PERANCANGAN MEDIA EDUKASI BUDAYA TABE BA

PERANCANGAN MEDIA EDUKASI BUDAYA TABE’ BAGI ANAK
SEKOLAH DASAR di SULAWESI SELATAN

Imes Juanissa Qorina
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain UNM
Email: imesjq@gmail.com

(Pembimbing 1)
Dr. Sukarman B., M.Sn.
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain UNM
Email: Sukarmanb@unm.ac.id

(Pembimbing 2)
Nurabdiansyah,S.pd, M.Sn
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain UNM
Email: nurabdiansyah@unm.ac.id

Desain Komunikasi Visual
Fakultas Seni dan Desain
Universitas Negeri Makassar


Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang budaya tabe’ yang ada disulawesi selatan yang
kemudian akan memperkenalkan kepada anak-anak usia sekolah dasar (SD) tentang budaya tabe’ melalui media
edukasi yang akan dirancang. Sebagaimana kita tahu bahwa kini budaya tabe’ disulawesi selatan perlahan-lahan
telah luntur khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja.
Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yaitu metode pendekatan sosiologi dan
pendekatan psikologi, sumber data pada penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer terdiri dari 5 orang narasumber, diantaranya tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat,
pemangkuh adat dan dosen. Sumber data sekunder adalah berupa wawancara dan dokumentasi, adapun tekhnik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah tekhnik purposive sampling.
Untuk mengenal kembali budaya tabe’ kepada anak-anak sekolah dasar maka media yang akan digunakan adalah
media edukasi yang akan menjadikan budaya tabe’ ini sebuah pelajaran bagi anak-anak sekolah dasar.
Kata Kunci : budaya tabe’l, penelitian kualitatif, media edukasi

Abstract
This research was conducted to get information about tabe culture in South Sulawesi which will introduce to
elementary school children about tabe culture through educational media that will be designed. As we know that
now tabe culture in South Sulawesi has slowly faded especially among children and adolescents.
The type of research conducted is qualitative research that is the approach of sociology and psychology approach,
data sources in this study there are two primary data sources and secondary data sources. Primary data source

consists of 5 speakers, including community leaders, religious leaders, community, customary arrogant and lecturer.
Sources of secondary data is in the form of interviews and documentation, while the sampling technique used in the
research is purposive sampling technique.
To reintroduce tabe culture to elementary school children, the media to be used is educational media that will make
tabe culture 'a lesson for elementary school children.
Keywords: tabe' culture, qualitative research, educational media

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada dibumi
Indonesia. Masyarakat terdiri dari dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan
yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di
daerah tersebut. Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Kebudayaan Indonesia
merupakan sikap timbal balik dengan sesama, alam dan lingkungan hidup yang merupakan
hasil dari cipta, rasa, karsa, dan karya baik secara fisik ataupun materil.
Dari pasal 32 ayat 1 dan 2 dalam UUD 1945 yang berbunyi”1). Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dari pasal

tersebut kita sudah dapat mengetahui bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
dengan keanekaragaman yang kompleks.
Salah satu kebudayaan bugis yang mengajarkan cara hidup adalah pangaderreng,
pangaderreng adalah sistem norma dan aturan-aturan adat. Salah satu pangaderreng dalam
suku bugis dikenal dengan budaya tabe’.
Tabe’ adalah minta permisi untuk melewati arah orang lain, dengan kata-kata “tabe”. kata
tabe tersebut diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah mengarah ketanah atau ketanah.
makna dari perilaku orang bugis seperti demikian adalah bahwa kata tabe simbol dari upaya
menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat
sekehendak hati.
Namun realita pada saat ini adalah budaya tabe’ perlahan-lahan telah luntur dalam
masyarakat, khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja. Budaya tabe’ seakan hilang
ditelan zaman entah kenapa orangtua mereka tidak mengajarkannya atau memang karena
kontaminasi budaya barat yang menghilangkan budaya tabe’ ini. Mereka tidak lagi
menghargai orang yang lebih tua dari mereka. Padahal sopan santun ini jika selalu digunakan
dengan baik maka akan mencegah banyak keributan, akan mencegah terjadi pertengkaran
dan akan mempererat rasa persaudaraan. Bahkan jika budaya tabe’ ini diterapkan dalam
masyarakat maka tidak ada egosentris yang memicu konflik seperti tawuran pelajar, dan jika

dikerucutkan kewilayahan anak SD, anak-anak yang mengenal budaya tabe’ akan berperilaku

sopan dan tidak mengganggu temannya.
Tata krama ataupun sopan santun hendaknya tidak hilang dalam diri kita. Orang yang
sopan akan disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu sangat penting mengajarkan budaya
tabe’ atau memperkenalkan apa itu tabe’ kepada anak-anak atau remaja sehingga budaya
tabe’ ini tidak akan luntur hilang oleh zaman, dan akan selalu jadi panutan bagi setiap anak
untuk selalu mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi adat dalam kearifan
lokal di Sulawesi selatan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adat ialah aturan “perbuatan dsb” yang
lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala, cara “kelakuan dsb” yang sudah menjadi
kebiasaan, wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hokum dan
aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah adat
yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat
dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Maka dari itu penerapan untuk memperkenalkan budaya tabe’ di Sulawesi selatan
sangatlah penting, selain menjadikan kebiasaan bagi yang mempraktikannya juga menjadi
pelajaran bagi yang melihat serta menjadi budaya dalam keseharian.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Sudah mulai lunturnya budaya tabe’ dikalangan usia sekolah dasar dan remaja.
2. Belum adanya media edukasi yang membahas tabe’ secara mendalam kepada anak-anak
sekolah dasar.

3. Informasi tentang budaya tabe’ yang minim membuat masyarakat nantinya lupa akan
budaya tabe’.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini:
1. Bagaimana cara mendapatkan informasi tentang budaya tabe’ disulawesi selatan .
2. Bagaimana merancang media edukasi budaya tabe’ bagi anak-anak sekolah dasar agar
terlihat menarik, penuh semangat dan ceria, agar disenangi oleh anak-anak sekolah dasar.

3. Bagaimana media edukasi budaya tabe’ tetap akan selalu menjadi informasi yang tidak
dapat tertinggal oleh zaman.
1.4 Tujuan
Membuat media edukasi tentang budaya tabe’ yang penuh semangat dan ceria agar
mudah dipelajari oleh kalangan anak-anak usia sekolah dasar.
1.5 Manfaat
1. Anak-anak sekolah dasar menjadi kenal dan tau tentang budaya tabe’ yang ada di
Sulawesi selatan.
2. Menjadikan budaya tabe’ kearifan local di Sulawesi selatan.
3. untuk mempertahankan dan mengajarkan kepada anak-anak sekolah dasar agar tradisi
ini dapat dikenang hingga akhir zaman.
4. menciptakan keharmonisan lingkungan pada masyarakat disulawesi selatan.

1.6 Batasan Masalah
1. Target audience pada perancangan media edukasi tabe’ adalah anak-anak usia sekolah
dasar di Sulawesi selatan khususnya di makassar.
2. Perencanaan media edukasi yang akan dibuat menggunakan suasana semangat dan
ceria.
3. Perencagnaan Media edukasi yang akan dibuat terpacu pada informasi yang telah
didapatkan.
1.7 Urgensi
Pengaruh budaya luar sangat berkembang pesat di Indonesia khususnya di
Sulawesi selatan. Sehingga membuat kebudayaan-kebudayaan asli dari Indonesia sudah
tidak dilestarikan lagi. Sepertihalnya pada budaya tabe’ yang kini sudah mulai luntur di
Sulawesi selatan, sehingga mengakibatkan tata karma pada anak-anak usia sekolah dasar
tidak tercermin dengan baik, adapun salah satu cara memberitahukan informasi tentang
tabe’ ini yaitu melalui media edukasi dengan media edukasi yang menjadi salah satu
upaya untuk terus membangkitkan dan melestarikan budaya-budaya yang ada serta

menjadikan salah satu pelajaran untuk anak-anak sekolah dasar yang ada disulawesi
selatan. Oleh karena itu, salah satu upaya pelestarian budaya yakni melalui media edukasi
yang ceria dan gembira, sehingga anak sekolah dasar tidak merasa bosan dan senang
melihat dan mempelajari budaya tabe’ yang ada disulawesi selatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
a. Perancangan
Soetam Rizky ( 2011 : 140) Mendefinisikan bahwa :
“Perancangan adalah sebuah proses untuk mendefinisikan sesuatu yang
akan dikerjakan dengan mengunakan teknik yang bervariasi serta didalam nya melibatkan
deskripsi mengenai arsitektur serta detail mengenai komponen dan juga keterbatasan
yang akan dialami dalam proses
pengerjaan nya”.
Demikian pula menurut Roger S. Pressman (2010 : 291) Mendefinisikan
bahwa : “Sesungguhnya merupakan suatu aktivitas rekayasa perangkat lunak yang
dimaksud untuk membuat keputusan-keputusan utama seringkali bersifat struktural”.
Joseph Mansueto dalam buku pengurusan teknologi ( 2005 : 5)
Menyatakan bahwa : “Perancangan
adalah suatu proses untuk membuat keputusan tentang apa yang perlu dilakukan oleh organisasi
”.
Berdasarkan pengertian diatasdapat diambil kesimpulan bahwa perancangan adalah :
1. Proses untuk mendefinisikan sesuatu yang melibatkatkan deskripsi mengenai
arsitektur serta komponen.

2. Merupakan suatu aktivitas rekayasa perangkat lunak .
3. Membuat keputusan-keputusan utama yang bersifat sruktural.
4. Merupakakan penghubung antara kebutuhan dan implementasi .
b. Media

Pengertian Media Secara harfiah, kata media berasal dari bahasa latin medium yang
memiliki arti “perantara” atau “pengantar”. Menurut Asosiasi Teknologi dan Komunikasi
Guruan (Association for Education and Communication technology/AECT)
mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar,
dibaca atau dibicarakan beserta instrument yang dipergunakan dengan baik dalam
kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional
(Asnawir dan Usman, 2002:11).
Gerlach & Ely, mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara khusus, pengertian media
dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis,
atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual
atau verbal (Arsyad, 2002:3).
Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar, sementara itu Briggs berpendapat bahwa

media adalah segala alat fisik yang 7 dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa
untuk belajar (Arif S. Sadiman, 2003:6).
Adapun media pengajaran menurut Ibrahim dan Syaodih (2003:112) diartikan sebagai
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran,
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat
mendorong proses belajar mengajar. Dari berbagai definisi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa media adalah segala benda yang dapat menyalurkan pesan atau isi
pelajaran sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar.
c.

Edukasi
Edukasi Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya
pembelajaran, dan pembelajaran merupakan upaya menambah pengetahuan baru, sikap,
serta keterampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu (Potter & Perry,
2009).

d. budaya
Secara umum pengertian budaya adalah cara hidup yang mengatur agar setiap
manusia mengerti dan memahami bagaimana mereka harus bertindak, berlaku, berbuat,
menentukan sikap saat berhubungan dengan orang lain.

Budaya berasal dari bahasa inggris yaitu "culture" yang memiliki arti yang sama
dengan kebudayaan. Budaya sama artinya juga dengan kata "colere" yang berasal dari
bahasa latin yang artinya yang mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau
petani. Kata budaya juga diambil dari bahasa sanskerta yaitu buddayah yang merupakan
kata jamak dari buddhi yang artinya budi atau akal.
Budaya adalah cara hidup yang dapat berkembang secara bersama dalam suatu
kelompok masyarakat secara turun temurun dari saru generasi ke generasi berikutnya
dimana budaya terbentuk dari beberapa unsur yaitu sistem politik, adat istiadat, agama,
bahasa, pakaian, perkakas, karya seni dan karya bangunan
e. Pengkajian Bahasa Budaya
Sulawesi Selatan sejak dahulu sampai saat sekarang terbangun dari pola tertentu
yang dalam diskusi ini disebut pola budaya atau Budaya Sulawesi Selatan. berbagai studi
menunjukkan bahwa budaya Sulawesi Selatan dapat ditemukan dan terangkum dalam
konsep Panngaderreng (Bugis) atau Panngadakkang (Makassar). kedua konsep tersebut
berasal dari kata dasar Adeq (Bugis) dan Adaq (Makassar), yang berarti Adat.
Panngadakkang dan Panngaderrang, dengan demikian, berarti sesuatu yang menjadi
tempat berpijak perilaku dan kehidupan masyarakat Bugis dan Makassar. Panngaderreng
atau Panngadakkang (Selanjutnya disebut Panngaderreng saja) merupakan tumpuan
tradisi yang sudah lam ada, yaitu sejak manusia Sulawesi Selatan mulai ada dalam
sejarah. konsep orang Bugis-Makassar mengenai seseuatu yang tua atau lama disebut toa.

orang tua disebut tau toa atau tomatoa. Salah satu kebudayaan bugis yang mengajarkan
cara hidup adalah Panngaderreng, pangaderreng adalah sistem norma dan aturan-aturan
adat. Dalam keseharian suku bugis, pangaderreng sudah menjadi kebiasaan dalam
berinteraksi dengan orang lain yang harus dijunjung tinggi. Panngaderreng adalah
bahagian dari dirinya sendiri dalam keterlibatannya dengan keseluruhan pranata-pranata
masyarakat. Pangaderreng dengan demikian dapat dikatakan adalah wujud kebudayaan

yang selain mencakup pengertian sistem norma dan aturan-aturan adat serta tata-tertib ,
juga mengandung unsur-unsur yang meleputi seluruh kegiatan hidup manusia bertingkahlaku dan mengatur prasarana kehidupan berupa peralatan-peralatan materiil dan nonmateril.Panngaderreng menolak tiap kesewenang-wenangan, perkosaan, penindasan dan
kekerasan sebagai unsur dalam sistemnya, bagaimanapun hal itu telah menjadi kebiasaan.
Panngaderreng melekat pada hakekat martabat manusia. Ia menjunjung tinggi persamaan
dan kebijaksanaan. Oleh karena itu, maka panggaderreng mendapatkan kekuatannya dari
siri‟, sebagai nilai essensiil dari manusia. norma dan aturan adat dalam kehidupan orang
Bugis disebut ade‟. Ade‟ dengan demikian adalah salah satu aspek panngaderreng yang
mendinamisasi kehidupan masyarakat, karena Ade‟ meliputi segala keharusan tingkahlaku dalam kegiatan-kegiatan orang Bugis. Ade‟ berarti tata-tertib yang bersifat
normatif , yang memberikan pedoman kepada sikap baik ideologis, mental spritual
maupun fisik. Tata krama terdiri dari tata dan krama. Tata berarti adat, aturan, norma,
peraturan. Krama berarti adab sopan santun, kebiasan sopan santun, atau kepala dan ada
kalanya sukar untuk dipahami. Seperti juga halnya perlaku tabe‟. Tabe’ adalah minta
permisi untuk melewati arah orang lain, dengan kata-kata “tabe”. kata tabe tersebut
diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah mengarah ketanah atau ketanah. makna dari
perilaku orang bugis seperti demikian adalah bahwa kata tabe’ simbol dari upaya
menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat
sekehendak hati. Makna adalah hasil dari mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam, mitos
merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif,
misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini
misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan mitos
adalah suatu ideologi berwujud. Mitos dapat merangkai menjadi menjadi mitologi yang
memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.26 Sedangkan menurut Van
Zoest (1990) yang di kutip oleh Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat ( 2011)
menengaskan, siapapun bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti
konotasi – konotasi yang terdapat didalamnya Rumusan Sikap tabe‟ adalah serupa
dengan sikap mohon ijin atau mohon permisi ketika hendak melewati orang-orang yang

sedang duduk berjajar terutama bila yang dilewati adalah orang-orang yang usianya lebih
tua ataupun dituakan.
Sikap tabe’ dilakukan dengan melihat pada orang-orang yang dilewati lalu
memberikan senyuman, setelah itu mulai berjalan sambil sedikit menundukkan badan dan
meluruskan tangan disamping lutut. Sikap tabe‟ dimaksudkan sebagai penghormatan
kepada orang lain yang mungkin saja akan terganggu akibat perbuatan kita meskipun kita
tidak bermaksud demikian. Mereka yang mengerti tentang nilai luhur dalam budaya tabe’
ini biasanya juga akan langsung merespon dengan memberikan ruang seperti menarik
kaki yang bisa saja akan menghalangi atau bahkan terinjak orang yang lewat, membalas
senyuman, memberikan anggukan hingga memberikan jawaban “ye, de’ megaga” (bahasa
bugis) atau dapat diartikan sebagai “iya tidak apa-apa” atau “silahkan lewat”.Sekilas
sikap tabe‟ terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat di
daerah Sulawesi Selatan khususnya pada Suku Bugis. Sikap tabe’ dapat memunculkan
rasa keakraban meskipun sebelumnya tidak pernah bertemu atau tidak saling kenal.
Apabila ada yang melewati orang lain yang sedang duduk sejajar tanpa sikap tabe’ maka
yang bersangkutan akan dianggap tidak mengerti adat sopan santun atau tata krama. Bila
yang melakukannya adalah anak-anak atau masih muda, maka orang tuanya akan
dianggap tidak mengajari anaknya sopan santun. Oleh karena itu biasanya orang tua yang
melihat anaknya yang melewati orang lain tanpa sikap tabe‟ akan langsung menegur sang
anak langsung di depan umum atau orang lain yang dilewati.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode riset
Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yaitu metode
pendekatan sosiologi dan pendekatan psikologi, sumber data pada penelitian ini ada dua
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer terdiri dari 5
orang narasumber, diantaranya:
1. Tokoh masyarakat,
2. Tokoh agama, masyarakat,
3. Pemangkuh adat dan
4. Dosen.
Sumber data sekunder adalah berupa :
1. Referensi dan data pustaka lengkap tentang budaya tabe’
2. wawancara
dimaksudkan untuk dapat memperoleh suatu data berupa informan, selanjutnya
peneliti dapat menjabarkan lebih luas informasi tersebut melalui pengolahan data
secara komprehensif. 4 Sehingga wawancara tersebut memungkinkan peneliti
untuk dapat mengetahui Makna Tabe’ yang sesungguhnya.
3. dokumentasi budaya tabe’
Dalam tahap dokumentasi dilakukan untuk dapat memperkuat data hasil dari
wawancara dan observasi. Dokument dokument yang berisi data data yang
dibutuhkan meliputi buku buku yang relevan, serta foto foto atau gambar dalam
proses wawancara.
Adapun tekhnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah tekhnik
purposive sampling yaitu dimana sang peneliti turun langsung ke tempat kejadian atau
TKP menuju langsung ke tempat (area, wilayah, lokasi) tertetu yang banyak anggota
populasi dimaksud berada. Khususnya di sekolah dasar yang ada di makassar yaitu
Sekolah Dasar Negeri Parang Tambung 1 Jl. Daeng Tata No.80, Parang Tambung,
Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan untuk mendapatkan data fakta bahwa banyak
anak sekolah dasar tidak tau tentang budaya tabe’ yang ada dalam keseharian mereka,
sehingga anak sekolah dasar tidak menerapkan budaya tabe’.

3.2 Skema metodologi riset

Dalam penelitian kuantitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti harus sudah jelas, dan
ditunjukkan dengan data yang valid.
Setelah masalah diidentifikasikan, dan dibatasi, maka selanjutnya masalah
dirumuskan. Rumusan masalah pada umumnya dinyatakan dalam kalimat pertanyaan.
Dengan pertanyaan ini maka akan dapat memandu peneliti untuk kegiatan penelitian.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti menggunakan berbagai teori untuk
memperjelas masalah dan menjawabnya. Jawaban terhadapap rumusan masalah yang
baru menggunakan teori tersebut dinamakan hipotesis.
Hipotesis tersebut selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara empiris di
lapangan. Untuk itu peneliti menetapkan populasi sebagai tempat pengujian dan sekaligus
menyiapkan instrument penelitiannya. Bila populasi terlalu luas dan ada keterbatasan dari
peneliti baik dari segi tenaga, biaya dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi tersebut. Bila peneliti bermaksud membuat generalisasi, maka
sampel yang diambil harus representative dengan tingkat kesalahan tertentu. Instrumen
yang akan digunakan untuk mengumpulkan data harus valid dan reliable. Untuk itu
sebelum instrument digunakan maka harus diuji validitas dan reliabilitasnya.
Setelah instrument teruji validitas dan reliabilitasnya, maka dapat digunakan untuk
mengukur variable yang telah ditetapkan untuk diteliti. Instrumen untuk pengumpulan

data dapat berbentuk test dan non-test. Untuk instrument yang berbentuk non-test, datapat
digunakan sebagai kuesioner, pedoman obserbasi dan wawancara. Dengan demikian
teknik pengumpulan data selain berupa test dalam peneleitian ini dapat berupa kuesioner,
observasi dan wawancara.
Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk
menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian kuntitatif
analisis data menggunakan statistic. Statistik yang digunakan dapat berupa statistic
deskriptif dan inferensial/induktif. Statistik inferensial dapat berupa statistic parametric
dan statistic nonparametric. Peneliti menggunakan statistic inferensial bila penelitian
dilakukan pada sampel yang diambil secara random.
Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan. Penyajian
data dapat menggunakan tabel, tabel distribusi frekuensi, grafik garis, grafik batang,
piechart dan pictogram. Pembahasan terhadap hasil penelitian merupakan penjelasan
yang rasional dan mendalam serta interprestasi terhadap data-data yang telah disajikan.
Setelah hasil penelitian diberikan pembahasan, maka selanjutnya dapat
disimpulkan. Kesimpulan berisi jawaban singkat terhadap setiap rumusan masalah yang
bedasarkan data yang telah terkumpul. Jadi kalau rumusan masalah ada lima, maka
kesimpulannya juga ada lima. Karena peneliti melakukan penelitian bertujuan untuk
memecahkan masalah, maka peneliti berkewajiban untuk memberikan saran-saran.
Melalui saran-saran tersebut diharapkan masalah dapat dipecahkan. Saran yang diberikan
harus berdasarkan kesimpulan hasil penelitian. Jadi jangan membuat saran yang tidak
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Apabila hipotesis penelitian yang diajukan tidak terbukti, maka perlu dicek
apakah ada yang salah dalam penggunaan teori, instrument, pengumpulan, analisis data,
atau rumusan masalah yang diajukan.

Daftar Pustaka
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Mulyana, Deddy
dan Jalaluddin Rakhmat, komunikasi AntraBudaya, (Bandung: Rosdakarya, 1996). Metodologi
Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Remaja
roskadya . Bandung.
Kartono, Pengertian Observasi , sLexy. J. Metodologi penelitian Kualitatif, bandung: Rosdakarya.
Mattulada. H. A. Demokrasi dalam Persepektif Budaya Bugis – Makassar. Dalam Najid , dkk
(Ed).. Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara.