Usaha Gerakan Separatis Organisasi Papua

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanpa terasa,50 tahun sudah Papua menjadi bagian dari Indonesia. Papua adalah wilayah
paling timur Indonesia yang bergabung kedalam Negara Kesatuan Replublik Indonesia (NKRI),
melalui perjanjian internasional, yaitu perjanjian New York pada 15 Agustus 1962. Hingga kini
di wilayah tersebut masih sering terjadi Konflik, baik konflik vertikal antara sebagian rakyat
papua,dengan pemerintah Indonesia maupun konflik horizontal antarsesama masyarakat di tanah
Papua, yang terkait persolana politik, ekonomi atupun social budaya.
Papua adalah sebuah wilayah yang kompleks. Wilayah ini kaya akan sumber daya alam
dan budaya, tetapi sebagian besar penduduk asli Papua masih amat miskin, bahkan ada sebagian
kecil masyarakatnya yang hidup seakan masih berada di zaman batu muda (neo-lithcum). Dari
sisi topografi, wilayah Papua terdiri atau wilayah pantai, lembah, gunung, dan pulau-pulau besar
dan kecil. Papua adalah wilayah Indonesia yang paling banyak kelompok etniknya, sekitar 250an etnik dihitung dari jumlah bahasa yang mereka gunakan. Ini yang menjadikan Indonesia
adalah negara nomer dua yang memiliki bahasa yang paling banyak setelah Papua Nugini, yang
memiliki 700an bahasa atau kelompok etnik.
Tulisan ini saya beri judul “ Peran Majelis Rakyat Papua Dalam Pemilihan Gubernur
Papua Barat”, setalah Orde Baru Berakhir, muncul desakan-desakan dari penduduk asli Papua
dan dunia Internasional yang menuntut Papua untuk merdeka, Konflik tanah papua yang telah

berlangsung selama lima dekade. Untuk meredam tuntutan kemerdekaan penuh dari rakyat

2

Papua, pemerintah yang itu dipimpin oleh B.J Habibie merumuskan sebuah rancangan otonomi
khusus yang isinya desentralisasi yaitu UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Solusi
yang di tawarkan UU tersebut adalah desentralisasi, yaitu kontrol adminitrasi dan pengelolaan
sumber daya lokal dijalankan oleh pemerintahan tingkat kabupaten Kabupaten/Kota1
Namun UU No.22 tersebut tidaklah cukup dala meredam tuntuntan dari rakyat Papua
Untuk Merdeka, akhirnya pemerintah B.J Habibie menelurkan UU No.45 Tahun 1999 tentang
pembentukan provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, kabupaten Paniai, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.dengan SK Presiden, Habibie juga
menetapkan dua gubernur bagi Provinsi Irian Barat dan Irian Tengah, yakni Abraham Atururi dan
Herman Monim yang sebelumnya menjabat sebagai wakil-wakil gubernur Irian Jaya.
Kedua Gubernur tersebut dilantik secara diam-diam di Jakarta pada 11 oktober 1999.
Kedua kebijakan tersebut diambiloleh pemerintahan habibi untuk maksud mendekatkan
masyarkat Papua dengan Pemerintah. Sebaliknya, orang-orang Papua yang kritis justru menilai
bahwa kebijakan ini di ambil dengan maksud untuk memecah belah dan menguasi papua seperti
yang biasa dilakui selama ini oleh pemerintah. Penolakan diwujudkan dengan berbagai aksi
unjuk rasa yang dilakukan oleh warga Papua, pucak dari aksi unjuk rasa tersebut adalah di

dudukinya kantir gubernur Papua pada 19 Oktober 1999. Pada hari yang sama DPRD Tingkat I
Iriian Jaya juga mengadakan sidang istimewa untuk membahas pemekaran Irian Jaya dan
pelantikan dua Gubernur. DPRD Irian Barat Juga Menuntut untuk mencabut UU NO. 45 Tahun
1999 tentang pemekaran Irian Jaya. Tuntutan Itu dikarenakan semua Elemen masyarakt Papua

1 Rodd McGibbon, Aceh and Papua: Is Special Autonomy The Solution?, 2004), hlm.9

3

memiliki pandangan yang sama tentang pemekaran, yaitu pemekaran adalah upaya oemerintah
untuk memecah belah Papua.
Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI hasil pemilu 1999 segera merumuskan
kebijakan baru tentang Papua. MPR RI mensahkab Tap MPR RI Nomor IV tentang Garis-Garis
Besar Halauan Negara (GBHN) 1999-2004 yang menetapkan bahwa “ Intregrasi bangsa di dalam
wadah Negara kesatuan Replubik Indonesia dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman
kehidupan social budaya masyarakat Irian Jaya melalui penetapan daerah Otonomi Khusus yang
diatur Undang-undang. Menurut S.P. Morin, anggota DPR wakil dari provinsi Papua, ide
otonomi khusus tersebut dibicarakan untuk ditetapkan hanya di Provinsi Aceh. Lalu setelah
perdebatan panjangyang melibatkan Politisi-politis Papua termasuk J.P salossa, Ruben Gobay,
dan Tony Rahail, Otonomi Khusus akhirnya diberlakukan juga di Papua

Setelah proses panjang yang penuh dinamika, dan setelah pergantian Presiden dari B.J
Habibie kepada Abdurahman Wahid Akhirnya UU Otonomi khusus lahir, namun karena
Abdurahman Wahid di makzulkan oleh MPR akhirnya UU Otsus yaitu UU No 21 tahun 2001 di
sahkan oleh Presiden Megawati yang menggantikan Abdurahman Wahid. Akibat dari UU itu
Provinsi Irian Barat di Ganti menjadi Provinsi Papua,UU Otsus juga mengatur tentang
pengelolaan dana yang desantralisasi, diberlakukannya Peradilan Adat, dan memiliki sistem
Parlemen Bikameral di Provinsi. Meskipun sudah ada UU Otsus, namun untuk menunjang
pelaksaan UU Otsus, masih di perlukannya peraturan tambahan termasuk, peraturan
perundangan, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan daerah Khusus (Perdasus),
peraturan Daerah Provinsi (perdasi) dan peraturan pemerintahan daerah kabupaten/kota untuk
mengimplementasikanya.

4

Salah satu kewajiban Otsus adalah dibentuknya sistem bikameral parlemen di Provinsi,
selain perdasus tentang dana Otsus, perdasus yang harus diutamakan adalah tentang MRP
( Majelis Rakyat Papua) tetapi PP dan Perdasus MRP tidak kunjung dibuat, Pemebentukan MRP
mundur hingga 4 tahun dan baru terbentuk pada tahun 2005. Keterlambatan pembentukan MRP
adalah disebabkan Karena Pemerintah Menaruh Kecurigaan bahwa MRP akan menjadi Lembaga
Superbody yang ada di Papua.

Tertundanya Pembentukan MRP hingga empat tahun berdampak, lahirnya kebijakan yang
bertetangan denag UU Otsus. Salah satunya adalah intruksi presiden (Inpres) No. 1 tahun 2003
yang merupakan tindak lanjut dari UU No. 45 tahun 1999 tentang pemekaran Irian Jaya. 23
Secara substansial UU No. 45 tahun 1999 telah ditolak oleh DPRD dan juga masyarakat
Papua. Secara prosedur Hukum, lahirnya inpres I/2003 juga dinilai bertentangan dengan UU
Otsus, didalam UU 21/2001 disebutkan bahwa pemekaran daerah Papua harus atas persetujuan
MRP dan DPRP, sementara itu saat inpres diterbitkan MRP belum terbentuk.
Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah sebuah lembaga di provinsi Papua yang
beranggotakan penduduk asli Papua, MRP adalah Lemabaga yang dihasilkan melalui produk
Politik yang dibuat khusus bagi Papua, yaitu UU No 21 Otsus 2001 tentang otonomi Khusus
Papua, pada Bab V UU Otsus, dijelaskan bahwa bentuk dan susunan Pemerintahan provinsi
Papua terdiri dari tiga Komponen yaoutu Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP/DPRD),
pemerintah Daerah (Gubernur beserta jajarannya) dan MRP4

2 http://www.m.hukumonline.com
3Murdian S. Widjojo, “ Membaca Kekerasan di Timika”, dalam http://www.unisosdem.org, di unduh pada 1
November 2013
4 Wikipedia, Majelis Rakyat Papua, dalam http://www.wikipedia.org diakses tanggal 1 November 2013

5


MRP dalam tugas dan wewenangnya adalah sebagai lembaga yang diisi oleh penduduk
asli Papua, adalah memberi pertimbangan, saran dan persetujuan terkait rancangan Perdasus,
menjadi pihak ketiga atas kerjasama yang di lakukan pemerintah dengan penduduk asli tanah
Papua, menjadi penyalur aspirasi penduduk asli Papua, melindungi budaya asli Papua, dan
memberikan pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian bakal calon Gubernur Papua dan
Moral secara Pribadi
Terkait wewenang untuk menimbang dan menyetujui bakal calon gubernur, MRP yang
tujuan adalah menjadi instrumen dan jembatan bagi penduduk asli Papua dalam menyampaikan
aspirasinya, malah menjadi intrumen bagi para elit Politik di Papua, Hal ini dapat dilihat ketika
dualisme MRP terjadi yaitu MRP dan MRPB ( Majelis Papua Barat).
Dualisme ini terjadi akibat dari kepentingan para elit politik Papua untuk maju dalam
pemilihan Gubernur Papua Barat, pada 12 April 2011 Mendagri Garmawan Fauzi melantik 73
anggota MRP, namun pada 15 Juni 2011 tanpa diduga-duga Gubernur Papua Barat Abraham O
Atuturi melantik sejumlah utusan MRP dari Papua Barat menjadi anggota Majelis Rakyat Papua
Barat (MRPB), akibat dualisme MRP ini menjadi polemik bagi Penduduk Papua, Karena UU
Otsus hanya mengamanatkan satu MRP untuk semua Provinsi
Dualisme MRP ini, banyak pengamat yang menilai terjadi karena kepentingan
Pemilukada Papua Barat. Karena kewenangan MRP dalam menentukan Bakal calon Gubernur,
maka banyak yang menduga bahwa kelahiran MRPB adalah ulah dari salah satu elit politik

Papua yang akan maju dalam Pemilukada Papua Barat.

6

Dualisme MRP membuat kekacauan posisi jabatan pimpinan antara MRP di Papua dan
MRP di Papua Barat. Sebagai contoh: Ibu Dorkas yang menjabat sebagai ketua MRP, ia juga
menjabat sebagai wakil ketua MRP di Papua Barat. Sejak awal terbentuknya MRPB sudah
banyak pengamat yang menilai bahwa Aroma Persaingan Politik di Papua sangat panas, Papua
yang sebelum di berlakukannya UU Otsus dijuluki Hotland atau Tanah Panas, saat ini
nampaknya UU Otsus tidak bisa menghilangkan stigma Papua sebagai tanah yang panas, padahal
kehadiran UU Otsus diharapkan menjadi pendingin atas konflik yang terjadi di Papua.
Dualisme MRP ini menjadi salah satu bukti penyebab Gagalnya Otsus dalam mencapai
tujuan untuk memajukan provinsi Papua, Otsus yang diharapkan menjadi instrument untuk
rakyat Papua, malah menjadi instrumen bagi elit politik di Papua. Pemilukada di Papua pun
menjadi salah penyebab Konflik di tanah Papua, padalah ide Desentralisasi adalah untuk
meredam konflik antar Papua dan Jakarta, salah satu hal disebakan dari Desantralisasi adalah
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dari tingkat Provinsi hingga tingkat Kabupaten/Kota.
Saat ini banyak pengamat yang menilai bahwa Pemilukada sering menjadi peneyebab
konflik di Papua, Konflik berdarah sering terjadi akibat Pemilukada, Para Elit politik Papua
sering memangfaatkan rendahnya pendidikan dari sebagian rakyat Papua untuk menjadi massa

yang berbuat anarkis untuk mencapai tujuan para elit Politik. Bahkan untuk penetapan bakal
calon saja sering terjadi kerusuhan yang menyebabkan puluhan rakyat tidak berdosa meninggal.
Terjadinya dualisme MRP adalah salah satu kegagalan Otsus, dualisme yang sangat
bermuatan politik lahir karena kurangnya ketegasan pemerintah pusat terhadap para elit Papua.
dualisme MRP adalah, terkait konspirasi politik pemilihan Gubernur dan Wagub di Papua Barat.
MRP pernah membuat satu kesepakatan terkait satu kesatuan kultural dan ekonomi. Namun jika

7

ada dua MRP, maka satu kesatuan kultural dan ekonomi tersebut terancam hilang. Berdasarkan
paparan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian penyebab dualisme
MRP, dalam penelitian ini Penulis Memberi Judul ” Penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua”
1.2 INDENTIFIKASI MASALAH
Masalah yang akan penulis angkat dalam penelitian ini adalah
1.
Bagaiaman proses munculnya dualisme Majelis Rakyat Papua ?
2.
Apa penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua ?
3.
Bagaimana peran elit politik Papua dalam menyikapi dualisme Majelis Rakyat

4.

Papua?
Faktor Apa yang berpengaruh dalam Proses Kemunculan Dualisme Majelis
Rakyat Papua ?

1.3 BATASAN MASALAH
Meskipun banyak masalah yang terjadi di tanah Papua, dalam penelitian ini penulis
hanya akan membahas penyebab Dualisme Majelis Rakyat Papua
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang proses kemunculan dan factor
apa saja yang menjadi penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua

1.5 SIGNINFIKASI PENELITIAN
Adapun signifikansi penelitian ini terbagai menjadi dua signifikansi yaitu, sebagai berikut
1. Signifikansi Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan khasanah
ilmu serta sebagai pengaplikasian Ilmu Politik khususnya Mahasiswa FISIP UMJ (Ilmu
Politik) dalam perkuliahan
2.Signifikansi Praktis


8

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembaca serta menjadi bahan masukan agar dapat meningkatkan pemahaman tentang
permasalahan politik yang terjadi di Provinsi Papua

1.5. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini akan disusun ke dalam empat bab, yang terdiri dari Pendahuluan, Tinjauan,
Metode Penelitian, Pembahasan

dan terakhir kesimpulan. Pembagian ini bertujuan untuk

memudahkan sistematisasi dalam memahami penulisan
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang masalah yang didalamnya termuat
penjelasan mengapa masalah teliti timbul dan penting serta memuat alasan pemilihan
masalah tersebut sebagai judul. Bab ini juga berisi indentifikasi, pembatasan dan
perumusan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah
peneliti mengkaji dan mengarahkan tujuan penelitian, mangfaat penelitian, tinjauan

pustakan, metode dan teknik penelitian, sistematika penelitian hingga dipokok bahasan
pembahasan dan kesimpulan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka, dan Landasan teori
Bab ini merupakan hasil tinjauan kepustakaan dan kajian teoritis serta telaah dari
berbagai referensi yang berhubungan dengan situasi politik Papua dan dualisme Majelis
Rakyat Papua
3. Bab III Metodelogi Penelitian

9

Bab ini membahas langkah-langkah,metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh
penelitian dalam mecari sumber-sumber, cara pengolahan sumber serta analisis dan cara
penulisannya. Semua prosedur dalam penelitian akan dijelaskan dalam bab ini.

4. Bab IV
Dalam bab ini akan di bahas deskripsi wilayah Papua, sejarah bergabungnya wilayah
Papua dalam Negara Kesatuan Replubik Indonesia, sejarah Pembentukan Provinsi Papua
dan Papua Barat dan kondisi sosial politik di Papua, pembahasan dalam Bab ini
meliputi:
a.

b.
c.
d.

Deskripsi Geografis Wilayah Papua
Sejarah Intregrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik
Sejarah Pembentukan Provinsi Papua Barat
Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Papua

5. Bab V
Pembahasan dalam Bab adalah penyebab Dualisme Majelis Rakyat Papua, pembahasan
Meliputi
a. Pembentukan Majelis Rakyat Papua
b. Munculnya dualisme Majelis Rakyat Papua
c. Penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Otonomi Daerah
Otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan.
Kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus

10

dipertanggungjawabkan oleh pihak yang diberi tanggung jawab. Secara implisit definisi otonomi
tersebut mengandung dua unsur, yaitu: Adanya pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan
yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk melaksanakannya; dan Adanya pemberian
kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri berbagai
penyelesaian tugas itu. Dalam kaitannya dengan kewajiban untuk memikirkan dan menetapkan
sendiri bagaimana penyelesaian tugas penyelenggaraan pemerintahan,
mengemukakan batasan otonomi sebagai kebebasan bergerak yang diberikan kepada
daerah otomom dan memberikan kesempatan kepadanya untuk mempergunakan prakarsanya
sendiri dari segala macam keputusannya, untuk mengurus kepentingan-kepentingan umum.”
Dari berbagai batasan tentang otonomi daerah tersebut diatas, dapat dipahami bahwa
sesungguhnya otonomi merupakan realisasi dari pengakuan pemerintah bahwa kepentingan dan
kehendak rakyatlah yang menjadi satu-satunya sumber untuk menentukan pemerintahan negara.
Dengan kata lain otonomi menurut Magnar (1991: 22), memberikan kemungkinan yang lebih
besar bagi rakyat untuk turut serta dalam mengambil bagian dan tanggung jawab dalam proses
pemerintahan”. Manan (dalam Magnar, 1991:23) menjelaskan bahwa otonomi mengandung
tujuan-tujuan,yaitu:

1. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.Salah satu persoalan pokok dalam negara hukum
yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan melindungi hak-hak
pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang sewenang- wenang. Dengan
memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

11

sendiri, berarti pemerintah pusat membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus
membatasi kekuasaanya terhadap urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah
2. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah terlalu sulit
bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal tersebut
bersifat kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk menjamin
efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepada daerah
perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan masalah-masalah yang
bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang wajar dan baik.
3. Pembangunan-pembangunan adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor sosial,
ekonomi, politik maupun budaya untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan
sejahtera.
4. Dengan adanya pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus urusan dan
kepentingan rumah tangga daerahnya, partisipasi rakyat dapat dibangkitkan dan
pembangunan benar-benar diarahkan kepada kepentingan nyata daerah yang
bersangkutan, karena merekalah yang paling mengetahui kepentingan dan
kebutuhannya.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa :

12

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang- undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang
mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh
kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah
dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut.
Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme
bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan
lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai dari factor sumber daya, hubungan
antar unit organisasi, tingkat-tingkat birokrasi sampai kepada golongan politik tertentu yang
mungkin tidak menyetujui polici yang sudah ditetapkan.5

2.5 Konflik
Konflik berasal dari bahasa latin, conflictus yang artinya pertentangan. Defenisi konflik
menurut para ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat konflik dari berbagai sudut
5 http://www.tesisdiertasi.blogspot.com/2010/10/teori-otonomi-daerah.html di akses tanggal 2 desember 2013

13

pandang atau perspektif yang berbeda-beda . Akan tetapi secara umum konflik dapat
digambarkan sebagai benturan kepentingan antar dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak
merasa diperlukan secara tidak adil, kemudian kecewa. Dan kekecewan itu dapat diwujudkan
melalui konflik dengan cara-cara yang legal dan tidak legal. Konflik juga diartikan sebagai
hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa
sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Secara umum ada dua tujuan dasar konflik yakni, mendapatkan dan/atau mempertahankan
sumber-sumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan sumber-sumber merupakan ciri manusia
yang bersifat materil-jasmaniah untuk maupun spiritual-rohaniah untuk dapat hidup secara layak
dan terhormat dalam masyarakat. Yang ingin diperoleh manusia meliputi hal-hal yang sesuai
dengan kehendak bebas dan kepentinganya. Tujuan konflik untuk mempertahankan sumbersumber yang selama ini sudah dimiliki juga merupakan kecenderungan hidup manusia6
Konflik merupakan sebagian dari kehidupan manusi yang tidak lenyap dari sejarah. Selama
manusia masih hidup, konflik terus ada dan tidak mungkin manusia menghapus konflik dari
dunia ini, baik konflik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun
kelompok dengan kelompok yang ada dalam lingkup masyarakat. Konflik senantiasa mewarnai
kehidupan masyarakat yang mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai aspek
lainnya

2.6 Elit Politik Lokal dan Non Politik Lokal

6 Ramlan Surbakti, Op.Cit., hal . 155 20 Fera Nugroho, M. A, (dkk), Konflik dan Kekerasan pada Aras Lokal, Turusan
Salatiga: Pustaka Percik, 2004, hal. 22.

14

a. Elit merupakan seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif
dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang
demokratis ditingkat lokal7. Mereka menduduki jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang
membuat dan menjalankan kebijakan politik. Elit politiknya seperti: Gubenur,Bupati,
Walikota, Ketua DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik. Elit Politik Lokal merupakan
seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang
dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang demokratis ditingkat
lokal. Mereka menduduki jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang membuat dan
menjalankan kebijakan politik. Elit polotiknya seperti: Gubenur,Bupati, Walikota, Ketua
DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik8
b. Elit Non Politik Lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan
mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non
politik ini seperti: elit keagamaan, elit organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, profesi dan
lain sebagainya. Perbedaan tipe elit lokal ini diharapkan selain dapat membedakan ruang
lingkup mereka, juga dapat memberikan penjelasan mengenai hubungan antar-elit politik
maupun elit mesyarakat dalam proses Pemilihan Kepala Daerah di tingkat lokal. Dalam
sirkulasi elit, konflik bisa muncul dari dalam kelompok itu sendiri maupun antarkelompok
pengusaha maupun kelompok tandingan. Sirkulasi elit menurut Pareto terjadi dalam dua
kategori yaitu: Pertama, pergantian terjadi antara kelompok-kelompok yang memerintah
7 Teori elit mengandung bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yang mencakup (a)
sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah; dan (b)
sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. Elit sering di artikan sebagai sekumpulan orang sebagi
individu-individu yang superior, yang berbeda dengan massa yang menguasai jaringan-jaringan kekuasaan atau
kelompok yang berbeda dilingkaran kekuasaan maupun yang sedang berkuasa. Mosca dan Pareto membagi
strtifikasi dalam tiga kategori yaitu elit yang memerintah(governing elit), elit yang tidak memerintah (non-governing
elite)dan mkassa umum (non-elite). Lihat S. P. Varma, Teori Politik Modren, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), Maurice
Duverger, Sosiologi Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), hlm.179.
8 S.P. Varma,Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pres, 1987, hlm. 203 24 Varma,Ibit, hlm. 205-206.

15

sendiri, dan Kedua, pergantian terjadi di antara elit dengan penduduk lainya. Pergantian model
kedua ini bisa berupa pemasukan yang terdiri atas dua hal yaitu: (a). Individu-individu dari
lapisan yang berbeda kedalam kelompok elit yang sudah ada, dan atau (b). Individu-individu
dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk kedalam kancah
perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.9
2.7 Pilkada Sebagai Demokratisasi Politik Lokal
Kajian tentang Pilkada secara langsung pada dasarnya merupakan pilar yang bersifat
memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional. Sebagai mana dinyatakan oleh Tip O
Neiil,”all politics is lokal”, Pemilihan secara demokratis terhadap kepala daerah tersebut,
dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut UU.No.22 tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa
DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam UU. Ini dilakukan secara rakyat secara
langsung dan Kepala Daerah dalam melaksankan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Kepala
Daerah, dan perangkat Daerah. Secara sederhana demokrasi adalah sebuah sistem untuk
membuat keputusan-keputusan politik dimana individu-individu mendapat kekuasaan melalui
pertarungan kompetitif memperebutkan suara rakyat. Pemaknaan demokrasi, dengan tekanan
pada yang berarti demokrasi akan berkembang subur dan terbangun kuat diaras nasioanal
apabila tingkatan yang lebih rendah (Lokal) nilai-nilai demokrasi berakar kuat.Pilkada secara
langsung adalah perkembangan menarik dalam sejarah perpolitikan lokal di Negeri ini, karena

9 Penjelasan lain mengenai teori-teori elit ini dapat dilihat pada Mark. N. Hagopian, Regimes,Movement, and
Ideology,(New York and London: Logman, 1978), hlm. 223-249.

16

pilkada langsung merupakan momentum pelekatan dasar fondasi kedaulatan rakyat dan sistem
politik serta demokrasi di aras lokal10.
Terselenggaranya Good Gavernance di daerah akan merupakan jaminan bagi Otonomi
Daerah yang ;langsung dan bermutu. Tetapi Otonomi daerah yang di dasarkan pada program
Desentralisasi pemerintahan juga akan tergantung pada Polotical Will & Political Commitment
dari pemerintahan di tingkat pusat. Kedua hal ini merupakan faktor- faktor utama untuk
menimbang masa depan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah yang di dasarkan pada program
Desentralisasi meniscayakan kewenangan pemerintah pusat untuk menentukan seberapa besar
dan luas Otonomi Daerah itu akan di berikan.
Pemerintahan pusat yang di kuasai secara bergantian oleh kekuatan- kekuatan politik
yang berbeda-beda aliran dapat berpengaruh terhadap berubah-ubahnya kebijakan desentrilisasi
yang di terapkan untuk masa-masa yang berbeda-beda. Smith, Dahl, maupun Mawhood
mengatakan bahwa untuk mengujutkan apa yang di sebut: Lokal Accountability, Political equity,
and lokal responsiveness, yang merupakan tujuan Desentralisasi, ada beberapa prasyarat yang
harus di penuhi yakni: Pemerintahan Daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas
(legal territorial of power); memiliki Pendapatan Daerah sendiri (lokal own income); meimiliki
lembaga perwakilan rakyat (lokal representative body) yang berpungsi untuk mengontrol
Eksekutif Daerah; dan adanya Kepala Daerah yang di pilih secara langsung oleh masyarakat
melalui mekanisme pemilihan umum.

j

BAB III
10 Samuel P.Huntinton,Gelombang Demokrasi ke Tiga, Jakarta: Pustaka Utama Grapiti, 1997. 37.

17

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian deskriptif
melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat
dipahami dan disimpulkan. Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat
gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau
daerah tertentu. Disamping itu penelitian ini juga menggunakan teori-teori, data-data dan
konsep-konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan
sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif-analitis. Artinya penelitian ini akan menggambarkan, menguraikan, menganalisa,
menjelaskan dan merekomendasikan wacana dan gagasan terkait penyebab dualisme Majelis
Rakyat Papua.

3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua

3.3 Lokasi Penelitian

18

Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Papua Barat, Penelitian Ini adalah jenis penelitian
Kualitatif dengan metode studi kepustakaan sebagai pendekatanya, maka tempat penelitian
dilakukan di beberapa tempat dan menelepon langsung kepada pihak yang mendukung dan
menunjang proses pengumpulan data dan analisa data kepustakaan. Adapaun tempat-tempat
tersebut dipilih adalah perpustakaan Universitas Indonesia, perpuskaan LIPI, dan media-media
nasional, tempat-tempat tersebut dijadikan sebagai fokus penelitian mengingat keberadaan
tempat tersebut terkait dengan sumber data dan Informasi seputar keadaan politik di Papua dan
penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua, pengumpulan tersebut
wawancara, dan mengumpulkan data-data melalui

dilakukan dengan cara

buku-buku dan bahan lainnya yang

didapatkan di Perpustakaan dan data-data dari lembaga terkait hubunganya dengan masalah
yang diteliti.

3.4 Teknik Pengumpulan data
a)

Data primer dipeloreh melalui wawancara melalui sambungan telepon dengan Tokoh
elit Politik Papua yang memahami permasalahan penelitian, khususnya tentang
Pendirian Majelis Rakyat Papua dan dinamika yang ada di dalamnya dalam rangka
mendengarkan kesaksian dan penjelasan terkait penyebab dualisme Majelis Rakyat
Papua, proses pengumpulan data primer dengan menelpon langsung Abraham atururi
karena beliau adalah pihak yang terlibat dalam Proses pendirian Majelis Rakyat Papua
Barat, beliau pula lah yang menggagas beridirnya Majelis Rakyat Papua Barat. Artinya
penjelasan dan kesaksian beliau serupa dengan kesaksian para tokoh yang terlibat dan
pro atas berdirinya Majelis Rakyat Papua Barat.

19

b)

data sekunder yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku,
jurnal, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini

4.5

Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah deskritif-analitis. Yaitu bertolak dari data yang
telah dikumpulkan secara deskriptif nerdasarkan teori (pendekatan) yang digunakan, setelah itu
ditelaah secara mendalam dengan studi komparatif dan anatitis. Meteode kajian yang digunakan
dalam analisis data di dalam penelitian ini dalah metode deskripkif yang berdasarkan pada
pendekatan teori elit politik local

BAB IV
Pembahasan
a. Deskripsi geografis wilayah Papua
Pada mulanya pulau Papua merupakan dasar lautan Pasifik yang paling dalam dan juga
merupakan lempeng Australia (lempeng Sahul) yang berada di bawah dasar lautan Pasifik tetapi
akibat adanya pertemuan/tumbukan lempeng (tektonik lempeng) antara lempeng benua Australia
(Lempeng Sahul) dan lempeng Samudera Pasifik sehingga terangkatnya lempeng Australia
menjadi pulau di bagian Utara Australia. Pertemuan/tubukkan lempeng ini sehingga
menyebabkan terbentuknya gugusan pegunungan Tengah dan gugusan pegunungan di wilayah
Kepala Burung. (Hamilton, 1979; Dow et al., 1988).
Papua merupakan lempeng Australia sehingga dapat ditemukan berbagai jenis bebatuan
yang mirip antara Australia dan Papua. Proses pengangkatan pulau Papua dari Dasar lautan
Pasifik sehingga kini telah ditemukan berbagai kerang (bia) dan pasir laut di berbagai wilayah
pegunungan Tengah dan Pegunungan Kepala Burung. Akibat pengangkatan ini akhirnya pulau
Papua mulai terhubung dengan benua Australia sehingga mulai terjadi migrasi Hewan dan
Manusia dari daratan Australia ke wilayah Papua sebelum terjadinya pencairan es di kutub akibat

20

adanya pemanasan global. Proses geologi Papua ini baru terjadi sekitar 60an jutaan tahun silam
sehingga masih bisa ditemukan kerang di wilayah daratan Papua. Menurut istilah geologi bahwa
proses pertemuan lempeng disebut Convergent dan proses pemisahan lempeng disebut
Divergent. Sehingga Papua merupakan proses Konvergen antara lempeng Samudera dan
lempeng Benua.
Pulau Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah pulau Greenland dan
berada pada 1310 BT – 1410 BT yang berada di wilayah utara Australia dan berbatasan dengan
Provinsi Maluku (Indonesia) di bagian Barat, serta berbatasan langsung di bagian Timur dari
Negara Papua New Guinea dan berada di bagian Selatan Samudera Pasifik. Papua merupakan
provinsi cangkokkan paling timur Indonesia karena tidak disahkan melalui Undang-Undang
menjadi Provinsi ke-26 (Provinsi Papua) dan ke-33 (Provinsi Papua Barat). Wilayah ini dibagi
menjadi dua Provinsi yaitu Provinsi Papua berdasarkan PENPRES No. 1 Tahun 1963 yang
beribu kota di Jayapura dan Provinsi Papua Barat berdasarkan INPRES No.1 Tahun 2003 yang
beribu kota di Manokwari.11 maka sudah sepantasnya pulau ini harus diberi nama pulau
Convergentland (Tanah Konvergen) sedangkan bangsa yang mendiami pulau itu harus diberi
nama Bangsa Melanesia yang berasal dari bahasa Yunani Kuni yaitu Melan (Hitam) dan Nesos
(Pulau) sehingga disebut Pulau Hitam.12
Sedangkan Rumpun Bangsa asli Australia dan Papua adalah rumpun bangsa Negroid
yang berasal dari Afrika sebelum terjadinya divergen benua Australia dari benua Afrika sehingga
secara otomatis Papua termasuk dalam rumpun bangsa Negroid. Secara antropologi banyak
terdapat kesamaan budaya dengan orang asli Australia serta kemiripan manusia Papua dengan
manusia asli Australia (suku Aborigin). Hal ini sangat bertentangan dengan nama Indonesia yang
berasal dari kata Yunani kuno yaitu Indos (India) dan Nesos (Pulau) sehingga Indonesia berarti
pulau India. Orang Asli Papua sangatlah berbeda dengan orang Indonesia yang notabene berasal
dari Yunani, India, Arab dan China sehingga berkulit hitam dan soumatang serta berambut lurus
mirip dengan orang India. Dengan adanya fakta ini sehingga Indonesia banyak terdapat
peninggalan dari Timur Tengah seperti Agama Budha, Hindu dan Islam serta peninggalan Candi
dan banyak terdapat peninggalan Kerajaan-Kerajaan. Sedangkan Papua sangatlah berbeda
sehingga tidak terdapat system kerajaan-kerajaan dan hanya terdapat beberapa wilayah di bagian
barat yang beragama islam akibat masuknya bangsa Tidore dan Ternate ke bagian barat Papua.

21

Secara keseluruhan, Papua memiliki luas 421,981 km2 dan dengan letak astronomi pada
ujung Barat Papua di Pulau Gaag (Raja ampat) berada pada 129 0 BT – pada 1410 BT di ujung
Timur Perbatasan Merauke dan Jayapura serta berada di 00 - 10 LU pada pulauMapia dan Pulau
Fani di bagian Utara Papua serta 90 LS di bagian Selatan Merauke.13
Sebagai sebuah pulau besar dengan topografi berbukit-bukit dan bergunung-gunung dan
pengaruh letak geografis dan astronomis, menyebabkan Papua memiliki iklim yang bervariasi di
tiap daerah meskipun secara umum beriklim tropis. Sepanjang daerah pegunungan hujan turun
hampir sepanjang tahun dan di bagian belahan utara, musim hujan pada umumnya lebih panjang
daripada musim kemarau. Sedangkan pada bagian tenggara musim kemarau berlangsung lebih
panjang. Bagian Utara pulau Papua berbatasan dengan lautan Pasifik, selatan berbatasan dengan
Bagian Utara Australia, bagian Timur berbatasan dengan Negara tetangga Papua New Guinea
serta di bagian Barat berbatasan dengan Maluku. Pada bagian pesisir pantai Utara Papua umunya
terdiri dari karang laut sedangkan di bagian selatan banyak terdapat pasir (tidak berbatuan) dan
lebih rendah sedangkan bagian utara umumnya banyak terdapat pegunungan.
Papua memiliki Puncak Gunung bersalju yang hingga kini tidak pernah dimasukkan
dalam Keajaiban Dunia karena salju tersebut berada di daerah jalur lintasan Matahari
(Khatulistiwa) dan bebatuannya banyak mengandung logam-logam seperti: Emas, Perak,
Tembaga, Uranium, dll. Puncak tersebut pertama kali ditemukan oleh Cartenz dan beliau
menyebarkan laporannya tentang Puncak bersalju di daerah Khatulistiwa tetapi banyak orang
Eropa tidak percaya akan hal ini. Puncak ini kemudian disebut Puncak Cartenz yang berada pada
ketinggian 4.884 m dari permukaan air laut dengan koordinat S 04°04.733 dan E 137°09.572,
Puncak ini termasuk puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Oceania. Puncak ini tidak
dipublikasikan karena banyak mengandung Uranium, Emas, Tembaga, dan lain-lain yang kini
menjadi incaran Negaranegara bersama-sama dengan Indonesia. Selain itu, Pegunungan di
Kepala Burung (Vogel Kop) juga banyak mengandung Pertambangan dan MIGAS. Salah
satunya, kini telah diadakan eksplorasi oleh Perusahaan Anglo American milik Inggris, dimana
Anglo America telah membayar anak Perusahaan PT. Minorco Service Indonesia untuk
mengadakan pemboran di Kali Biru Kampung Sasior (Pertbatasan antara Distrik Kebar dan
Distrik Merdey) untuk KP I dan KP II di wilayah Anari Distrik Kebar. Dan juga telah diadakan

22

eksploitasi Minyak oleh NNGPM pada tahun 1938 di Sorong hingga kini dilanjutkan oleh
Petrochina serta kini mulai dieksploitasi Gas di Teluk Bintuni oleh BP Indonesia.
Papua adalah surganya berbagai Flora (Tumbuhan-tumbuhan) dan Fauna (Hewanhewan).
Berbagai varietas ini ditentukan berdasarkan habitatnya masing-masing, mulai dari dasar laut,
pesisir pantai, lembah, pegunungan hingga ke udara. Papua Barat terletak di sabuk Wallace yang
membagi Kalimantan dan Sulawesi, dan memisahkan wilayah biogeografi Asia dan Australia.
Berbeda dengan Jawa, Sumatera dan Kalimantan, sebagian besar flora dan fauna Papua berasal
dari Australia.7 Salah contoh di Papua Barat, setidaknya ada sekitar 650 spesies burung dan
masih banyak lagi subspeciesnya di Papua Barat. Di Pegunungan Cagar Alam Arfak, 25 km barat
daya Manokwari, ditemukan sekitar 320 spesies burung. Termasuk di dalamnya beragam burung
paradise, burung beo, burung kakak tua, burung bangau, Elang Papua Harpy, burung Bower dan
Arfak Astrapia. Sekitar 110 spesies mamalia termasuk 30 spesies marsupial juga ditemukan di
Pegunungan Arfak, juga kanguru pohon, spesies kuskus, rubah, kelelawar dan possum. Selain
itu, Papua Barat juga sebagai rumah bagi invertebrata dan reptil, termasuk kupu-kupu besar dan
kecil (hanya berukuran 3 m), dan varian Komodo mini (Bahasa Melayu Papua yaitu Soa-soa).
Dengan adanya pertemuan tiga lempeng di Papua (lempeng Asia, Lempeng Pasifik dan
Lempeng Australia) sehingga terjadi pengangkatan dari dasar laut menjadi pulau Papua, maka
sudah jelas bahwa seluruh kekayaan yang berupa fosil dan mineral pun terangkat ke atas
permukaan bersama-sama dengan pulau ini. Akibatnya permukaan pulau Papua tidak rata tetapi
bergunung-gunung, lembah-lembah, jurang terjal, dll. Dengan adanya pengangkatan ini, maka
pulau Papua banyak terdapat kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui seperti Minyak Bumi,
Gas, dan Pertambangan.

11.

Wawancara Ottis Simopiaref dengan Bapak Frits Kirihio.

12.

John Anari. Bangsa Melanesia di Pulau Convegentland. (www.oppb.webs.com dan
www.facebook.com/oppb.wpio)
13.

Google Earth. Hasil Citra Satelite. Update 5 Februari 2009.

23

b. Sejarah Integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik, Pembentukan
Provinsi Papua Barat, dan Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Papua
Bangsa asing yang pertama kali mulai masuk ke wilayah Papua orangorang dari Tidore
atas perintah Sultan Tidore. Mereka masuk ke wilayah ini untuk mencari burung kuning
(Paradise Bird) serta menyebarkan agama mereka yaitu Islam. Mereka hanya berhasil masuk di
bagian Barat yaitu di daerah Raja Ampat, Kaimana, Bintuni, Kokas, Fakfak, dan bagian Selatan
lainnya. Selain mencari burung Kuning, Sultan Tidore juga meminta bantuan orang-orang untuk
berperang melawan orang-orang Eropa sehingga Sultan pun meminta bantuan dari wilayah Biak
yang dipimpin oleh seorang Mambri (Panglima Perang). Selanjutnya disusul oleh orangorang
Arab yang masuk ke wilayah Fakfak kemudian mereka member nama pulau Papua yang berarti
Budak.14
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan pada saat Pidato Soekarno di
depan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 15 Agustus 1945 mengatakan
bahwa “Yang disebut Indonesia adalah pulau-pulau Sunda Besar (Jawa, Sumatra, Borneo, dan
Celebes), Pulau-pulau Sunda Kecil yaitu Bali, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa
Tenggara Timur (NTT), serta Maluku. Tetapi untuk keamanan Indonesia dari arah Pasifik, maka
kita perlu menguasai Papua”.15 Hal ini juga sesuai dengan Sumpah Pemuda yang diucapkan pada
tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda mulai dinyatakan oleh Bangsa Indonesia setelah
menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang berasal dari keturunan India, yang mana
nama Indonesia mulai diperkenalkan oleh seorang warga Negara Inggris yang bernama Logo. Ia
menggantikan nama Nederland Indie menjadi Indonesia yang berasal dari kata Indo: India dan
Nesos: Kepulauan. Berita tentang Kemerdekaan Indonesia dimanfaatkan oleh Soegoro
Atmoprasodjo yang bekas Pemuka Taman Siswa untuk memprovokasi muridmuridnya di
Sekolah Pemerintahan (Bestuur School) di Hollandia untuk membentuk suatu Gerakkan Bawah
Tanah yang diberi nama IRIAN (Ikut Republik Indonesia Anti Nederlands). Ia diangkat oleh
Belanda menjadi Direktur Sekolah Pemerintahan tersebut serta merangkap sebagai Penasehat di
bidang Pengajaran. Beliau adalah salah seorang Tawanan Digul yang dipindahkan ke Australia
akibat Perang Dunia II namun ditarik kembali untuk membantu menjalankan roda
Administration Pemerintahan Nederland Nieuw Guinea.16 Beberapa muridnya yaitu Silas Papare
kemudian dibuang ke Serui dan di sana ia bergabung dengan Dr. Sam Ratulangi (buangan

24

Belanda dari Sulawesi Utara, Manado) membentuk Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII).
Sedangkan murid lainnya seperti Marthen Indey, Frans Kaisiepo, dan Rumkorem menjadi
pengikut setia Soegoro. Sedangkan Murid lainnya seperti Herman Wajoi, Nicholas Jouwe, Johan
Ariks, Markus Kaisiepo, Nikolas Tanggahma, dll. Mereka ini Adalah Tokoh Masyarakat yang
kemudian menjadi Anti Soegoro karena telah mengetahui niat Soegoro untuk memasukkan
Papua ke dalam Republik Indonesia. Akibatnya Soegoro ditahan kembali ke Digul tetapi berkat
seorang penjaga, maka beliau diloloskan oleh Petugas Lembaga hingga ia melarikan diri ke Port
Morestby dan kemudian dikembalikan ke Indonesia.
Konflik perebutan Papua dari Belanda terus berlanjut di Konferensi Malino di Makasar
-Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Juli 1946, Perjanjian Linggar Jati bulan Maret 1947, hingga
pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Yang
mana pada pasal 2 ayat f menyatakan “ Tentang Residen Nederlands Nieuw Guinea tercapai
persetujuan sebagai berikut: Mengingat kebulatan hati pihak-pihak yang bersangkutan hendak
mempertahankan azas supaya semua perselisihan yang mungkin ternyata kelak akan timbul
diselesaikan dengan jalan patut dan rukun, maka Status Quo Residen Nieuw Guinea tetap
berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan
kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) masalah kedudukan Kenegaraan Irian Barat
diselesaikan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Nederland.”17 Status Quo Nieuw
Guinea disebabkan karena Belanda sebagai anggota PBB yang telah menanda-tangani Piagam
PBB Pasal 73 tanggal 26 Juni 1945 merasa berkewajiban untuk mempersiapkan Papua menjadi
sebuah Negara. Hal ini disebabkan karena Papua adalah suatu daerah yang belum
Berpemerintahan Sendiri (Non Self Government Territory), oleh sebab itu Belanda
mempersiapkan Parlement Papua (Niuew Guinea Raad), Sekolah Pemerintahan (Bestuur
School), Kepolisian Papua, PVK (Papoea Vrijwilleger Korps), serta memasukkan Nieuw Guinea
ke Daftar Komisi Pasifik Selatan (South Pacific Commition) melalui Perjanjian yang ditanda
tangani pada tanggal 6 Februari 1947 di Canbera oleh Australia, Perancis, Inggris, Nederland,
New Zealand dan Amerika Serikat.18 Maksud perjanjian ini adalah untuk memperkuat kerja sama
internasional supaya dimajukan kemakmuran ekonomis dan social dari bangsa-bangsa di dalam
daerah-daerah yang belum berpemerintahan sendiri di Samudera Pasifik. 19 Kemudian pada
tanggal 5 November 1960, Dewan Dekolonisasi menerima Resolusi yang dimajukan oleh 21
Negara dengan perbandingan suara 67 dan 0. Isi Resolusi itu ialah supaya utusan-utusan dari

25

bangsa-bangsa yang belum berdaulat (Belum Berpemerintahan Sendiri) diundang untuk turut
bekerja di berbagai bagian dan dewan-dewan PBB yang tertentu. Ini berarti bahwa biarpun
Negara-negara yang belum berdaulat belum juga menjadi anggota PBB sudah bisa turut bekerja
dalam berbagai bagian dari PBB. Melalui cara ini, maka diharapkan supaya kemajuan di Negaranegara tersebut bisa dipercepat. Negara Uni Soviet, Guinea, Spanyol dan Portugal tidak turut
pemungutan suara.
Menurut Wakil Niuew Guinea Raad, Nicolas Jouwe mengatakan bahwa “Indonesia tidak
menghargai hak kami untuk menentukan nasib sendiri”. Deklarasi PBB mengenai Hak Asasi
Manusia dan Piagam Pemberian Kemerdekaan Negara-negara dan orang-orang jajahan, yang
mulai berlaku tanggal 14 Desember 1960, dianggap oleh Indonesia sebagai sesuatu yang tidak
relevan atau tidak dapat diterapkan untuk orang-orang Papua. Indonesia mengatakan bahwa
orang Papua adalah orang Indonesia. Hak orang Papua untuk menentukan nasib sendiri
diputuskan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945”.20
Namun kenyataan ini tidak diterima baik oleh Indonesia, maka sebagai tandingnya
Indonesia membuka Partai Komunis pada tahun 1946 namun berhasil dibubarkan oleh TNI AD.
Tetapi akhirnya kembali berjaya lagi karena didukung oleh Presiden Soekarno sehingga hampir
sebagian besar penduduk Indonesia di Jawa beralih ke Komunis mengikuti paham NASAKOM
(Nasionalis Agama dan Komunis). Padahal Soekarno telah melanggar Politik Luar Negeri
Indonesia yang Bebas Aktif atau tidak memihak kepada salah satu Blok yaitu Blok Barat
(Sekutu) maupun Blok Timur (Komunis).
Belanda sebelumnya telah mengundang Indonesia ke Mahkama Internasional PBB tetapi
Indonesia menolak karena mereka tidak ada dasar yang jelas untuk mengklaim wilayah Papua.
Dan bahkan di muka Sidang Umum PBB pun, Indonesia tidak mendapat banyak dukungan dari
Negara-negara karena akan melanggar Piagam 73 PBB tentang Hak Penentuan Nasib Sendiri
bagi orang Papua yang berbeda kulit, rambut, dan ras dari warga Negara Indonesia lainnya.
Akhirnya, Soekarno mengambil jalan singkat yaitu membentuk NASAKOM dan Perang terbuka
di Papua dengan peralatan militer Rusia. Kemudian President John. F. Kennedy menyuruh
saudaranya Roberth Kennedy ke Jakarta untuk menerima bayaran dari Soekarno lalu menekan
Belanda melalui surat Rahasia tanggal 2 April 1962.

26

Berikut adalah surat rahasia President John. F. Kennedy yang mendesak Perdana Menteri Dequai
di Belanda untuk segera menyerahkan Administrasi Nederlands Nieuw Guinea ke Indonesia dan
Indonesia akan mejamin hak untuk Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat Penduduk Asli Papua
sesuai dengan usulan Menteri Luar Negeri Belanda DR. Joseph Lunch.21
Lampiran
Teks surat Rahasia dari Presiden Kennedy
Tt 2 April 1962, yang menekan pemerinatah
Belanda agar, menerima Rencana Bunker
BIDANG URUSAN LUAR NEGERI

RAHASIA

AMERIKA SERIKAT

2 April 1962

Tuan Perdana Menteri Yth,

Saya telah mengikuti dengan seksama masalah yang dihadapi pemerintah Tuan selama
beberapa minggua terakhir, dalam upaya mencari penyelesaian yang baik guna mengakhiri
pertikaian dengan Indonesia mengenai pelepasan wilayah Nieuw Guinea. Saya merasa prihatin
dengan penghentian PEMBICARAAN-PEMBICARAAN RAHASIA antara wakil-wakil anda
dan Indonesia. Namun demikian saya tetap percaya akan adanya kemungkinan penyelesaian
secara damai antara kedua belah pihak bersedia melanjutkan kembali perundingan-perundingan
tersebut atas dasar saling percaya.
Pemerintah Nederland telah mengambil langkah penyelesaian yang baik, dengan
pertama-tama membawa masalah tersebut ke PBB, dan setelah gagal, dilanjutkan kemudian
dengan PERUNDINGAN-PERUNDINGAN RAHASIA dengan pihak Indonesia. Saya
menghargai pelaksanaan tanggung jawab yang berat oleh pihak pemerintah Belanda dalam
melindungi warganya di Nieuw Guinea, serta mengerti akan perlunya Nederland meningkatkan
pertahanan atas wilaya tersebut. Namun demikian, kita sedang menghadapi bahaya dimana
peningkatan kekukatan militer bakal memicu timbulnya perang terbuka di wilayah tersebut.
Konflik semacam itu akan menimbulkan dampak permusuhan yang bakal mempengaruhi proses
penyelesaian masalah tersebut pada semua tingkatan. Akan terjadi perang terbuka, dimana baik
Belanda maupun pihak Barat bakal kalah dalam arti sesungguhnya. Apapun akibat dari
pertentangan militer ini tapi yang jelas posisi dunia bebas di kawasan Asia akan hancur berat.
Hanya Komunis sajalah yang akan memetik manfaat dari konflik semacam itu. Jika Pasukan
Indonesia telah bertekad untuk memerangi Belanda, maka semua unsure moderat baik di dalam

27

tubuh Angkatan Perang maupun di dalam negeri, akan menjadi rapuh dan sasaran empuk bagi
intervensi komunis. Jika Indonesia takluk kepada komunis dalam keadaan seperti ini, maka
seluruh posisi non-komunis di Vietnam, Thailand, dan Malaya akan terancam bahaya, padahal
kawasan tersebutlah yang saat ini justru menjadi pusat perhatian Amerika Serikat. Kami
memahami posisi Belanda yang ingin mundur dari wilayah tersebut serta kerelaanya jika
akhirnya wilayah tersebut harus beralih kepada penguasaan Indonesia. Namun demikian,
pemerintah Belanda telah bertekat mengupayakan kepemimpinan Papua sebagai jaminan atas
HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI bangsa Papua, dan Status Polotiknya dimasa akan
datang.
Pihak lain Indonesia telah menyampaikan pada kami tentang keinginanannya untuk
mengambil alih secara langsung pemerintahan atas wilayah itu, sekaligus memberikan
kesempatan kepada Rakyat Papua untuk Menentukan sendiri Nasib Masa Depannya.
Jelaslah bahwa posisi kedua pandangan ini tidaklah jauh berbeda bagi suatu penyelesaian.
Tuan Ellsworh Bunker, yang dalam masalah ini telah bertindak sebagai perantara
PERUNDINGAN- PERUNDINGAN RAHASIA Belanda-Indonesia, telah menyiapkan suatu
rumusan yang akan mengatur pengalihan Administrasi Pemerintahan wilayah tersebut kepada
PBB. PBB kemudian akan mengalihkan Pemerintahan kepada Indonesia setelah kurun waktu
tertentu. Pengaturan-pengaturan tersebut akan mencakup ketentuan-ketentuan dimana RAKYAT
PAPUA, SETELAH JANGKA WAKTU TERTENTU, AKAN DIBERIKAN KESEMPATAN
UNTUK MENTUKAN NASIBNYA SENDIRI. PBB akan dilibatkan dalam tahap penyiapan
maupun tahap pelaksanaan PENETUAN NASIB SENDIRI. Pemerintah kami sangat tertarik
akan hal ini dan meyakinkan anda bahwa Amerika Serikat bersedia memberikan bantuan
seperlunya kepada PBB saat rakyat Papua melaksanakan Penentuan Nasibya Sendiri. Dalam
keadaan seperti ini, serta didorong didorong oleh tanggung jawab kami terhadap Dunia Bebas
(non komunis), saya mendesak dengan sangat AGAR PEMERINTAH BELA