BUDAYA TIONGHOA DI INDONESIA DALAM SEBUAH CERPEN LAN FANG

  

BUDAYA TIONGHOA DI INDONESIA

DA LA M SEBUA H CERPEN LA N FA NG

Chinese-Indonesian’s Culture in Indonesia in a Short Story by Lan Fang

  

A riyanti

  Balai Bahasa Bandung, Jalan Sumbawa Nomor 11, Bandung 40113 Telepon: 70553960, Pos-el: ariyanti.bandung@yahoo.com

  Naskah masuk: 28 Maret 2011—Revisi akhir: 29 November 2011

  

Abstrak: Lan Fang adalah seorang penulis keturunan Tionghoa. Karya-karyanya banyak menampilkan

budaya Tionghoa. Salah satu karya Lan Fang yang cukup menarik adalah sebuah cerpen yang berjudul

“Yang Liu”. Dalam cerpen tersebut Lan Fang menggambarkan dengan jelas bagaimana orang-orang

keturunan Tionghoa di Indonesia melakukan prosesi pemakaman jenazah. Selain itu, Lan Fang juga

menyelipkan beberapa kosakata Mandarin dan menjelaskan kosakata tersebut sebagai upaya

memperkenalkan bahasa Mandarin pada pembaca. Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana Lan Fang

menjadikan budaya Tionghoa di Indonesia sebagai latar belakang cerita, budaya apa saja yang ditampilkan,

dan makna simbol-simbol yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

  Kata kunci: Lan Fang, budaya, dan pemakaman

Abstract: Lan Fang is a Chinese-Indonesian writer. In her works, she shows Chinese-Indonesian’s

culture. One of her interesting works is a short story called Yang Liu. In Yang Liu, Lan Fang

clearly describes funeral procession in her culture. Introducing Mandarin Language, Lan Fang

gives some Mandarin words with its explanations. This writing desribes how Lan Fang uses the

Chinese-Indonesian’s culture as her strory background, which kind of culture that she presented

and the meanings of its symbol that she representated s.This research uses descriptiv method with

qualitative approach.

  Key words: Lan Fang, culture, and funeral

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

  Karya sastra saat ini telah berkembang

  Reinkarnasi, Perempuan Kembang Jepun,

  dengan pesat terutama dalam bentuk novel

  Lelakon, d an Kembang Gunung Purei.

  d an cerpen. Salah seorang p enulis y ang Karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen cukup produktif adalah Lan Fang. Lan Fang adalah Laki-laki yang Salah dan Yang Liu. d ilahirkan d i Surabay a sebag ai seo rang

  “ Yang Liu” adalah judul sebuah cerpen p eremp uan keturunan Tio ng ho a. Tid ak yang terdapat di dalam kumpulan cerpen heran jika budaya Tionghoa sering menjadi dengan judul yang sama. Cerpen ini pernah latar dalam karya-karyanya. Karya-karya diterbitkan pada tanggal 20 Oktober 2007

  Lan Fang dalam bentuk novel adalah Pai Yin, di harian Pikiran Rakyat. Cerpen Lan Fang

   A RI YAN T I : B UDAYA T I ONGHOA DI

  I NDONESI A DALAM S EBUAH C ERPEN L AN F ANG

  y ang berjud ul “ Yang Liu” bertemakan seorang perempuan keturunan Tionghoa yang menolak cinta seorang laki-laki karena trauma di masa lalunya, yaitu setiap laki- laki yang mencintainy a akan mengalami nasib sial, y aitu m ati secara trag is. Perempuan tersebut bernama Lan Fang atau Yang Liu. Ia bekerja di sebuah biro jasa pengurusan jenazah. Prosesi pemakaman jenazah dalam budaya Tionghoa ini yang menjadi latar cerita dalam cerpen “ Yang Liu” . Dalam cerpen berjudul Yang Liu, Lan Fang selain m eng g am barkan p ro sesi pemakaman jenazah, juga menampilkan beberap a ko sakata kekerabatan d an makanan dalam budaya-budaya Tionghoa. Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya Lan Fang untuk memperkenalkan bahasa Mandarin pada para pembaca.Paparan Lan Fang dalam cerpen ini memudahkan para pembaca yang bukan keturunan Tionghoa untuk m em aham i bag aim ana tatacara pemakaman menurut budaya Tionghoa di Indonesia dan mengingatkan generasi muda keturunan Tio ng ho a akan bud ay a leluhurnya.

  Tulisan ini akan m end eskrip sikan permasalahan sebagai berikut. 1. bagaimana prosesi pemakaman jenazah dalam budaya Tionghoa di Indonesia menurut Lan Fang, 2. perlengkapan apa saja yang diperlukan dalam pengurusan jenazah dalam budaya Tionghoa di Indonesia, 3. kosakata apa yang diperkenalkan Lan Fang dalam cerpen ini, 4. ap a makna y ang terkand ung d alam simbol-simbol prosesi pemakaman jenazah dalam budaya Tionghoa di Indonesia.

  Menurut Hoed (2007:5) semiotik dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan. Semiotik memandang budaya sebagai suatu sistem tanda yang berkaitan satu sama lain dengan cara memahami makna yang ada di dalamnya.

  Barthes d alam Ho ed (2007:13) menggunakan konsep makna konotasi untuk membahas makna gejala budaya. Konsep ini d ig unakan Barthes untuk m enjelaskan bag aim ana g ejala bud ay a y ang d ilihat sebagai tanda untuk memperoleh makna khusus dari anggota masyarakat, misalnya m inum an ang g ur (le v in) bag i o rang Perancis merupakan minuman yang mimiliki nilai reto ris, bukan sekad ar m inum an beralkohol. Makna gejala budaya juga dapat ditafsirkan sebagai fungsi. Teori ini dapat diterapkan dalam mengungkapkan makna

  hio

  y ang d ig unakan d alam p ro sesi pemakaman orang Tionghoa di Indonesia.

  Berbeda dengan Hoed, Geertz d alam Fasya (2006:ix) memandang kebud ayaan sebagai sebuah cara untuk berfikir, merasa, dan memercayai sesuatu ‘ a way of thingking,

  feeling, and believing’

  , sedangkan Sibarani (2006:6) yang menyatakan bahw a istilah- istilah d alam kebud ayaan d aerah sang at bany ak d an p erlu d ip aham i untuk memahami ko nsep budaya daerah y ang bersang kutan. M emahami istilah-istilah kekerabatan (kinship terms) sang at berm anfaat untuk m em aham i sistem kekerabatan, m em aham i w arna y ang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu juga sangat bermanfaat untuk memahami sistem w arna (colour systems) dan simbol-simbol lain d alam bud ay a m asy arakat itu.

1.2 Rumusan M asalah

  Pem aham an p aling m end asar p ad a kebud ay aan d im ulai d ari p em aham an makna istilah-istilah bud ay a itu. Makna istilah-istilah seperti itu perlu diteliti untuk mengetahui konsep bud aya yang ada di dalamnya serta untuk memahami perilaku budaya yang ada di masyarakat kita.

  3. M etode Penelitian

  M eto d e y ang d ig unakan d alam p enelitian ini ad alah m eto d e d eskrip tif d engan p end ekatan kualitatif. Pertama- tama, data berupa paragraf-paragraf yang berisi p enjelasan tentang p ro sesi p em akam an d ikum p ulkan kem ud ian d isusun berad asarkan urutan pelaksanaannya. Paragraf-paragraf tersebut lalu dijabarkan isinya. Simbol-simbol yang disebutkan pada setiap paragraf ditelaah

2. Landasan Teori

  METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  , Desem ber 2011: 116—122 m akna d an fung siny a d alam bud ay a Tio ng ho a. Setelah d ata d ijabarkan kem ud ian d isim p ulkan bag aim ana sebenarnya p ro sesi pemakaman jenazah dalam budaya Tionghoa di Indonesia yang dipaparkan oleh Lan Fang dalam cerpen “ Yang Liu” dan makna yang terkandung dalam budaya tersebut.

  Budaya Tionghoa di Indonesia berasal dari budaya leluhur Negeri Tiongkok (Cina) y ang telah m eng alam i p ro ses asim ilasi dengan budaya-budaya lokal di Indonesia. Salah seorang penulis keturunan Tionghoa, Lan Fang, sering memperkenalkan budaya Tio ng ho a d i Ind o nesia d alam kary a- karyanya. Melalui karya-karyanya itu, Lan Fang mengajak pembaca untuk mengenal bagaimana budaya dan kehidupan orang- o rang Tio ngho a d i Indo nesia sekaligus m enjaw ab kekhaw atiran g enerasi tua Tio ngho a akan keberlangsung an trad isi menyembahyangi meja abu dan berbagai acara sembahyang (Meij, 2009:93).

  Kep ercay aan trad isio nal Tio ng ho a d ip eng aruhi o leh beberap a kepercay aan atau filsafat, antara lain Buddhisme (Bud- d ha), Ko nfusianisme(Kong Hu Cu), dan Tao isme (Tao ). Kep ercay aan tradisio nal Tio ng ho a m em enting kan ritu al penghormatan kepada leluhur dan dewa- dew i.

  Tradisi Tionghoa pada mulanya hanya memercay ai ad any a 2 alam, y aitu alam langit yang dihuni oleh dewa-dewi dan alam manusia. Setelah masuk Buddhisme, konsep ini berubah menjad i 3 alam, y aitu alam m anusia, alam baka, d an alam lang it. M asy arakat trad isio nal Tio ng ho a jug a memercayai bahw a manusia setelah mati akan memasuki alam baka dan menjalani kehidupan seperti di alam dunia. Atas dasar inilah, uang em as d an uang p erak diciptakan. Uang emas (kim cua) untuk dewa-dewi dan uang perak (gim cua) untuk ro h m anusia d i alam baka. (ww w .groupsyahoo.com)

  Bagi o rang -o rang Tio ng ho a, upacara kem atian sang at p enting untuk menunjukkan bakti d an p eng ho rmatan terakhir pada orang yang telah berpulang. Di Indonesia prosesi pemakaman seperti ini sudah mengalami akulturasi dengan budaya lokal dan agama yang ada.

  Tulisan ini hany a akan mendeskripsikan buday a Tionghoa y ang d ip erkenalkan Lan Fang d alam sebuah cerpen yang berjudul “ Yang Liu” . Dalam cerpen tersebut, Lan Fang menggambarkan bag aimana p rosesi p emakaman jenazah serta memperkenalkan beberapa kosakata makanan dan kekerabatan dalam bahasa Mandarin.

4. Hasil dan Pembahasan

  4.1 Prosesi Pemakaman Jenazah dalam Budaya Tionghoa di Indonesia

  Setiap bud ay a, ag am a, d an aliran kepercayaan di Indonesia memiliki tatacara peng urusan jenazah yang berbeda-bed a. Begitu pula dengan kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia. Lan Fang seorang p erem p uan keturunan Tio ng ho a menggambarkan hal itu melalui cerpen.

  Di kota besar seperti Surabaya, meninggal sud ah bukan sekad ar m enguap kan aroma duka cita lagi. Tetapi, bau bisnis dan keuntungan sud ah mengendus- end us d i d alam ny a. Sebag aimana lay akny a o rang m enikah, o rang meninggal pun ditangani oleh biro jasa y ang m enyed iakan sem ua p ernak- perniknya, mulai dari peti mati, upacara adat, sampai penguburan, atau bahkan untuk hal sepele, menyediakan bunga tabur dan kacang untuk camilan para pelayat. (PR, 2007:paragraf 7)

  Pad a p arag raf tersebut, Lan Fang menjelaskan bahw a untuk p eng urusan jenaz ah terd ap at biro jasa p eng urusan jenazah yang meng atur jalannya prosesi p em akam an d an m eny ed iakan sem ua pernak-pernik yang diperlukan, seperti peti mati, bung a tabur, dan hid ang an untuk p ara p elay at berup a kacang . Tem p at persemayaman yang disediakan oleh biro

   A RI YAN T I : B UDAYA T I ONGHOA DI

  I NDONESI A DALAM S EBUAH C ERPEN L AN F ANG

  jasa pengurusan jenazah digambarkan Lan pengurusan jenazah, berikut penjelasan Lan Fang sebagai berikut. Fang pada paragraf 25 dan 26.

  

Tempat persemayaman ini memiliki dua Aku semakin tertarik kepadanya ketika

area yang bundar seperti komidi putar. melihat ia melakukan semua tugasnya

Setiap area memiliki dua puluh empat dengan nyaris tanpa ekspresi. Ia tidak

ruang yang bisa disekat-sekat dan diberi pernah tersenyum. Walaupun ia juga

nomor untuk menyemayamkan jenazah tidak pernah cemberut. Ia mengatur

yang sudah diletakkan dalam peti mati. semuanya dengan datar. Sejak upacara

Setiap ruangan bisa menampung sekitar memasukkan jenazah ke dalam peti mati,

lima puluh orang pelayat. Jika pelayat yang dihujani oleh isak tangis ketika peti

semakin banyak, maka semakin banyak mati tertutup, sampai ia menata meja

pula ruangan yang dipergunakan. (PR, sembahyang di d epan peti mati. Ia

2007:Paragraf 11) meletakkan sepasang lilin, tempat hio,

fo to ama, juga menata sesajen yang

  Jad i, jenaz ah d iletakkan d i tem p at

  berupa tiga mangkuk nasi putih dan tiga

  persemayaman jika jenazah tersebut telah

  gelas air kecil teh, lima macam masakan,

  dimasukkan ke dalam peti mati. Tempat

  lima macam kue, dan lima macam buah-

  persemayaman tersebut memiliki dua area

  buahan. Juga menyiapkan baskom kecil

  bund ar, setiap area memiliki d ua p uluh

  berisi air, handuk kecil, sikat gigi dan

  empat ruangan yang bisa disekat-sekat dan

  pasta gigi di atas sebuah kursi di samping

  diberi nomor. Ruang tersebut cukup besar peti mati. dan mampu menampung lima puluh orang

  Ia mengganti semua sesajen di atas meja pelayat. sembahyang setiap pagi, siang, dan sore

  M enurut Lan fang ad a beberap a

  hari, setiap hari. Begitu juga air di dalam

  langkah yang dilakukan dalam pengurusan

  baskom dan sikat gigi. Ia melakukan

  jenazah, yaitu:

  semuanya seakan-akan melayani orang yang masih hidup. Sebagaimana kami

  1. Jenazah disimpan di tempat persemayaman. semua, anak, menantu, dan cucu, serta

  Jika tempat persemayaman penuh, jenazah cicit ama, pun setiap pagi, siang, sore, disuntik formalin terlebih dahulu untuk mengangkat hio dan bersujud . (PR, mencegah pembusukan, kemudian disimpan

  2007:paragraf 25 dan 26) di lemari pendingin.

  Pad a p arag raf 25, Lan Fang

  2. Setelah ruang persemayaman tersedia,

  menyebutkan adanya upacara memasukkan jenazah dimandikan dan didandani. jenaz ah ke d alam p eti, tetap i sang at

  Wajahnya diberi riasan dan diberi pakaian

  d isay ang kan up acara tersebut tid ak

  tradisional, yaitu pakaian model Mao Ze

  dijelaskan lebih rinci. Di depan peti mati

  Tung untuk mayat laki-laki dan pakaian

  diletakkan sebuah meja sembahyang untuk

  model Apek Chiong Sam untuk mayat

  meletakkan foto almarhum, sepasang lilin,

  perempuan atau pakaian modern (jas untuk

  tempat hio, dan sesajen. Di atas kursi di

  jenazah laki-laki dan pakaian pengantin

  samping peti mati diletakkan baskom kecil warna putih untuk jenazah perempuan). berisi air, handuk kecil, sikat gigi dan pasta

  

3. Upacara memasukkan jenazah ke dalam peti gigi. Simbol-simbol budaya yang muncul

mati. dalam proses ini adalah peti mati, sesajen,

  lilin, hio dan perlengkapan mandi.

  4. Menghitung hari baik untuk pemakaman.

  M enurut kep ercay aan trad isio nal Saat jenazah d isemayamkan, sambil

  Tio ng ho a, p eti mati ad alah rumah bag i menunggu hari baik, ada beberapa hal yang arw ah o rang y ang mening g al sehing g a harus d ilakukan o leh keluarg a y ang muncul tradisi penamaan peti mati. Menurut ditinggalkan atau dilakukan oleh biro jasa kepercayaan tradisional Tionghoa, jika peti METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  , Desem ber 2011: 116—122 mati tidak diberi nama atau tand a, sang arwah akan bingung mencari rumahnya.

  Sesajen merupakan persembahan bagi dewa-dewa agar sang arwah dapat diterima di akhirat. Kepercay aan terhadap d ew a- d ew a beg itu kental d alam trad isio nal Tio ng ho a. D alam keluarg a y ang masih memeg ang teg uh ad at-istiad at, seo rang anak tertua d alam keluarg a y ang ditinggalkan harus memecahkan semangka sebelum mobil jenazah diberangkatkan dan sebelum peti mati dimasukkan ke dalam p embakaran. Hal ini d ilakukan sebag ai persembahan kepada dewa penjaga akhirat agar sang arwah diizinkan lewat. Mengapa buah semangka? Konon sang dewa sangat menggemari semangka. (www.ekaristi.org)

  Lilin d isimp an di meja sembahy ang, dimaksudkan untuk memberi penerangan jalan y ang akan d ilew ati sang arw ah. Makna ini muncul sebagai makna konotasi g ejala bud ay a karena makna ini ad alah makna y ang d iberikan o leh masy arakat pendukung budaya Tionghoa di Indonesia.

  Hio m enurut Lie (w w w .ratnariani. wordpress.com) memiliki tiga manfaat, yaitu sebag ai alat sem bahy ang , sebag ai pengharum ruangan dan sebagai pengukur w aktu. Sebag ai alat sem bahy ang , hio menimbulkan aroma sangat berkhasiat yang berguna untuk menenangkan pikiran dan meningkatkan konsentrasi saat beribadah.

  Perlengkap an mand i dised iakan atas d asar kep ercay aan bahw a arw ah tetap m elang sung kan hid up d i alam baka. Bahkan, untuk melengkapi keperluan hidup sang arw ah di alam baka, keluarga yang ditinggalkan harus memasukkan barang- barang kesayangan almarhum dalam peti mati. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi arw ah, keluarg a harus membakar uang- uangan kertas. Hal ini dijelaskan Lan Fang pada paragraf 33 sebagai berikut.

  Ia diam sejenak. Tetapi tangannya tetap sibuk melipat kertas-kertas uang-uangan untuk persiapan dibakar ketika prosesi penguburan. (PR, 2007:paragraf 33)

  Pem bakaran uang -uang an kertas dilakukan atas dasar kepercayaan bahw a dew a api merupakan penghubung dunia manusia, alam baka, dan alam langit. Dewa api inilah yang diyakini akan mengirimkan uang tersebut pada sang arwah.

  4.2 Kosakata M akanan

  D alam cerp en Y ang Liu, Lan Fang menggunakan beberapa kosakata makanan d alam bahasa M and arin. Hal ini d ap at dilihat pada paragraf 8 berikut ini.

  Aku mengenalnya ketika ama (ibu dari pihak ayah) meninggal. Ama meninggal di suatu pagi setelah menghabiskan sarapannya, semangkuk kecil bubur enc er d an sep aruh bakpau. Ia “ meng hilang ” beg itu saja, ketika merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Ia lebih mirip lupa bernafas daripada m eng ing g al. Kam i masih sulit mempercayai bahw a ama meninggal ketika membawa jenazahnya ke tempat p ersem ay am an jenaz ah. (PR, 2007:paragraf 8)

  Bakpau

  adalah makanan khas Tionghoa, sedangkan bubur di dalam cerpen ini tidak dijelaskan bubur jenis apa, apakah bubur khas Cina atau bubur lainnya. Di Indonesia jug a telah lama d ikenal berbagai macam bubur.

  4.3 Kosakata kekerabatan

  Kosakata kekerabatan d alam bahasa Mandarin yang muncul dalam cerpen ini adalah ama (panggilan untuk ibu dari pihak ayah), kuku (saudara perempuan dari pihak ay ah), asing (ip ar peremp uan), d an susu (p am an). Kata ama d ap at d ilihat p ad a paragraf 8, sebagai berikut.

  Aku mengenalnya ketika ama (ibu dari pihak ayah) meninggal. Ama meninggal di suatu pagi setelah menghabiskan sarapannya, semangkuk kecil bubur enc er d an sep aruh bakpau. Ia “ meng hilang ” beg itu saja, ketika merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Ia lebih mirip lupa bernafas daripada m eng ing g al. Kam i masih sulit mempercayai bahw a ama meninggal ketika membawa jenazahnya ke tempat

   A RI YAN T I : B UDAYA T I ONGHOA DI

  I NDONESI A DALAM S EBUAH C ERPEN L AN F ANG p ersem ay am an jenaz ah. (PR, 2007:paragraf 8)

  Kata kuku dan asing dapat dilihat pada paragraf 15, sebagai berikut.

  Ketika jenazah ama dikeluarkan dari lemari pendingin, menghamburlah hujan tangis dari para perempuan—mama, kuku (saudara perempuan dari pihak ayah), asing (ipar perempuan dari pihak ayah)

  , berikut sem ua cuc u-cuc u perempuan lainnya. Sedangkan kaum laki-laki hanya menyimpan gumpalan kepedihan itu dalam bentuk mata yang berkaca-kaca. Bukankah selama ini kaum laki-laki seakan-akan diharamkan untuk meneteskan air mata? (PR, 2007:paragraf 15)

  Kata susu dapat dilihat pada paragraf 40 sebagai berikut.

  Susu (paman) Wong, pemilik perusahaan peti mati itu tahu bahwa keluarganya m iskin. Karena rumah petak y ang dihuninya tepat berad a d i belakang gudang tempat susu Wong menyimpan p ersed iaan p eti-p eti m ati. (PR, 2007:paragraf 40)

  Sep erti p ad a p alag raf-p alag raf sebelumnya, Lan Fang juga membubuhkan keterangan padanan susu dalam bahasa In- donesia, yaitu paman.

  Dalam cerp en y ang berjud ul “ Yang Liu” , Lan Fang m enam p ilkan p ro sesi p em akam an jenaz ah d alam bud ay a Tionghoa di Indonesia. Prosesi pemakaman jenaz ah ad alah m em baw a jenaz ah ke tempat persemayaman, menyuntikkan for- malin dan disimpan di lemari pendingin untuk m enceg ah p em busukan p ad a jenazah, kemud ian jenazah d imand ikan d an d id and ani. Setelah jenaz ah siap , diadakan upacara memasukkan jenazah ke dalam peti. Sebelum jenazah dimakamkan sam bil m enung g u hari baik, keluarg a m eny ed iakan m eja sem bahy ang untuk m eny im p an sesaji, fo to alm arhum , p erleng kap an m and i, lilin, d an hio . Sembahyang dilakukan setiap pagi, siang, dan sore. Jenazah dimakamkan pada hari baik yang telah ditentukan.

  Lan Fang jug a berusaha memperkenalkan kosakata Mandarin pada pembacanya, yaitu kosakata seperti ama (ibu dari pihak ayah), kuku (saudara perempuan dari pihak ayah), asing (ipar perempuan dari p ihak ay ah), d an susu (p am an), serta kosakata makanan seperti bakpau.

  Kep ercay aan trad isio nal Tio ng ho a memercayai kehidupan dalam tiga alam, yaitu alam manusia, alam baka, dan alam langit. M anusia setelah mening gal akan memasuki alam baka. Guna melapangkan jalan dan menghantar sang arwah menuju kehid up an selanjutny a, keluarg a atau kerabat yang masih hidup melakukan ritual- ritual tertentu yang sarat makna. Seluruh ritual pengurusan jenazah pada dasarnya merupakan bentuk bakti dan penghormatan kerabat yang ditinggalkan pada orang yang meninggal.

5. Simpulan

  Menjadikan budaya daerah sebagai latar belakang sebuah kary a sastra m erup akan sebuah cara untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya yang ada di Indonesia.

  Daftar Pustaka Fang, Lan. “Yang Liu”. Bandung: Harian Pikiran Rakyat, tanggal 20 Oktober, 2007 hlm 27.

  

Fasya, Teuku Kemal. 2006. “Menulis Kajian Budaya, Mengompromikan Kata dan Luka dalam

Pengetahuan” dalam Kata dan Luka Kebudayaan. Isu-isu Gerakan Kebudayaan dan Pengetahuan Kontemprorer. Medan: USU Press.

  

Francesca. “Tradisi Kong Hu Cu VS Imam Katolik” dalam Akademi Kontra Indiferentisme.

www.ekaristi.org . Diunduh tanggal 14 Januari 2010

  METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  , Desem ber 2011: 116—122

  

Hoed, Benny H. 2007. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Universitas Indonesia.

Jiang, Rinto. 2008. “Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok” dalam www.goupsyahoo.com. Diunduh

tanggal 12 Januari 2010

Lie, Agustinus.P. 2009. “Tradisi Tionghoa Tentang Kematian dan kehidupan Kekal dalam Perspektif Iman

Katolik” dalam www.ratnaariani.wordpress.com. Diunduh tanggal 29 Januari 2009

Meij, Lim Sing. 2009. “Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa. Sebuah Kajian Pascakolonial”. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Sibarani, Robert. 2006. “Antropolinguistik dan Semiotika” dalam Kata dan Luka Kebudayaan. Isu-isu

Gerakan Kebudayaan dan Pengetahuan Kontemprorer. Medan: USU Press.