Perancangan sistem perpipaan reaktor samop dengan bahan stainless steel 304 - USD Repository

PERANCANGAN SISTEM PERPIPAAN REAKTOR SAMOP
DENGAN BAHAN STAINLESS STEEL 304

TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin

disusun oleh:
YULIUS HANSTYAKA PUDYANTARA
NIM : 065214060

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

DESIGNING OF SAMOP REACTOR PIPING SYSTEM
USING 304 STAINLESS STEEL


A FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
to Obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering

by:
YULIUS HANSTYAKA PUDYANTARA
Student Number: 065214060

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2008
ii

HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR


PERANCANGAN SISTEM PERPIPAAN REAKTOR SAMOP
DENGAN BAHAN STAINLESS STEEL 304

Oleh :
YULIUS HANSTYAKA PUDYANTARA
NIM : 065214060

Telah disetujui oleh:
Pembimbing I

Pembimbing II

Budi Setyahandana, S.T., M.T.

Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU.

iii

PENGESAHAN TUGAS AKHIR


PERANCANGAN SISTEM PERPIPAAN REAKTOR SAMOP
DENGAN BAHAN STAINLESS STEEL 304
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
YULIUS HANSTYAKA PUDYANTARA
NIM : 065214060
Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji
Pada tanggal 12 Mei 2008
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Ketua

Tanda Tangan

: Ir. Rines, M.T.

..............................................

Sekretaris : Doddy Purwadianto, S.T., M.T.


..............................................

Anggota

: Budi Setyahandana, S.T., M.T.

..............................................

Anggota

: Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU.

..............................................

Yogyakarta, 31 Mei 2008
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Dekan


Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc.

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang
saya tulis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun,
dan tidak memuat hasil karya atau bagian karya orang lain, kecuali
yang

telah

disebutkan

dalam

kutipan


dan

daftar

pustaka,

sebagaimana layaknya karya ilmiah.”

Yogyakarta, Mei 2008

Yulius Hanstyaka Pudyantara

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama

Nomor Mahasiswa

: Yulius Hanstyaka Pudyantara
: 065214060

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERANCANGAN SISTEM PERPIPAAN REAKTOR SAMOP DENGAN
BAHAN STAINLESS STEEL 304
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan
mempublikasikannnya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 7 Juni 2008
Yang menyatakan,


(Y. Hanstyaka Pudyantara)

vi

Kupersembahkan tugas akhir ini kepada :

Allah Bapa di Surga atas Terang yang Engkau berikan
Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan dan bimbinganNya selalu
Bunda Maria atas perlindungan dan kasih sayangNya
Bapak dan Ibu Tercinta
Petrus Titus Srihono dan Margareta Maria Suprapti
atas segala pengorbanan, dukungan, semangat serta doa
Saudara saudariku tercinta Hana dan Agung, Hesti serta Ivon
Kekasihku tercinta Florentina Yeni Susanti (Neyzt)
Almamaterku Teknik Mesin USD
Sacra Familia Choir

vii


MOTTO

Nothing that better than an experience.
If you want to stay, so you’ll be stay. If you want to move, you’ll be moved.
And if you want to start, you’ll find your way.
Think of goodness, so you’ll feel better.
Kadang-kadang cahaya kita mati,
tapi dinyalakan kembali oleh seorang manusia lain.
Kita semua berhutang terima kasih yang paling dalam kepada mereka
yang telah menyalakan lagi cahaya ini.
(Albert Schweitzer)
Don’t tell them how to do it, but show them how to do that and don’t tell
anything. If you tell them, they know your lips. But if you show them, they’re do
by them self.
(Maria Montessori)
Be careful with your mind, because they’re will be words.
Be careful with your words, because they’re will be a habit.
Be careful with your habits, because they’re will be a character.
Be careful with your characters, because it will be your destiny.
(Frank Outlow)


viii

INTISARI

Reaktor SAMOP (Sub Critical Assembly for Mo99 Production) adalah
suatu alat yang berfungsi untuk memproduksi radioisotop Mo99 sebagai
pembangkit Tc99m yang sangat berguna untuk diagnostik dalam bidang kedokteran
nuklir. Radioisotop Mo99 diperoleh dengan ekstraksi Uranium Nitrat
(UO2(NO3)2), yang saat ini sedang dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Yogyakarta.
Reaktor SAMOP menggunakan sistem perpipaan sebagai komponen
utama dan dirancang dengan bahan pipa Stainless Steel 304, dengan ukuran pipa
3/8 inchi. Dengan mengacu pada ANSI/ASME B31.3, proses perancangan
dilakukan dengan menghitung ketebalan minimum pipa berdasarkan usia
pemakaian yaitu 5 sampai dengan 10 tahun, tekanan sebesar 1 atm, temperatur
50°C dan laju korosi sebesar 0,01 mm/tahun. Aplikasi pengerjaan, instalasi,
hingga proses pengujian, serta pengambilan data telah dilakukan dengan membuat
prototipe. Serta telah dilakukan pengujian untuk mengamati hasil perancangan.
Hasil perancangan berdasarkan hitungan diperoleh tebal nominal pipa

untuk pemakaian 5 tahun adalah 0,59 mm. Dengan mengacu pada tabel dimensi
pipa pada nominal pipa 3/8 inchi, maka tebal nominal pipa yang dipakai adalah
1,61 mm. Dengan demikian pipa dapat digunakan hingga 10 tahun. Untuk
pengujian instalasi dengan menggunakan air mineral sebagai fluida penguji
pengganti Uranium Nitrat, dan dengan tekanan 1 atm (tanpa tekanan tambahan),
serta pada suhu normal yaitu 27°C diperoleh laju aliran dari tabung reservoir
menuju teras SAMOP sebesar 2,06 liter/menit dan dari teras SAMOP menuju
tabung tunda adalah sebesar 2,034 liter/menit.

ix

ABSTRACT

SAMOP (Sub Critical Assembly for Mo99 Production) Reactor is a device
functioning for radioisotope Mo99 production as generator Tc99m which can be use
for diagnostic in the field of nuclear medicine. It’s being developed by Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) in Yogyakarta by extraction of Uranium
Nitrate (UO2(NO3)2).
SAMOP Reactor applies piping system as a principal component with
Stainless Steel 304 material, by nominal pipe is 3/8 inch. By ANSI/ASME B31.3
references, process of design is started by calculating thickness of pipe based on
usage life is 5 until 10 years, pressure is 1 atm, temperature is 50°C and corrosion
rate is 0,01 mm/years. The application of design, installation, until testing process,
and also intake of data is implemented and also has been tested to observing the
result.
Based on calculation, a nominal thickness design of pipe for 5 years usage
is result 0,59 mm. By relating at tables of pipe dimension at 3/8 inch nominal
pipe, nominal thickness of pipe is used 1,61 mm. In this case pipe have 10 years
usage life. For assaying of installation, pure water is used as fluid tester as the
substitution of Uranium Nitrate. With 1 atmosphere of pressure (additional nonpressure) and in 27°C of temperature, obtained flow-rate from reservoir-tube to
reactor-tube equal to 2,06 liters/minute and from reactor-tube to delay-tube is
2,034 liters/minute.

x

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbingan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, dengan judul
“Perancangan Sistem Perpipaan Reaktor SAMOP dengan Bahan Stainless Steel
304”.
Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa ada
begitu banyak pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan sehingga
Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
2. Budi Sugiharto, S.T., M.T., Ketua Program Studi Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing penyusunan Tugas
Akhir.
4. Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU., Pembimbing penyusunan Tugas
Akhir dari Badan Teknologi Tenaga Nuklir (BATAN) Yogyakarta.
5. Ir. Rines, M.T., Ketua Penguji Ujian Pendadaran Tugas Akhir.
6. Doddy Purwadianto, S.T., M.T., Sekretaris Penguji Ujian Pendadaran
Tugas Akhir.
7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Sanata Dharma.

xi

8. Segenap Karyawan Badan Teknologi Tenaga Nuklir (BATAN)
Yogyakarta.
9. Seluruh Karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata
Dharma
10. Welly dan Gunawan, teman satu timku.
11. Damar, Adi, Lia, Agung, Andri, Maria, Era dan semua saudarasaudariku.
12. Oscar, Iwan, Aries, Ruly, Yoga, Rinto, Rudy, Adji dan semua teman
baikku.
13. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam proses penulisan naskah
tugas akhir ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan naskah
tugas akhir ini karena keterbatasan dan pengetahuan. Untuk itu penulis mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun guna lebih sempurnanya tugas akhir
ini. Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Yogyakarta, 5 Mei 2008

Penulis

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii
PENGESAHAN TUGAS AKHIR ..................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................. vi
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii
MOTTO ............................................................................................................. viii
INTISARI ........................................................................................................... ix
ABSTRACT .......................................................................................................

x

KATA PENGANTAR ....................................................................................... xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xviii
BAB I

PENDAHULUAN .............................................................................

1

1.1

Pengertian Umum ..............................................................................

1

1.2

Latar Belakang Masalah ....................................................................

1

1.3

Tujuan Perancangan ..........................................................................

2

1.4

Batasan Masalah ................................................................................

2

BAB II

DASAR TEORI .................................................................................

5

2.1. Baja Tahan Karat (Stainless Steels) ...................................................

5

2.2. Spesifikasi dari Masing-masing Jenis Baja Tahan Karat ..................

9

xiii

2.2.1. Baja Tahan Karat Martensit (Martensitic Stainless Steel) .....

9

2.2.2. Baja Tahan Karat Ferit (Ferritic Stainless Steel) ................... 10
2.2.3. Baja Tahan Karat Austenit (Austenitic Stainless Steel) ......... 11
2.2.4. Baja Tahan Karat Dupleks (Duplex Stainless Steel) .............. 12
2.2.5. Baja Tahan Karat Pengerasan Endapan (Precipitation
Hardening Steel) .................................................................... 13
2.3. Korosi Pada Stainless Steel ................................................................ 14
2.3.1. Korosi Merata (Uniform Corrosion) ..................................... 15
2.3.2. Korosi Lubang (Pitting Corrosion) ....................................... 15
2.3.3. Korosi Antar Celah (Crevice Corrosion) .............................. 18
2.3.4. Retakan Korosi Regangan (Stress Corrosion Cracking) ....... 19
2.3.5. Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion) ...................... 21
2.3.6. Galvanic Corrosion ............................................................... 23
2.4. Baja Tahan Karat 304 (SS 304) ......................................................... 24
2.4.1. Ketahanan Baja Tahan Karat 304 Terhadap Korosi Merata
(Uniform Corrosion) ............................................................... 27
2.4.2. Ketahanan Baja Tahan Karat 304 Terhadap Korosi Antar
Butir (Intergranular Corrosion) ............................................. 28
2.4.3. Ketahanan Baja Tahan Karat 304 Terhadap Korosi Retakan
Korosi Tegangan (Stress Corrosion Cracking) ...................... 29
2.4.4. Ketahanan Baja Tahan Karat 304 Terhadap Pitting/Crevice
Corrosion ................................................................................ 30

xiv

2.5. Uranium Nitrat (UO2(NO3)2) ............................................................. 31
2.5.1. Atom Uranium ....................................................................... 32
2.5.2. Energi dari Atom Uranium .................................................... 33
BAB III PERANCANGAN ............................................................................. 34
3.1. Perancangan Pipa ............................................................................... 34
3.1.1. Perancangan Pipa Reaktor SAMOP ...................................... 34
3.1.2. Perhitungan Tebal Minimum Pipa ......................................... 34
3.1.3. Perhitungan Tekanan yang Diijinkan .................................... 37
3.1.4. Ulir Pada Pipa ........................................................................ 41
3.2. Perancangan Instalasi Pipa Reaktor SAMOP .................................... 43
3.3. Diagram Alir Perancangan ................................................................ 45
BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGERJAAN .......................................... 46
4.1. Perhitungan Pipa ................................................................................ 46
4.1.1. Perhitungan Ketebalan Pipa ................................................... 46
4.1.2. Tekanan yang Diijinkan ......................................................... 49
4.1.3. Pengaruh Ulir Pada Sambungan Pipa .................................... 49
4.2. Pengerjaan Pipa Reaktor SAMOP ..................................................... 51
4.2.1. Bahan Perpipaan Reaktor SAMOP ........................................ 51
4.2.2. Alat ........................................................................................ 54
4.2.3. Pemotongan dan Pengerjaan Pipa .......................................... 55
4.2.4. Membuat Flens ...................................................................... 56
4.2.5. Membuat Sambungan Pipa Silang (Cross) ............................ 56
4.3. Sistem Instalasi Pipa Reaktor SAMOP ............................................. 56

xv

4.4. Proses Instalasi Pipa Reaktor SAMOP .............................................. 57
4.4.1. Perpipaan ............................................................................... 57
4.4.2. Bahan Tambahan ................................................................... 58
4.4.3. Alat-alat Yang Diperlukan Pada Saat Proses Instalasi .......... 59
4.4.4. Rancangan Baru ..................................................................... 59
4.4.5. Instalasi Pipa Reaktor SAMOP ............................................. 61
4.5. Metode Pengujian Instalasi Pipa Reaktor SAMOP ........................... 61
4.5.1. Persiapan ................................................................................ 62
4.5.2. Tes Kebocoran ....................................................................... 62
4.5.3. Pengujian ............................................................................... 63
4.6. Hasil Pengujian .................................................................................. 64
4.6.1. Uji Kebocoran ........................................................................ 65
4.6.2. Pengujian Instalasi Reaktor SAMOP ..................................... 65
BAB V

KESIMPULAN DAN PENUTUP ..................................................... 66

5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 66
5.2. Saran .................................................................................................. 66
5.3. Penutup .............................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.

Perbandingan sifat mekanik berbagai jenis stainless steel. .......... 13

Tabel 2.2.

Unsur kimia pada baja tahan karat 304, 304L dan 304H. ............. 26

Tabel 2.3.

Sifat mekanik stainless steel AISI 304. ........................................ 26

Tabel 2.4.

Sifat fisik dan listrik stainless steel AISI 304 pada kondisi
annealed. ....................................................................................... 27

Tabel 2.5.

Laju korosi pada baja tahan karat 304 terhadap nitric acid. ......... 28

Tabel 2.6.

Intergranular Corrosion Tests. ..................................................... 29

Tabel 2.7.

Halide (Chloride Stress Corrosion Tests). ................................... 30

Tabel 3.1.

Stainless Steel Pipe Dimensions. .................................................. 35

Tabel 3.2.

Increased Casting Quality Factor Ec. ........................................... 38

Tabel 3.3.

Straight and Spiral Longitudinal Weld Joint Quality Factor Ej. ... 38

Tabel 3.4.

Values of Y Coefficient. ................................................................. 38

Tabel 3.5a. Allowable Stresses in Tension for Metals, SE, KSI. ..................... 39
Tabel 3.5b. Allowable Stresses in Tension for Metals, SE, KSI (lanjutan) ...... 40
Tabel 3.6.

Tapping Drills for Pipe ................................................................. 41

Tabel 3.7.

Tapping and Clearance Drills for Number Machine Screws ....... 42

Tabel 3.8.

Ukuran Sambungan Pipa (Pipe Fittings) ...................................... 43

Tabel 4.1.

Data laju aliran dan tekanan. ......................................................... 65

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1.

Skema dasar Reaktor SAMOP .................................................

4

Gambar 2.1.

Diagram fase Fe-Cr. .................................................................

8

Gambar 2.2.

Diagram schaefler. ...................................................................

8

Gambar 2.3.

Hubungan antara temperatur mula dan waktu pembentukan
fase σ dan kegetasan 475°C pada baja Cr tinggi. ..................... 11

Gambar 2.4.

Hubungan berbagai jenis stainless steel. .................................. 14

Gambar 2.5.

Uniform corrosion yang menyebabkan berkurangnya dimensi
permukaan logam secara merata. .............................................. 15

Gambar 2.6.

Ilustrasi pitting corrosion pada stainless steel. ......................... 17

Gambar 2.7.

Skema proses kimia yang terjadi saat pitting corrosion
menyerang dan terus merusak logam Stainless Steel. ............... 18

Gambar 2.8.

Ilustrasi crevice corrosion yang menyerang saat 2 material
bertemu dan membentuk celah sempit, sehingga terjadi
perbedaan kandungan oksigen yang menyebabkan korosi. ...... 19

Gambar 2.9.

Ilustrasi stress cracking corrosion akibat adanya tegangan
sisa dan lingkungan korosif. ..................................................... 21

Gambar 2.10. Ilustrasi korosi pada butir akibat terjadinya sensitasi
krom (Cr) .................................................................................. 22
Gambar 2.11. Ilustrasi terjadinya korosi antara dua logam yang berbeda
jenis keaktifannya (logam A dan B).......................................... 23
Gambar 2.12. Nucleus with the isotopes. ......................................................... 33
Gambar 2.13. Chain reaction of a fission. ....................................................... 33
xviii

Gambar 3.1.

Dimensi sambungan pipa (pipe fittings) .................................. 43

Gambar 3.2.

Perancangan instalasi pipa reaktor SAMOP ............................ 44

Gambar 3.3.

Diagram alir perancangan ........................................................ 45

Gambar 4.1.

Pipa stainless steel 304 ............................................................. 52

Gambar 4.2.

Berbagai macam sambungan pipa (fitting) stainless steel 304

Gambar 4.3.

Katup jenis bola (ball valve) .................................................... 53

Gambar 4.4.

Flens (flange) dengan baut-bautnya. ........................................ 53

Gambar 4.5.

Cara memotong pipa ................................................................ 55

Gambar 4.6.

Cara membuat ulir pada pipa ................................................... 55

Gambar 4.7.

Dimensi flens (flange) .............................................................. 56

Gambar 4.8.

Skema instalasi reaktor SAMOP (penyesusaian) ..................... 60

xix

52

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Umum
Dewasa ini banyak dikembangkan teknologi yang diharapkan sangat
berguna bagi keperluan masyarakat, terutama pada bidang layanan kesehatan.
Reaktor SAMOP (Sub Critical Assembly for Mo99 Production) merupakan
salah satu teknologi yang sedang dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Yogyakarta, yang diharapkan dapat berguna dalam Ilmu
Kedokteran, sehingga dapat membantu meningkatkan pelayanan kesehatan di
Indonesia.

1.2 Latar Belakang Masalah
Pada berbagai perusahaan, termasuk BATAN, banyak kita jumpai
instalasi perpipaan. Baik pipa untuk saluran air hingga pipa-pipa boiler
pemanas dimana pipa-pipa tersebut mendapat tekanan, fluks, panas, maupun
korosi, sehingga dibutuhkan suatu rancangan perpipaan untuk ketepatan
instalasi perpipaan. Dalam hal ini reaktor SAMOP juga merupakan salah satu
hasil teknologi yang menggunakan sistem perpipaan.
Reaktor SAMOP berfungsi sebagai alat yang berguna untuk
memproduksi radioisotop Mo99 khususnya sebagai pembangkit Tc99m pada
skala yang kecil. Radioisotop Tc99m merupakan radioisotop yang paling
banyak digunakan untuk diagnostik di bidang kedokteran nuklir.

1

Tugas Akhir

2

Fluida yang merupakan bahan bakar utama yang digunakan pada
reaktor SAMOP, yaitu menggunakan cairan Uranium Nitrat (UO2(NO3)2).
Sehingga untuk perancangan perpipaan reaktor SAMOP harus benar-benar
memperhatikan faktor keselamatan.
Perancangan perpipaan untuk reaktor SAMOP menggunakan bahan
Stainless Steel 304 (SS-304), pada dasarnya adalah merencanakan ketebalan
minimum pipa yang akan digunakan, dengan memperhitungkan laju korosi,
tekanan maksimal yang diperbolehkan, laju aliran, temperatur, serta umur
pemakaian yang direncanakan.

1.3 Tujuan Perancangan
Tujuan perancangan ini adalah mengetahui pengaruh suhu, tekanan,
umur pemakaian, dan laju korosi terhadap ketebalan minimum pada pipa
reaktor SAMOP dengan bahan Stainless Steel 304 atau 304H dengan
kandungan 18% Cr dan 8% Ni.

1.4 Batasan Masalah
Perancangan reaktor SAMOP keseluruhan meliputi perancangan
tabung-tabung,

perancangan

perpipaan,

serta

perancangan

kerangka

(dudukan) reaktor SAMOP tersebut. Dalam hal ini, penulis hanya akan
membahas perancangan pipa pada sistem perpipaan reaktor SAMOP
didasarkan pada ANSI B31.3. hingga instalasinya, serta pengujian kebocoran
perpipaan reaktor SAMOP.

Tugas Akhir

3

Adapun batasan-batasan masalah pada perancangan ini adalah sebagai
berikut :
1. Bahan yang digunakan adalah Stainless Steel 304 atau 304H
dengan kandungan 18% Cr dan 8% Ni dengan nominal pipa 3/8
inchi.
2. Perancangan ini hanya terbatas pada perhitungan ketebalan
minimum dan umur pipa dengan pengaruh suhu, tekanan dan laju
korosi yang sudah ditentukan yaitu :
Reaktor SAMOP direncanakan akan beroperasi:
a. Pada suhu sekitar 50°C
b. Tekanan 1 atm (14,7 psi)
c. Laju korosi 0,1 mm/thn
d. Derajat keasaman (pH) adalah 1
e. Usia penggunaan antara 5 tahun sampai 10 tahun
3. Pengujian

kebocoran

perpipaan

reaktor

SAMOP

hanya

menggunakan air mineral sebagai fluida pengganti Uranium
Nitrat. Pada suhu kamar (27°C) dan tanpa tekanan tambahan.
4. Skema dasar untuk reaktor SAMOP dapat dilihat pada gambar
berikut.

Tugas Akhir

4

Venting

Tangki
Penampung UN
Dari unit
pemasok
UN
Venting

Teras
SAMOP

Sumber
Neutrron
(GN)

Venting

Sump

Tangki tunda
(Kontainer) UN

Ekstraktor
Unit Rekondisioning UN
Mo-99

Gambar 1.1. Skema dasar reaktor SAMOP

BAB II
DASAR TEORI

2.1. Baja Tahan Karat (Stainless Steels)
Baja tahan karat, sering juga disebut stainless steels (SS), secara
mendasar stainless steels bukan merupakan logam mulia seperti halnya
emas (Au), platina (Pt) dan paladium (Pd) yang hampir tidak mengalami
korosi karena pengaruh kondisi lingkungan. 1 Dalam ilmu metalurgi, baja
tahan karat digolongkan dalam baja karbon dengan kandungan minimum
11% krom (chromium), merupakan baja paduan yang memanfaatkan
keefektifan unsur paduan seperti Cr dan Ni, serta merupakan baja yang tidak
mudah berkarat, karena adanya pembentukan lapisan unsur chromium
oksida (Cr2O3) pada permukaan baja yang merupakan karakteristik khusus
dari baja tersebut. Lapisan ini terjadi karena oksidasi baja tahan karat
dengan oksigen sehingga membentuk lapisan pelindung anti korosi
(protective layer) yang berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak
terlihat secara kasat mata (invisible layer). (Sumber: en.wikipedia.org)
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada ketahanan baja tahan
karat terhadap korosi. Apabila baja tahan karat berada pada keadaan dimana
protective layer tidak dapat terbentuk lagi, maka korosi akan terjadi. Korosi
atau sering disebut karat merupakan salah satu cacat penggunaan baja
karena berbagai pengaruh seperti udara, cairan yang bersifat asam atau basa,

1

Sumber: www.estainlesssteel.com

5

Tugas Akhir

6

gas-gas proses (gas buang ruang bakar atau reaksi kimia lainnya), logam
yang berlainan jenis (saling berhubungan) dan lain sebagainya. Pada
penggunaan baja pada umumnya pelapisan atau pengecatan merupakan
salah satu cara mencegah terjadinya karat. Tetapi pada baja tahan karat
apabila terjadi cacat pada permukaan baja tersebut, maka lapisan chromium
oksida akan menutup atau melapisi kembali cacat pada permukaan baja
tersebut, sehingga baja terlindungi dari karat. (Sumber: www.tasteel.com)
Pemilihan baja tahan karat didasarkan dengan sifat-sifat materialnya
antara lain dari ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik, dan biaya produksi.
Penambahan unsur-unsur tertentu kedalam baja tahan karat banyak
dilakukan, hal tersebut dilakukan dengan tujuan memperbaiki sifat fisis baja
tahan karat.
Tujuan penambahan unsur-unsur tertentu pada baja tahan karat
adalah sebagai berikut:
1.

Penambahan molybdenum (Mo) bertujuan untuk memperbaiki
ketahanan korosi pitting di lingkungan klorida dan korosi celah

2.

Unsur karbon rendah dan penambahan unsur penstabil karbida
(titanium atau niobium) bertujuan menekan korosi batas butir pada
material yang mengalami proses sensitasi.

3.

Penambahan kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan
korosi dengan membentuk lapisan oksida (Cr2O3) dan ketahanan
terhadap oksidasi temperatur tinggi.

4.

Penambahan nikel (Ni) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
korosi dalam media pengkorosi netral atau lemah. Nikel juga

Tugas Akhir

7

meningkatkan keuletan dan mampu bentuk logam. Penambahan
nikel juga meningkatkan ketahanan korosi tegangan.
5.

Unsur aluminium (Al) meningkatkan pembentukan lapisan oksida
pada temperatur tinggi.
(Sumber: gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

Baja tahan karat secara metalurgi atau secara strukturnya
digolongkan menjadi baja tahan karat austenit, baja tahan karat ferit, baja
tahan karat martensit dan baja tahan karat tipe pengerasan presipitasi.
Unsur Cr (Chromium) menjadi komponen utama pada baja tahan
karat. Berdasarkan prosentase kandungan kromium-nya, baja tahan karat
dibedakan menjadi baja tahan karat dengan kadar cukup 4 - 6% Cr, baja
tahan karat dengan kadar 0.1 - 0.2% C dan 13% Cr, baja Cr dengan 0.45% C
dan 13% Cr, baja Cr-Ni yang dikeraskan dengan 0.07 – 0.12% C, 18% Cr
dan 9 - 13% Ni. Hubungan antara baja dan kandungan kromium-nya dapat
dilihat pada diagram fase Fe-Cr (Gambar 2.1).
Baja tahan karat yang dikenai proses pengelasan akan mengalami
korosi yang lebih cepat, hal ini disebabkan karena presipitasi karbida Cr
pada batas butir dan oksidasi Cr dari permukaan, sehingga menyebabkan
permukaan menjadi kekurangan Cr. Hubungan antara fase logam pada
bagian yang dikenai proses pengelasan, yang mempunyai Cr ekuivalen dan
Ni ekuivalen dapat dilihat pada diagram Schaefler atau diagram struktur dari
baja tahan karat yang dideposisikan (Gambar 2.2).

Tugas Akhir

8

 

Gambar 2.1. Diagram fase Fe-Cr.
Sumber: Tata Surdja, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, 1987, Hal. 102.

 

Gambar 2.2. Diagram Schaefler.
Sumber: Tata Surdja, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, 1987, Hal. 102.

Tugas Akhir

9

2.2. Spesifikasi dari Masing-masing Jenis Baja Tahan Karat
Baja tahan karat mempunyai spesifikasi sesuai dengan jenisjenisnya, baik menurut strukturnya maupun menurut kandungan unsur
paduannya. Menurut strukturnya baja tahan karat mempunyai spesifikasi
sebagai berikut:
2.2.1. Baja Tahan Karat Martensit (Martensitic Stainless Steel)
Baja ini merupakan paduan kromium dan karbon yang
memiliki struktur martensit body centered cubic (bcc) terdistorsi saat
kondisi bahan dikeraskan. Baja ini merupakan ferromagnetic,
bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan
kurang korosif. Mempunyai ketahanan panas yang baik sekali, sifatsifat mekanik dapat lebih baik dengan pengerasan dan temper.
Komposisi baja tahan karat martensit adalah 12 - 13% Cr yang
merupakan batas terendah untuk ketahanan asam dan 0.1 – 0.3% C,
oleh karena itu baja sulit terkena korosi akibat udara, tetapi masih
cukup terkorosi akibat larutan. Kandungan kromium dan karbon
dijaga agar mendapatkan struktur martensit saat proses pengerasan.
Karbida berlebih meningkatkan ketahanan aus. Unsur niobium (Nb),
silicon

(Si),

tungsten

dan

vanadium

(V)

ditambah

untuk

memperbaiki proses temper setelah proses pengerasan. Sedikit
kandungan nikel meningkatkan ketahan korosi dan ketangguhan.
Baja jenis ini banyak digunakan sebagai alat pemotong, perkakas
dan sebagainya.
 

Tugas Akhir

10

2.2.2. Baja Tahan Karat Ferit (Ferritic Stainless Steel)
Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic (bcc).
Unsur kromium ditambahkan ke paduan sebagai penstabil ferrit.
Baja ini mengandung 16 – 18% Cr atau lebih. Beberapa tipe baja
mengandung unsur molybdenum (Mo), silicon (Si), aluminium (Al),
titanium (Ti) dan niobium (Nb). Unsur sulfur (S) ditambahkan untuk
memperbaiki sifat mesin. Paduan ini merupakan ferromagnetic dan
mempunyai sifat ulet dan mampu bentuk yang baik, namun kekuatan
di lingkungan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan baja stainless
austenitic. Kandungan karbon rendah pada baja ferritik tidak dapat
dikeraskan dengan perlakuan panas. Tidak terjadi karat pada
lingkungan korosi yang rendah, tetapi dapat terjadi korosi lubang
atau krevis pada air larutan yang netral dengan sedikit ion klor.
Tanpa kandungan Ni baja sukar terjadi retakan akibat korosi
tegangan. Apabila mengandung lebih dari 18% Cr, baja tersebut
akan menjadi getas tetapi dengan kadar C dan N tertentu sifat
mampu las, ketahanan korosi, keuletan baja dapat dipertahankan.
Tingkat kekerasan beberapa tipe baja tahan karat ferritik
dapat ditingkatkan dengan cara celup cepat. Metode celup cepat
merupakan proses pencelupan benda kerja secara cepat dari keadaan
temperatur tinggi ke temperatur ruang. Pada gambar berikut
(Gambar 2.3) menunjukkan hubungan antara temperatur mula dan
waktu pembentukan fase σ dan kegetasan 475°C pada baja Cr tinggi.

Tugas Akhir

11

Gambar 2.3. Hubungan antara temperatur mula dan waktu pembentukan
fase σ dan kegetasan 475°C pada baja Cr tinggi.
Sumber: Tata Surdja, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, 1987, Hal. 104.

2.2.3. Baja Tahan Karat Austenit (Austenitic Stainless Steel)
Logam paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan
mempunyai struktur kristal face centered cubic (fcc). Struktur kristal
akan tetap berfasa austenit bila unsur nikel dalam paduan diganti
mangan (Mn) karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit.
Fasa austenitic tidak akan berubah saat perlakuan panas anil yang
kemudian didinginkan pada temperatur ruang. Baja tahan karat
austenit tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan celup cepat
(quenching). Baja ini mempunyai kandungan 18% Cr dan 8% Ni.
Umumnya jenis baja ini dapat tetap menjaga sifat austenit pada
temperatur ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi
lebih baik dibandingkan baja stainless ferritik dan martensit.
Baja tahan karat austenitic hanya bisa dikeraskan melalui
pengerjaan dingin. Material ini mempunyai kekuatan tinggi di
lingkungan

suhu

tinggi

dan

bersifat

cryogenic.

Tipe

2xx

mengandung nitrogen (N), 4-15.5% mangan(Mn), dan kandungan

Tugas Akhir

12

7% nikel (Ni). Tipe 3xx mengandung unsur nikel yang tinggi dan
maksimal kandungan mangan (Mn) sebesar 2%. Unsur molybdenum
(Mn), tembaga (Cu), silikon (Si), aluminium (Al), titanium (Ti) dan
niobium (Nb) ditambah dengan karakter material tertentu seperti
ketahanan korosi sumuran atau oksidasi. Sulfur (S) ditambah pada
tipe tertentu untuk memperbaiki sifat mampu mesin.
2.2.4. Baja Tahan Karat Dupleks (Duplex Stainless Steel)
Jenis baja ini merupakan paduan campuran struktur ferrit dan
austenit. Umumnya paduan-paduan di desain mengandung kadar
seimbang tiap fasa saat kondisi anil. Paduan utama material adalah
kromium dan nikel, tapi nitrogen, molybdenum, tembaga, silicon dan
tungsten ditambah untuk menstabilkan struktur dan memperbaiki
sifat tahan korosi. Ketahanan korosi baja tahan karat dupleks hampir
sama dengan baja tahan karat austenit. Kelebihan baja tahan karat
dupleks yaitu nilai tegangan tarik dan luluh tinggi dan ketahanan
korosi retak tegang lebih baik dari pada baja tahan karat austenit.
Ketangguhan baja tahan karat dupleks diantara baja tahan karat
austenitik dan ferritik.
(Sumber: gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

Tugas Akhir

13

2.2.5. Baja Tahan Karat Pengerasan Endapan (Precipitation Hardening
Steel)
Jenis baja ini merupakan paduan unsur utama kromium-nikel
yang keras dan kuat karena terbentuk suatu precipitat (endapan)
dalam struktur mikro logam, sehingga gerakan deformasi menjadi
terhambat dan memperkuat material baja. Pembentukan ini
disebabkan oleh penambahan unsur

antara lain tembaga (Cu),

aluminium (Al), titanium (Ti) dan niobium (Nb). Proses penguatan
biasanya terjadi pada saat dilakukan pengerjaan dingin (cold work).
Baja ini berstruktur austenitik atau martensitik dalam kondisi anil.
Kondisi baja berfasa austenitik dalam keadaan anil dapat diubah
menjadi fasa martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material
melalui pengerasan endapan terjadi pada struktur martensit. (Sumber:
www.tasteel.com)

Perbandingan sifat mekanik dari masing masing baja tahan karat dan
hubungan dari berbagai jenis baja tahan karat dapat dilihat pada Tabel 2.1
dan Gambar 2.4.
Tabel 2.1. Perbandingan sifat mekanik berbagai jenis stainless steel.
Jenis
Stainless
Steel
Austenitic
Duplex
Ferritic
Martensitic

Respon
Magnet

Ketahanan
Korosi

Metode
Hardening

Ke-liat-an
(Ductility)

Tdk
Ya
Ya
Ya

Sgt Tingi
Sedang
Sedang
Sedang

Cold Work
Tidak Ada
Tidak Ada
Q&T

Sgt Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah

Ketahanan
Temperatur
Tinggi
Sgt Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah

Sumber: www.tasteel.com

Ketahanan
Kemampuan
Temperatur
Welding
Rendah
Sgt Tinggi
Sgt Tinggi
Sedang
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Tugas Akhir

14

 

Gambar 2.4. Hubungan berbagai jenis stainless steel.
Sumber: www.tasteel.com

2.3. Korosi Pada Stainless Steel
Meskipun alasan utama penggunaan baja tahan karat adalah
ketahanan korosinya, tetapi pemilihan baja tahan karat yang tepat mesti
disesuaikan dengan aplikasi yang tepat pula.

Tugas Akhir

15

Beberapa cacat korosi yang umum terjadi pada baja tahan karat
adalah sebagai berikut:
2.3.1. Korosi Merata (Uniform Corrosion)
Uniform corrosion terjadi disebabkan rusaknya seluruh atau
sebagian protective layer pada baja tahan karat sehingga baja secara
merata akan berkurang atau aus (Gambar 2.5). Korosi ini umumnya
terjadi disebabkan oleh cairan atau larutan asam kuat maupun alkali
panas. Asam hidroklorit dan asam hidrofluor adalah lingkungan yang
perlu dihindari baja tahan karat, apalagi dikombinasikan dengan
temperatur serta konsentrasi yang cukup tinggi.

 

Gambar 2.5. Uniform corrosion yang menyebabkan berkurangnya dimensi
permukaan logam secara merata.
Sumber: www.tasteel.com

2.3.2. Korosi Lubang (Pitting Corrosion)
Korosi antar butir berupa lubang-lubang kecil sebesar jarum,
dimana dimulai dari korosi lokal (bukan seperti uniform corrosion).
Pitting corrosion ini awalnya terlihat kecil dipermukaan baja tahan
karat tetapi semakin membesar pada bagian dalam baja tahan karat
(Gambar 2.6).

Tugas Akhir

16

Korosi ini terjadi pada beberapa kondisi pada lingkungan
dengan pH rendah, temperatur moderat, serta konsentrasi klorida
yang cukup tinggi (misal NaCl atau garam di air laut). Pada
konsentrasi klorida yang cukup tinggi, awalnya ion-ion klorida
merusak protective layer pada permukaan baja tahan karat terutama
permukaan yang cacat. Timbulnya cacat ini dapat disebabkan oleh
kotoran sulfida, retak-retak kecil akibat penggerindaan, pengelasan,
penumpukan kerak, penumpukan larutan padat dsb. Proses kimia
saat terjadi pitting corrosion dapat dilihat dalam Gambar 2.7.
Umumnya baja tahan karat berkadar krom (Cr), molybdenum
(Mo) dan nitrogen (N) yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap
pitting corrosion. Pada industri petrokimia korosi ini sangat
berbahaya karena menyerang permukaan dan penampakan visualnya
sangat kecil, sehingga sulit untuk diatasi dan dicegah terutama pada
pipa-pipa bertekanan tinggi. Ketahanan material terhadap pitting
corrosion jenis ini di formulasikan sbb :
PREN = %Cr + (3.3 x %Mo) + (16 x %N)
Satu hal yang menyebabkan pitting corrosion menjadi
masalah yang sangat serius yaitu ketika lubang kecil terbentuk, maka
lubang ini akan cenderung terus berkembang (lebih besar dan dalam)
meskipun kondisi baja tahan karat tersebut sangat tertutup atau tidak
dapat tersentuh sama sekali. Oleh karena itu dalam mendesain

Tugas Akhir

17

material untuk lingkungan kerja yang besar, sebagai acuan
kemungkinan terjadinya pitting corrosion digunakan nilai PREN.
Contohnya bila dibandingkan antara baja tahan karat
austenitik seperti 304, 316L, dan baja tahan karat super-austenitik
seperti UR 6B. Baja tahan karat 304 memiliki komposisi: < 0.015%
C, 18.5% Cr, 12% Ni sedangkan untuk baja tahan karat 316L
memiliki komposisi: < 0.030% C, 17.5% Cr, 13.5% Ni, 2.6% Mo.
baja tahan karat super-austenitik UR 6B memiliki komposisi :
< 0.020% C, 20% Cr, 25% Ni, 4.3% Mo, dan 0.13% N. Dengan
komposisi yang berbeda maka nilai PREN untuk masing-masing
baja tahan karat adalah: 304 = 18, 316L = 26, dan UR B6 = 37.
Dengan demikian maka UR B6 memiliki ketahanan akan korosi
lubang paling kuat sedangkan 304 memiliki ketahanan korosi lubang
yang terlemah.

Gambar 2.6. Ilustrasi pitting corrosion pada stainless steel.
Sumber: www.tasteel.com

Tugas Akhir

18

Gambar 2.7. Skema proses kimia yang terjadi saat pitting corrosion
menyerang dan terus merusak logam Stainless Steel.
Sumber: www.tasteel.com

2.3.3. Korosi Antar Celah (Crevice Corrosion)
Korosi jenis ini sering terjadi pada daerah yang mempunyai
kondisi oksidasi terhadap krom (Cr) pada baja tahan karat sangat
rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (miskin oksigen). Sering
pula terjadi akibat desain konstruksi peralatan yang tidak
memungkinkan terjadinya oksidasi tersebut misal celah antara gasket
(packing), celah yang terbentuk akibat pengelasan yang tidak
sempurna, sudut-sudut yang sempit, celah/sudut antara 2 atau lebih
lapisan metal, celah antara mur/baut dsb. Praktis korosi ini terjadi di
daerah yang sangat sempit (celah, sudut, takik dsb). Crevice
corrosion dapat dipandang sebagai pitting corrosion yang lebih
berat/hebat dan terjadi pada temperatur dibawah temperatur
moderate yang biasa menyebabkan pitting corrosion. Cara untuk
menghindari masalah ini, salah satunya dengan membuat desain
peralatan lebih 'terbuka' walaupun kenyataannya sangat sulit untuk
semua aplikasi. Cara lain mengatasi korosi antar celah (crevice

Tugas Akhir

19

corrosion) adalah dengan menambah unsur Cr dan Mo pada
kombinasi yang tepat.

Gambar 2.8. Ilustrasi crevice corrosion yang menyerang saat 2 material
bertemu dan membentuk celah sempit, sehingga terjadi
perbedaan kandungan oksigen yang menyebabkan korosi.
Sumber: www.tasteel.com

 
2.3.4. Retakan Korosi Regangan (Stress Corrosion Cracking)
Retakan terjadi akibat korosi lokal dari lapisan yang terkena
tegangan tarik pada kondisi lingkungan yang mengandung klorida,
sulfida, soda kaustik dan air dengan temperatur tinggi.
Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile,
torsion, compresive maupun thermal) dan lingkungan yang korosif,
maka baja tahan karat cenderung lebih cepat mengalami korosi.
Karat yang mengakibatkan berkurangnya penampang luas efektif
permukaan baja tahan karat akan menyebabkan tegangan kerja
(working stress) pada baja akan bertambah besar. Korosi jenis ini
dapat terjadi misal pada pin, mur-baut dengan lubangnya
(dudukannya), baja yang memiliki tegangan sisa akibat rolling,
bending, welding dan sebagainya. Ilustrasi dari korosi ini dapat
dilihat pada Gambar 2.9.

Tugas Akhir

20

Korosi ini meningkat jika bagian yang mengalami tegangan
berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi seperti air laut
yang temperaturnya cukup tinggi. Baja tahan karat austenit sangat
cocok untuk lingkungan dengan sifat korosif ini, karena baja tahan
karat austenit mengandung kadar nikel (Ni) relatif tinggi. Baja tahan
karat grade 316 tidak lebih tahan secara siknifikan dibanding grade
304. Tetapi baja tahan karat dupleks lebih tahan daripada grade 304
atau 316, bahkan sampai temperatur aplikasi 1500°C. Baja tahan
karat super dupleks akan lebih tahan lagi terhadap retakan korsi
tegangan. Pada baja tahan karat austenit korosi jenis ini biasanya
bersamaan dengan korosi lubang.
Pada beberapa kasus, korosi ini dapat dikurangi dengan cara
shot opening, penembakan permukaan logam dengan butir pasir
logam, atau juga dengan annealing setelah proses pengerjaan baja
tahan karat selesai, sehingga dapat mengurangi tegangan pada
permukaan logam.

Tugas Akhir

21

Gambar 2.9. Ilustrasi stress cracking corrosion akibat adanya tegangan
sisa dan lingkungan korosif.
Sumber: www.tasteel.com

2.3.5. Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion)
Korosi ini berawal dari presitipasi kromium karbida pada
batas butir yang terjadi pada suhu 500-900°C terutama pada suhu
600-800°C, sehingga menyebabkan adanya daerah yang kekurangan
krom (Cr) didekatnya, yang menyebabkan mikrostruktur baja tahan
karat tersebut menjadi tidak sempurna.
Ketika baja tahan karat austenit berada pada temperature
425-850 °C (temperatur sensitasi) atau ketika dipanaskan dan
dibiarkan mendingin secara perlahan (seperti halnya sesudah welding
atau pendinginan setelah annealing) maka karbon akan menarik
krom (Cr) untuk membentuk partikel kromium karbida (chromium
carbide) di daerah batas butir (grain boundary) struktur baja

Tugas Akhir

22

tersebut. Formasi kromium karbida yang terkonsentrasi pada batas
butir akan menghilangkan atau mengurangi sifat perlindungan
kromium pada daerah tengah butir. Sehingga daerah ini akan dengan
mudah terserang oleh korosi (Gambar 2.10). Secara umum baja
tahan karat dengan kadar karbon (C) < 2% relative tahan terhadap
korosi ini.
Ketidak sempurnaan mikrostruktur ini dapat diperbaiki
dengan menambahkan unsur yang memiliki afinitas (daya tarik)
terhadap karbon (C) lebih besar untuk membentuk karbida, seperti
titanium (Ti) dan niobium (Nb). Cara lain adalah dengan
menggunakan baja tahan karat berkadar karbon rendah yang ditandai
indeks “L” -low carbon steel- (misal 316L atau 304L). Baja tahan
karat dengan kadar karbon tinggi juga akan tahan terhadap korosi
jenis ini asalkan digunakan pada temperatur tinggi pula (misal 304H,
316H, 321H, 347H, 315/Sirius S15, 310/Sirius 310 dan juga
314/Sirius 314).

Gambar 2.10. Ilustrasi korosi pada butir akibat terjadinya sensitasi
krom (Cr)
Sumber: www.tasteel.com

Tugas Akhir

23

2.3.6. Galvanic Corrosion
Galvanic corrosion terjadi karena terdapat sambungan
material yang tidak sama (dua material yang berbeda terhubung
secara elektris atau tersambung misal baut dengan mur, paku
keling/rivet dengan body tangki, hasil welding dengan benda kerja)
atau terendam dalam larutan elektrolit, sehingga dissimilar material
tersebut menjadi semacam sambungan listrik. Mekanisme ini
disebakan satu material berfungsi sebagai anoda dan yang lainnya
sebagai katoda sehingga terbentuk jembatan elektrokimia (Gambar
2.11). Dengan terjadinya hubungan elektrik tersebut maka logam
yang bersifat anoda (less noble) akan lebih mudah terkorosi.
Logam deret sebelah kiri cenderung menjadi anoda (mudah
berkarat) sementara logam sebelah kanan cenderung menjadi katoda.
Galvanic corrosion ini tergantung pada perbedaan material dan rasio
luas permukaan perbedaan material tersebut, serta konduktifitas
larutan.

Gambar 2.11. Ilustrasi terjadinya korosi antara dua logam yang berbeda
jenis keaktifannya (logam A dan B).
Sumber: www.tasteel.com

Tugas Akhir

24

Pada umumnya, korosi pada baja tahan karat akan menyebabkan
kerugian dan beberapa masalah seperti:
1.

Terbentuknya lubang-lubang kecil yang halus pada tangki dan pipapipa sehingga menyebabkan kebocoran cairan ataupun gas.

2. Penyusutan (pengurangan ketebalan) serta berkurangnya volume
material menyebabkan kekuatan (strength) material juga menurun,
akibatnya dapat terjadi retak, bengkok, patah dan sebagainya.
3. Dekorasi permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan
kerak karat ataupun lubang-lubang.
4. Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau
material lainnya, hal ini sangat dihindari khususnya pada proses
produksi makanan. 
(Sumber: www.tasteel.com)

2.4. Baja Tahan Karat 304 (SS 304)
Salah satu jenis baja tahan karat adalah AISI 304 (lihat stainless
steel grades lampiran 1). Baja ini mempunyai struktur face centered cubic
(fcc). Merupakan baja dengan kandungan 18% Cr dan 8% Ni, atau lebih
spesifiknya mengandung unsur kimia Fe, < 0.08% C, 17.5-20% Cr, 8-11%
Ni, < 2% Mn, < 1% Si, < 0.045% P, dan < 0.03% S, yang termasuk pada
jenis baja tahan karat austenit. Merupakan baja yang paling umum dikenal
dan paling sering digunakan. Baja tahan karat 304 mempunyai ketahanan

Tugas Akhir

25

terhadap korosi yang tinggi, formabilitas yang sempurna, berkekuatan tinggi
dan juga ringan.
Baja tahan karat 304 digunakan untuk berbagai macam penerapan,
karena mempunyai berbagai macam keuntungan, seperti:
1.

Mempunyai ketahanan terhadap korosi yang besar

2.

Tidak mudah terkontaminasi (mencegah terjadinya kontaminasi)

3.

Mempunyai ketahanan terhadap oksidasi

4.

Mudah dalam pengerjaan

5.

Formabilitas yang baik

6.

Penampilannya bagus

7.

Mudah dibersihkan

8.

Ringan tetapi berkekuatan tinggi

9.

Pada suhu kriogenik kekuatan dan keuletan tetap terjaga

10. Tersedia untuk berbagai macam produk yang besar.
Baja tahan karat 304 merupakan baja standar dengan kadar karbon
yang rendah, mudah dicari dan digunakan serta merupakan baja tahan karat
yang murah. Jenis baja tahan karat 304 ada beberapa macam yaitu
304 (S30400), 304L (S30403), 304H (S30409). Baja tahan karat 304L pada
umumnya digunakan untuk apklikasi yang memerlukan proses pengelasan
yang menyebakan korosi antar butir pada proses pengerjaannya. Baja tahan
karat 304H dapat digunakan pada temperatur yang tinggi sampai
sekitar 800°C.

Tugas Akhir

26

Komposisi paduan serta persentase berat yang ada pada baja tahan
karat 304, 304L dan 304H dapat dilihat pada tabel unsur kimia (Tabel 2.2)
sesuai dengan ASTM A240 dan ASME SA-240.

Tabel 2.2. Unsur kimia pada baja tahan karat 304, 304L dan 304H.
Element
Carbon
Manganese
Phosphorus
Sulfur
Silicon
Chromium
Nickel
Nitrogen

Percentage by Weight Maximum Unless
Range is Specified
304
304L
304H
0,08
0,030
0,04-0,01
2,00
2,00
2,00
0,045
0,045
0,045
0,030
0,030
0,030
0,75
0,75
0,75
18,00
18,00
18,00
20,00
20,00
20,00
8,0
8,0
8,0
10,50
12,00
10,50
0,10
0,10
0,10
Sumber: www.sandmeyer.com

Dari kandungan unsur kimia baja tahan karat 304 tersebut, diperoleh
sifat mekanik dari baja tahan karat 304 seperti pada Tabel 2.3. Pada kondisi
annealed, baja tahan karat 304 memiliki sifat fisik dan listrik seperti yang
ditunjukkan dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.3. Sifat mekanik stainless steel AISI 304.
Poison
Tensile
Yield
0,27-0,30
515
205
Keterangan :
Poison : Rasio Poison
Tensile : Tensile strength (MPa)
Yield : Yield Strength (MPa)
Elong : elongation %
Hard
: Kekerasan (HVN)
Mod
: Modulus elastisitas (GPa)
Density : berat jenis (