BAB 2 LANDASAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) - ANALISIS PENGARUH JUMLAH WISATAWAN DAN JUMLAH HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN PAJAK HOTEL SEBAGAI VARIABEL MODERASI - UMBY repository

BAB 2 LANDASAN PUSTAKA

  2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Menurut UU No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi.

  2.2 Pajak 2. 2. 1 Pengertian Pajak

  Menurut Rochmat Soemitro (Zuraida dan Advianto, 2011 : 1) dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksa) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dapat dipaksakan artinya bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; walaupun atas pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukan jasa timbal balik tertentu. Hal ini berbeda dengan retribusi, dimana jasa timbal balik dapat langsung dapat langsung dirasakan atau dapat ditunjuk oleh pembayar retribusi.

  Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (Ilyas, 2010 : 6), pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan snorma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

  Menurut Undang-Undang pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

  Dari pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa ada 5(lima) unsur yang melekat dalam pengertian pajak yaitu (Ilyas, 2010 : 7) :

  1. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-Undang

  2. Sifatnya dapat dipaksakan

  3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak

  4. Pemungut pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)

  5. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

2.2.2 Pembagian Pajak

  Pembagian jenis pajak dikelompokan menjadi 3(tiga) yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungut (Mardiasmo, 2009 : 5)

  1. Menurut Golongan Menurut golongan pajak dibagi menjadi 2(dua) kelompok, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.

  a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

  b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

  2. Menurut Sifat Menurut sifatnya pajak dikelompokan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.

  a. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

  b. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

  3. Menurut Lembaga Pemungut Menurut lembaga pemungutnya pajak dikelompokan menjadi pajak pusat dan pajak a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

  b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terbagi lagi menjadi 2(dua) yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten.

2.2.3 Tujuan dan Fungsi Pajak

  Secara umum tujuan diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu Negara (1) untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi (2) untuk mendorong tabungan dan menanam modal (3) untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ketangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah (4) untuk memodifikasi pola investasi (5) untuk mengurangi ketimpangan ekonomi (6) untuk memobilisasi surplus ekonomi (Muklis, 2010).

  Peraturan pajak dibuat dengan didasarkan pada tujuan meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan umum aturan pajak tidak semata-mata dibuat untuk memasok uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara, akan tetapi harus memiliki sifat yang mengatur guna meningkatkan taraf masyarakat harus ditingkatkan lagi serta pemungutannya harus berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2009) dalam bukunya yang berjudul “Perpajakan” adalah sebagai berikut : (a) Fungsi Budgetair

  Pemungutan pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara baik untuk pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme pemerintahan maupun pengeluaran untuk membiayai pembangunan. (b) Fungsi Mengatur

  Pada lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan dorongan kepada pengusaha untuk memperbesar produksinya, dapat juga memberikan keringanan atau pembesaran pajak pada para penabung dengan maksud menarik uang dari masyarakat dan menyalurkannya antara lain ke sektor produktif. Adanya industri baru maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga pengangguran berkurang dan pemerataan pendapatan akan dapat terlaksana untuk mencapai keadilan sosial ekonomi dalam masyarakat.

2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak

  Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi sebagai berikut, (Mardiasmo, 2009 : 7) :

1. Official Assessment System

  pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Adapun ciri-cirinya adalah : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus , b. Wajib pajak bersifat pasif, c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus

  2. Self Assessment System

  Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Adapun ciri-cirinya adalah :

  a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

  3. With Holding System

  Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Adapun ciri-cirinya adalah :

a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

2.2.5 Asas pemungutan Pajak

  Pemungutan pajak baik dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah selalu berpedoman pada asas-asas pemungutan pajak (Mardiasmo,2003) yaitu :

  a. Asas kebangsaan

  Bahwa pajak pendapatan dipungut terhadap orang-orang bertempat tinggal di Indonesia.

  b. Asas tempat tinggal Pajak pendapatan dipungut bagi orang-orang yang bertempat tinggal di Indonesia di tentukan menurut keadaan.

  c. Asas sumber penghasilan Jika sumber penghasilan berada di Indonesia dengan tidak memperhatikan subjek tempat tinggal. Selain asas-asas berpedoman kepada hal tersebut di atas, ada asas-asas pemungutan pajak yang dilandasi oleh falsafah hukum. Ada beberapa teori pajak yang dilancarkan dari jaman ke jaman yaitu :

  1. Asas sumber penghasilan Negara mempunyai fungsi melindungi rakyat dengan segala kepentingannya seperti keselamatan jiwa dan harta. Untuk kepentingan tugas-tugas negara itu seperti halnya dengan perusahaan asuransi, maka rakyat harus membayar premi yang berupa pajak.

  2. Teori kepentingan Teori ini memperhatikan memungut pembagian beban penduduk seluruhnya pemerintah untuk memungut pajak dari rakyat dapat pula digolongkan dalam teori yang memperkuat beban pajak didasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam tugas pemerintah termasuk dalam perlindungan jiwa orang-orang berserta harta bendanya.

  3. Teori bukti

  Menurut teori ini seseorang tidak dapat berdiri artinya tanpa adanya persekutuan dimana persekutuan ini menjelma menjadi negara. Bahkan tiap-tiap individu menyadari tugas sosial sebagai tanda bukti kebaktian kepada negara dalam bentuk iuran atau pajak. Teori gaya pikul pemungutan pajak didasarkan pada gaya pikul individu dalam masyarakat yaitu dalam tekanan pajak tidak harus sama besarnya untuk tiap orang, jadi beban pajak harus sesuai pemikul beban. Ukuran kemampuan pikul antara lain penghasilan, kekayaan, dan pengeluaran belanja seseorang.

  Ada pula asas pemungutan pajak yang dikemukakan Adam Smith (dalam Waluyo,2005) didasarkan pada asas berikut : (a) Equality

  Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang atau pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. (b) Certainty

  Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak terutang, (c) Convenience

  Kapan wajib pajak itu harus membayar wajib pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.

  (d) Economy

  Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.

2.2.6 Syarat Pemungutan Pajak

  Dalam pembayaran pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan maka harus memenuhi beberapa syarat (Tarmudji.2001:12), yaitu : a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).

  b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang- undang (syarat yuridis).

  c. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis).

  d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial).

  e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

  Disamping itu ada beberapa teori yang mendukung hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya, sehingga secara teoritis pemungutan pajak yang dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis maupun sisi ilmiah (Prakoso, Kesit Bambang.2005:5).

  a. Teori Asuransi Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya ada penggantian dari negara kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung.

  b. Teori kepentingan

  Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masing-masing orang. Teori ini dikenal sebagai Benefit Approach Theory.

  c. Teori daya pikul Kesamaan beban pajak untuk setiap orang sesuai daya pikul masing-masing orang. Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan kekayaan atau pengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to Pay Approach Theory.

  d. Teori Bakti Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti sesesorang kepada negaranya.

  d. Teori Asas Daya Beli

2.3 Pajak Daerah

2.3.1 Pengertian Pajak Daerah

  Pajak Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,yang mana pelaksanaan pemerintahan daerah. Peraturan daerah ini merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

  Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Adapun tujuan dari Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah (Suandy, 2011 : 22) :

  1. Menyederhanakan berbagai pungutan daerah dalam rangka mengurangi ekonomi biaya tinggi.

  2. Menyederhanakan sistem dan administrasi perpajakan dan retribusi daerah untuk memperkuat fondasi penerimaan daerah khususnya Dati II, dengan mengefektifkan jenis pajak dan retribusi tertentu yang potensial.

  Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

  1. Pajak propinsi, terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air.

  b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

  c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor. d.Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

  2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari:

  a. Pajak Hotel

  b. Pajak Restoran

  c. Pajak Hiburan

  d. Pajak Reklame

  e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

  g. Pajak Parkir

  h. Pajak lain-lain

2.3.2 Cara Perhitungan Pajak Daerah

  Pajak daerah dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dasar Pengenaan Pajak (DPP) x Tarif Pajak Daerah

  

2.3.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah dan Tata Cara Pemungutan

Pajak Daerah

  Sistem pemungutan Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2(dua) yaitu sistem official assessment dan sistem self assessment (Suandy, 2011 : 231).

  1. Sistem Official Assessment Pemungutan Pajak Daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Setelah wajib pajak menerima SKPD atau dokumen yang dipersamakan lalu melakukan pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank. Jika wajib pajak tidak membayar atau kurang bayar maka wajib pajak akan ditagih menggunakan Surat

  2. Sistem Self Assessment Pada sistem self assessment ini wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan sendiri Pajak Daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan oleh wajib pajak adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD merupakan formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak atau kurang bayar atau salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan STPD.

  2.3.4 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

  Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada walikota atau pejabat yang sudah ditunjuk atas kelebihan pembayaran pajak.

  Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran harus meberikan keputusan. Apabila melewati jangka waktu yang diberikan maka Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak diangap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

  Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Walikota atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 & (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. Tata cara

  2.3.5 Kadaluarsa Penagihan

  Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Kadaluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa

  b. Ada pengakuan utang pajak dawi wajib pajak, baik langsung maupun tidak langsung Piutang pajak yang tidak mungkin lagi ditagih karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan dan akan ditetapkan oleh Walikota.

2.3.6 Pembukuan dan Pemeriksaan

  Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara pembukuan atau pencatatan diatur dengan Peraturan Walikota.

  Walikota atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kebenaran dan kepatuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Wajib Pajak atau Pihak – pihak yang terkait yang diperiksa wajib :

  a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan c. Memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pemerikasaan kas, bon/bill, penjualan atau sistem pembukuan d. Memberikan keterangan yang diperlukan secara benar, lengkap dan jelas dan/atau e. Memenuhi ketentuan lain yang ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk guna menunjang kelengkapan pemeriksaan Pemeriksaan sederhana juga dapat dilakukan di kantor dengan membandingkan laporan Wajib Pajak dengan basis data yang dimiliki Daerah, sehingga nantinya dapat diterbitak SKPDKB, SKPDBT, SKPDLB, dan SKPDN. Jika terdapat perbedaan yang signifikan pada objek pajak antara yang dilaporkan dengan data basis pajak yang dimiliki daerah maka dilakukan pemeriksaan lapangan. Petugas pemeriksa wajib menjaga kerahasiaan data dan informasi Wajib Pajak.

2.4 Pajak Hotel

2.4.1 Pengertian Pajak Hotel

  Dalam Peraturan derah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma dengan jumlah kamar lebih dari 10 ( sepuluh).

  Yang menjadi objek pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyaman termasuk fasilitas olahraga dan hiburan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) yang memiliki fasilitas Air Conditioner (AC). Jasa penunjang yang dimaksud adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenin lainnya yang disediakan atau dikelola hotel. Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak hotel adalah :

  1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah

  2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya

  3. Jasa tempat tingal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan

  4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis

  5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan hotel.

  Sedangkan Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan hotel.

  Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan (Siahaan, 2005).

  Menurut Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, klasifikasi hotel di Kota Yogyakarta dikategorikan sebagai berikut :

  1. Hotel berbintang adalah usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, dan setiap orang dapat menginap, makan, serta memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran dan telah memenuhi prasyarat sebagai hotel berbintang yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata antara lain keadaan fisik, seperti lokasi hotel dan kondisi bangunan, pelayanan yang diberikan, kualifikasi tenaga kerja dan kesejahteraan karyawan, serta sarana rekreasi atau olahraga yang disediakan seperti lapangan tennis, kolam renang, dan diskotek. Ciri khusus hotel berbintang adalah mempunyai restoran yang berada dibawah manajemen hotel tersebut. atau sebagian bangunan yang disediakan khusus, dimana setiap orang dapat menginap, makan serta memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran dan belum dapat

  telah

  memenuhi persyaratan sebagai hotel bintang seperti yang

  dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata tetapi telah memenuhi kriteria sebagai hotel melati yang dikeluakan oleh Dinas Pariwisata Daerah. Hotel melati dirinci menjadi Melati 1, Melati 2, Melati 3

  Yang menjadi objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang tersebut seperti fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika , transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola oleh hotel. Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak adalah:

  1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah

  2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya

  3. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan

  4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis

  5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

  Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.

  2.4.2 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak

  Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali untuk rumah kos tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Sedangkan besaran pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak yang telah ditetapkan dengan dasar pengenaan pajak.

  2.4.3 Masa Pajak dan Pajak Terutang

  Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Pajak yang terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan yang disediakan atau dikelola oleh hotel.

  2.4.4 Sistem Pemungutan Pajak dan Tata Cara Pemungutan Pajak

  Pemungutan pajak dilakukan dengan sistem self assessment. Wajib pajakakan menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri Pajak Daerah yang terutang.

  Dokumen yang digunakan oleh wajib pajak adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD merupakan formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. SPTPD wajib pajak.

  Apabila dalam jangka waktu 5(lima) tahun berdasarkan pemeriksaan oleh Walikota atau Pemerintah ditemukan adanya Pajak Daerah yang tidak atau kurang bayar maka akan ditagih dengan menerbitkan :

  1. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) jika :

  a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar b. SPTPD tidak disampaikan dalam waktu 20(dua puluh) hari setelah berakhirnya setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran c. Kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan

  2. Setelah SKPDKB diterbitkan, berdasarkan data baru dan ternyata masih ada Pajak Daerah yang kurang bayar maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).

  3. SKPDN diterbitkan jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak

  Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB akan dikenakan sanksi administrsi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang bayar atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Sedangkan jumlah kurang bayar dalam SKPDKBT akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

  Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat bayar untuk jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Walikota atau Pejabat dapat menerbitkan STPD apabila :

  1. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar

  2. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung

  3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda Dalam perhitunganya jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dalam jangka waktu paling lama 15(lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak. Untuk SKPD yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi aministrasi berupa bunga sebesar 2% dan ditagih melalui STPD.

2.4.5 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan

  Bupati atau pejabat menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya masa pajak. SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

  Atas pemohonan wajib pajak, Walikota atau Pemerintah yang ditunjuk memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. Wajib pajak yang telah melakukan pembayaran atau penyetoran pajak atas pajak yang terutang diberikan SSPD. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Walikota.

  Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa. Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4.6 Keberatan dan Banding

  Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas suatu :

  2. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)

  3. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB)

  4. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)

  5. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)

  6. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah Dalam mengajukan keberatan wajib pajak harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :

  1. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas

  2. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, wajib pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut

  Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal permohonan atau pemungutan, kecuali jika wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Pengajuan keberatan dapat dilakukan jika wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

  Walikota dalam jangka waktu paling lama 12(dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan Diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

  Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabila jangka waktu telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.

  Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Walikota.

  Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3(tiga) bulan sejak keputusan diterima dan melampirkan salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan

  banding.

  1(satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24(dua puluh empat) bulan. Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDB.

  Jika dalam hal permohonan banding wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayarkan sebelum mengajukan keberatan.

2.4.7 Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Tetetapan, Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi

  Pejabar yang telah ditunjuk dapat membetulkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPDN, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

  Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat :

  1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menuut perundan-undang perpajakan daerah, dalam hal ini sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya

  2. Mengurangkan atau membatalkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atay STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar

  3. Mengurangkan atau membatalkan STPD

  4. Membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan

  5. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak

2.4.8 Ketentuan Pidana

  Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar ssehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

  Tindak pidana yang dimaksud di atas tidak akan dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

2.5 Jumlah Wisatawan

  Wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya. Organisasi Wisata Dunia (WTO) menyebut wisatawan sebagai pelancong yang melakukan perjalanan pendek.

  Menurut Undang - Undang No 10 thn 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Sihite (2000 : 49) mengklasifikasikan wisatawan menjadi 2 yaitu :

  1. Wisatawan nusantara adalah wisatwan dalam negeri atau wisatwan domestik

  2. Wisatawan mancanegara adalah warga negara suatu negara yang mengadakan perjalanan wisatwa keluar lingkungan dari negaranya (memasuki negara lain)

  IUOTO (International Union of Official Travel Organization), dalam Gamal

  • . Wisatawan (tourist) adalah pengunjung yang tinggal sementara sekurang-kurangnya 24 jam di suatu negara. Wisatawan tersebut digolongkan lagi menjadi (a). Pesiar (leisure) untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, study, keagamaan dan olahraga, (b). Hubungan (relationship) untuk keperluan dagang, mengunjungi sanak saudara, kerabat
  • . Pelancong (ekscursionist) adalah pengunjung sementara yang tinggal dalam suatu negara yang dikunjungi dalam waktu kurang dar 24 jam

  2. 6 Jumlah Hotel

  2.6.1 Pengertian Hotel

  Menurut Perda Kota Yogyakarta No 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan pungutan yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah lebih dari 10.

  2.6.2 Karakteristik Hotel

  Hotel memiliki beberapa karakteristik yang membedakan antara hotel dengan industri lainnya. Karakkteristik tersebut adalah sebagai berikut : a. Industri hotel tergolong industri yang padat modal serta padat karya yang artinya dalam pengelolaanya memerlukan modal usaha yang besar dengan tenaga pekerja yang banyak pula

  b. Dipengaruhi oleh keadaan dan perubahan yang terjadi pada sektor ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan dimana hotel tersebut berada dimana jasa pelayanannya dihasilkan

  d. Beroperasi selama 24 jam sehari tanpa adanya hari libur dalam pelayanan jasa terhadap pelanggan hotel dan masyarakat pada umumnya e. Memperlakukan pelanggan seperti raja selain itu juga memperlakukan pelanggan sebagai partner dalam usaha karena jasa pelayanan hotel sangat tergantung pada banyaknya pelanggan yang menggunakan fasilitas hotel tersebut.

  Produk perhotelan mempunyai empat karakteristik khusus yaitu : produk nyata (tangible), tidak nyata (intangible), bersifat “perishable“ dan

  “nonperishable”. Produk yang bersifat nyata antara lain kamar, makanan,

  minuman, kolam renang, dsb. Produk yang bersifat tidak nyata antara lain keramah-tamahan, kenyamanan, keamanan.

  Produk bersifat perishable artinya bahwa produk tersebut hanya bisa dijual saat ini contohnya bahan makanan segar yang tidak dapat disimpan seperti sayur - mayur. Produk yang bersifat nonperishable misalnya minuman eras, soft drink, perlengkapan tamu (guest supply and amenities).

2.7 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu.

  Berikut merupakan ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini :

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

  No Penulis dan Judul Variabel Hasil Penelitian

  1 Ni Komang Sri Wulandari Variabel Jumlah kunjungan wisatawan memiliki pengaruh positif dan signifikan (2016), "Peran Sektor Independen : Jumlah terhadap PAD, jumlah sarana angkutan memiliki pengaruh negatif dan Pariwisata Dalam kunjungan signifikan terhadap PAD , jumlah hotel dan belanja modal tidak Pendapatan Asli Daerah wisatawan, Jumlah berpengaruh signifikan terhadap PAD Kabupaten Tabanan Tahun hotel, Belanja modal 1990-2014" dan Jumlah sarana angkutan Variabel

  Dependen : PAD

  40

  41

  2 Ni Nyoman Suartini (2013), "Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan, Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gianyar "

  Variabel Independen : Jumlah wisatawan, Pajak hiburan, Pajak hotel dan restoran Variabel Dependen : PAD

  Jumlah kunjungan wisatawan, pajak hiburan, pajak hotel dan pajak restoran berpengaruh signifikan terhadap PAD kabupaten Gianyar tahun 1991-2010

  3 Yulita Andriani (2015), "Pengaruh Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Hiburan dan Pajak Restoran

  Variabel Independen : Pajak hotel, Pajak hiburan dan Pajak restoran

  Pajak hotel tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, Pajak hiburan tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, Pajak restoran tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah

  42 Terhadap Pendapatan Asli

  Daerah (PAD) Di Kota Wisata (Studi Kasus Bukittinggi Tahun 2010-2014)"

  Variabel Dependen : PAD

  4 Devilian Fitri (2014), "Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pesisir Selatan"

  Variabel Independen : Jumlah wisatawan, Sarana akomodasi, Tempat belanja tourist Variabel Dependen : PAD

  Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara jumlah wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pesisir Selatan, Sarana akomodasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pesisir Selatan, Tempat belanja tourist berpengaruh signifikan dan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah, Jumlah wisatawan sarana akomodasi dan tempat belanja tourist secara bersamaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pesisir Selatan

  5 Mahardika Pandu Adyaksa Variabel Secara parsial adanya pengaruh positif dan signifikan antara jumlah (2016), "Pengaruh Jumlah Independen : Jumlah hotel dan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara terhadap PAD Hotel, Jumlah Wisatawan kunjungan sedangkan laju inflasi berpengaruh negatf, Secara simultan terdapat dan Laju Inflasi Terhadap wisatawan, Jumlah pengaruh positif dan signifikan antara jumlah hotel, jumlah wisatawan, Pendapatan Asli Daerah Di hotel, Laju inflasi dan laju inflasi terhadap PAD Seluruh Ibukota Propinsi Di Pulau Jawa"

  43

2.8 Hipotesis

  Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : (a). Jumlah wisatawan berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta

  (b). Jumlah hotel berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta (c). Pajak hotel berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta (d). Jumlah wisatawan berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta dengan pajak hotel sebagai variabel moderasi (e). Jumlah hotel berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta dengan pajak hotel sebagai variabel moderasi