalba menyajikan pengertian etika seperti berikut ini: ruhani.

  2. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia.

  3. Etika merupakan bagian filsafat yang mengembangkan teori mengenai tindakan-tindakan, alasan-alasan tindakan, tujuan- tujuan tindakan, dan arah tindakan.

  4. Etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta tetapi mengenai nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia tetapi mengenai idenya.

  5. Etika adalah ilmu tentang moral yang mengkaji mengenai prinsip-prinsip dan kaedah moral mengenai tindakan dan kelakuan.

  Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa etika merupakan suatu ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia yang dapat diterima oleh akal sehat.Sebagai ilmu, etika mencari kebenaran mengenai perbuatan manusia.Sebagai filsafat, etika mencari keterangan secara radiks mengenai kebaikan perbuata manusia. Kemudian sebagai ilmu dan filsafat, etika menghendaki ukuran yang umum untuk semua perbuatan manusia. Tujuannya adalah mencari ukuran tersebut dan bagaimana manusia seharusnya berbuat.

  Kepala BAKN Nomor 57686/ MPK/ 1989 guru ialah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan penidikan di sekolah, termasuk hak yang melekat dalam jabatan. Pada pasal 39 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pada pendidik pada perguruan tinggi.

  Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 3). Guru sebagai figur sentral dalam pendidikan, haruslah dapat diteladani akhlaknya di samping kemampuan keilmuan dan akademisnya. Selain itu, guru haruslah mempunyai tanggung jawab dan keagamaan untuk mendidik anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak. Secara etimologi kosa kata ‘guru’ berasal dari kosa kata yang sama dari bahasa India yang artinya “orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara. Dalam tradisi Agama Hindu, guru dikenal sebagai ‘maha resi guru’. Yakni para pengajar yang bertugas untuk menggembleng para calon biksu di bhinaya panti (tempat pendidikan bagi para biksu). Rabindranath Tagore (1861-1941), menggunakan istilah Shanti Niketan atau rumah damai untuk tempat para guru mengamalkan tugas muliaya membangun spiritualitas anak-anak bangsa di India. Dalam bahasa Arab, kosa kata guru dikenal dengan al- mu’alim atau al-ustadz yang bertugas membrikan ilmu dalam majelis taklim (tempat memperoleh ilmu). Dengan demikian, sama dengan pengertian guru dalam bahasa Hindu. Al- mu’alim atau al-ustadz dalam hal ini memiliki pengertian yakni orang yang memiliki tugas untuk membangun aspek spiritualitas manusia. Pengertian guru kemudian menjadi semakin luas, tidak hanya terbatas dalam kegiatan keilmuan yang bersifat kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual., tetapi juga menyangkut kecerdasan kinestetik jasmaniah, seperti guru tari, guru olahraga, guru senam dan guru musik.

  Semua kecerdasan itu pada hakikatnya juga menjadi bagian dari kecerdasan ganda sebagaimana telah dijelaskan oleh para pakar psikologi terkenal Howard Gardner (Suparlan, 2004:36). Dengan demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Dalam bahasa teknis edukatif guru terkait dengan afektif, dan psikomotorik.

  Dari aspek lain, beberapa pakar pendidikan telah menoba memberikan batasan atau definisi untuk merumuskan pengertian tentang guru. Definisi ini dirumuskan dari pengertian etimologi atau menurut pandangan umum yang telah dijelaskan di depanguru adalah orang yang kerjanya mengajar. Dengan definisi ini guru diberi makna yang sama sebangun dengan pengajar (Poerwadarminta 1996: 335). Dengan demikian, pengertian guru ini hanya menyebutkan satu sisi sebagai pengajar, tidak termasuk pengertian guru sebagai pendidik atau pelatih. Sedangkan Zakiyah Darajat menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional, karena guru itu telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak (Darajat, 1992:39). Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya, sedangkan guru adalah tenaga professional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikan sekolah. Secara legal formal, yang dimaksudkan guru adalah siapa yang memperoleh surat keputusan (SK), baik dari pemerintah atau swasta, untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan sekolah. tersebut, kita dapat mencoba untuk menjawab pertanyaan siapa guru itu dengan dua pandangan. Pertama, dalam pandangan umum, guru adalah siapa saja yang melaksanakan tugas sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih, baik yang dilaksanakan dalam lembaga pendidikan keluarga formal, maupun informal. Dalam konteks ini, guru adalah siapa saja yang melaksanakan misi untuk mencerdasakan anak-anak bangsa sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kedua, dalam pandangan khusus, Surat Edaran (SE) Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 57686/MPK/1989 menyatakan lebih spesifik bahwa, “Guru ialah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah (termasuk hal yang melekat dalam jabatan)”.

  Sedangkan dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional. Seorang mengatakan bahwa profesinya sebagai dokter, yang lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada pula sebagai pengacara, guru, dan ada juga yang mengatakan bahwa profesinya sebagai pedagang, penyanyi, petinju, penari, tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan karyawan instansi militer dan pemerintah juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan keprofesionalitasannya. Ini berarti bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga. adalah jabatan yang sesui dengan pengertian profesi di bawah ini: 1. Melayani masyarakat, merupakan karir yang akan dilaksanakan.

  Sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).

  2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).

  3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian) 4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

  5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).

  6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar ).

  7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan untuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindah ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.

  8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan menekan kepada layanan yang diberikan.

  9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya.

  Relative bebas dari supervise dalam jabatan.

  10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

11. Mempunyai asosiasi professional atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.

  12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau yang menyangsi yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

  13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap anggotanya.

  14. Mempunyai status social dab ekonomi yang tinggi.

  Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas, Sanusi (Suparlan 2004:37) mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:

  1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan sigifikansi sosial yang menentukan.

  2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahllian tertentu.

  3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode

  4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.

  5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.

  6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.

  7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.

  8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profei yang dihadapinya.

  9. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.

  10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

  Bila dibandingkan kriteria yang dipakai Sanusi et al. ini dengan kriteria Ornstein dan Levine yang dibicarakan lebih dahulu, dapat kita simpulkan bahwa keduanya hampir mirip, dan saling melengkapi, dan oleh karenanya dapat kita pakai sebagai pedoman dalam pembicaraan Jadi yang dimaksud dengan etika profesi keguruan adalah, penerapan nilai-nilai yang sesuai dengan etika profesi dan lingkungan sekitar dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru baik ditempat bekerja dengan teman sejawat dan peserta didik ataupun sebagai masyarakat dalam mematuhi nilai dan norma yang berlaku dalam berbangsa dan bernegara.

2. Status Guru

  Konon guru dipandang memiliki status, peran, dan fungsi sangat tinggi dan mulia. Sebagai contoh, guru dipandang memiliki status, peran, dan fungsi setin gkat dengan ‘manusia setengah dewa’. Guru memiliki status dan tugas yang paling sulit, karena pekerjaannya adalah membuat anak didik memahami. Membuat seseorang mengerti adalah pekerjaan yang paling sulit.

  D alam buku bertajuk “Teachers in a changing world” karya Dugumarti Bhaskara Rao (Suparlan,2004: 40) dijelaskan secara skematis tentang status guru, baik secara pribadi, makhluk social, maupun secara professional. Itulah sebabnya, maka Rao membagi status guru menjadi tiga yakni status personal, status professional dan status social. Ketiga status guru tersebut memiliki implikasi terhadap tugas dan tanggung jawab, serta kebutuhan yang perlu dipenuhi karena status yang melekat tersebut.

  1. Self esteem artinya memiliki harga diri sebagai guru.

  2. Vision artinya visi, yaitu memiliki pandangan, wawasan, dan atau cita-cita tentang masa depan.

  3. Commitment artinya memiliki kepedulian dan kemauan yang keras untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru.

  4. Conviction artinya memiliki keyakinan diri atau percaya diri untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

  5. Aspiration artinya keinginan diri tentag sesuatu yang dicita- citakan dalam melaksanakan tugasnya.

  6. Dignity artinya memiliki harkat dan martabat sebagai pendidik untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan moral dan hukum yang berlaku.

  b. Status professional

  9. Responsibility artinya memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebbaik- baiknya.

  10. Autonomy artinya memiliki kemandirian untuk melaksanakan tugasnya.

  11. Accountability artinya rasa tanggung jawab terhadap proses dan hasil dalam pelaksanaan tugasnya.

  12. Competence artinya memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugasya sesuai denga standar yang telah ditentukan.

  13. Knowledge artinya memiliki pengetahuan yang luas dan keahlian untuk dapat mengemban tugasnya.

  14. Teacher Reaserch artinya dapat merancang dan melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan tugasnya sebagai guru.

  15. Publication artinya dapat menyampaikan laporan tentang pelakanaan tugasnya atau menerbitkan tulisan atau hasil pelaksanan tugasnya terhadap public.

  16. Professional organization artinya secara aktif dapat mengikuti kegiatan organisasi pembinaan profesionalisme guru.

  17. Participative management artinya dapat bereperan serta aktif dalam kegiatan yang terkait dengan pendidikan dan guru. c. Status Sosial

  12. Salary artinya menerima dan memiliki gaji yang memadai sesuai dengan beban tugasnya.

  13. Minimum working standart artinya memperoleh standar ketja yang layak selaras dengan statusnya.

  14. Welfare and fringe benefits artinya memperoleh kesejahteraan yang memadai dan insntif tambahan yang wajar sesuai tanggung jawabnya sebagai guru.

  15. Respect artinya memperoleh penghargaan dari masyarakat.

  16. Communit standing artinya memperoleh dan dapat melaksanakan kerjasama kemitraan dengan steakholder pendidikan, kususnya orang tua siswa dan masyrakat.

  17. Trust artinya memperoleh kepercayaan dari masyarakat.

  18. Leadership artinya dipandang sebagai panutan bagi warga masyarakat.

  Dalam melaksanakan peran dan tugasnya, guru memiliki berbagai status yang dapat diklasifikasikan antara lain sebagai berikut. Guru sebagai pegawai negeri sipil, guru sebagai tenaga profesi, guru sebagai pemimpin social.

3. Peran dan Fungsi Guru

  Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan integrative, yang satu tidak dapat dipidahkan dengan yang lainnya.

  Misalnya, seseorang yang dapat mendidik tetapi tidak memiliki kemampuan membimbing, mengajar, dan melatih, maka ia tidak dapat disebut sebagai guru yang paripurna. Seterusnya, seseorang yang memiliki kemampuan mengajar, tetapi tidak memiliki kemampuan mendidik, membimbing, dan melatih, juga tidak dapat disebut sebagai guru sebenarnya. Guru harus memiliki kemampuan tersebut, keempat- empatnya secara paripurna. Keempat kemampuan tersebut secara terminologys akademis dapat dibedakan antara satu dengan yang lain.

  Namun, dalam kenyataan praktik dilapangan, keempat hal tersebut harus menjadi satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisah.

  Meskipun demikian, seorang guru adalah manusia biasa. Ia sama sekali bukan manusia super yang tanpa cacat. Guru adalah manusia biasa yang sekaligus memiliki kelebihan dan kekurangan. Itulah sebabnya, keempat kemampuan harus dimiliki oleh seorang guru berada dalam generasi yang beraneka ragam. Ada guru yang memiliki kelebihan dalam satu kemampuan, tetapi kurang dalam kemampuan yang lainnya. Sebagai contoh. Ada guru yang dapat dijadikan panutan dalam tingkah laku siswa, tetapi sedikit kurang mengetahui ilmu pengetahuan yang akan ditransfer melalui proses belajar. Demikian seterusnya, dengan kemampuan membimbing atau melatih. banyak pengetahuan dan keterampilan. Namun kompetensi akademis pokok yang harus dimiliki adalah sebagai guru pengajar, yakni lebih memiliki kemampuan dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada peserta didik. Adapun kemampuan yang lainnya sebagai pendukung terhadap kemampuan utamanya tersebut yakni;

  1. Guru sebagai pendidik, guru lebih banyak sebagai sosok panutan yang memiliki nilai moral dan agama yang patut ditiru dan diteladani oleh siswa.

  2. Guru sebagai pengajar, guru diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang disiplin ilmu yang harus diampu untuk ditransfer kepada siswa.

  3. Guru sebagai pembimbing, guru juga perlu memiliki kemampuan untuk dapat membimbing siswa, memberikan dorongan psikologis agar siswa dapat menepikan factor-faktor internal dan factor eksternal yang akan mengganggu proses pembelajaran didalam dan diluar sekolah, serta memberikan arah dan pembinaan karis siswa sesuai dengan bakat dan kemampuan siswa.

  4. Sebagai pelatih, guru harus memberikan sebanyak mungkin kesempatan bagi siswa untuk dapat menerapkan konsepsi atau kehidupan.

4. Profesi keguruan

  1. Kode Etik Profesi Keguruan Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi sendiri mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik, antara lain:

  1. Pengertian kode etik Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

  Pokok-Pokok Kepegawaian.Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasa.” Dalam penjelasam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.

  Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan moral. (2) sebagai pedoman tingkah laku.