4-PAJAK PENGHASILAN Pasal 22 & Pasal 24 (3)

  • • Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22

    adalah PPh yang dipungut oleh:
    • – Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang
    • – Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
    Lanjutan1……..

  • Pemungut PPh Pasal 22
    • – Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang
    • – Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah
    • – Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
    Lanjutan2……

  (lanjutan)

  • Pemungut Pasal 22
    • – Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya kepada penyalur dan/atau agennya.
    • – Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.
    Lanjutan3…….

  • Besarnya Pungutan PPH Pasal 22
    • – Atas Impor :

  • Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor :
  • Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor
  • Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang

  

(Catatan: Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor) Lanjutan4………

  • – Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN/APBD sebesar 1,5% dari harga pembelian
  • – Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang:
    • Industri semen sebesar 0,25%dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    Lanjutan5………

  • Industri rokok kretek/putih sebesar 0,1% dari harga bandrol, dan bersifat final
  • Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN
  • Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN
  • Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN
    • Yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri

  Lanjutan6……

  • – Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur dan/ atau agennya:
    • Premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar

  0,3% dari penjualan atau Rp. 2.100,-/KL, dan untk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp. 1.750,-/KL Lanjutan7……

  • Solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 1.140,-/KL dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp. 950,-/KL
  • Premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar

  0,3% dari penjualan dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan

  • Minyak tanah sebesar 0,3% dari penjualan atau

  Rp. 912,-/KL • Gas LPG sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp.

  2.250/Kl

  • Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan
Lanjutan8……

  • Catatan : PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan lain yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final

  Lanjutan9….

  • – Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa:
    • Gula Pasir kepada:

  • – Penyalur sebesar Rp. 380,-/kuintal
  • – Grosir sebesar Rp. 270,-/kuintal
  • – Pembeli lainnya sebesar Rp. 650,-/kuintal
    • Tepung Terigu kepada:

  • – Penyalur sebesar Rp. 53,-/zak
  • – Grosir sebesar Rp. 38,-/zak
  • – Pembeli lainnya sebesar Rp. 91,-/zak

  Catatan: PPh pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog Bersifat Final Lanjutan10……

  • • Pengecualian Pemungutan PPh Pasal

  22

  • – Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh

  Pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak Lanjutan11……

  • – Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
    • Yang dilakukan ke dalam kawasan berikat dan Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor(EPTE)
    • Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal

  7 PP Nomor 6 tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973

  • Berupa kiriman hadiah
  • Untuk tujuan keilmuan
Lanjutan12…..

  • – Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp. 500.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)
  • – Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon
Lanjutan13…..

  • • Tata cara Pemungutan, Penyetoran,

    dan Pelaporan PPh Pasal 22
    • – Atas Impor

    >Impor dilengkapi dengan Laporan Kelengkapan Pemeriksaan/LKP (PPh pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak)
  • Impor tidak dilengkapi LKP (PPh pasal 22 dipungut dan disetor oleh Dirjen Bea dan Cukai)

  

Dirjen Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti

Pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3

yaitu :

  1. lembar pertama untuk pembeli 2. lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen

  Pajak sebagai lampiranlaporan bulanan 3. lembar ke tiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan

  

Dirjen Bea dan Cukai harus menyetorkan

pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam

jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak

dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-Bank

Persepsi, dan harus melaporkan hasil

pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan

Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak terakhir Lanjutan…..

  • – Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir
Lanjutan….

  • – Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP harus memungut PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan

    PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu:

    • Lembar pertama untuk pembeli
    • Lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran bulanan
    • Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan
    Lanjutan…..

  

Badan usaha tersebut harus menyetor

secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22

selambat-lambatnya tanggal lima belas

bulan takwim setelah Masa Pajak

berakhir. Pelaporan dilakukan dengan

cara menyampaikan SPT Masa selambat-

lambatnya dua puluh hari setelah Masa

Pajak berakhir

  Lanjutan…..

  • – PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.

  dilakukan dengan cara

  • Pelaporn menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

  Pengertian :  PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri  Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.

   Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation

  Penggabungan Penghasilan

  Penggabungan Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb:

  • • Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan

    dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis)
  • • Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam

    tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash

  basis)

  • • Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal

    18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan

  Batas Maksimum Kredit Pajak

  Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini :

  • • Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar

    Negeri

    • ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh

    Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17
  • • Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh

    penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)

Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation )

  Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing- masing negara

Rugi Usaha di Luar Negeri

  Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia)

  

Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang

terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib

Pajak wajib menyampaikan permohonan

kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan :

  • Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri
  • Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
  • Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
    • – Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pengertian :

  PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation

  

Penggabungan Penghasilan Penggabungan

Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb:

 Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan

dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut

  (accrual basis)

 Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam

tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis)

  

 Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal

18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan

  

Batas Maksimum Kredit Pajak

Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang

terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini

  

:

  • Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri • ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif

  pasal 17

  • Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)

  

Batas Maksimum Kredit Pajak untuk

setiap Negara (per Country Limitation)

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara

Rugi Usaha di Luar Negeri

  Dalam menghitung penghasilan kena pajak,

  kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia) Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri,

  Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan :

   Laporan Keuangan dari penghasilan di

  luar negeri

   Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang

  disampaikan di luar negeri

   Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

  Penyampaian permohonan kredit pajak

  

  yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.