KONFLIK BATIN TOKOH ASWATAMA DALAM NOVEL MANYURA KARYA YANUSA NUGROHO SEBUAH PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

  

KONFLIK BATIN TOKOH ASWATAMA

DALAM NOVEL MANYURA

KARYA YANUSA NUGROHO

SEBUAH PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

  Program Studi Sastra Indonesia Oleh

  Epita Citra Wardani NIM : 034114025

  

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  Skripsi KONFLIK BATIN TOKOH ASWATAMA DALAM NOVEL MANYURA KARYA YANUSA NUGROHO SEBUAH PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

  Oleh Epita Citra Wardani

  NIM : 034114025 Telah disetujui oleh

  Pembimbing I Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum. tanggal Pembimbing II

  Skripsi KONFLIK BATIN TOKOH ASWATAMA DALAM NOVEL MANYURA KARYA YANUSA NUGROHO SEBUAH PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

  Dipersiapkan dan ditulis oleh Epita Citra Wardani

  NIM : 034114025 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada : 29 September 2007 dan dinyatakan memenuhi syarat

  Susunan Panitia Penguji Nama lengkap Tanda tangan Ketua : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. .............................

  Sekretaris : Drs. Hery Antono, M.Hum. ............................. Anggota 1 : S.E. Peni Adji, S. S., M. Hum. ............................. Anggota 2 : Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum. ............................. Anggota 3 : Drs. B. Rahmanto, M. Hum. .............................

  Yogyakarta, 29 September 2007 Fakultas Sastra

  Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Dekan

  PERSEMBAHAN :

  Skripsi ini kupersembahkan kepada :

  • Tuhan Yesus Kristus • Orang tuaku, Bapak Edi Suwanda dan Ibu Christina Lui Lestari • Kakakku, M. Galih Prasetyowati • Masa depanku, Emanuel Awang Krismawan • Adikku di atas sana, Dhatu Maharsina

  MOTTO : Di dalam kasih tidak ada ketakutan; kasih yang sempurna melenyap-

kan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa

takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.

  (Yohanes 5 : 18)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 29 September 2007 Penulis Epita Citra Wardani

KATA PENGANTAR

  Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, saran-saran, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung guna ter-selesaikannya skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Tuhan Yesus yang memberikan rahmat dan kekuatan dalam hidup penulis

  2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum., selaku Pembimbing I yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., selaku Pembimbing II yang dengan teliti membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

  4. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik Angkatan 2003.

  Terima kasih untuk bimbingan yang telah diberikan.

  5. Dosen di Fakultas Sastra, terutama dosen di Program Studi Sastra Indonesia (Dr. I Praptomo Baryadi, M.Hum., Drs. Y. Yapi Taum, M.Hum., Drs. F.X. Santosa, M.S., Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., S.E. Peni Adji, S.S.,M.Hum.) untuk segala ilmu yang telah diberikan.

  6. Segenap keluarga besar Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma dan staf sekretariat Fakultas Sastra untuk pelayanannya yang ramah.

  7. Bapak, Ibu dan Kakakku. Terima kasih atas doa, cinta, semangat dan dukungan yang selalu kalian berikan sehingga menjadi kekuatan dan warna dalam hidup penulis.

  8. Sayangku, terima kasih atas semangat dan dorongan agar skripsi ini cepat selesai serta telah mengisi hidup penulis menjadi lebih indah.

  9. Iyul, Nenex, Bibi, Desi. Terima kasih untuk persahabatan, curhat, tawa, dan air mata.

  10. Teman-teman seperjuangan di Sastra Indonesia Angkatan 2003, terima kasih atas pertemanannya.

  Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas semua budi baik yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skrpsi ini masih banyak kekurangan.

  Semua kekurangan tersebut menjadi tanggung jawab penulis, tidak berkaitan dengan yang saya sebut di atas. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

  Yogyakarta, 29 September 2007 Penulis Epita Citra Wardani

  

ABSTRAK

Wardani, Epita Citra. 2007. Konflik Batin Tokoh Aswatama dalam Novel Manyura.

  Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini mengkaji konflik batin tokoh Aswatama dalam novel Manyura karya Yanusa Nugroho. Tujuan penelitian ini yaitu pertama, mendeskripsikan struktur novel Manyura yang berupa latar, tokoh dan penokohan. Kedua, mendeskripsikan konflik-konflik batin tokoh Aswatama.

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan dari sudut sastra memberi gambaran terhadap latar, tokoh dan penokohan yang melatarbelakangi kehidupan tokoh utama yang mengalami konflik batin. Pendekatan psikologi sendiri memberikan gambaran konflik-konflik batin yang dialami tokoh utama.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Melalui metode deksriptif penulis mendeskripsikan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, kemudian mengolah dan menganalisis. Langkah yang dilakukan oleh penulis adalah pertama, mendeskripsikan hasil analisis struktural novel Manyura yaitu analisis terhadap latar, tokoh dan penokohan. Kedua, menggunakan hasil analisis pertama untuk menggali konflik batin yang dialami oleh tokoh Aswatama.

  Analisis struktural novel Manyura meliputi latar, tokoh dan penokohan. Latar tempat yang digunakan adalah Hastinapura, istana Hastinapura dan daerah yang ada di sekitar Hastinapura. Latar waktu terjadi pada pagi hari, siang hari, senja, malam hari dan pada musim salju dan hujan es. Latar sosialnya menggunakan kelas sosial atas dan kelas sosial bawah. Tokoh utama adalah Aswatama. Tokoh tambahannya adalah Yudhistira, Semar, Brajakempa, Sasikirana, dan Banowati.

  Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tokoh Aswatama mengalami konflik batin sebagai berikut: (1) konflik batin Awatama ketika kalah perang dan melihat ayahnya tewas, (2) konflik batin Aswatama terhadap Banowati, (3) konflik batin Aswatama mengenai dendamnya, dan (4) konflik batin Aswatama mengenai dirinya.

  Ego Aswatama yang tidak mampu menjaga keseimbangan antara dorongan id

  dan superego membuat Aswatama mengalami konflik batin. Segala ketidakberdayaan Aswatama menyebabkan dirinya menderita akibat konflik-konflik batin yang dialaminya. Hingga akhirnya Aswatama meninggal karena ketakutannya sendiri.

  

ABSTRACT

  Wardani, Epita Citra. 2007. Psychological Conflict in character of Aswatama

  in the novel Manyura. A review on psychological literature. Scripts. Yogyakarta:

  Indonesian Letter. Faculty of Letter. Sanata Dharma University This research studied on the psychological conflict in character of Aswatama in the novel Manyura masterpiece of Yanusa Nugroho. The purpose of this research was, firstly to describe the structure of novel Manyura by the shape of background and characters. Second, it described the psychological conflict in the character of Aswatama.

  The approach used in this research was the literary psychological approach. The approach from literary point of view gave description toward the background and character which background the life of the main character that has psychological conflict. The psychological conflict itself gave the description on the psychological conflict which had by the main character.

  The method which was used in this research was the descriptive method. Through the descriptive method, the author described facts relating with the case understudied, then to be processed and analyzed. The efforts which was conducted by the author were, firstly described the result of structural analysis on novel Manyura i.e. the analysis of psychological conflicts which were had by the character of Aswatama.

  The structural analysis of novel Manyura comprises of background and characters. The background of sites used was Hastinapura, Hastinapura palace and the region surround Hastinapura. The background of time were morning, afternoon, evening, and night in the seasons of snowy winter and ice rainy. The background of social used upper and lower social classes. The main character was Aswatama. The additional characters were Yudhistira, Semar, Brajakempa, Sasikirana, and Banowati.

  From this research it could be concluded that the character of Aswatama had psychological conflicts as follows: (1) Aswatama’s psychological conflict while he loose in the war and witnessed his father dead, (2) Aswatama’s psychological conflict toward Banowati, (3) Aswatama’s psychological conflict concern his vindictive, and (4) Aswatama’s psychological conflict concerning himself.

  Aswatama’s ego which was not able to keep the balance between the force of

  

id and superego made Aswatama had psychological conflict. All of Aswatama’s

  weakness caused himself became suffered by the psychological conflict which he had. Finally Aswatama dead because his afraid.

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv HALAMAN MOTTO ....................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii ABSTRAK ....................................................................................................... ix

  

ABSTRACT....................................................................................................... x

  DAFTAR ISI .................................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................

  1 1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................

  1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................

  3 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................

  4 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................

  4 1.5. Landasan Teori .......................................................................

  4 1.6. Metode Penelitian ..................................................................

  13 1.7. Sumber Data ..........................................................................

  15

  BAB II. ANALISIS UNSUR LATAR, TOKOH DAN PENOKOHAN YANG MEMBENTUK KONFLIK BATIN ASWATAMA ................................

  26 2.2.1.2.2. Semar ..........................................................

  2.2.2.1.1. Aswatama .................................................... 28

  2.2.2.1. Tokoh Utama ................................................ 28

  2.2.2. Penokohan .................................................................... 28

  28

  27 2.2.1.2.5. Banowati ....................................................

  27 2.2.1.2.4. Sasikirana ...................................................

  27 2.2.1.2.3. Brajakempa .................................................

  2.2.1.2. Tokoh Tambahan ...................................................... 26 2.2.1.2.1. Yudhistira ...................................................

  17 2.1. Analisis Unsur Latar .............................................................

  2.2.1.1.1. Aswatama .................................................. 26

  26

  26 2.2.1.1. Tokoh Utama ............................................................

  25 2.2.1. Tokoh ........................................................................

  23 2.2. Analisis Unsur Tokoh dan Penokohan .................................

  21 2.1.3. Latar Sosial ................................................................

  17 2.1.2. Latar Waktu ...............................................................

  17 2.1.1. Latar Tempat .............................................................

  2.2.2.2. Tokoh Tambahan .............................................. 31

  2.2.2.2.3. Brajakempa .............................................. 35

  2.2.2.2.4. Sasikirana ................................................. 37

  2.2.2.2.5. Banowati ................................................... 38

  BAB III. ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH ASWATAMA ............... 41

  3.1. Konflik Batin Aswatama Ketika Kalah Perang dan Melihat Ayahnya Tewas .......................................................................

  42 3.2. Konflik Batin Aswatama terhadap Banowati .........................

  46 3.3. Konflik Batin Aswatama Mengenai Dendamnya ...................

  49 3.4. Konflik Batin Aswatama Mengenai Dirinya ..........................

  50 BAB IV. PENUTUP .........................................................................................

  59 4.1. Kesimpulan ..............................................................................

  59 4.2. Saran ........................................................................................

  61 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62 LAMPIRAN ........................................................................................................ 63

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Karya sastra menggambarkan masalah kehidupan, baik jiwa atau aspek kehidupan melalui media ekspresi pengarangnya. Kehidupan itu sendiri mempunyai ruang dan orientasi gerak yang tiap-tiap individu berbeda. Pada dasarnya psikologi dan sastra mempunyai kaitan erat dengan manusia dalam masyarakatnya. Psikologi dapat memberikan gambaran-gambaran atau penjelasan yang bermanfaat tentang sastra, terutama tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan perasaan dalam sastra. Berbagai persamaan tujuan antara psikologi dan sastra mendasari adanya suatu pendekatan psikologi terhadap suatu karya sastra. Sastra dapat memanfaatkan psikologi karena sastra merupakan aktivitas ekspresi manusia. Tokoh-tokoh dalam adalah manusia-manusia yang terdiri dari unsur fisik dan psikis. Oleh karena itu, unsur psikologi sangat berperan dalam penokohan. Novel psikologi pada umumnya dengan jelas masih menunjukkan usaha novelis untuk mengubah dan mereka bentuk yang ada padanya, kemudian diangkatnya dari tingkat kemungkinan mental ke tingkat memberi keterangan yang terperinci tentang pelaku-pelaku ceritanya (Atmaja, 1986 : 70).

  Sebuah cerita fiksi khususnya novel, didukung oleh tokoh-tokoh cerita. Tokoh yang memegang peranan pimpinan disebut tokoh utama. Tokoh utama selalu menjadi

  1988 : 18). Aswatama dalam novel Manyura ini dapat dikatakan sebagai tokoh yang memegang peran utama karena Aswatama banyak terlibat di dalam novel tersebut.

  Novel Manyura menghadirkan tokoh Aswatama yang mempertahankan hidupnya demi menjunjung kesetiaan. Aswatama tidak bisa menerima kematian ayahnya dalam perang saudara Bharatayudha. Aswatama merasa tidak bisa menerima kejadian yang dialaminya. Aswatama yang ingin menjunjung kesetiaannya pada ayahnya mengalami berbagai konflik dari peristiwa-peristiwa yang dialami. Dalam novel ini Aswatama juga harus menghadapi konflik-konflik batin dari dalam hatinya yang timbul oleh keinginan-keinginan yang tidak bisa dilakukannya.

  Aswatama dalam novel ini adalah seorang tokoh yang mengalami gejolak dalam hidupnya. Kematian ayahnya dan berbagai keinginan yang tidak bisa diraihnya membuat Aswatama mengalami konflik dan tekanan dari dalam dirinya. Aswatama dalam usahanya membalas dendam pada Pandawa selalu berhadapan pada situasi yang tidak mendukung sehingga dia tidak bisa melakukan kehendaknya. Dalam kisah asmara pun Aswatama bukan lelaki yang beruntung. Hal-hal tersebut membuat kejiwaan Aswatama rusak dan akhirnya dia mati oleh ketakutannya sendiri.

  Yanusa Nugroho merupakan seorang penulis yang tertarik pada bidang seni pewayangan, khususnya wayang kulit. Ketertarikannya ini mendorong Yanusa menghasilkan novel Manyura yang menceritakan tentang kisah Pandawa. Yanusa dalam novel ini mengungkapkan anarkisme dunia pascaperang besar Bharatayudha

  Dalam penelitian ini akan dibahas konflik batin tokoh Aswatama, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra.

  Pendekatan psikologi sastra artinya pendekatan dari sudut psikologi dan sudut sastra. Konflik batin adalah keadaan pertentangan antara dorongan-dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama dalam diri seseorang (Heerdjan, 1987 : 31).

  Hal-hal inilah yang menarik penulis sehingga menjadikan novel Manyura sebagai obyek penelitian. Berdasarkan fenomena itu, penulis terdorong untuk meneliti psikologi tokoh yang menghadapi konflik-konflik batin dalam dirinya. Hal lain yang mendorong penulis meneliti novel Manyura adalah sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti novel Manyura ini.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengemukakan permasalahan sebagai berikut :

  1.2.1 Bagaimanakah unsur latar, tokoh dan penokohan yang membentuk konflik batin tokoh Aswatama dalam novel Manyura?

  1.2.2 Bagaimana konflik batin yang dialami tokoh Aswatama dalam novel

  Manyura?

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Mendeskripsikan unsur latar, tokoh dan penokohan yang membentuk konflik batin tokoh Aswatama dalam novel Manyura.

  1.3.2 Mendeskripsikan konflik batin yang dialami tokoh Aswatama dalam novel Manyura.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Menambah khazanah kajian sastra, khususnya kajian sastra dengan pen- dekatan psikologi.

  1.4.1 Meningkatkan apresiasi sastra Indonesia, khususnya novel Manyura karya Yanusa Nugroho.

  1.5 Landasan Teori

1.5.1 Struktural Karya sastra memiliki struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bermakna.

  Struktur karya sastra mengacu pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995 : 36).

  Untuk memudahkan pemahaman terhadap sebuah karya sastra khususnya novel, dapat dilakukan dengan memaparkan struktur novel tersebut. Tujuan pemaparan adalah mengetahui fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghadirkan keseluruhan (Nurgiyantoro, 1995 : 37).

  Analisis intrinsik dalam penelitian ini hanya difokuskan pada latar, tokoh dan penokohan saja. Hal ini dikarenakan latar merupakan tempat tokoh melakukan dan dikenai suatu kejadian. Latar akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berpikir tokoh (Nurgiyantoro, 1995 : 75).

1.5.1.1 Latar

  Dalam penelitian ini analisis latar digunakan untuk menganalisis bagaimana tempat-tempat yang dilukiskan dalam novel Manyura mempengaruhi terbentuknya konflik batin tokoh utama. Latar adalah tempat atau masa kejadian peristiwa (Sumardjo, 1983 : 10). Menurut Sayuti (1998 : 170) latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita tempat dan waktu kejadian-kejadian dalam cerita itu berlangsung.

  Menurut Nurgiyantoro (1995 : 216) sebuah cerita dibangun oleh unsur latar karena pelukisan latar dapat membantu pembaca dalam memahami jalannya cerita dan keberadaan tokoh sebuah novel. Latar atau setting disebut sebagai landasan tumpu yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995 : 216).

  Sudjiman (1988 : 44) menjelaskan bahwa cerita berkisah tentang seorang atau beberapa tokoh. Peristiwa-peristiwa di dalam cerita tentulah terjadi pada suatu waktu bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya cerita dalam suatu karya sastra membangun latar cerita.

  Latar memberi pijakan cerita secara konkrit. Hal ini penting untuk memberi kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh- sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995 : 217). Pendeskripsian unsur latar semakin memperjelas maksud yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

  Latar memberi gambaran kepada pembaca mengenai tempat tokoh berada, waktu kejadian berlangsung, dan keadaan kondisi sosial tokoh. Latar dalam sebuah novel dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

1.5.1.1.1 Latar Tempat

  Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin beberapa tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu, dan tanpa nama yang jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. Tempat dengan nama tertentu, biasanya huruf awal (kapital) nama suatu tempat, juga menyaran pada tempat tertentu, tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu (Nurgiyantoro, 1995 : 227).

  Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional. Ia akan mempengaruhi pengaluran dan penokohan, dan karenanya koheren dengan cerita digunakan untuk menggambarkan tempat melalui peristiwa yang terjadi sehingga mendukung terjadinya konflik batin tokoh Aswatama.

  1.5.1.1.2 Latar Waktu

  Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan fakta faktual yang ada ceritanya atau dapat dengan peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang terjadi pada kurun waktu tertentu dan memberi kekhasan sebuah cerita. Kekhasan latar dan waktu dalam cerita akan memudahkan pembaca untuk mengenali dan memahami suatu cerita (Nurgiyantoro, 1995 : 230).

  Dalam penelitian ini latar waktu digunakan untuk menggambarkan kapan melalui peristiwa yang terjadi.

  1.5.1.1.3 Latar Sosial

  Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam suatu karya sastra puisi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, ia dapat berupa kebiasaan, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap (Nurgiyantoro, 1995 : 233).

  Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya : rendah, menengah, atau atas. Jadi perbedaan kelas seorang tokoh dengan nya dalam novel (Nurgiyantoro, 1995 : 234). Dalam penelitian ini latar sosial digunakan untuk melukiskan bagaimana keadaan sosial dalam novel Manyura, sehingga membentuk konflik batin tokoh Aswatama.

1.5.1.2 Tokoh dan Penokohan

1.5.1.2.1 Tokoh

  Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tokoh sangat dibutuhkan kehadirannya, sebab melalui penokohan cerita menjadi nyata dalam angan-angan pembaca. Melalui penokohan itulah, pembaca dapat dengan jelas menangkap wujud manusia dengan perikehidupannya yang sedang diceritakan oleh pengarang. Dalam penelitian ini, analisis tokoh digunakan untuk mengetahui sikap watak, tingkah laku, atau ciri-ciri fisik tokoh secara langsung. Analisis tokoh yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh tokoh, baik lewat kata atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

  Hartoko dan Rahmanto (1986 : 14) menjelaskan tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap tokoh konkrit, individual.

  Berdasarkan peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam novel yang bersangkutan, ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995 : 176).

  Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah tokoh utama dan tokoh tambahan. Analisis tokoh digunakan untuk mengetahui sikap, watak, tingkah laku, atau ciri-ciri fisik tokoh secara langsung. Analisis tokoh juga digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh tokoh, baik lewat kata atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

1.5.1.2.2 Penokohan

  Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita ( Nurgiantoro, 1995 : 165 ). Sudjiman ( 1988 : 23 ) mengatakan, bahwa penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh disebut penokohan. Penokohan di dalam penelitian ini digunakan untuk semakin memperjelas penampilan tokoh yang di ceritakan.

1.5.2 Psikologi Sastra

  Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang ber- makna. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling mempengaruhi yang secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995 : 36).

  Kajian teoritis yang akan digunakan sebagai teori dalam penelitian ini adalah latar, tokoh, dan psikologi sastra. Analisis psikologi yang digunakan dalam penelitian batin yang dialami tokoh Aswatama. Untuk mengetahui hal itu, peneliti menggunakan teori psikoanalisis Freud sebagai landasannya.

  Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini disebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu sukar dipelajari secara objektif. Kecuali itu keadaan jiwa seseorang melatarbelakangi timbulnya hampir seluruh tingkah laku (Dirgagunarsa, 1983 : 9). Jeans berpendapat psikologi dapat diikutsertakan dalam studi sastra. Sebab jiwa manusia merupakan sumber dari segala ilmu dan kesenian (Bimo Walgito via Roekhan, 1987 : 144).

  Sigmund Freud berpendapat bahwa kehidupan manusia dikuasai oleh alam ketidaksadarannya (Dirgagunarsa, 1983 : 61). Awang via Moh. Saman (1985 : 33) mengatakan bahwa dalam kritiknya terhadap teks atau karya sastra, pengkritik psikologi dapat menggunakan cara yang biasa dalam kritik normal. Pengkritik boleh mengambil cara lain terutama untuk meneliti perwatakan dalam karya sastra. Aspek penting yang bisa diperhatikan adalah pemikiran atau mind watak terutama pemikiran pada alam bawah sadar.

  Harjana (1991 : 66) menjelaskan untuk menafsirkan karya sastra selain menganalisis jiwa pengarang lewat karya-karyanya, kita juga bisa menggunakan pengetahuan tentang persoalan-persoalan psikologis tanpa harus menghubungkan pengetahuan dengan biografi pengarang. Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh- tokoh dalam novel tersebut dengan menggunakan ilmu psikologi. Apabila tingkah

1.5.2.1 Teori Psikonalisis Sigmund Freud

  Dalam Dirgagunarsa (1983 : 63) Freud mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat 3 (tiga) sistem kepribadian yang disebut Id atau Es, Ego atau

  

Ich, dan Super Ego atau Uber Ich. Id atau Es adalah sebuah “reservoir” atau wadah

  dalam jiwa seseorang yang berisikan dorongan-dorongan primitif yang disebut

  

primitive drive atau inner force atau inner urges. Dorongan-dorongan primitif ini

  merupakan dorongan-dorongan yang menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau dorongan-dorongan ini dipenuhi dengan segera maka tercapai perasaan senang, puas. Oleh karena adanya dorongan-dorongan primitif ini, maka Id selalu mengikuti Pleasure Principle, yaitu bertugas untuk secepatnya melaksanakan dorongan primitif agar tercapai perasaan senang (pleasure), tanpa mempedulikan akibat-akibatnya. Kesenangan yang dicapai oleh pelaksanaan dorongan-dorongan primitif selalu bersifat temporer atau sementara dan setelah beberapa saat dorongan- dorongan itu timbul kembali untuk dipenuhi lagi. Salah satu dorongan primitif dalam

  Id adalah dorongan seksual yang dikenal dengan libido (Dirgagunarsa, 1983 : 63).

  Ego bertugas melaksanakan dorongan-dorongan dari Id, dan Ego harus

  menjaga benar bahwa pelaksanaan dorongan-dorongan primitif ini tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan-tuntutan dari Super Ego. Ini adalah untuk mencegah akibat-akibat yang mungkin tidak menyenangkan bagi Ego sendiri. Karena itu dalam pelaksanaan tugasnya, yaitu merealisasikan dorongan-dorongan dari Id, Ego selalu

  Super Ego adalah sistem kepribadian yang ketiga dalam diri seseorang yang

  berisi kata hati atau conscience. Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai nilai-nilai moral sehingga merupakan kontrol atau sensor terhadap dorongan-dorongan yang datang dari Id. Super Ego menghendaki agar dorongan- dorongan tertentu saja dari Id yang direalisasikan, sedangkan dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral agar tetap tidak dipenuhi. Karena itu ada semacam pertentangan antara Id dan Super Ego merupakan pelaksana yang harus dapat memenuhi tuntutan dari kedua sistem kepribadian lainnya ini secara seimbang. Kalau Ego gagal menjaga keseimbangan antara dorongan dari Id dan larangan- larangan dari Super Ego, maka individual yang bersangkutan akan menderita konflik batin yang terus-menerus (Dirgagunarsa, 1983 : 64).

  Dalam penelitian ini teori psikoanalisis Sigmund Freud digunakan untuk menganalisis konflik batin tokoh utama dalam novel Manyura yang bersumber dari pergulatan perasaan-perasaan negatif dari dalam dirinya itu.

1.5.2.2 Konflik

  Konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Kecemasan merupakan manifestasi dari pertentangan batin (Daradjat, 1985 : 26). Konflik batin adalah keadaan pertentangan antara dorongan- dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama dalam diri seseorang. kemampuan ego untuk menyalurkan dan mengendalikan dorongan dari id, muncullah gejala Anxietas, rasa cemas. Hal ini merupakan tanda bahaya yang menyatakan bahwa ego tidak berhasil menyelesaikan konflik (Heerdjan, 1987 : 31).

  Heerdjan (1987 : 49) menjelaskan kegelisahan dan ketegangan yang dijumpai pada orang normal termasuk gangguan kesehatan jiwa. Gangguan kesehatan jiwa dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu diantaranya yang disebabkan oleh yang sifatnya psikologi, seperti konflik jiwa, kurangnya perhatian orang tua, kekecewaan, frustasi, dan semua hal yang berkaitan dengan gejolak dan jiwa seseorang.

  Dalam penelitian ini teori konflik digunakan untuk menganalisis konflik batin tokoh utama dalam novel Manyura yang bersumber dari pergulatan perasaan- perasaan negatif dari dalam dirinya.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Pendekatan

  Analisis novel Manyura ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara psikologi dan sastra. Pendekatan dengan menggunakan teori psikologi dan sastra dilakukan dengan alasan bahwa kedua teori tersebut memiliki hubungan antara psikologi dan sastra. Keduanya merupakan ilmu yang mengkaji tentang perilaku dan aktivitas manusia.

  Dalam kajian yang menekankan pada karya sastra ini, penelaah sastra mencoba menangkap dan menyimpulkan aspek-aspek psikologi yang tercermin biografi pengarangnya. Penelaah dapat menelaah psikologi tokoh melalui dialog dan perilakunya dengan menggunakan sumbangan pemikiran kajian aliran psikologi tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan penelaah sastra dalam kajian ini merupakan upaya untuk mencari kesejajaran aspek-aspek psikologis dalam perwatakan tokoh-tokoh suatu karya sastra dengan pandangan tentang manusia menurut psikologi tertentu (Roekhan, 1987 : 148-149). Dalam penelitian ini pendekatan dari sudut psikologi terhadap sastra sebagai proses kreatif dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud karena masalah yang diangkat adalah unsur-unsur kejiwaan manusia, pada konflik-konflik batin yang dimilikinya.

1.6.2 Metode

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan berpangkal dari analisis teks untuk mengungkapkan struktur latar, tohoh dan penokohan, yang kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam konflik batin tokoh Aswatama dalam usahanya membalas dendam yang tergambar dalam novel

  

Manyura. Langkah awalnya pengumpulan teks, kemudian dilanjutkan data-data

psikologi yang diperlukan untuk analisis konflik batin tokoh Aswatama.

  Metode deskriptif merupakan metode analisis data yang bertujuan meng- gambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok ter- tentu untuk menentukan adanya frekuensi penyebaran suatu gejala dalam masya- keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain- lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1987 : 63).

  Metode deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan struktur novel Manyura mengenai hubungan unsur tokoh dan latar, analisis konflik batin serta hasil dari penelitian.

1.7 Sumber Data

  Sumber data adalah adalah tempat data diperoleh. Sumber data dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Karena penelitian ini adalah penelitian sastra, maka sumber data primernya pun berupa karya sastra, yaitu novel dengan identitas berikut :

  Judul : Manyura Pengarang : Yanusa Nugroho Penerbit : Kompas, PT. Kompas Media Nusantara Tahun terbit : 2004, Cetakan I Tebal : 255 Sumber data sekundernya berupa literatur dan artikel yang berkaitan dengan penelitian ini yang diperoleh dari majalah atau jurnal-jurnal sastra, atau didapat dengan mendownload artikel dari internet.

1.8 Sistematika Penyajian

  Penelitian ini akan disajikan ke dalam empat bab. Bab satu merupakan bab yang berisi pendahuluan, yang meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika penyajian. Bab dua merupakan bab yang berisi hasil analisis data rumusan masalah pertama. Bab tiga merupakan bab yang berisi hasil analisis data rumusan masalah kedua. Bab empat merupakan bab yang berisi kesimpulan dari hasil analisis data yang diakhiri dengan penempatan daftar pustaka.

BAB II ANALISIS UNSUR LATAR, TOKOH DAN PENOKOHAN YANG MEMBENTUK KONFLIK BATIN TOKOH ASWATAMA Dalam bab ini akan dianalisis dua unsur instrinsik, yaitu latar dan tokoh yang

  penting berkaitan dengan konflik batin yang dialami tokoh Aswatama. Dalam menganalisis, pertama yang dilakukan adalah menganalisis latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Dalam penelitian ini latar tempat, latar waktu, dan latar sosial menurut penulis dalam novel ini yang banyak mendukung dalam pembentukan konflik batin tokoh Aswatama. Kedua adalah menganalisis tokoh utama yang mengalami konflik batin dan tokoh tambahan yang berkaitan dengan konflik batin tokoh utama. Kemudian menganalisis penokohan tokoh utama dan tokoh tambahan.

2.1 Analisis Unsur Latar

2.1.1 Latar Tempat

  Latar tempat dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang sifat khas suatu tempat, keadaan geografis setempat yang mencirikannya, yang menunjukkan adanya perbedaan dengan tempat-tempat lain. Oleh karena itu, sebuah cerita menjadi kuat kalau latarnya tidak gegabah dipilih oleh pengarangnya (Sumardjo, 1984 : 60). Dalam novel Manyura penggambaran latar tempat digambarkan secara menarik sehingga cerita yang ada dalam novel seperti

  (1) Sementara itu, sebuah upacara boyongan terjadi di Hastinapura. Negeri yang bangun oleh Palasara dan dikenal dengan sebutan Negeri Gajahwaya itu megah bertahtakan ukiran gading, sesuai dengan banyaknya gajah yang hidup di wilayah itu (hlm. 8).

  Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Hastinapura merupakan negeri yang megah. Dengan demikian latar tempat novel Manyura juga terjadi di istana Hastinapura, seperti kutipan berikut : (2) Perlahan, Utari bangkit dari tempatnya, berjalan menyusuri lorong istana.

  Para penjaga dengan serta-merta membungkuk memberinya hormat, bila sang dewi melewatinya (hlm.. 27). (3) Di tangga istana membentang permadani merah, melekuk-lekuk mengikuti anak tangga pualam, istana Hastinapura (hlm. 35).

  Latar tempat dalam novel Manyura juga berlangsung di daerah sekitar Hastinapura, seperti kutipan berikut :

  (4) Seorang laki-laki kurus dengan mata selalu melotot, berdiri di pinggir jalan yang membelah pasar kecil di sudut kota Hastinapura (hlm. 45). Latar tempat dalam novel Manyura juga terjadi di alun-alun kerajaan, seperti kutipan berikut : (5) Di sebuah pesanggrahan yang dibangun khusus di dekat alun-alun, kesibukan telah terjadi bahkan beberapa hari sebelumnya (hlm. 65). (6) Di sekitar alun-alun, manusia melaut. Ada yang berjual-beli, adapula yang menikmati berbagai pertunjukan. Orang-orang dari Atasangin yang terkenal dengan ilmu nujumnya, menunjukkan kebolehannya dengan meramal dan bersulap (hlm. 65). Latar tempat juga terjadi di kedai milik penduduk. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (7) Di sebuah kedai kecil, seorang tua berbadan tambun, duduk di sudut,

  Latar tempat juga berlangsung di sebuah desa yang bernama Tumaritis atau Klampis Ireng. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut :

  (8) Seluruh warga Klampis Ireng, jongkok mendengarkan sesuatu yang tak benar-benar mereka pahami. Mereka, selama maklumat dibacakan, hanya saling pandang kosong di antara sesama mereka (hlm. 12). (9) Kampung Tumaritis, yang juga dikenal sebagai Klampis Ireng adalah sebuah pedusunan kecil yang kian lama meranggas dan mati perlahan- lahan dicekik pajak dan kehilangan pemimpinnya (hlm. 147). (10) Di kampung Tumaritis inilah dia harus menyusun kekuatan. Aswatama harus mampu menghimpun pengikut dan itu tentu saja harus dari kalangan mereka yang melawan Prabu Kalimataya (hlm. 152). Latar tempat juga terjadi di sebuah kampung yang kosong. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (11) Sampai pada suatu hari, orang tua berbadan tambun itu menemukan sebuah kampung yang seolah mati. Perasaannya terganggu, melihat begitu banyak rumah kosong, dengan pintu menganga menampak-kan kegulitaan di dalamnya. Ada lesung dan alu yang tampak sudah berminggu-minggu dibiarkan di halaman (hlm. 14). Latar tempat juga terjadi di rumah Sasikirana. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (12) Di kediaman Sasikirana, seorang dengan tubuh tambun sedang bertamu.

  Menilik dandanannya, yang serba gemerlap, siapapun akan segera dapat mengenalinya (hlm. 40). Latar tempat juga terjadi di Kasatrian milik Arjuna. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (13) Di Kasatrian Tirtatimalang, sebuah kasatrian yang dulu dimiliki

  Jayadrata dan kini menjadi milik Arjuna, senja itu tampak tenang. Arjuna dengan rambut mulai banyak ditumbuhi uban, tengah rebahan di pangkuan Banowati (hlm. 84). Latar tempat juga terjadi di rumah Togog seorang tetua di Hastinapura. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (14) Di kediaman Togog, malam itu, tampak senyap. Tak ada orang-orang yang biasanya berkumpul dan mendengarkan kisah-kisah kuno yang membangkitkan angan. Togog, sejak adanya perintah dari Prabu Kalimataya tentang larangan menembangkan syair-syair yang bisa dianggap sebagai sindiran, tak pernah lagi mengumpulkan orang di rumahnya (hlm. 207). Latar tempat juga terjadi di sebuah lereng bukit yang ada di Hastinapura. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (15) Tempat itu berada di sebuah lereng bukit. Lumut tumbuh subur di dinding bagian bawah. Beberapa tanaman pakis bergerombol di sana- sana, menutupi bangunan kuno dari batu padas (hlm. 57). Latar tempat juga terjadi di lembah yang ada di negara kecil yang menjadi wilayah Hastinapura. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (16) Di sinilah para pedagang dari berbagai negara melintas. Bukan aja dikarenakan lembah di antara bukit ini jauh lebih mudah ditempuh, tetapi mereka sekaligus dapat menikmati pemandangan yang luar biasa (hlm. 70). (17) Aswatama menatap lembah yang pernah menjadi tempatnya bermain semasa remaja dulu. Ah, di sanalah dia melihat sepasang manusia muda usia yang begitu menikmati keindahan alam. Ketika itu, Aswatama sedang berlatih kuda. Dengan tubuh berkeringat, mata Aswatama tertancap pada keelokan dara yang berkuda bersama seorang kesatria muda gagah perkasa (hlm. 71). Latar tempat juga terjadi di penjara yang ada di Hastinapura. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (18) Penjara itu berbentuk bangunan di dalam sebuah gua karang. Memang agak berbeda dari penjara yang digunakan untuk menghukum mereka

melakukan adalah Bima, maka kurungan adalah yang terberat yang harus dilaluinya (hlm. 103). Latar tempat juga terjadi di Padang Kurusetra, tempat terjadinya perang saudara. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : (19) Bentangan itu, yang secara aneh tiba-tiba terlupakan oleh manusia, sebetulnya adalah Padang Kurusetra. Alam memang memiliki keangkuhannya sendiri, yang secara aneh memberi sasmita kepada manusia. Belum lima tahun perang itu usai, ilalang telah subur, tumbuh menutupi lembah pembantaian itu (hlm. 117). Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwa latar tempat terjadi di

  Hastinapura, lihat kutipan (1). Latar tempat juga terjadi di istana Hastinapura, lihat kutipan (2) dan (3). Latar tempat juga terjadi di daerah dan tempat-tempat yang ada di Hastinapura dan sekitar Hastinapura, lihat kutipan (4), (5), (6), (7), (8), (9), (10), (11), (12), (13), (14), (15), (16) dan (17).

2.1.2 Latar Waktu

  Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan sebuah karya sastra fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan faktor yang ada ceritanya atau dapat dengan peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tertentu dan memberi kekhasan sebuah cerita. Kekhasan latar dan waktu dalam cerita akan memudahkan pembaca untuk mengenali dan memahami suatu cerita (Nurgiyantoro, 1995 : 230).

  Latar waktu dalam novel Manyura ini terjadi pada pagi hari. Hal ini dapat

  (20) ….. Prabu Kalimataya memerintahkan para menterinya agar membubar- kan diri dari sidang pagi itu (hlm. 98) (21) Menjelang pagi, ketika ayam-ayam kampung di dusun-dusun nun jauh, melengkungkan kokok-kokoknya yang pertama, barulah Aswatama menyadari bahwa cukup lama kakinya tidak bersinggungan lagi dengan ilalang ….. (hlm. 119).

  Latar waktu juga terjadi pada siang hari. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut : (22) Kira-kira matahari mendekati titik puncaknya, sayup dari dalam istana terdengar canang dibunyikan ….. (hlm. 66). Latar waktu novel Manyura ini terjadi pada senja. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut : (23) Senja merah menebarkan hawa panas bumi, yang sekian lama tak ter- sirami. Dedaunan menyokelat, lusuh dilumuri debu. Setiap kereta, lewat, debu mengepul, dan penyakit terbang terbawa angin (hlm. 44). (24) Senja melambat, lembut tersaput warna lembayung. Di langit barat, tampak sekawanan burung berbondong-bondong mengepakkan sayap seayun-seirama ….. (hlm. 136). (25) Senja turun perlahan, bagai lapian kain-kain dahsyat yang menutupi cakrawala. Lapisan-lapisan yang kian tebal itu menyuramkan suasana.

  Langit barat memerah, angin mendesaukan hawa dingin ….. (hlm. 215). Latar waktu terjadi pada malam hari. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut : (26) Malam merambat dengan kekelamannya yang penuh teka-teki.

  Brajakempa menuangkan arak ke piala kosong milik Sasikirana (hlm. 40). (27) Malam sunyi. Bintang bertabur namun membisu, hanya memijarkan kemerlipnya ke bumi. Angin mati. Daun ketapang telah lama menangkup dan lelap dalam diam. Sesekali di kejauhan, terdengar lolong serigala, menyayat sepi (hlm. 49).

  (28) Malam itu begitu hening. Aswatama seakan menyadari sesuatu, setelah

  (29) Malam sepi berkarat, bergerark dengan menggoreskan bunyi derita yang tak pernah terdengar dari dalam tembok benteng istana …. (hlm. 161). (30) Malam yang pekat bagai darah, menebarkan hawa amis, seakan isyarat akan terjadinya peristiwa mengerikan di Hastinapura ….. (hlm. 235).