ASPEK KEJIWAAN TOKOH DALAM NOVEL SEBELAS PATRIOT KARYA ANDREA HIRATA TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

DALAM NOVEL SEBELAS PATRIOT KARYA ANDREA HIRATA TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA SKRIPSI

Oleh: Ena Putri Marsanti

K1208084

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 Juli

commit to user

commit to user

DALAM NOVEL SEBELAS PATRIOT KARYA ANDREA HIRATA TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

Oleh: Ena Putri Marsanti K1208084

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan, Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 Juli

commit to user

commit to user

commit to user

Ena Putri Marsanti. ASPEK KEJIWAAN TOKOH DALAM NOVEL

SEBELAS PATRIOT KARYA ANDREA HIRATA (TINJAUAN

PSIKOLOGI SASTRA). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek kejiwaan tokoh dalam novel sebelas patriot karya Andrea Hirata dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan menggunakan strategi analisis isi. Sumber data yang digunakan berupa dokumen. Teknik sampling yang digunakan purposive sampilng. Teknik pengumpulan data menggunakan analisis dokumen. Validitas data menggunakan trianggulasi teori. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis mengalir (flow model analysis).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan analisis penokohan dalam novel dapat diperoleh gambaran mengenai proses kejiwaan dari masing-masing tokoh yang dipengaruhi faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Melalui analisis penokohan dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra, proses kejiwaan tokoh dari masing-masing tokoh dapat dipahami dan dapat memberikan efek realistis dalam karya ini. Psikologi sastra novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata mampu memberikan gambaran perwatakan pada masing-masing tokohnya. Proses kejiwaan tokoh-tokohnya dapat dipahami melalui pendalaman teori Sigmund Freud (id, ego, dan super ego) yang dapat menggambarkan suasana dan perasaan hati para tokoh. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pengarang dalam melukiskan perwatakan tokoh yang ada dalam karyanya.

Simpulan dari penelitian ini adalah aspek kejiwaan tokoh dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata dapat ditinjau dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra.

Kata Kunci: aspek kejiwaan, sebelas patriot, psikologi sastra.

commit to user

# Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar- Ra‟du:11.) #

# Belajarlah dari mereka di atasmu, nikmati hidup bersama mereka

disampingmu, jangan meremehkan mereka di bawahmu (Sofyan Dwi Ariyanto.) #

# Orang yang berpikir negatif selalu melihat kesulitan dalam setiap kesempatan, sedangkan orang yang sukses selalu mencari kesempatan dalam setiap kesulitan (Sofyan Dwi Ariyanto.) #

commit to user

Hasil Penelitian Skripsi ini, penulis persembahkan kepada :

1. Orang tua tercinta, karena doamu yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, pengorbanan yang tak terbatas dan kasih sayang tidak terbatas pula. Semuanya membuatku bangga memiliki kalian. Tiada kasih sayang yang seindah dan seabadi kasih sayangmu.

2. Eyangku tercinta, yang selalu membimbingku dengan sabar dan penuh kasih sayang serta menjadi penyemangat hidupku.

3. Semua keluarga besarku yang namanya tidak dapat disebutkan satu- persatu. Terima kasih karena senantiasa mendorong langkahku dengan perhatian dan semangat dan selalu ada di sampingku baik di saat kutegar berdiri maupun saat kujatuh dan terluka.

4. Sahabat tercintaku dalam Lollipop dan Kecap Gank; Alvi Masruri, Antik Setiyorina, Apriana Wahyu Wijayanti, Ari Yuliastuti, Armin Yuliyanti, Cicik Rosita Dewi, Dian Puspita Sari, Evi Nitayani, Kurnia Putri Permatasari yang selalu memberikan semangat dan selalu setia bersamaku dalam susah maupun senang selama 4 tahun ini.

5. Sahabat terbaikku Buyung Imam Wibowo, Anis Suryanis, Reigen Singgih Prasetyo, Lingga Budi Utomo, yang selalu memberi semangat dan dukungan.

6. Sofyan Dwi Ariyanto yang senantiasa mengisi hari-hariku dengan penuh kesabaran dan penuh perhatian serta selalu memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Ari Fajar Ameranani dan teman-teman Bastind ‟08 terima kasih atas semua semangat, perjuangan, kerjasama dan kebersamaannya.

commit to user

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul ”ASPEK KEJIWAAN TOKOH DALAM NOVEL SEBELAS PATRIOT KARYA ANDREA HIRATA (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi;

2. Dr. H. Muh. Rohmadi, M. Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini;

3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S, M.Hum. Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini;

4. Dr. Suyitno, M. Pd. dan Dr. Nugraheni Eko Wardani, S.S, M. Hum. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Bapak/ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan beragam ilmu yang bermanfaat bagi penulis;

6. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

commit to user

keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

commit to user

Table 1. Rincian Kegiatan, Waktu, dan Jenis Kegiatan Penelitian .................

42

commit to user

Gambar 1. Kerangka Berpikir ..........................................................................

41

Gambar 2. Komponen Analisis Mengalir ........................................................

46

Gambar 3. Bagan Prosedur Penelitian ............................................................ 48

commit to user

Lampiran 1. Tentang Pengarang ...................................................................... 105

A. Kedudukan Pengarang dalam Sastra Indonesia ................................... 105

B. Karya-Karya yang Dihasilkan Pengarang ............................................ 107 Lampiran 2. Sinopsis Novel Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata ................. 109 Lampiran 3. Permohonan Izin Penelitian ......................................................... 110 Lampiran 4. Surat Izin Menyusun Skripsi ....................................................... 111 Lampiran 5. Undangan Ujian ........................................................................... 113

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupan sebagai mediumnya (Atar Semi, 1993: 8). Sastra adalah karya yang bersifat imajinatif dan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa dalam karya sastra bersifat ambigu, asosiatif, ekspresif, konotatif, dan menunjukkan sikap penulis atau pembicaranya. Meskipun bersifat imajinatif, karya sastra diciptakan berdasarkan kenyataan, tetapi kenyataan yang ada dalam unsur karya sastra bukan kenyataan yang apa adanya. Terdapat unsur kreativitas pengarang sehingga karya sastra menciptakan hal baru yang tidak sama persis dengan kenyataan. Karya sastra merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat karena pengarang merupakan bagian dari masyarakat (Nugraheni Eko Wardani, 2009:13).

Hasil karya sastra di masyarakat merupakan salah satu bukti bahwa dunia sastra telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat. Tidak tepat apabila dikatakan sastra sebagai menara gading di mana keindahan dan bobot sastra seolah-ola h hanya “dikuasai” oleh para sastrawan dan intelektual sastra. Hal tersebut karena karya sastra merupakan refleksi kehidupan di masyarakat. Burhan Nurgiyantoro (2000:3) menyatakan karya fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, diri sendiri, serta dengan Tuhan. Karya fiksi merupakan hasil dialog, kontempelasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dalam kehidupan. Melalui sarana cerita itu pembaca secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan pengarang. Hal itu disebabkan cerita fiksi tersebut mendorong pembaca untuk ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, cerita fiksi atau kesusastraan pada umumnya, sering dianggap dapat membuat manusia menjadi arif atau dapat

dikatakan sebagai “memanusiakan manusia”. Dari uraian tersebut, maka

commit to user

dapat dipergunakan untuk memahami permasalahan secara mendalam.

Pengarang pada hakikatnya merupakan anggota kelompok sosial yang dapat membidik permasalahan yang terjadi dalam masyarakat dan dituangkan dalam karya sastra. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari kepekaan sosial sang pengarang terhadap fenomena sosial kemanusiaan yang terjadi. Sebagaimana ungkapan Andre Harjana (1991: 10) bahwa sastra sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah dialami orang tentang kehidupan, apa yang telah direnungkan, dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan.

Mursal Esten berpendapat bahwa sebuah karya sastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat. Ia mengungkapkan karya sastra melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangan kasih sayang, kebencian, nafsu, dan segala yang dialami manusia. Melalui karya sastra pengarang ingin menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung, ingin menafsirkan makna dan hakikat hidup (1989:8).

Jakob Sumardjo berpendapat karya sastra adalah hasil pemikiran tentang kehidupan. Sebuah karya sastra merupakan karya yang besar apabila berhasil menyajikan pemikiran besar mengenai manusia. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra yang menyajikan hasil pemikiran melalui wujud penggambaran pengalaman konkret manusia dalam bentuk cerita yang cukup panjang (Yudiono KS, 1990:22).

Salah satu karya sastra yang mengandung nilai moral adalah novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata. Novel ini berisi tentang kisah anak manusia biasa yang mencoba berjuang untuk meraih sesuatu yang penting bagi dirinya. Tokoh Ikal mencerminkan seorang anak yang ingin mengembalikan kebahagiaan sang Ayah dengan menjadi pemain sepak bola. Banyak nilai moral yang dapat diambil dari tokoh Ikal maupun berbagai peristiwa dalam novel ini.

Novel Sebelas Patriot ditulis oleh Andrea Hirata. Nama Andrea Hirata Seman Said Harun terkenal seiring kesuksesan novel pertamanya, Laskar Pelangi yang menjadi best seller diangkat ke layar lebar oleh duo sineas Riri Riza

commit to user

Selain Laskar Pelangi, lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia ini juga menulis Sang Pemimpi dan Edensor, serta Maryamah Karpov. Keempat novel tersebut tergabung dalam tetralogi.

Novel Sebelas Patriot salah satu novel karya Andrea Hirata yang diterbitkan pada tahun 2011. Sebelas Patriot adalah kisah yang menggetarkan dan sangat inspiratif tentang cinta seorang anak, pengorbanan seorang ayah, makna menjadi orang Indonesia dan kegigihan menggapai mimpi-mimpi. Novel ini bercerita tentang sepak bola dan cinta antara anak dan ayah. Novel ini mampu menunjukkan kepada pembaca bahwa sepak bola mampu menjadi simbol perlawanan rakyat jelata menentang penjajah (orang Belanda yang menjajah Indonesia pada zaman penjajahan Belanda).

Karya – karya Andrea Hirata menarik untuk diteliti karena karyanya yang sudah banyak dan juga mengandung banyak nilai seperti pada novel Sebelas Patriot . Novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata ini sangat menarik untuk diteliti karena banyak mengandung nilai –nilai moral dan disajikan dengan cerita yang sederhana sehingga mudah dipahami.

Sehubungan dengan hal di atas, maka akan diteliti aspek kejiwaan tokoh dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata menggunakan tinjauan psikologi sastra dengan judul “Aspek Kejiwaan Tokoh Pribumi dalam Novel Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata: Tinjauan Psikologi Sastra ”. Penelitian ini lebih cocok menggunakan tinjauan psikologi sastra karena isi novel ini lebih mengarah pada kondisi batin dan kondisi kejiwaan tokoh dalam novel.

B. Rumusan Masalah

Sesuai uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pendekatan struktural yang terdapat dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata?

commit to user

Andrea Hirata ditinjau dari psikologi sastra?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang baik haruslah memiliki tujuan yang baik dan jelas serta memiliki arah dan tujuan yang tepat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pendekatan struktural yang terdapat dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata.

2. Mendeskripsikan kondisi kejiwaan tokoh dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata ditinjau dari psikologis sastra.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan akademis maupun praktis. Adapun manfaat dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan analisis sastra serta wawasan dalam analisis sastra Indonesia, terutama pada penelitian novel Indonesia sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan karya sastra Indonesia.

b. Menjadi tolok ukur untuk memahami dan mendalami karya sastra pada umumnya dan karya sastra novel Sebelas Patriot pada khususnya.

2. Manfaat praktis

a. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah wawasan dan minat pembaca dalam mengapresiasi karya sastra.

b. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivasi dan referensi dalam melakukan penelitian-penelitian baru dan bermanfaat.

c. Bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia, penelitian ini dapat menjadi bahan

commit to user

commit to user

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Penelitian yang Relevan dan Kajian Teori

1. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian lain yang mempunyai kemiripan dan dapat dijadikan acuan dengan penelitian ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mustofa Mahendra (2010) dengan judul “Obsesi Gadis

Desa dalam Novel Trah Karya Atas S. Danusubroto (Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra)” dalam skripsinya menyimpulkan bahwa konflik dalam

cerita novel ini menggambarkan masalah yang terjadi pada setiap tokohnya. Dan dengan adanya tinjauan psikologi sastra ini akan menggambarkan masalah yang lebih jelas lagi.

Dalam penelitiannya Parwanti (2008) dengan judul “Perilaku Kejiwaan Para Tokoh dalam Novel Derai Sunyi Karya Asma Nadia (Sebuah Tinjauan: Psikologi Sastra)” dalam skripsinya membahas perilaku dan

tindakan yang dilakukan meliputi tindak kekerasan, dendam, serta ketidakberdayaan untuk melawan kesewenang-wenangan. Novel ini mempunyai masalah hidup dengan psikologi jiwanya dan semuanya menggunakan tinjauan yang sama pula yaitu psikologi sastra.

Terdapat penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (2008) dengan judul “Novel Binatang Buas Pindah Habitat Karya Titis Basino P.I. : Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra” dalam skripsinya menyimpulkan bahwa konflik dalam cerita novel ini menggambarkan masalah yang terjadi pada setiap tokohnya. Dan dengan adanya tinjauan psikologi sastra ini akan menggambarkan masalah yang lebih jelas lagi.

Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pada setiap hasil suatu karya sastra yang berbentuk novel sangat penting untuk diteliti lebih dalam, baik dari segi pengarang, cerita atau pun nilai yang terkandung

commit to user

penting tapi secara keseluruhan baik dari unsur intrinsik ataupun ekstrinsik pun juga perlu dikaji lebih dalam.

Terdapat banyak penelitian lain mengenai Psikologi sastra atau unsur struktural yang membangun sebuah novel. Namun, disini peneliti lebih mengarahkan penelitiannya kepada aspek kejiwaan tokoh yang terdapat pada sebuah novel karya Andrea Hirata dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra yaitu potret jiwa seseorang atau proses jiwa atau tokoh pada cerita novel tersebut.

2. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Dalam dunia sastra, istilah novel sudah tidak asing lagi. Novel merupakan salah satu genre karya sastra yang berbentuk prosa. Kata

“novel” berasal dari novellus yang berarti “baru”. Jadi, novel merupakan bentuk karya sastra fiksi yang paling baru. Menurut Robert Lindell, karya sastra yang berupa novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun 1740 (Henri Guntur Tarigan, 1993 : 164).

Novel termasuk fiksi (fiction) karena novel merupakan hasil khayalan atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Selain novel ada pula roman dan cerita pendek (Herman J. Waluyo, 2006: 2). Novel berasal dari bahasa latin novellas yang kemudian diturunkan menjadi novies, yang berarti baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi (fiction) yang muncul belakangan di bandingkan dengan cerita pendek (short story) dan roman (Herman J. Waluyo, 2002: 36).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1995 : 694) artikel Wikipedia dijelaskan bahwa novel merupakan karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang- orang di sekelilingnya yang menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Sedangkan, Jassin menyatakan novel merupakan suatu cerita yang bermain

commit to user

lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai suatu episode (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 16).

Menurut Robert Lindell (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 6) karya sastra yang berupa novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun 1740. Awalnya novel Pamella berbentuk catatan harian seorang pembantu rumah tangga kemudian berkembang dan menjadi bentuk prosa fiksi yang kita kenal seperti saat ini.

Novel merupakan salah satu jenis karya fiksi di samping cerita pendek. Dalam tradisi sastra Eropa, novel disebut roman. Istilah novel yang berkembang di Indonesia berasal dari kesusastraan Inggris. Istilah novel itu sendiri berasal dari bahasa Italia novella yang artinya cerita pendek dalam bentuk prosa. Kesusastraan Jerman menyebut novel dengan istilah novelle yang artinya sama dengan novelette yaitu fiksi yang tidak terlalu panjang. Northrop Frye menyatakan bahwa novel adalah suatu fiksi realistik yang bersifat memperluas pengalaman kehidupan dan lebih dari sekadar khayalan serta bertujuan membawa pembaca kepada dunia yang lebih berwarna. Foster menyoroti definisi novel berdasarkan panjang halamannya. Foster menyatakan bahwa novel merupakan cerita dalam bentuk prosa yang agak panjang. Panjangnya tidak kurang dari 50.000 kata. Aspek dari novel adalah menyampaikan cerita. Novel menceritakan kehidupan beserta nilainya dengan tertentu (Nugraheni Eko Wardani, 2009:15).

Novel merupakan sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajinatif (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 4).

Burhan Nurgiyantoro (2007: 22) menyatakan bahwa sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai totalitas maka novel terdiri dari bagian-bagian unsur. Unsur-unsur

commit to user

menggantungkan. Novel dibangun dari sejumlah unsur dan setiap unsur akan saling berhubungan secara saling menentukan yang semuanya itu akan menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya sastra yang bermakna pada hidup. Unsur-unsur tersebut yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur tersebut harus dipahami dalam upaya pengkajian karya sastra.

Atar Semi (1993: 32) menyatakan bahwa novel merupakan suatu konsentrasi kehidupan pada saat tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkap aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Sedangkan, Goldmann (dalam Faruk, 1994: 29) mendeskripsikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi dalam ukuran yang panjang dan luas yang menceritakan konflik-konflik kehidupan manusia yang dapat mengubah nasib tokohnya. Novel mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain.

b. Fungsi Novel

Fungsi novel pada dasarnya untuk menghibur para pembaca. Novel pada hakikatnya adalah cerita, karena terkandung tujuan yang memberikan hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Wellek dan Warren (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 3) membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita dan menghibur diri untuk memeroleh kepuasan batin.

commit to user

sebagai berikut: (1) karya sastra (novel) memberi kesadaran pada pembacanya tentang suatu kebenaran, (2) karya sastra (novel) juga memberikan kepuasan batin, hiburan ini adalah hiburan intelektual, (3) karya sastra (novel) dapat memberikan kita sebuah penghayatan yang mendalam tentang apa yang diketahui. Pengetahuan ini nantinya menjadi hidup dalam sastra, dan (4) membaca karya sastra (novel) adalah karya seni indah dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri keindahan adalah kodrat manusia. Novel di dalamnya memiliki kebebasan untuk menyampaikan dialog yang dapat menggerakkan hati masyarakat dengan kekayaan perasaan, kedalaman isi, dan kekuasaan pandangan terhadap berbagai masalah. Salah satu hal yang perlu diperhatikan bahwa novel bukanlah media yang hanya menonjolkan suatu sisi kehidupan manusia saja.

Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup. Permasalahan hidup manusia yang kompleks dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel pengarang dapat menceritakan tentang aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk berbagai perilaku manusia. Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi permasalahan hidup yang berfungsi untuk mempelajari tentang kehidupan manusia pada zaman tertentu.

c. Ciri-ciri Novel

Karya fiksi dapat dibedakan menjadi roman, novel, novelette, dan cerpen. Perbedaan berbagai macam bentuk fiksi itu pada dasarnya dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, panjang pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung pada cerita tersebut. Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2007: 11) menyatakan bahwa novel merupakan suatu cerita bebas yang menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan

commit to user

37) berpendapat bahwa ciri-ciri novel meliputi; (1) ada perubahan nasib pada tokoh cerita, (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya, dan (3) biasanya tokoh utama tidak sampai mati.

Henry Guntur Tarigan (2003: 165) menyatakan bahwa novel mengandung kata-kata berkisar antara 35.000 buah sampai tidak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain jumlah minimum kata-katanya adalah 35.000 buah, jikalau kita pukul-ratakan sehalaman kertas kuarto jumlah barisnya ke bawah 35 buah dan jumlah kata dalam satu baris 10 buah, maka jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10= 350 buah. Selanjutnya dapat kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus terdiri minimal lebih dari 100 halaman. Lebih lanjut Brooks (Henry Guntur Tarigan, 2003: 165) menyimpulkan bahwa ciri-ciri novel meliputi; (1) novel bergantung pada tokoh, (2) novel menyajikan lebih dari satu impresi, (3) novel menyajikan lebih dari satu efek, dan (4) novel menyajikan lebih dari satu emosi.

Wellek dan Warren (1990: 280) berpendapat bahwa kritikus yang menganalisis novel pada umumnya membedakan tiga unsur pembentuk novel yaitu: alur, penokohan dan latar, sedangkan yang terakhir ini bersifat simbolis dan dalam teori modern disebut atmosphere (suasana) dan tone (nada).

d. Jenis Novel

Novel menurut Zulfahnur Z. Firdaus, Sayuti Kurnia, Zuniar Z. Adji (1996: 106) dibagi menjadi 6 yaitu: (1) novel petualangan atau novel avonturer , (2) novel psikologi, (3) novel sosial, (4) novel politik, (5) novel bertendens, dan (6) novel sejarah.

Novel petualangan atau avonturer merupakan novel yang mengisahkan pengembaraan seorang tokoh yang memperlihatkan kecintaan terhadap alam semesta. Novel psikologis yaitu novel tentang masalah kejiwaan yang dialami oleh para tokohnya. Adapun novel sosial merupakan novel yang mengungkapkan masalah kehidupan sosial

commit to user

mengungkapkan unsur paham politik tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Novel bertenders yaitu novel yang berisi tujuan, mendidik, atau menyampaikan pesan tertentu, sedangkan novel sejarah merupakan novel yang berkaitan dengan sejarah.

Goldmann (dalam Faruk, 1994: 31) berpendapat novel dibagi menjadi tiga jenis yaitu: novel idealisme abstrak, novel psikologis, dan novel pendidikan. Dalam novel idealisme abstrak mengisahkan sang hero yang penuh optimisme dalam petualangan tanpa menyadari kompleksitas dunia. Novel psikologis sang hero cenderung pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung oleh dunia konvensi. Dalam novel pendidikan sang hero telah melepaskan pencariannya akan nilai-nilai yang otentik tetapi tidak menolak dunia.

Para pengamat sastra mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis yaitu: novel serius dan novel populer. Membaca novel serius diperlukan daya konsentrasi yang tinggi agar dapat memahami isi dan pesan yang disampaikan pengarang dengan baik. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disorot dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping memberikan hiburan, juga memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan permasalahan yang dikemukakan.

Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca, dan memang, pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Hal itu tidak perlu dirisaukan benar (walau tentu saja hal itu tetap saja memprihatinkan). Dengan sedikit pembaca pun tidak apa asal mereka memang berminat, dan, syukurlah, jika berkualitas (baca: tinggi daya apresiasinya). Jumlah novel dan pembaca novel serius, walau tidak banyak, akan punya gaung dan bertahan dari waktu ke waktu ( Burhan Nurgiyantoro, 2005: 20).

Burhan Nurgiyantoro (2005: 18) menyatakan bahwa novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya,

commit to user

yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Oleh karena itu, novel populer hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, tidak memaksa seseorang untuk membacanya sekali lagi, dan biasanya cepat dilupakan orang.

Pengarang untuk dapat disebut kreatif harus mampu menyuguhkan bidang garapan lain dari yang lain, sedangkan pengarang-pengarang yang hanya mengulang problem cerita yang sudah digarap menggunakan cara penggarapan yang relatif sama disebut pengarang pop dan karya mereka kurang mendapat tempat di mata para kritikus sastra. Adanya pro dan kontra menyebabkan ciri-ciri antara novel serius dan novel pop sering dipertentangkan. Terkadang, ciri-ciri novel serius dijumpai dalam novel pop terutama pada ciri yang bersifat umum, begitu juga sebaliknya. Tidak jarang novel-novel yang dikategorikan sebagai novel populer memiliki kualitas literer yang tinggi (Burhan Nurgiyantoro (2005: 17).

Kayam menyatakan bahwa sastra populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra populer yang menyajikan kembali rekaman- rekaman kehidupan dengan tujuan pembaca akan mengenal kembali pengalamannya. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya. Novel serius selain bertujuan memberikan pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah yang dikemukakan (Burhan Nurgiyantoro, 2005:18).

e. Unsur-unsur Novel

Cerita rekaan dibangun oleh dua unsur pokok yakni, apa yang diceritakan dan teknik (metode) penceritaan. Isi atau materi yang diceritakan tentunya tidak dapat dipisahkan dengan cara penceritaan. Bahasa yang digunakan untuk bercerita harus disesuaikan dengan isi, sifat,

commit to user

lazim disebut struktur batin. Unsur yang berhubungan dengan metode pengucapan disebut struktur fisik. Unsur-unsur itu membangun suatu kesatuan, kebulatan dan regulasi diri atau membangun sebuah struktur dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur itu bersifat fungsional, artinya dicipta pengarang untuk mendukung maksud secara keseluruhan cerita itu (Herman J. Waluyo, 2002: 136-137).

3. Hakikat Pendekatan Struktural

Pendekatan yang bertolak dari dalam karya sastra itu disebut pendekatan objektif. Analisis struktural adalah bagian yang terpenting dalam merebut makna di dalam karya sastra itu sendiri. Karya sastra mempunyai sebuah sistem yang terdiri atas unsur yang saling berhubungan. Untuk mengetahui kaitan antarunsur dalam karya sastra itu sangat tepat jika penelaahan teks sastra diawali dengan pendekatan struktural.

Karya sastra merupakan unsur yang sangat kompleks. Karena itu untuk memahami karya sastra diperlukan sebuah analisis sastra. Menganalisis sastra adalah usaha menangkap makna dan memberi makna kepada teks karya sastra. Analisis struktural merupakan langkah pertama sebelum menganalisis unsur- unsur lain dalam sebuah karya sastra.

Pendekatan struktural sering juga disebut pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa serta hubungan harmonis antar aspek yang mampu membuatnyan menjadi sebuah karya sastra (Atar Semi, 1993:67).

Pendekatan strukturalisme memandang karya sastra sebagai teks mandiri, penelitian ini dilakukan secara objektif yaitu menekankan pada

commit to user

pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya sastra yang bersangkutan. Menurut Fananie (2000: 112) pendekatan struktural sebagai pendekatan objektif yaitu pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dilihat dari eksistensi karya sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek intrinsik sastra yang meliputi makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter dan sebagainya.

Pendekatan strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan (penelitian) kesusastraan yang menekankan kajian hubungan antara unsur-unsur pembangun karya sastra yang bersangkutan. Analisis struktural dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, mendefinisikan fungsi dan hubungan antarstruktur intrinsik. Identifikasi dan deskripsi misalnya tema dan amanat, plot, tokoh, penokohan, latar, dan lain-lain (Burhan Nurgiyantoro, 2007:36-37).

Strukturalisme sering digunakan oleh peneliti untuk menganalisis seluruh karya sastra di mana kita harus memperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Struktur yang membangun sebuah karya sastra sebagai unsur estetika dalam dunia karya sastra antara lain alur, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat.

Analisis struktural karya sastra, khususnya fiksi dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan. Misalnya; bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2000: 37) terdapat langkah-langkah dalam menerapkan teori strukturalisme sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang membangun karya sastra secara lengkap dan jelas, mana yang tema dan mana yang tokohnya.

b. Mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui tema, alur, latar, dan penokohan dalam sebuah karya sastra.

commit to user

latar, dari sebuah karya sastra.

d. Menghubungkan masing-masing unsur sehingga diperoleh kepaduan makna secara menyeluruh dari sebuah karya sastra.

Burhan Nurgiyantoro (1995: 173) menyatakan bahwa tokoh adalah pelaku sekaligus penderita kejadian dan penentu perkembangan cerita baik itu dalam cara berfikir, bersikap, berperasaan, berperilaku, dan bertindak secara verbal maupun nonverbal. Alur menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:113) adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, sedangkan peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Penelitian sastra sewajarnya bertolak dari interpretasi dan analisis karya sastra itu sendiri sebab bagaimana pun juga kita tertarik untuk membahas pengarang, lingkungan sosial, dan proses sastra karena adanya karya sastra (Wellek dan Warren, 1993:157). Pendekatan struktural dalam menganalisis sebuah karya sastra dapat dikatakan sebagai langkah awal dari suatu penelitian karya sastra. Dalam karya sastra terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang ada di dalam karya sastra seperti tema, amanat, alur, penokohan dan setting, sedangkan unsur ekstrinsik merupakan unsur di luar karya sastra tersebut seperti biografi dari pengarang.

Teeuw mengemukakan bahwa strukturalisme merupakan pendekatan yang menekankan otonomi karya sastra serta bersifat antikausal dan antisejarah atau mengabaikan faktor genetik. Faktor genetik terdiri dari faktor pengarang (pandangan dunia) dan sejarah terciptanya karya sastra tersebut (oleh Goldmann disebut struktur sosial). Menurut Teuuw ada 4 ciri khas strukturalisme yaitu; wholeness (keseluruhan), unity (kesatuan), complexity (kekompleksan), dan coherence (saling keterjalinan antarunsur dan sastra membentuk kesatuan dan kebulatan. Bagian-bagian tersebut merupakan suatu yang kompleks, namun antara bagian-bagian saling memberi makna dan antara bagian dan keseluruhan juga saling memberi makna, keseluruhan diberi makna oleh bagian-bagian juga diberi makna oleh keseluruhan. Struktur teks

commit to user

penokohan dan karakterisasi, sudut pandang pengarang (point of view) (Nugraheni Eko Wardani, 2009:37).

Dalam hal ini, peneliti ingin meneliti mengenai unsur struktural yang terkandung dalam novel Sebelas Patriot. Unsur struktural dalam novel ini berkaitan dengan unsur intrinsik yang terdapat dalam novelnya. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel merupakan unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.

a. Tema Cerita Tema adalah hal pokok yang menjadi dasar sebuah cerita. Hal tersebut menjadi dasar penulisan menuliskan cerita. Tema adalah sebuah ide cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, melainkan mau mengatakan sesuatu pada pembacanya.

Stanton menyebut tema sebagai makna yang dikandung oleh cerita. Kenny menyatakan bahwa tema adalah gagasan pokok yang terdapat dalam cerita. Di samping tema pokok dalam sebuah cerita terdapat juga subtema (Nugraheni Eko Wardani, 2009:38).

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karya sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul (Zainuddin Fananie, 2002:84).

Tema adalah makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama. Tema merupakan aspek utama yang sejajar dengan makna dalam kehidupan manusia, sesuatu yang dijadikan pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007: 36).

commit to user

yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, budaya, teknologi, namun tema dapat juga berupa pandangan ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra, karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul (Zainuddin Fananie, 2002: 84).

Tema adalah gagasan pokok atau sentral dari cerita. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 136) tema merupakan gagasan atau ide pokok yang hendak disampaikan pengarang atau sering disebut sebagai subject matter dari cerita tersebut. Tema merupakan makna yang diungkapkan oleh suatu cerita atau maksud yang disampaikan dalam suatu cerita secara keseluruhan, bukan sebagai dari cerita yang dapat dipisahkan. Ditambahkan Herman J. Waluyo (2002: 142) bahwa tema diambil dari khazanah kehidupan sehari-hari dengan maksud untuk memberikan saksi sejarah atau mungkin sebagai reaksi terhadap praktik kehidupan masyarakat yang tidak disetujui. Menurutnya tema adalah masalah hakiki manusia, seperti cinta kasih, ketakutan, kebahagiaan, kesengsaraan, keterbatasan dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok pikiran penting yang digunakan sebagai dasar mengarang dalam karya sastra karena melalui tema, pembaca dapat mengetahui idea tau gagasan yang disampaikan oleh pengarang.

b. Plot atau Alur

commit to user

Dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Staton berpendapat bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113).

Alur adalah urut-urutan yang tertentu dalam penyajian berbagai peristiwa yang membangun dan sekaligus merupakan tulang punggung bagi sebuah cerita rekaan. Brooks menyebut alur sebagai struktur gerak yang terdapat dalam sebuah fiksi atau drama (Henry Guntur Tarigan 1992:150).

Boulton menyatakan bahwa alur merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam rangkaian waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui kejadian yang akan datang. Plot tidak sekedar menyangkut peristiwa, namun juga cara pengarang mengerutkan peristiwa-peristiwa, motif, konsekuensi, dan hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya (Herman J. Waluyo, 2002: 145).

Lukman Ali menyatakan bahwa plot adalah sambung-sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah mengapa hal itu terjadi. Sedangkan Rene Wellek menyatakan plot adalah struktur penceritaan (Herman J. Waluyo, 2002:145 & 146).

Menurut Herman J. Waluyo (2008: 14) alur atau plot disebut juga kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang.

Menurut Atar Semi (1993: 43) alur merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.

commit to user

sorot balik atau flash back, dan (3) plot gabungan. Dalam plot garis lurus, cerita berjalan seperti lazimnya orang bercerita, yaitu mulai awal hingga akhir cerita. Dalam plot sorot balik cerita diawali dari bagian akhir cerita, dilanjutkan sampai menjelang akhir (bagian dari cerita yang dikisahkan di depan). Dalam plot sorot balik diceritakan seperti orang yang sedang melamun atau menceritakan kembali sesuatu yang sudah terjadi. Plot gabungan merupakan plot dalam dalam cerita di mana pengarang menggabungkan antara plot lurus cerita yang di dalamnya juga terdapat plot sorot balik.

Berdasarkan pengertian alur atau plot yang ada maka dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Alur dalam cerita juga mempengaruhi keseluruhan cerita. Rangkaian cerita terbingkai indah, menjadikan cerita juga akan menarik.

c. Penokohan dan Perwatakan Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Panuti Sujiman, 1991:23). Menurut Henry Guntur Tarigan, penokohan adalah proses yang dipergunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Tokoh fiksi harus dilihat sebagai yang berada pada suatu masa dan tempat tertentu dan haruslah pula diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya. Tugas pengarang ialah membuat tokoh itu sebaik mungkin, seperti yang benar-benar ada (1991:146).

Perwatakan adalah kualitas nalar dan perasaan para tokoh di dalam suatu karya fiksi yang dapat mencakup tidak saja tingkah laku atau takbit dan kebiasaan, tetapi juga penampilan (Albertine Minderop, 2010:98).

Burhan Nurgiyantoro (2005: 165) menjelaskan bahwa istilah tokoh menunjuk pada orangnya atau disebut pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti

commit to user

seorang tokoh dan tokoh tersebut melahirkan peristiwa dalam sebuah cerita fiksi. Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh dalam suatu cerita dapat menempati posisi yang penting sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang pada pembaca lewat sebuah karyanya tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran seseorang yang digunakan pengarang untuk menyampaikan pesan, amanat kepada para pembaca.

Tokoh dan watak adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena tokoh-tokoh selalu mempunyai watak dan dari watak itulah tokoh berperan dalam pengembangan cerita (plot). Plot sangat erat kaitannya dengan tokoh dan watak tokoh. Konflik yang membangun cerita dari awal sampai akhir bermula dari tokoh-tokoh karena memiliki watak atau kepentingan yang berbeda.

1) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh

protagonis adalah tokoh

yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi manusia. Tokoh antagonis merupakan penyebab terjadinya konflik cerita. Tokoh protagonis disebut pula tokoh sentral. Tokoh protagonis dan antagonis disebut juga tokoh utama yang frekuensi kemunculannya dalam cerita cukup banyak. Tokoh protagonis memiliki hubungan yang sangat luas dengan tokoh-tokoh lain dalam novel.

2) Tokoh Wirawan dan Antirawan Panuti Sudjiman menyebut adanya tokoh wirawan dan tokoh antiwirawan. Tokoh wirawan adalah tokoh yang umumnya memiliki keagungan pikiran dan keluhuran budi yang tercermin dalam

commit to user

dalam konsep Goldmann disebut dengan istilah tokoh hero. Sementara itu, tokoh antiwirawan adalah tokoh yang berpribadi rendah, jahat, penghasut, dan culas.

3) Tokoh Bulat dan Tokoh Sederhana Tokoh bulat disebut round character atau complex character. Oleh Forster, tokoh bulat adalah tokoh yang diungkap berbagai sisi kepribadian dan jati dirinya baik kelemahan dan kekuatan pribadinya. Tokoh bulat memiliki berbagai dimensi watak. Karena itu juga disebut tokoh dengan watak kompleks atau tidak bersifat hitam putih. Sementara itu, tokoh pipih disebut juga flat character atau simple character , yaitu tokoh dengan dimensi watak statis, sederhana, tidak kompleks atau bersifat hitam putih (yang jahat selalu jahat dan yang baik selalu baik).

a) Cara Melukiskan Watak Tokoh Menurut Kenny ada 4 cara untuk menggambarkan watak tokoh yaitu; (1) secara diskursif artinya dijelaskan secara langsung dengan rinci, (2) secara dramatik artinya melalui dialog dan tingkah laku pelaku, dan (3) secara kontekstual artinya dengan menampilkan latar belakang kehidupan di sekitar pelaku. Seperti; rumahnya, hiasan kamar (misalnya, bagi pecinta musik memasang poster John Lennon; petinju, memasang poster Chris John, dan sebagainya), dan sebagainya. (1) Tiga Dimensi Watak Tokoh

Penggambaran watak pelaku menurut Layos Agry dalam Nurgiyantoro melalui 3 dimensi yaitu (1) dimensi psikis, artinya watak secara batin atau kelakuan (misalnya, sombong, pendendam, romantik, penipu, dan culas); (2) dimensi fisik, yaitu ciri-ciri fisik tertentu, misalnya usia, kecantikan, cacat tubuh, warna rambut, dan cacat jasmaniah; (3) dimensi sosiologis, artinya status, kedudukan, pekerjaan, atau pun peran

commit to user

konglomerat, pegawai bank, polisi, atau orang gelandangan. Ciri fisik sering juga berkaitan dengan watak psikis, misalnya orang yang lehernya pendek biasanya mudah tersinggung dan mudah marah.

(2) Lifelikeness