Hukum Perbankan MAKALAH PERKEMBANGAN PERBANKAN
Hukum Perbankan
MAKALAH
PERKEMBANGAN PERBANKAN DI INDONESIA
PASCA TERJADINYA KRISIS MONETER
Disusun Oleh:
NIKSON
D 101 11 471
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS HUKUM
NON REGULER
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, dengan judul
“PERKEMBANGAN PERBANKAN INDONESIA PASCA TERJADINYA
KRISIS MONETER”.
Makalah ini berisikan tentang langkah-langkah yang diambil oleh
pemerintah Indonesia untuk menstabilkan dunia perbankan di Indonesia
pasca terjadinya krisis moneter yang melanda.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
baik dalam segi bentuk maupun isi yang terkandung didalamnya, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta di dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati segala usaha kita.
PENYUSUN
NIKSON
D 101 11 471
DAFTAR ISI
SAMPUL MAKALAH......................................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. LATAR BELAKANG ...........................................................................
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................
C. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ...................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
A. Perkembangan Perbankan Di Indonesia Pasca Terjadinya Krisis
Moneter ..............................................................................................
BAB III PENUTUP ........................................................................................
A. KESIMPULAN ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis Finansial yang terjadi pada Juli 1997 mempengaruhi mata
uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia,
termasuk Indonesia. Beberapa negara yang paling merasakan dampak
dari krisis finansial ini adalah Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand.
Sebelumnya, pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis.
Tidak
seperti
Thailand,
Indonesia
memiliki
inflasi
yang
rendah,
perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar
yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi
banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun
berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja
baik untuk perusahaan tersebut level efektifitas hutang mereka dan biaya
finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia
melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen.
Rupiah mulai terserang kuat pada bulan Agustus 1997. Pada 14
Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran
floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF kemudian datang dengan
paket bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena
ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar
yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah
pada bulan September. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang
Indonesia menjadi “junk bond”. Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli
dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi
di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang
meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang
disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan
membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh
lagi. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan
menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden
Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Presiden
Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J Habibie menjadi
presiden. Mulai dari sini krisis moneter Indonesia memuncak.
Gejolak krisis moneter inilah yang membuat penulis tertarik untuk
membuat makalah dengan judul “PERKEMBANGAN PERBANKAN DI
INDONESIA PASCA TERJADINYA KRISIS MONETER”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagaimana
perkembangan dunia perbankkan di Indonesia pasca krisis moneter yang
terjadi di akhir tahun 1990an.
C. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Ruang lingkup dari pembahasan masalah dalam makalah ini
adalah segala langkah perubahan yang diambil pemerintah Indonesia
pasca terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Perbankan Di Indonesia Pasca Terjadinya Krisis
Moneter
• Tahun 1999
Pemerintah telah mengambil keputusan untuk melakukan likuidasi
terhadap 38 bank pada Maret 1999 ini. Keputusan pemerintah pada 13
Maret 1999 tersebut juga menetapkan 9 bank yang tetap beroperasi
dengan mengikuti rekapitalisasi dan 7 bank yang diambil alih pemerintah
serta 73 bank yang tetap beroperasi tanpa rekapitalisasi.
Langkah mendasar dalam rangka penyehatan perbankan tersebut
masih menghadapi iklim usaha yang kurang sehat seperti tingkat suku
bunga deposito yang lebih tinggi dari pada suku bunga kredit (negative
spread). Suku bunga antar-bank juga relatif tinggi sekitar 37 persen untuk
overnite pada akhir Maret 1999, yang mengindikasikan ketatnya kondisi
likuiditas perbankan. Berdasarkan laporan mingguan dari Bank Indonesia
(BI), menurunnya jumlah uang kartal pada minggu III Maret 1999 sebesar
Rp 1,4 triliun dari posisi minggu II Maret 1999 mengindikasikan kembali
tenangnya
masyarakat
setelah
proses
restrukturisasi
perbankan
diumumkan pemerintah. Sementara itu, perkembangan besaran moneter
yang lain hingga akhir Maret 1999 menunjukkan posisi aktiva domestik
bersih maupun cadangan devisa bersih berada pada tingkat memenuhi
adjusted target yang ditetapkanoleh IMF. Sedangkan dari laporan harian
BI, transaksi devisa bank Indonesia menunjukkan surplus sebesar 9,3juta
USD dalam bulan Maret 1999. Posisi surplus ini tercapai berkat
penerimaan devisa dari ekspor sebesar 134,8juta USD, sementara
penjualan devisa tercatat sebesar 125,5 juta USD. Dengan perkembangan
ini diperkirakan cadangan devisa netto di akhir bulan Maret akan sedikit di
atas 14,51milliar USD yang tercatat pada minggu III Maret 1999.
• Tahun 2009-2010
Perkembangan berbagai indikator ekonomi menjelang akhir tahun
2009 ditandai oleh terus berlanjutnya perbaikan kondisi makroe konomi
Indonesia. Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya optimisme
terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya
kestabilan makro ekonomi domestik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009
diprakirakan tumbuh 4,3%, inflasi tercatat sebesar 2,78%, Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus, dan nilai tukar secara
point-to-point menguat sebesar 15,65% dibandingkan dengan tahun lalu.
Di tengah-tengah krisis global, berbagai kinerja yang cukup positif tersebut
tidak terlepas dari daya tahan permintaan domestik yang kuat, sektor
perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi pemulihan ekonomi
global yang semakin optimis, serta respons kebijakan fiskal dan moneter
yang akomodatif dalam mendukung terjaganya perekonomian domestik.
Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level tinggi,
didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta keyakinan konsumen
yang masih terjaga. Membaiknya ekspor dan tetap tingginya konsumsi
mendorong optimisme pelakuusaha untuk meningkatkan investasi,
terutama sejak pertengahan tahun 2009. Pada triwulan IV-2009, investasi
diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang tercermin antara lain pada
peningkatan konsumsi semen dan perbaikan pertumbuhan impor barang
modal. Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian tersebut,
pertumbuhan ekonomi secara tahunan di kuartal IV-2009 diperkirakan
akan mencapai sebesar 4,4%. Secara keseluruhan tahun 2009,
perekonomian
diperkirakan
akan
tumbuh
sebesar
4,3%.
Kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mencapai sasaran inflasi
sebesar 5±1% di tahun 2010 akan didukung oleh implementasi serangkai
langkah kebijakan.
Di sisi operasional, fokus kebijakan diarahkan untuk meningkatkan
efektifitas transmisi kebijakan moneter, mengelola ekses likuiditas
perbankan, dan menjaga volatilitas nilai tukar dalam rangka terjaganya
ekspektasi inflasi masyarakat. Di sisi struktural, upaya koordinasi dengan
Pemerintah akan ditingkatkan untuk memitigasi dampak struktural inflasi
yang bersumber dari masalah distribusi, tata niaga, dan struktur pasar
komoditas bahan pokok. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi yang
merupakan tim lintas departemen yang terkait dengan pengendalian inflasi
akan terus diefektifkan baik di pusat maupun di daerah.
Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih
konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5% ±1% dan arah
kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses
pemulihan perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan,
Rapat
Dewan
Gubernur
Bank
Indonesia
pada
6
Januari
2010
memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5% dengan
koridor suku bunga yang juga tetap sebesar +/-50 bps di sekitar BI Rate,
yaitu suku bunga repo sebesar 7% dan suku bunga FASBI sebesar 6%.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan
krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari
berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit
perbankan. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad
mengatakan,
berdasarkan
data
perkembangan
terakhir,
keketatan
likuiditas sudah berkurang. Dalam 2 bulan terakhir likuiditas mulai
berkurang, tapi masih menjadi perhatian. Bertambahnya likuiditas
perbankan tersebut karena ada pelonggaran ketentuan Giro Wajib
Minimum (GWM) dan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan
total kredit tahun per tahun tumbuh 37,1 persen.
DAFTAR PUSTAKA
http://m.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Tinjauan+Kebijakan+
Moneter/TKM_0110.htm
http://www.bappenas.go.id/node/45/723/perkembangan-moneter-/
http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_finansial_Asia_1997#Indonesia
MAKALAH
PERKEMBANGAN PERBANKAN DI INDONESIA
PASCA TERJADINYA KRISIS MONETER
Disusun Oleh:
NIKSON
D 101 11 471
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS HUKUM
NON REGULER
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, dengan judul
“PERKEMBANGAN PERBANKAN INDONESIA PASCA TERJADINYA
KRISIS MONETER”.
Makalah ini berisikan tentang langkah-langkah yang diambil oleh
pemerintah Indonesia untuk menstabilkan dunia perbankan di Indonesia
pasca terjadinya krisis moneter yang melanda.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
baik dalam segi bentuk maupun isi yang terkandung didalamnya, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta di dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati segala usaha kita.
PENYUSUN
NIKSON
D 101 11 471
DAFTAR ISI
SAMPUL MAKALAH......................................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. LATAR BELAKANG ...........................................................................
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................
C. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ...................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
A. Perkembangan Perbankan Di Indonesia Pasca Terjadinya Krisis
Moneter ..............................................................................................
BAB III PENUTUP ........................................................................................
A. KESIMPULAN ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis Finansial yang terjadi pada Juli 1997 mempengaruhi mata
uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia,
termasuk Indonesia. Beberapa negara yang paling merasakan dampak
dari krisis finansial ini adalah Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand.
Sebelumnya, pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis.
Tidak
seperti
Thailand,
Indonesia
memiliki
inflasi
yang
rendah,
perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar
yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi
banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun
berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja
baik untuk perusahaan tersebut level efektifitas hutang mereka dan biaya
finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia
melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen.
Rupiah mulai terserang kuat pada bulan Agustus 1997. Pada 14
Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran
floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF kemudian datang dengan
paket bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena
ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar
yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah
pada bulan September. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang
Indonesia menjadi “junk bond”. Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli
dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi
di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang
meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang
disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan
membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh
lagi. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan
menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden
Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Presiden
Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J Habibie menjadi
presiden. Mulai dari sini krisis moneter Indonesia memuncak.
Gejolak krisis moneter inilah yang membuat penulis tertarik untuk
membuat makalah dengan judul “PERKEMBANGAN PERBANKAN DI
INDONESIA PASCA TERJADINYA KRISIS MONETER”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagaimana
perkembangan dunia perbankkan di Indonesia pasca krisis moneter yang
terjadi di akhir tahun 1990an.
C. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Ruang lingkup dari pembahasan masalah dalam makalah ini
adalah segala langkah perubahan yang diambil pemerintah Indonesia
pasca terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Perbankan Di Indonesia Pasca Terjadinya Krisis
Moneter
• Tahun 1999
Pemerintah telah mengambil keputusan untuk melakukan likuidasi
terhadap 38 bank pada Maret 1999 ini. Keputusan pemerintah pada 13
Maret 1999 tersebut juga menetapkan 9 bank yang tetap beroperasi
dengan mengikuti rekapitalisasi dan 7 bank yang diambil alih pemerintah
serta 73 bank yang tetap beroperasi tanpa rekapitalisasi.
Langkah mendasar dalam rangka penyehatan perbankan tersebut
masih menghadapi iklim usaha yang kurang sehat seperti tingkat suku
bunga deposito yang lebih tinggi dari pada suku bunga kredit (negative
spread). Suku bunga antar-bank juga relatif tinggi sekitar 37 persen untuk
overnite pada akhir Maret 1999, yang mengindikasikan ketatnya kondisi
likuiditas perbankan. Berdasarkan laporan mingguan dari Bank Indonesia
(BI), menurunnya jumlah uang kartal pada minggu III Maret 1999 sebesar
Rp 1,4 triliun dari posisi minggu II Maret 1999 mengindikasikan kembali
tenangnya
masyarakat
setelah
proses
restrukturisasi
perbankan
diumumkan pemerintah. Sementara itu, perkembangan besaran moneter
yang lain hingga akhir Maret 1999 menunjukkan posisi aktiva domestik
bersih maupun cadangan devisa bersih berada pada tingkat memenuhi
adjusted target yang ditetapkanoleh IMF. Sedangkan dari laporan harian
BI, transaksi devisa bank Indonesia menunjukkan surplus sebesar 9,3juta
USD dalam bulan Maret 1999. Posisi surplus ini tercapai berkat
penerimaan devisa dari ekspor sebesar 134,8juta USD, sementara
penjualan devisa tercatat sebesar 125,5 juta USD. Dengan perkembangan
ini diperkirakan cadangan devisa netto di akhir bulan Maret akan sedikit di
atas 14,51milliar USD yang tercatat pada minggu III Maret 1999.
• Tahun 2009-2010
Perkembangan berbagai indikator ekonomi menjelang akhir tahun
2009 ditandai oleh terus berlanjutnya perbaikan kondisi makroe konomi
Indonesia. Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya optimisme
terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya
kestabilan makro ekonomi domestik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009
diprakirakan tumbuh 4,3%, inflasi tercatat sebesar 2,78%, Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus, dan nilai tukar secara
point-to-point menguat sebesar 15,65% dibandingkan dengan tahun lalu.
Di tengah-tengah krisis global, berbagai kinerja yang cukup positif tersebut
tidak terlepas dari daya tahan permintaan domestik yang kuat, sektor
perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi pemulihan ekonomi
global yang semakin optimis, serta respons kebijakan fiskal dan moneter
yang akomodatif dalam mendukung terjaganya perekonomian domestik.
Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level tinggi,
didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta keyakinan konsumen
yang masih terjaga. Membaiknya ekspor dan tetap tingginya konsumsi
mendorong optimisme pelakuusaha untuk meningkatkan investasi,
terutama sejak pertengahan tahun 2009. Pada triwulan IV-2009, investasi
diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang tercermin antara lain pada
peningkatan konsumsi semen dan perbaikan pertumbuhan impor barang
modal. Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian tersebut,
pertumbuhan ekonomi secara tahunan di kuartal IV-2009 diperkirakan
akan mencapai sebesar 4,4%. Secara keseluruhan tahun 2009,
perekonomian
diperkirakan
akan
tumbuh
sebesar
4,3%.
Kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mencapai sasaran inflasi
sebesar 5±1% di tahun 2010 akan didukung oleh implementasi serangkai
langkah kebijakan.
Di sisi operasional, fokus kebijakan diarahkan untuk meningkatkan
efektifitas transmisi kebijakan moneter, mengelola ekses likuiditas
perbankan, dan menjaga volatilitas nilai tukar dalam rangka terjaganya
ekspektasi inflasi masyarakat. Di sisi struktural, upaya koordinasi dengan
Pemerintah akan ditingkatkan untuk memitigasi dampak struktural inflasi
yang bersumber dari masalah distribusi, tata niaga, dan struktur pasar
komoditas bahan pokok. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi yang
merupakan tim lintas departemen yang terkait dengan pengendalian inflasi
akan terus diefektifkan baik di pusat maupun di daerah.
Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih
konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5% ±1% dan arah
kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses
pemulihan perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan,
Rapat
Dewan
Gubernur
Bank
Indonesia
pada
6
Januari
2010
memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5% dengan
koridor suku bunga yang juga tetap sebesar +/-50 bps di sekitar BI Rate,
yaitu suku bunga repo sebesar 7% dan suku bunga FASBI sebesar 6%.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan
krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari
berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit
perbankan. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad
mengatakan,
berdasarkan
data
perkembangan
terakhir,
keketatan
likuiditas sudah berkurang. Dalam 2 bulan terakhir likuiditas mulai
berkurang, tapi masih menjadi perhatian. Bertambahnya likuiditas
perbankan tersebut karena ada pelonggaran ketentuan Giro Wajib
Minimum (GWM) dan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan
total kredit tahun per tahun tumbuh 37,1 persen.
DAFTAR PUSTAKA
http://m.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Tinjauan+Kebijakan+
Moneter/TKM_0110.htm
http://www.bappenas.go.id/node/45/723/perkembangan-moneter-/
http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_finansial_Asia_1997#Indonesia