7_Rekonsiliasi Fiskal & Pajak Final

REKONSILIASI FISKAL

   Pembahasan

  1. Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

  

2. Penyebab terjadinya Rekonsiliasi Fiskal

  3. Jenis-jenis Koreksi Fiskal

  4. Teknik Rekonsiliasi Fiskal

  5. Format Rekonsiliasi Fiskal

  6. Perbedaan LK Komersial & LK Fiskal

   PENGERTIAN KOREKSI FISKAL (Rekonsiliasi Fiskal) Rekonsiliasi fiskal (Koreksi Fiskal) adalah sebuah lampiran SPT Tahunan PPh berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial/ pembukuan dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan

  

PENYEBAB TERJADINYA

Rekonsiliasi Fiskal

  1. Adanya perbedaan antara SAK dengan peraturan perpajakan (beda konsep, beda pengukuran, dan beda metode pengalokasian/saat pengakuan biaya)

  2. Adanya penghasilan tertentu yang bukan merupakan objek pajak, atau telah dikenakan PPh bersifat final.

  3. Adanya kompensasi kerugian fiskal

  4. Adanya harga yang tidak wajar karena hubungan

   Koreksi Fiskal Terdiri dari :

1. Koreksi karena perbedaan waktu

  Beda Waktu merupakan perbedaan metode perhitungan pendapatan dan/atau biaya tiap tahun atau tahun buku yang digunakan antara komersial dengan fiskal.

  Dengan demikian total biaya atau pendapatan menurut komersial

dan fiskal adalah sama besar, yang berbeda adalah lamanya waktu

pengalokasian pendapatan dan atau biaya tersebut.

  Contoh :

  

Koreksi Fiskal

2. Koreksi karena perbedaan tetap

  

Timbul karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara komersial

dan fiskal.

  Koreksi beda tetap terdiri dari: a.Beda tetap atas penghasilan yang bukan objek PPh. Seperti bantuan, sumbangan, harta hibahan yang diterima sepanjang tidak ada hubungan

usaha dengan pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak

yang bersangkutan dan dari pemerintah.

b.Beda tetap murni, yaitu: Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan,

menagih, memelihara penghasilan yang bukan objek pajak. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan. c.Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhinya syarat-syarat khusus,

   Koreksi Fiskal

3. Koreksi karena pengenaan pajak final

  Koreksi ini terdiri dari: a.Pendapatan yang telah dipotong pajak final oleh pihak yang membayarakan penghasilan seperti pendapatan bunga deposito, pendapatan jasa giro, penghasilan sewa tanah dan atau bangunan, pendapatan karena pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (khusus untuk WP Badan real setate dan OP).

b.Biaya untuk mendapatkan, memelihara, menagih penghasilan yang telah

dikenakan PPh final seperti biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari sewa tanah dan atau bangunan, biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.

  Bentuk Kertas Kerja Koreksi Fiskal

Sampai saat ini belum ada bentuk baku kertas kerja rekonsiliasi fiskal. Dibawah ini disajikan

bentuk kertas kerja yang sering digunakan dalam bentuk sehari-hari :

  PT ABC Rekonsiliasi – fiskal Laba komersial sebelum pajak ……………………….. xxx Ditambah koreksi positif: Sumbangan…………………………………………. xxx Iklan dan promisi…………………………………….xxx Kenikmatan…………………………………………..xxx Biaya dalam bentuk natura…………………………..xxx Biaya pemeliharaan gedung yang disewakan……… .xxx Biaya penyusutan………………………………… …xxx Biaya penyisihan kerugian piutang…………………..xxx Dikurangi koreksi negatif: Biaya penyusutan…………………………………….xxx Pendapatan sewa gedung……………………………..xxx Pendapatan deviden…………………………………..xxx Pendapatan bunga deposito…………………………..xxx

  Tujuan - Menghitung laba bersih

  

L/K Komersial & Fiskal

Keterangan L/K Komersial L/K Fiskal

  • Menghitung besarnya pajak terutang
  • Laporannya untuk pihak fiskus Akibat penyimpa>Mengukur kinerja
  • Mengukur keadaan posisi
  • Mengukur keadaan kekayaan
  • Laporannya untuk pihak ketiga dan manaj>Pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen
  • Opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang Sanksi dibidang perpaja
  • Sanksi admnistrasi berupa denda, bunga

  

L/K Komersial & Fiskal

Keterangan L/K Komersial L/K Fiskal

  Standar Akuntansi Keuangan (SAK) SAK disesuaikan dg UU Dasar Penyusunan Pajak berlaku

  1. Dasar Akrual

  2. Mempertemukan beban dg

  1. Dasar Akrual Stelsel Konsep pendapatan yang paling tepat

  2. Mempertemukan antara

  3. Konservative, yaitu konsep hati-hati; biaya untuk mendapat, mungkin rugi yang dapat ditaksir menagih dan memelihara sudah diakui sebagai kerugian, penghasilan dengan dengan membentuk penyisihan penghasilan yang merupakan (cadangan) pada akhir tahun atau objek PPh dengan membuat adjustment

  3. Konservative tidak

  4. Materialitas digunakan oleh Auditor digunakan

untuk menyatakan wajar/tidak wajar

  4. Materialitas digunakan oleh dalam penilaian LK Komersial Auditor untuk menyatakan wajar/ tidak wajar dalam

  Pajak penghasilan final

PENGALIHAN HAK ATAS

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • PP Nomor 27 Tahun 1996
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996
  • Nomor 635/KMK.04/1994
  • Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-

04/PJ.33/1996

  Pengalihan Hak

Penjualan, tukar-menukar atau ruislag,

perjanjian pemindahan hak, pelepasan

hak, penyerahan hak, lelang, hibah,atau

cara lain yang disepakati oleh pihak-

pihak yang bersangkutan .

  

Termasuk didalamnya adalah : Warisan, sewa guna

usaha dengan hak opsi, sale and lease back,

penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan/atau

bangunan, pengalihan hak sehubungan dengan Bangun

Guna Serah, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, dan pengambil-alihan usaha, pembubaran

badan hukum, putusan pengadilan yang telah

  TARIF

  5 % dari nilai yang tertinggi antara Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau

  Bangunan dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atas Tanah dan/atau Bangunan tersebut

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

  • PPhTB wajib untuk dilunasi sebelum Akte Jual Beli ditanda-tangani oleh PPAT/Pejabat berwenang
  • PPAT/Pejabat yang berwenang baru diperkenankan menanda-tangani akta setelah terbukti wajib pajak tersebut melunasi PPh yang terutang dengan menyerahkan lembar ke-5 SSP atau fotokopi SSP (dengan menunjukkan asli SSP yang

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   SSP lembar ke-3 wajib disampaikan oleh wajib pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar, paling lambat 20 hari setelah bulan dilakukan pengalihan hak  PPAT/Pejabat yang berwenang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Kepala KPP dan Kepala KPPBB setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya penanda-

  PENGECUALIAN

 Orang Pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah

dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp

  60.000.000,- (dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)

 Orang Pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah

dan/atau bangunan kepada pemerintah untuk kepentingan umum

 Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pengalihan hak

atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad, dan kepada badan

  PENGECUALIAN

 Lelang atas tanah dan/atau bangunan yang

dirampas untuk negara berdasarkan

  Keputusan Pengadilan Negeri

 Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah

dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha

 Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah

dan/atau bangunan milik pemerintah

PPH ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
  • Peraturan Pememerintah No. 51 tahun

  2008

  • Peraturan Pemerintah No. 40 tahun

  2009

  OBYEK PPh

  • Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi :
    • – pelaksanaan konstruksi
    • – perencanaan konstruksi
    • – pengawasan konstruksi

  TARIF

  • 2% (dua persen) ntuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
  • 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
  • 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
  • 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

  • PPh Final atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
  • Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   Dalam hal PPh Final dipotong oleh pengguna jasa, maka pengguna jasa wajib melakukan setoran pajak ke kas negara atas nama pemotong paling lambat 10 hari setelah masa pajak berakhir.  Kemudian melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Final tersebut kepada KPP dimana pemotong terdaftar paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

   Adapun jika PPh Final disetor sendiri oleh penyedia jasa, paling lambat disetorkan tanggal 15 bulan berikutnya dan dilaporkan

PPH FINAL ATAS HADIAH UNDIAN

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
  • PP Nomor 132 Tahun 2000
  • Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-395/PJ/2001
  • Surat Edaran Dirjen Pajak SE-19/PJ.43/2001

  OBYEK PPh

  Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk natura

  TARIF

  25 % dari Nilai Undian (Jika diberikan dalam bentuk natura maka nilai hadiah undian tersebut menggunakan nilai pasar atau nilai wajar)

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   Dipotong saat penyerahan hadiah undian tersebut oleh pihak penyelenggara undian  PPh yang telah dipotong oleh penyelenggara kemudian disetor ke kas negara paling lambat tanggl 10 bulan berikutnya atas nama pemotong

   Penyelenggara sebagai pemotong akan melaporkan pemotongan dan penyetoran tersebut ke KPP dimana penyelenggara terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan

  PPH FINAL ATAS SEWA TANAH DAN / ATAU BANGUNAN

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
  • • PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah

    disempurnakan dengan PP Nomor 5 Tahun 2002
  • • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996

    sebagaimana telah disempurnakan dengan Nomor 120/KMK.03/2002

  OBYEK PPh

  Atas penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa :

  

 Tanah, rumah, rumah susun, apartemen,

kondomonium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya

  TARIF

  10 % dari jumlah bruto nilai persewaan

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   Dipotong saat terjadinya pembayaran nilai sewa tersebut oleh pihak pengguna jasa (penyewa)  PPh yang telah dipotong oleh pengguna jasa kemudian disetor ke kas negara paling lambat tanggl 10 bulan berikutnya atas nama pemotong  Pengguna jasa sebagai pemotong akan melaporkan pemotongan dan penyetoran tersebut ke KPP dimana penyelenggara terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan

PPH FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DAN

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
  • PP Nomor 131 Tahun 2000
  • • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/

    KMK.04/2001
  • • Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-19/

  OBYEK PPh

Penghasilan berupa bunga dengan

nama dan dalam bentuk apapun yang

  diterima/diperoleh dari Deposito, Tabungan, dan Diskonto SBI

  

(termasuk bunga yang diterima/diperoleh dari Deposito

dan Tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui

bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia)

  TARIF

   20 % dari jumlah bruto (bersifat final) terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT

   20 % atau tarif sebagaimana P3B terhadap Wajib Pajak Luar Negeri

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

  • Bank dan Bank Indonesia wajib memotong PPh

    atas Bunga Deposito dan Bunga Tabungan

    • Menyetor PPh tersebut dengan SSP atas nama bank ke Kantor Penerima Pembayaran, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
  • Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) dengan SPT Masa PPh Ps. ayat (2),

    selambat-lambatnya 20 hari setelah masa

  PENGECUALIAN

  • • Terhadap Orang Pribadi Subyek Pajak Dalam

    Negeri yang seluruh penghasilannya (termasuk bunga dan diskonto) tidak melebihi PTKP.
  • • Bunga deposito dan tabungan serta diskonto

    SBI sepanjang jumlah Deposito dan Tabungan serta SBI tidak melebihi Rp 7.500.000,-
  • • Bunga dan diskonto yang diterima atau

  PENGECUALIAN

 Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh

Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan

  Menteri Keuangan, sepanjang dana yang diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud Pasal 29 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

  

 Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk

pemerintah dalam rangka pemilikan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana, Kaveling Siap Bangun untuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana, atau Rumah Susun Sederhana untuk dihuni sendiri.

  

PPH ATAS BUNGA DAN

DISKONTO OBLIGASI

YANG DIPERDAGANGKAN

DAN/ATAU DILAPORKAN

PERDAGANGANNYA

DI BURSA EFEK

KETENTUAN YANG MENGATUR

   Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh  PP Nomor 6 Tahun 2002

 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 121/

KMK.03/2002

 Keputusan Dirjen Pajak Nomor

Kep-241/PJ/2002 berikut ralatnya

  OBYEK PPh

  Atas penghasilan berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek

  TARIF

Atas bunga obligasi dengan kupon (interest

bearing bond) :

   20 %, bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT  20 % atau tarif P3B, bagi Wajib Pajak Luar Negeri dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi

   Atas diskonto obligasi dengan kupon :  20 %, bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT  20 % atau tarif P3B, bagi Wajib Pajak Luar Negeri dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi di atas harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga berjalan (accured interest)

  TARIF

  • Atas diskonto obligasi tanpa bunga

  (zero Coupon bond)

  • – 20 %, bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT
  • – 20 % atau tarif P3B, bagi Wajib Pajak Luar Negeri

   dari selisih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   Memotong PPh pada saat dilakukan pembayaran (kepada wajib pajak yang memperoleh bunga dan diskonto obligasi) dengan memberikan bukti pemotongan

   Menyetor PPh yang dipotong tersebut dengan SSP atas nama pemotong ke Kantor Penerima Pembayaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

   Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) dengan SPT Masa PPh Ps.4 ayat (2), paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

  PENGECUALIAN

Atas bunga dan diskonto obligasi yang

diperoleh :

   Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia  Dana pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan Menteri Keuangan  Reksadana (yang terdaftar pada Bapepam) selama

  5 tahun pertama sejak pendirian/pemberian ijin usaha  Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan keseluruhannya (termasuk bunga dan diskonto

PPH ATAS

  

PENGHASILAN DARI

TRANSAKSI PENJUALAN

SAHAM

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • Pasal 4 ayat (2) Undang Undang PPh
  • PP Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana disempurnakan dengan PP Nomor 14 Tahun 1997
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor

  OBYEK PPh DAN TARIF

  • Atas penghasilan dari penjualan saham di

  bursa efek

  • – 0,1 % dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan
    • Atas penjualan saham pendiri

    >– 0,5 % dari nilai saham pada saat penutupan bursa di akhir 1996, 31-12-1996 (jika telah diperdagangkan dalam tahun 1996 atau sebelumnya)
  • – 0,5 % dari nilai saham pada saat Initial Public Offering (jika diperdagangkan pada atau setelah

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   Memotong PPh pada saat pelunasan transaksi penjualan saham dengan memberikan bukti pemotongan

   Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Penerima Pembayaran dengan SSP atas nama perantara pedagang efek paling lambat tanggal 20 setiap bulan, atas transaksi yang dilakukan dalam bulan sebelumnya

   Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) paling lambat tanggal 25 pada

DIVIDEN YANG DITERIMA OLEH ORANG PRIBADI

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • Pasal 4 ayat (1) Undang Undang PPh
  • Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2009

  Obyek PPh dan Tarif

  A. Penghasilan berupa dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

  B. Tarif PPh sebasar 10 % dari nilai bruto dividen

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   Memotong PPh pada saat pembayaran dividen dengan memberikan bukti pemotongan

   Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Penerima Pembayaran dengan SSP atas nama pemotong paling lambat tanggal 10 setiap bulan, atas transaksi yang dilakukan dalam bulan sebelumnya

   Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) paling lambat tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

  

PPH FINAL ATAS BUNGA

SIMPANAN YANG

DIBAYARKAN KOPERASI

KEPADA ANGGOTANYA

KETENTUAN YANG MENGATUR

  • Pasal 4 ayat (1) Undang Undang PPh
  • Surat Edaran Dirjen Pajak SE-20/PJ/2009

  OBYEK PPh dan TARIF

  Atas penghasilan dari bunga

  

simpanan yang dibayarkan oleh

koperasi kepada anggotanya

   10 % dari jumlah bruto bunga

TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN

   Memotong PPh pada saat pembayaran bunga simpanan dengan memberikan bukti pemotongan

   Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Penerima Pembayaran dengan SSP atas nama pemotong paling lambat tanggal 10 setiap bulan, atas transaksi yang dilakukan dalam bulan sebelumnya

   Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) paling lambat tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

  PENGECUALIAN

  • Untuk bunga simpanan sampai maksimal

  Rp.240.000,- dikecualikan dari obyek PPh Final

  

TERIMA

KASIH