EFEK LAS LISTRIK TERHADAP KOROSI BAJA KARBON RENDAH DI LINGKUNGAN PANTAI
EFEK LAS LISTRIK TERHADAP
KOROSI BAJA KARBON RENDAH
DI LINGKUNGAN PANTAI
Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Diajukan oleh :
RIAFERBA
NIM : 035214029
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
THE EFFECT OF WELD JOINT
ON LOW CARBON STEEL CORROSION
IN COASTAL ENVIRONMENT
Final Project
Presented as partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering by
RIAFERBA
Student Number : 035214029
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
TUGAS AKHIR
EFEK LAS LISTRIK TERHADAP KOROSI BAJA KARBON
RENDAH DI LINGKUNGAN PANTAI
Disusun oleh :
Riaferba
NIM : 035214029
Telah Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing
(Budi Setyahandana, S.T., M.T.) Tanggal, 28 Agustus 2008
TUGAS AKHIR
EFEK LAS LISTRIK TERHADAP KOROSI BAJA KARBON
RENDAH DI LINGKUNGAN PANTAI
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
RIAFERBA
NIM : 035214029
Telah dipertahankan didepan panitia penguji Pada tanggal 26 Agustus 2008
Dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji
Ketua : Budi Sugiharto, S.T., M.T. ....................
Sekretaris : Ir. Rines, M.T. Anggota : Budi Setyahandana, S.T , M.T. ....................
Yogyakarta, 28 Agustus 2008
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, Agustus 2008 Penulis
INTISARI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan tarik, laju korosi dan tampilan visual permukaan baja yang terkorosi di lingkungan pantai.
Bahan yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah setebal 2 mm yang telah mengalami pengelasan.
Proses pengkorosian dilakukan dengan meletakkan spesimen uji pada lingkungan sekitar pantai yang berjarak 200 m dari bibir pantai. Spesimen yang akan dikorosi dibagi dalam 3 bagian, yaitu spesimen terkorosi 1 bulan (30 hari), spesimen terkorosi 2 bulan (60 hari), dan spesimen terkorosi 3 bulan (90 hari).
Setelah perlakuan korosi, bahan diuji tarik di Laboratorium Logam Universitas Sanata Dharma.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan laju korosi dari 0,05 gr/dm²/bulan untuk spesimen las yang terkorosi selama 1 bulan hingga 0,24 gr/dm²/bulan untuk spesimen las terkorosi 3 bulan.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Nama : Riaferba NIM : 035214029 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, Saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EFEK LAS LISTRIK TERHADAP KOROSI BAJA KARBON
RENDAH DI LINGKUNGAN PANTAI
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 25 Agustus 2008 Yang menyatakan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini adalah sebagian persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1 program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dalam judul “Efek Korosi Pada Kekuatan Sambungan Las Baja Karbon Rendah“ ini karena adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Greg. Heliarko, S.J, S.S, B.S.T., M.A., M.Sc. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Budi Sugiarto, S.T, M.T., Ketua Program studi Teknik Mesin.
3. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Doddy Purwadianto, S.T, M.T., Dosen Pembimbing Akademik.
5. Segenap Dosen di Jurusan Teknik Mesin, yang telah membimbing penulis selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
6. Kepala Laboratorium dan Laboran Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin untuk menggunakan fasilitas
8. Mitha yang selalu memberi bantuan semangat dan dorongan dalam menyusun Tugas Akhir ini.
9. Semua rekan-rekan mahasiswa TM 2003.
10. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.
Semoga naskah ini berguna bagi mahasiswa Teknik Mesin dan pembaca lainnya. Jika terdapat kesalahan dalam penulisan naskah ini, penulis memohon dengan sangat kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan isi naskah ini.
Yogyakarta, Agustus 2008 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul............................................................................................... i
Title page........................................................................................................ ii
Pengesahan .................................................................................................... iii
Pernyataan ..................................................................................................... v Intisari ............................................................................................................ vi Publikasi.........................................................................................................vii
Kata pengantar.............................................................................................. viii
Daftar isi......................................................................................................... x
Daftar gambar ............................................................................................... xiv Daftar tabel .................................................................................................... xvi BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................1 1.1 Latar belakang penelitian ...................................................
1 1.2 Tujuan penelitian.................................................................
1 1.3 Batasan penelitian ...............................................................
2 1.4 Sistematika penulisan..........................................................
2 BAB II. DASAR TEORI ..........................................................................
4 2.1 Klasifikasai besi dan baja....................................................
4
B.3 Struktur Mikro Besi dan Baja ...............................
13 2.2 Perlakuan Panas (Heat Treatment)......................................
16 a. Quenching atau Hardening..............................................
16 b. Tempering .......................................................................
16 c. Normalizing ....................................................................
17 d. Annealing ........................................................................
17 2.3 Korosi .................................................................................
18 2.3.1 Macam-macam Korosi pada Baja ..........................
19
2.3.2 Laju Korosi ............................................................. 21
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruihi korosi baja karbon di air laut .....................................................
22 2.4 Pengelasan Listrik ...............................................................
23
2.4.1 Sejarah ................................................................... 23
2.4.2 Prinsip Kerja .......................................................... 24 2.5 Pengujian Tarik ..................................................................
25 2.6 Analisa-Statistik Data Eksperimen ....................................
29 BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... 31 3.1 Skema Penelitian.................................................................
31 3.2 Persiapan Bahan .................................................................
32 3.3 Pembuatan Spesimen ..........................................................
32
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... 37 4.1 Perhitungan Luas Permukaan Spesimen ............................
4.2.5 Hasil uji tarik spesimen terkorosi 3 bulan dengan pengelasan .................................................................
58 f. Grafik ..........................................................................
57 e. Spesimen las terkorosi 3 bulan ....................................
56 d. Spesimen las terkorosi 2 bulan ....................................
54 c. Spesimen las terkorosi 1 bulan.....................................
53 b. Spesimen mula-mula las...............................................
53 a. Spesimen mula-mula tanpa las .....................................
51 4.3 Analisa-Statistik Data Hasil Uji Tarik ...............................
51
37 4.2 Hasil Penelitian Uji Tarik ..................................................
4.2.4 Hasil uji tarik spesimen terkorosi 2 bulan dengan pengelasan .................................................................
50
4.2.3 Hasil uji tarik spesimen terkorosi 1 bulan dengan pengelasan .................................................................
49
4.2.2 Hasil uji tarik spesimen mula-mula dengan pengelasan .................................................................
4.2.1 Hasil uji tarik spesimen mula-mula tanpa pengeluaran................................................................ 47
42
59
4.4.1 Laju korosi spesimen terkorosi 1 bulan dengan pengelasan .................................................................
63 4.4.3 Laju korosi terkorosi 2 bulan dengan pengelasan .....
64
4.4.4. Laju korosi spesimen terkorosi 3 bulan dengan pengelasan .................................................................
64 4.5 Analisa-Statistik Data Penelitian dari Laju Korosi ............
65 4.5.1 Spesimen las terkorosi 1 bulan .................................
65 4.5.2 Spesimen las terkorosi 2 bulan .................................
66 4.5.3 Spesimen las terkorosi 3 bulan .................................
68 4.6 Grafik .................................................................................
69 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 71 5.1 Kesimpulan ........................................................................
71 5.2 Saran ...................................................................................
72 Daftar pustaka............................................................................................... 73
Lampiran ....................................................................................................... 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram struktur mikro baja karbon ...........................................35 Gambar 4.1 Spesimen keseluruhan ................................................................
40 Gambar 4.8 Potongan spesimen......................................................................
39 Gambar 4.7 Potongan spesimen......................................................................
39 Gambar 4.6 Potongan spesimen......................................................................
38 Gambar 4.5 Potongan spesimen......................................................................
38 Gambar 4.4 Potongan spesimen......................................................................
37 Gambar 4.3 Potongan spesimen......................................................................
37 Gambar 4.2 Potongan spesimen .....................................................................
34 Gambar 3.6 Alat uji tarik ................................................................................
12 Gambar 2.2 Diagram keseimbangan besi karbon ...........................................
34 Gambar 3.5 Timbangan elektrik digital ..........................................................
33 Gambar 3.4 Tempat penjemuran spesimen ....................................................
32 Gambar 3.3 Bentuk dan ukuran spesimen ......................................................
31 Gambar 3.2 Pelat baja mula-mula ..................................................................
26 Gambar 3.1 Skema penelitian .........................................................................
24 Gambar 2.4 Diagram hubungan tegangan dan regangan ................................
15 Gambar 2.3 Las busur listrik karbon...............................................................
40
Gambar 4.13 Spesimen terkorosi 3 bulan .......................................................46 Gambar 4.14 Grafik rata-rata uji tarik.............................................................
59 Gambar 4.15 Grafik rata-rata uji tarik-analisis deviasi...................................
60 Gambar 4.16 Grafik rata-rata laju korosi ........................................................
69 Gambar 4.17 Grafik rata-rata laju korosi-analisis deviasi ..............................
70
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil uji tarik spesimen mula-mula tanpa pengelasan .................52 Tabel 4.11 Data hasil uji tarik spesimen mula-mula tanpa pengelasan ..........
56 Tabel
55 Tabel 4.15 Data hasil uji tarik spesimen las terkorosi 1 bulan .......................
4.14 Tabel hasil analisis deviasi standar uji tarik tak doyong spesimen mula-mula las ...............................................................
54 Tabel
54 Tabel 4.13 Data hasil uji tarik spesimen mula-mula dengan pengelasan .......
4.12 Tabel hasil analisis deviasi standar tak doyong uji tarik spesimen mula-mula tanpa pengelasan ........................................
53 Tabel
52 Tabel 4.10 Tabel kekuatan tarik, putus dan regangan spesimen terkorosi 3 bulan .............................................................................................
47 Tabel 4.2 Data kekuatan tarik, putus dan regangan ......................................
51 Tabel 4.9 Data hasil uji tarik spesimen terkorosi 3 bulan ............................
51 Tabel 4.8 Tabel kekuatan tarik, putus dan regangan spesimen terkorosi 2 bulan .............................................................................................
50 Tabel 4.7 Tabel hasil uji tarik spesimen terkorosi 2 bulan ...........................
50 Tabel 4.6 Tabel kekuatan tarik, putus dan regangan spesimen terkorosi 1 bulan .............................................................................................
49 Tabel 4.5 Data hasil uji tarik spesimen terkorosi 1 bulan ............................
49 Tabel 4.4 Tabel kekuatan tarik, putus dan regangan spesimen mula-mula las ..................................................................................................
48 Tabel 4.3 Hasil uji tarik spesimen mula-mula dengan pengelasan ..............
4.16 Tabel hasil analisis deviasi standar tak doyong uji tarik
Tabel
4.20 Tabel hasil analisis deviasi standar tak doyong uji tarik spesimen las terkorosi 3 bulan ......................................................
59 Tabel 4.21 Data perubahan berat spesimen terkorosi 1 bulan ........................
63 Tabel 4.22 Tabel laju korosi spesimen terkorosi 1 bulan ...............................
63 Tabel 4.23 Data perubahan berat spesimen terkorosi 2 bulan ........................
64 Tabel 4.24 Tabel laju korosi spesimen terkorosi 2 bulan ...............................
64 Tabel 4.25 Data perubahan berat spesimen terkorosi 3 bulan ........................
64 Tabel 4.26 Tabel laju korosi spesimen terkorosi 3 bulan ...............................
65 Tabel 4.27 Data perubahan berat spesimen terkorosi 1 bulan ........................
65 Tabel 4.28 Tabel hasil analisis deviasi standar tak doyong laju korosi spesimen las terkorosi 1 bulan ......................................................
66 Tabel 4.29 Data perubahan berat spesimen terkorosi 1 bulan ........................
66 Tabel 4.30 Tabel hasil analisis deviasi standar tak doyong laju korosi spesimen las terkorosi 2 bulan ......................................................
67 Tabel 4.31 Data perubahan berat spesimen terkorosi 1 bulan.........................
68 Tabel 4.32 Tabel hasil analisis deviasi stadar tak doyong laju korosi spesimen las terkorosi 3 bulan ......................................................
69
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan teknologi dewasa ini sangat pesat, sehingga memicu terjadinya persaingan kualitas produk. Banyak produsen melakukan berbagai macam riset agar produknya mempunyai mutu tinggi dan tahan korosi. Baja merupakan salah satu bahan yang sering dipakai di bidang teknik mesin karena mudah dibentuk, ulet dan mudah didapat. Baja juga kurang tahan terhadap korosi, salah satunya korosi di lingkungan pantai.
Berdasarkan dari permasalahan yang ada, penulis melakukan beberapa penelitian mengenai baja di lingkungan pantai, tepatnya baja karbon rendah yang mengalami pengelasan dan yang tidak. Penulis memilih penelitian ini sebagai judul tugas akhir karena penggunaan baja yang semakin banyak diaplikasikan di lingkungan pantai.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh korosi di lingkungan pantai terhadap baja karbon rendah, baik yang dilas maupun tidak dilas antara lain :
1.3. Batasan Penelitian
Judul dari Tugas Akhir yang penulis susun sebenarnya bisa mencakup permasalahan yang luas. Maka agar pembahasannya terfokus, penulis memberikan batasan permasalahan sebagai berikut:
1. Bahan yang digunakan adalah Baja Karbon Rendah (Fe-C), dengan tebal 2 mm.
2. Benda uji dijemur di lingkungan pesisir pantai, dengan jarak 100 meter dari bibir pantai pada alam terbuka selama tiga bulan.
3. Benda uji kemudian diuji tarik di laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma.
4. Penimbangan benda uji dengan timbangan digital di Laboratorium Farmasi Universitas Sanata Dharma.
1.4 Sistematika penulisan
Penulisan dalam tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
1. BAB I membahas mengenai latar belakang penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.
2. BAB II memaparkan tinjauan pustaka yang berisi klasifikasi besi dan baja, sifat-sifat baja, pengaruh unsur spesifik pada baja, struktur mikro besi dan baja, jenis-jenis korosi dan pengelasan listrik yang dilakukan.
4. BAB IV menyajikan hasil penelitian dan pembahasan yang berisi data serta perhitungan laju korosi benda uji.
5. BAB V berisi kesimpulan yang diambil dari perhitungan dan data yang ada, serta saran-saran yang diajukan oleh penulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Besi dan Baja A. Besi
Besi merupakan elemen logam penyusun utama pada baja. Pada suhu 1539ºC, besi cair mulai membeku. Pada pendinginan selanjutnya, larutan padat menunjukkan titik henti pada 1400ºC dan pada suhu ini besi mengalami perubahan susunan kristal. Besi pada suhu 1539 – 1400ºC disebut besi dengan susunan
δ. Besi dengan suhu 1400 – 910ºC disebut dengan susunan ∂. Besi dengan suhu 910 – 768 ºC disebut besi β. Besi dengan suhu 768ºC sampai suhu kamar disebut besi
α..
B. Baja
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi (Fe), karbon (C) dan unsur lainnya. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran dan penempaan.
Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja.
Besi dan baja merupakan logam yang banyak dipakai dan yang paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi. Yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling keras dan tajam, sekalipun pisau potong, atau apa saja dengan bentuk struktur logam dapat dibuat dengan pengecoran.
Dari unsur besi (Fe) berbagai bentuk struktur logam dapat dibuat, itulah sebabnya mengapa besi dan baja disebut bahan multifungsi. Namun di beberapa bidang lainnya, logam ini cenderung mendapat persaingan dari logam bukan besi. Diperkirakan bahwa besi dan baja telah dikenal manusia sekitar tahun 1200 SM.
Untuk mendapatkan baja, harus dilakukan serangkaian proses peleburan bijih besi yang merupakan hasil tambang yang dilebur dalam dapur tinggi untuk mendapatkan besi mentah (pig iron). Besi mentah hasil dapur tinggi masih mengandung unsur-unsur C, Si, Mn, P dan S dengan jumlah yang cukup besar. Kandungan-kandungan unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh baja yang sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P, dan S dari besi mentah lewat proses oksidasi peleburan.
Untuk memproduksi baja dapat ditempuh dengan cara pengecoran (casting), atau cara metalurgi serbuk (powder metalurgy). Pengecoran
furnance ) atau melebur kembali baja scraps ke dalam dapur pengolahan
baja (steel furnance). Dengan cara tersebut, baja diperoleh dengan cara memadatkan (compacting) campuran serbuk besi lainnya dalam satu wadah tertentu dan selanjutnya dilakukan pemanasan (sintering) terhadap hasil compacting .
Berdasarkan kadar karbon, baja dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Baja karbon rendah (<0,30%)
Semakin sedikit unsur karbon yang ada maka semakin mendekati sifat besi murni. Baja karbon rendah ditinjau dari kekuatannya memiliki sifat sedang, liat, serta tangguh. Baja ini mudah di mesin dan mampu las. Sehingga digolongkan dalam machinability rating 55% - 60% dari C1112 (AISI). Saat dipotong, baja ini perlu diperhatikan karena bisa menimbulkan kecenderungan untuk terjadinya built up disisi potong dari pahat sehingga pemotongan menjadi tidak efisiensi.
b. Baja karbon sedang (0,30% - 0,60%) Machinability rating 55% - 70% dari B1112 (AISI). Baja ini lebih keras
dari baja karbon rendah, dan sifatnya juga lebih kuat dan tangguh tetapi kurang liat. Sifat baja karbon sedang dapat diubah dengan cara heat treatment. Pembentukannya dengan cara ditempa.
c. Baja karbon tinggi (0,60% - 1,40%) dan untuk mengurangi sifat getasnya di temper. Baja jenis ini dipergunakan untuk pembuatan pegas, alat-alat pertanian dan lain-lain.
AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society of
Automotive Engineers ) memberi kode untuk baja karbon biasa dengan
seri 10xx. Dua angka terakhir menunjukan kandungan karbon (C) dalam baja tersebut. Sebagai contoh : seri 1050 berarti baja karbon dengan kandungan C sebesar 0,50 % berat. Seri 1080 berarti baja karbon dengan kandungan karbon sebesar 0,80 % berat.
B.1 Sifat-Sifat Baja 1.
Malleability / dapat ditempa Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dengan mudah dibentuk, baik dalam keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi retak (misal menggunakan hammer / palu atau dirol).
2. Ductility / ulet Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.
3. Toughness / ketangguhan Adalah kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan beberapa kali tanpa mengalami retak.
4. Hardness / kekerasan Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan penetrasi logam lain
5. Strength / kekuatan Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan gaya yang bekerja atau kemampuan untuk menahan deformasi
Weldability / mampu las 6.
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat mudah dilas, baik menggunakan las listrik, karbit, atau gas.
Corrosion resistance / tahan korosi 7.
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan korosi atau karat akibat kelembaban udara, zat-zat kimia, dan lain-lain.
8. Machinability / mampu mesin Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dikerjakan dengan mesin (misal mesin bubut, frais, dan lain-lain).
9. Elasticity / kelenturan Adalah kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk semula tanpa mengalami deformasi plastis yang permanen.
10. Britlleness / kerapuhan Adalah sifat logam yang mudah retak dan pecah. Sifat ini
B.2 Pengaruh Spesifik Unsur Paduan pada Baja
Unsur paduan Sulfur ( S ) dan Phospor ( P ) a.
Semua baja mengandung unsur S dan P. Unsur-unsur S dan P ini sebagian berasal dari kotoran terbawah biji besi sebelum diolah dalam dapur tinggi. Kadar S dan P harus dibuat sekecil mungkin karena unsur S dan P akan menurunkan kualitas dari baja. Kadar S dalam jumlah banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas) sedangkan unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu rendah (dingin). Kadang-kadang unsur P perlu ditambahkan pada baja agar mudah dikerjakan dengan mesin perkakas dan agar mendapatkan ukuran tatal lebih kecil ketika dikerjakan dengan mesin otomatis.
b. Unsur paduan Mangan ( Mn ) Semua baja mengandung mangan, karena mangan sangat diperlukan dalam pembuatan baja. Kadar mangan lebih kecil dari 0,6 % tidak dianggap sebagai unsur paduan karena tidak mempengaruhi sifat baja secara mencolok. Unsur mangan dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoksider (pengikat O )
2
sehingga proses peleburan dapat berlangsung secara baik. Kadar c. Unsur paduan Nikel ( Ni ) Unsur nikel memberi pengaruh yang sama, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Apabila kadar Ni cukup banyak maka akan menjadikan baja austenit pada suhu kamar. Ni membuat struktur butiran halus sehingga menaikan keuletan baja. Unsur pada Silikon ( Si ) d.
Unsur silikon selalu terdapat dalam baja. Unsur silikon menurunkan laju perkembangan gas sehingga mengurangi sifat berpori baja. Silikon akan menaikkan tegangan tarik baja dan menurunkan pendinginan kritis. Unsur silikon harus selalu ada dalam baja walaupun dalam jumlah yang sangat kecil hal ini dikarenakan akan memberikan sifat mampu las dan mampu tempa pada baja. Unsur paduan Cromium (Cr) e.
Unsur cromium dapat memindahkan titik eutektik ke kiri. Cromium dan karbon akan membentuk karbida yang akan menaikan kekerasan baja. Cromium akan menaikan kemampuan potong, kekerasan dan daya tahan alat perkakas terhadap korosi, tetapi menurunkan keuletan. Cromium akan menurunkan f. Unsur paduan Cobalt (Co) Pada umumnya unsur cobalt digunakan bersama-sama unsur paduan lainya. Cobalt menaikan daya tahan aus dan menghalangi pertumbuhan butiran. Unsur paduan Tungsten (W), Molibdenum (Mo), Vanadium (V) g.
Seperti Cr, unsur-unsur ini akan membentuk karbida dalam baja yang akan menaikan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Unsur-unsur ini juga memberikan daya tahan panas pada alat perkakas yang bekerja dengan kecepatan tinggi.
Unsur-unsur ini tidak begitu mempengaruhi kecepatan pendinginan baja tetapi menaikan titik eutektik baja. Unsur paduan ini terutama digunakan pada pahat baja HSS (High Speed Steel).
h. Karbon (C) Karbon merupakan unsur utama pada baja. Dengan Fe maka akan membentuk Fe
3 C (sementit). Peningkatan kadar karbon akan
menambah kekerasan baja. Di atas 0,83 % C, kekuatan baja akan turun, meskipun kekerasan baja bertambah.
Gambar 2.1 Diagram struktur mikro baja karbon( Sumber : Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik hal 71 )
Perubahan-perubahan yang diakibatkan perbedaan kadar karbon tersaji pada gambar 2.1. Dengan naiknya kadar karbon (%C), maka bertambah besar pula noda flek hitam (flek perlit), akibat dari itu berkurang pula flek putih (ferrit=besi murni). Pada saat kadar karbon mencapai 0,85% maka besi dalam keadaan jenuh terhadap karbon. Struktur seperti itu disebut perlit lamellar, yaitu campuran yang sangat halus dan berbentuk batang-batang kristal. Campuran kristal tersebut terdiri dari ferrit dan sementit. Apabila kadar karbon nilainya bertambah besar, maka sementit akan berkurang dan flek-flek perlit akan bertambah.
B.3 Struktur Mikro Besi dan Baja Diagram Fasa Besi Karbida
Pada paduan besi karbon terdapat fasa karbida yang disebut
sementit dan juga grafit. Grafit lebih stabil daripada sementit. Titik-
titik penting yang tersaji pada gambar diagram 2.2 adalah :
A : Titik cair besi B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik .
H : Larutan pada δ yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik .
J : Titik peritektik. Selama pendinginan austenit pada
komposisi J, fasa γ terbentuk dari larutan padat δ pada komposisi H dan cairan pada komposisi B.
N : Titik transformasi dari besi δ dan ke besi γ, titik transformasi
A 4 dari besi murni.
C : Titik eutektik, selama pendinginan fasa γ dengan komposisi
E dan sementit pada komposisi F (6,67% C) terbentuk dari cairan pada komposisi C. Fasa eutektik ini disebut ledeburit.
E : Titik yang menyatakan fasa γ, ada hubungan dengan reaksi
G : Titik transformasi besi γ dari dan ke besi
α. Titik transformasi A
3 untuk besi.
P : Titik yang menyatakan ferit, fasa
α, ada hubungan dengan reaksi eutectoid. Kelarutan maksimum dari karbon kira-kira 0,02%.
S : Titik eutectoid. Selama pendinginan, ferit pada komposisi P
dan sementit pada komposisi K (sama dengan F) terbentuk simultan dari austenit pada komposisi S. Reaksi eutectoid ini dinamakan rekasi A 1 dan fasa eutectoid ini disebut perlit. : Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dengan
GS
komposisi, dimana mulai terbentuk ferit dari austenit. Garis ini dinamakan garis a
3 .
ES : Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dengan
komposisi, di mana mulai terbentuk sementit dari austenit.Garis ini dinamakan garis A .
cm A 2 : Titik transformasi magnetic untuk besi atau ferit.
A : Titik transformasi magnetic untuk sementit.
Gambar 2.2 Diagram keseimbangan besi karbon ( Sumber : Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik 1987,Hal. 70).Baja yang berkadar karbon sama dengan komposisi eutektoid (0,8%C) dinamakan baja eutektoid. Yang berkadar karbon kurang dari
2.2. Perlakuan Panas ( Heat Treatment )
Perlakuan panas pada baja dimaksudkan untuk memberikan sifat-sifat yang lebih baik dengan proses baja dipanaskan sampai suhu tertentu dalam waktu tertentu, serta proses pendinginannya dengan cara tertentu pula. Pemanasan baja menggunakan dapur yang pada umumnya berupa dapur listrik atau dapur gas.
Perlakuan panas pada baja dapat berupa :
a. Quenching atau Hardening
Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan baja sekitar 30 -
50 C di atas suhu kritis dan ditahan dalam waktu tertentu kemudian didinginkan secara cepat. Baja yang sudah diquenching mempunyai struktur martensit yang dapat membuat baja menjadi lebih keras. Hal ini juga menaikkan tegangan dalam sehingga baja menjadi getas. Media yang digunakan sebagai pendingin dapat tergantung dari jenis baja dan lamanya pemanasan dapat berupa air, solar, oli, dan minyak. Perlakuan panas ini bertujuan untuk membuat baja menjadi keras.
b. Tempering
Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan baja sedikit di bawah Perlakuan panas ini biasanya dilakukan pada baja yang sudah mengalami proses quenching.
c. Normalizing
Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan baja di atas suhu titik ubah atas. Baja dipanaskan perlahan sampai suhu pemanasan yang terletak di antara 20 - 30ºC di atas suhu kritis dan ditahan beberapa saat kemudian didinginkan perlahan. Perlakuan ini bertujuan untuk memperbaiki atau menghilangkan struktur butiran kasar pada baja. Dengan kata lain normalising bertujuan untuk mengembalikan struktur baja ke keadaan normal.
d. Annealing
Proses ini dilakukan dengan memanaskan baja pada suhu 30 - 50ºC di atas garis GSE pada diagram Fe-C. Baja hypoeutektoid dipanaskan pada suhu 30 - 50ºC di atas garis GS. Sedangkan baja hypereutektoid dipanaskan pada suhu 30 - 50ºC di atas garis SE pada diagram Fe-C. Proses annealing bertujuan untuk membuat baja menjadi lebih plastis dan liat. Sehingga baja yang keras dapat dikerjakan melalui permesinan atau pengerjaan dingin.
2.3. Korosi
Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas bahan karena terjadi reaksi dengan lingkungan. Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia dan kimiawi.Walaupun besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling banyak digunakan dan paling mudah mengalami korosi. Semakin tinggi kadar karbon pada baja, maka semakin mudah baja mengalami korosi. Begitu juga sebaliknya.
Pencegahan korosi sejak awal sampai sekarang, banyak membebani peradaban manusia dikarenakan : Biaya karena korosi sangat mahal, baik akibat korosi maupun a. pencegahannya. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.
b.
c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.
Korosi terjadi pada logam, karena kebanyakan logam ditemukan dialam dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat ditemukan. Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi proses elektrokimia.
Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada plastik terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada korosi logam biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda. Korosi secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : Korosi Logam Sejenis a.
b. Korosi Logam Tak Sejenis
2.3.1 Macam – Macam Korosi Pada Baja
a. Korosi Merata Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara diseluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan pengkorosi. Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating, inkibitor (memakai bahan kimia), proteksi katodik.
Korosi Dwi Logam b.
Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis.
c. Korosi Pitting (kondisi pada air laut) Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk lubang – lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat menyebabkan runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk menghindari dipakai bahan – bahan yang tidak mempunyai korosi pitting antara lain : baja tahan karat 304, baja tahan karat 316, tembaga, incoloy, besi tuang, kuningan, perunggu, titanium dan d. Korosi Crevice (Korosi Celah) Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela – sela antara logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan didalamnya tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket, keling, baut, katub dan sebagainya.
Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan las, bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak menyerap cairan (memakai teflon).
e. Korosi Intergranuler (antar butir atau batas butir) Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang bertemperatur tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar karbon, misalnya sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C 23 6 seperti pada stainless steal 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).
2.3.2 LAJU KOROSI
Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor (Setyahandana, B , Bahan Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD, yogyakarta.). faktor-faktor itu antara lain : a. Karbon dioksida.
Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan membentuk asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.
b. Oksigen.
Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam kondisi – kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel – ketel baja.
Oksigen juga dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika terlempar keluar dari air saat temperatur naik dan masuk kedalam sistem.
c. Garam – garam magnesium dan kalsium.
Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari air ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam. Ketika kerak menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga efisiensi hilang dan mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau distorsi serta terbentuknya endapan kerak kosong.
Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm per tahun sudah biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm per tahun bila endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air laut laju korosi rata-rata agaknya berada didaerah antara 0,1 – 0,15 mm per tahun.
Untuk mengetahui laju korosi pada bahan baja karbon rendah menggunakan rumus sebagai berikut :
v = Δ x t
dengan : Δ x = Jarak tempuh (m) T = Waktu (t)
2.3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi baja karbon di air laut a. Ion klorida.
Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon dan logam – logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam laut mengandung klorida lebih dari 55 %.
b. Hantaran listrik.
Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan katoda tetap bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat c. Oksigen.
Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katudik. Oksigen dengan mendeplorasikan katoda, mempermudah serangan; jadi kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan korosi.
Kecepatan zat pengkorosi.
d.
Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut yang bergerak mungkin :
- Menghancurkan lapisan penghalang karat.
- Mengandung lebih banyak oksigen. Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga korosi berlanjut.
e. Temperatur.
Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan kerak yang protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.
2.4. PENGELASAN LISTRIK
2.4.1 Sejarah
Ditemukan pada abad ke-19 dengan memperkenalkan metode sederhana. Kelemahan utama proses las listrik karbon ini adalah oksidasi yang sangat tinggi pada lasan sehingga mudah terjadi korosi, oleh karena itu jenis las ini belum banyak dipakai.
Gambar 2.3 Las busur listrik karbonJenis pengelasan ini mampu bertahan cukup lama. Selama beberapa decade las busur elektroda batangan mendominasi pasaran, menggeser las oksiasitelin, karena kemampuannya lebih baik dan prosesnya lebih cepat, terutama untul benda-benda tebal. Keterbatasan las busur elektroda batangan adalah panjang elektroda yang relatif terbatas, sehingga setiap periode tertentu pengelasan harus berhenti untuk mengganti elektroda.
2.4.2 Prinsip Kerja
2. Kabel timbal las dan pemegang elektroda.
Kabel balik las (yang dihubungkan ke benda kerja) dan penjepitnya.
3. 4. kabel ground
Sumber jaringan AC tidak sesuai dengan pengelasan karena voltase terlalu tinggi dan arus terlalu rendah. Sehingga digunakan transformator step down untuk menurunkan tegangan yang sesuai dalam pengelasan. Karena dengan tegangan (voltase) yang rendah, maka dapat menghasilkan arus (ampere) yang tinggi. Dengan arus yang besar maka didapatkan kalor yang tinggi. Dengan catatan masih menggunakan arus bolak balik (AC).
2 .5. PENGUJIAN TARIK
Pengujian tarik adalah pengujian bahan dengan cara bahan atau benda uji diberi pertambahan panjang secara konstan dan akhirnya benda uji patah.
Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang disertai pengecilan diameter benda uji. Perbandingan antara
Δ
pertambahan panjang ( L) dengan panjang awal benda uji (L) di sebut Regangan ( ) :
ε
Δ L
ε =
L Perbandingan antara perubahan penampang setelah pengujian dan penampang awal (sebelum pengujian) disebut kontraksi ( ψ ) :
A A
− f ψ =
A
Dengan : A = Luas penampang awal benda uji A f = Luas penampang akhir benda uji Hubungan antara tegangan yang timbul σ ( σ = F/A) dan regangan yang timbul ( ε ) selama pengujian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.4 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarikσ = tegangan proporsional p σ = tegangan luluh (yielding stress) y
ε ε ε masing-masing merupakan regangan pada saat pembebanan x , t , B benda pada titik-titik X,T,B (XX’//TT’//BB’//PO).
Tegangan pada titik P disebut tegangan batas proporsional ( σ ) yaitu p tegangan tertinggi dimana hokum Hooke masih berlaku.
I F L F . L
Hukum Hooke : L x . =
Δ = E A E . A F Δ L
σ ε Dengan mengambil = dan = , maka hokum Hooke diatas dapat
A L
dinyatakan dalam bentuk : σ = x E ε Apabila beban tarik diperbesar sampai titik Y (ada pertambahan panjang Δ L), kemudian beban di turunkan sampai ke titik 0 (beban ditiadakan), maka benda uji akan kembali ke panjang semula (L). Tetapi bila pembebanan sudah berada di atas titik Y (dengan pertambahan panjang tertentu), kemudian di turunkan sampai titik 0 (beban di tiadakan), maka benda uji tidak akan kembali kepanjang semula. Dalam hal ini benda uji telah mempunyai regangan permanen atau disebut regangan plastis. Dalam kondisi ini dapat di simpulkan bahwa titik Y disebut tegangan elastis bahan ( σ ). y