Kuliah-6_Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat

  Hubungan Keuangan antara Pemerintah

  Daerah - Pusat

   Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan.

   Hal ini sering disebut dengan follow money function.

   Hubungan keuangan pemerintah daerah – pusat sebelum otonomi daerah, diatur dalam Undang- Undang No. 12 Tahun 1957 yang mengatur tentang jenis pajak yang diserahkan kepada provinsi dan kabupaten/kota. dan Undang- Undang No. 5 Tahun 1974 yang mengatur tentang Sumber-sumber keuangan pemerintah daerah.

UU No. 5/1974 UU No. 25/1999 UU No. 33/2004

  A. Pendapatan Asli Daerah

  A. Pendapatan Asli Daerah Penerimaan Daerah (Pasal 5): (PAD) : (PAD) :

  I. Pendapatan Daerah :

  • Hasil Pajak Daerah -Hasil Pajak Daerah

  A. Pendapatan Asli Daerah

  • Hasil Retribusi Daerah -Hasil Retribusi Daerah (PAD) :
  • Hasil Perusahaan Daerah -Hasil Perusahaan Milik -Pajak Daerah -Lain-lain Usaha Daerah yang Daerah dan Hasil -Retribusi Daerah sah Pengelolaan Kekayaan -Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah lainnya yang Daerah yang dipisahkan

  B. Pendapatan yang Berasal dipisahkan -Lain-lain PAD yang sah dari Pusat : -Lain-lain PAD yang sah

  • Sumbangan dari pemerintah

  B. Dana Perimbangan :

  • Sumbangan lain yang diatur

  B. Dana Perimbangan : -Dana Bagi Hasil dalam peraturan per-uu- -Bagian Daerah dari -Dana Alokasi Umum an

  Penerimaan PBB -Dana Alokasi Khusus

  C. Lain-lain pendapatan -BPHTB dan Penerimaan dari daerah yang sah SDA C. Lain-lain Pendapatan

  • Dana Alokasi Umum -Dana Alokasi Khusus

  II. Pembiayaan :

  • Sisa Lebih Perhitungan

  C. Pinjaman Daerah Anggaran Daerah

  • Penerimaan Pinjaman Daerah

  D. Lain-lain Penerimaan yang -Dana Cadangan Daerah sah. -Hasil Penjualan Kekayaan

PAD Dana Bagi Hasil Lain-lain Pendapatan

  a. Kehutanan;

  2. Dana Darurat.

  a. Bantuan yang tidak mengikat; b. Hibah dari Luar Negeri melalui Pemerintah Pusat.

  1. Hibah :

  3. Dana Alokasi Khusus

  2. Dana Alokasi Umum

  d. Pertambangan minyak bumi; e. Pertambangan gas bumi; dan f. Pertambangan panas bumi.

  c. Perikanan;

  b. Pertambangan Umum;

  1. Sumber PAD :

  a. Pajak Daerah;

  c. PPh Pasal 25 dan pasal 29 WP orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21.

  b. BPHTB

  a. PBB

  1. DBH bersumber dari Pajak :

  5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

  2) Jasa Giro; 3) Pendapatan bunga; 4) Keuntungan selisih nilai rupiah terhadap mata uang asing;

  d. Lain-lain PAD yang sah : 1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

  c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan;

  b. Retribusi Daerah;

  2. DBH bersumber dari SDA :

UU No. 23/2014

  Penerimaan Daerah (Pasal 285): Dana Perimbangan (Psl. 288):

  I. Sumber Pendapatan Daerah :

  1. Dana Bagi Hasil :

  A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) :

  a. Pajak :

  1. Pajak Daerah

  • PBB

  2. Retribusi Daerah

  • PPh Pasal 25 dan 29 WP orang

  3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Pribadi dalam negeri dan PPh (Laba BUMD; hasil kerjasama dengan pihak ketiga)

  Pasal 21

  4. Pendapatan Transfer; dan b. Cukai (hasil tembakau)

  5. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah (hibah; dana

  c. SDA (Psl 289 ayat (4)) darurat; jasa giro; hasil penjualan aset daerah; dll.) - IIUPH; landrent; royalty; pertambangan minyak bumi;

  II. Pendapatan Transfer : gas bumi; dan panas bumi

  A. Transfer Pemerintah Pusat :

  2. Dana Alokasi Umum (Psl. 288 hrf

  1. Dana Perimbangan; b)

  2. Dana Otonomi Khusus;

  3. Dana Alokasi Khusus(Psl. 288 hrf

  3. Dana Keistimewaan; dan c) 4. Dana Desa.

  II. Pembiayaan :

  • Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

  B. Transfer Antar Daerah : Daerah

  1. Pendapatan Bagi Hasil; dan -Penerimaan Pinjaman Daerah 2. Bantuan Keuangan.

  • Dana Cadangan Daerah -Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.

UU No. 12/1957 UU No. 18/1997 UU No. 34/2000 UU No. 28/2009

  I. Provinsi :

  I. Provinsi :

  I. Provinsi :

  I. Provinsi :

  1. Pajak Kenderaan

  1. PKB;

  1. Pajak Kenderaan

  a. Pajak Kendaraan Bermotor; Bermotor;

  2. BBNKB Bermotor dan

  b. Bea Balik Nama Kendaraan

  2. BBNKB

  3. Pajak Bahan Bakar Kenderaan di atas Bermotor;

  3. Pajak Kenderaan Kenderaan air;

  c. Pajak Bahan Bakar di atas air Bermotor (Dibagi

  2. BBNKB dan Kendaraan Bermotor; dengan Dati II) kenderaan di atas d. Pajak Air Permukaan; dan

  II. Dati II Kab./Kota : air; e. Pajak Rokok.

  1. Pajak

  II. Dati II Kab/Kota:

  3. Pajak Bahan Bakar Pembangunan I;

  1. Pajak Restoran dan Kenderaaan

  II. Kab/Kota :

  2. Pajak Restoran Hotel; Bermotor;

  a. Pajak Hotel; 10%;

  2. Pajak Reklame;

  4. Pajak Pengambilan

  b. Pajak Restoran;

  3. Pajak Penerangan

  3. Pajak Hiburan; dan Pemanfaatan air

  c. Pajak Hiburan; Jalan umum;

  4. Pajak Penerangan di bawah tanah dan

  d. Pajak Reklame; 4. Pajak Reklame; Jalan Umum; permukaan.

  e. Pajak Penerangan Jalan;

  5. Pajak Tontonan

  5. Pajak Pemanfaatan

  f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Keramaian air bawah tanah

  II. Dati II Kab/Kota : dan Batuan; Umum; dari permukaan;

  1. Pajak Hotel;

  g. Pajak Parkir;

  6. Pajak Pendaftaran

  6. Pajak bahan galian

  2. Pajak Restoran;

  h. Pajak Air Tanah; Perusahaan.

  C.

  3. Pajak Hiburan; i. Pajak Sarang Burung Walet;

  4. Pajak Reklame; j. Pajak Bumi dan Bangunan

  5. Pajak Penerangan Perdesaan dan Perkotaan; Jalan; dan

  6. Pajak Pengambilan k. Bea Perolehan Hak atas Bahan Galian C; Tanah dan Bangunan.

  7. Pajak Parkir

  Objek Retribusi adalah: a. Jasa Umum; b. Jasa Usaha; dan c. Perizinan Tertentu

  Jasa Umum Jasa Usaha Perizinan Tertentu

  a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

  a. Retribusi Pemakaian

  a. Retribusi Izin Mendirikan

  b. Retribusi Pelayanan Kekayaan Daerah; Bangunan; Persampahan/Kebersihan;

  b. Retribusi Pasar Grosir

  b. Retribusi Izin Tempat

  c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu dan/atau Pertokoan; Penjualan Minuman Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;

  c. Retribusi Tempat Pelelangan; Beralkohol;

  d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan

  d. Retribusi Terminal;

  c. Retribusi Izin Gangguan; Pengabuan Mayat;

  e. Retribusi Tempat Khusus

  d. Retribusi Izin Trayek; dan

  e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Parkir;

  e. Retribusi Izin Usaha Umum; f. Retribusi Tempat Perikanan.

  f. Retribusi Pelayanan Pasar; Penginapan/Pesanggrahan/V

  g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; illa;

  h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam

  g. Retribusi Rumah Potong Kebakaran;

  Hewan; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

  h. Retribusi Pelayanan j. Retribusi Penyediaan dan/atau Kepelabuhanan;

  Penyedotan Kakus; i. Retribusi Tempat Rekreasi k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; dan Olahraga; l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; j. Retribusi Penyeberangan di m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan Air; dan n. Retribusi Pengendalian Menara k. Retribusi Penjualan Produksi Telekomunikasi. Usaha Daerah.

  Belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai Urusan 

Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar yang

ditetapkan dengan standar pelayanan minimal .

  Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 

berpedoman pada standar teknis dan standar harga satuan

regional sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

  Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan yang 

menjadi kewenangan Daerah selain sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) berpedoman pada analisis standar belanja dan standar

harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

  Belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan dalam APBD 

sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah setelah

memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib

dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan kepada:

  a. Pemerintah Pusat;

  b. Pemerintah Daerah lain;

  c. badan usaha milik negara atau BUMD; dan/atau

  d. badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.

   Belanja bagi hasil , bantuan keuangan , dan belanja untuk Desa dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Belanja DAK diprioritaskan untuk  mendanai kegiatan fisik dan dapat digunakan untuk kegiatan nonfisik .

   Ketentuan mengenai belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dengan peraturan pemerintah .

  Ketentuan mengenai belanja pimpinan  dan anggota DPRD diatur dalam peraturan pemerintah .

  Daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber  dari Pemerintah Pusat, Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.

   Kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi Daerah untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi yang menghasilkan penerimaan Daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.

  Daerah dapat melakukan pinjaman yang  berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri.

Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana 

  dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangandan kepala daerah.

   Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah diatur dengan peraturan pemerintah.  Peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengatur:

  a. persyaratan bagi Daerah dalam melakukan pinjaman;

  b. penganggaran kewajiban pinjaman Daerah yang jatuh tempo dalam APBD; c. pengenaan sanksi dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman; d. tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap semester dalam tahun anggaran berjalan;

  e. persyaratan penerbitan obligasi Daerah serta pembayaran bunga dan pokok obligasi; dan

f. pengelolaan obligasi Daerah yang mencakup pengendalian

risiko, penjualan dan pembelian obligasi serta pelunasan dan penganggaran dalam APBD>

   Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman

  Daerah dapat membentuk dana cadangan guna  mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana Daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran .

  Pembentukan dana cadangan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda.

  Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) bersumber dari penyisihan atas penerimaan Daerah kecuali dari DAK , pinjaman Daerah, dan penerimaan lain-lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu.

  Penggunaan dana cadangan dalam satu tahun  anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

  Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) dan ayat (2) ditempatkan dalam rekening tersendiri dalam rekening kas umum Daerah.

  Dalam hal dana cadangan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang

memberikan hasil tetap dengan risiko rendah.

  Daerah dapat melakukan penyertaan  modal pada badan usaha milik negara dan/atau BUMD.

  Penyertaan modal Daerah sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik negara dan/atau BUMD.

  Penyertaan modal sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

   Dalam hal APBD diperkirakan surplus , APBD dapat digunakan untuk pengeluaran pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD.

   Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk pembiayaan:

  a. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; b. penyertaan modal Daerah;

  c. pembentukan dana cadangan; dan/atau

  d. pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. o Dalam hal APBD diperkirakan defisit , APBD dapat didanai dari penerimaan pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD. o

Penerimaan pembiayaan Daerah sebagaimana

  dimaksud pada ayat (3) bersumber dari:

  

a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebe-

lumnya; b. pencairan dana cadangan;

  c. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipi- sahkan; d. pinjaman Daerah; dan

  e. penerimaan pembiayaan lainnya sesuai de-

ngan ketentuan peraturan perundang-un-

dangan.

  Menteri melakukan pengendalian atas defisit APBD  provinsi dengan berdasarkan batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal jumlah kumulatif pinjaman Daerah yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.

  Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat  melakukan pengendalian atas defisit APBD kabupaten/kota dengan berdasarkan batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal jumlah kumulatif pinjaman Daerah yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan. Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dan ayat (2) dilakukan pada saat evaluasi terhadap rancangan Perda tentang APBD.

  Barang milik Daerah yang diperlukan

   untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan tidak dapat dipindahtangankan. Pelaksanaan pengadaan barang milik  Daerah dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan

Daerah berdasarkan prinsip efisiensi

  efektivitas, dan transparansi dengan mengutamakan produk dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Barang milik Daerah yang tidak digunakan  untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan dapat dihapus dari daftar barang milik Daerah dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, disertakan sebagai modal Daerah, dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Barang milik Daerah sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat dijadikan tanggungan atau digadaikan untuk mendapatkan pinjaman . Lihat Lampiran Versi Word

  Terimakasih