Positif and Negatif Hukuman Mati

Positif Negatif Hukuman Mati
Positif


Pencegahan

Penggunaan hukuman mati dianggap mampu mencegah perbuatan kejahatan lain,
dikarenakan pelaku akan segan mengetahui akibat apa yang akan ia terima apabila melakukan
kejahatan tersebut. Namun faktanya di beberapa negara bagian atau negara yang tidak
menggunakan hukuman mati, tingkat kejahatannya lebih rendah dibanding yang
menggunakan ketentuan hukuman mati. Meski melalui dalam sebuah penelitian, satu
hukuman mati mampu mencegah tujuh kejahatan serupa, namun sekali lagi penelitian ini
belum tentu kebenarannya. Contoh saja bagaimana rasio tingkat pembunuhan di negara
bagian yang menggunakan hukuman mati dan tidak di AS.
(

Year

F Murder Rate
in Death


B Penalty States*
I
,

Murder Rate in
Non-death
Penalty States
Percent
Difference

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
9.69

8.81

9.23

7.88

8.59


6.78

7.72

5.37

7.09

5.00

6.51

4.61

5.86

4.59

5.70


4.25

5.82

4.25

5.82

4.27

5.91

4.10

5.71

4.02

5.87


4.03

10% 17% 27% 44% 42% 41% 28% 35% 37% 36% 44% 42% 46%

Uniform Crime Reports, Law Enforcement Officers Killed and Assaulted, 1998)


Menciptakan rasa aman di masyarakat
Dengan penjatuhan hukuman mati, pelaku otomatis tidak akan dapat lagi meresahkan
masyarakat. Masyarakat akan merasa aman dengan jaminan bahwa pelaku yang sama
tidak akan melakukan kejahatan yang sama dan kejahatan lain.



Keadilan
Sesuatu terkadang dianggap adil apabila pembalasan dilakukan sesuai atau sama
dengan perbuatan yang dilakukan. Hukuman bagi pelaku pembunuhan misalnya, akan
dianggap adil apabila pelaku dihukum serupa dengan apa yang dialami korbannya
yaitu kematian, atau dikenal juga istilah ‘an eye for an eye’. Pengadaan hukuman mati

juga menunjukkan bahwa keadilan itu ada, sehingga tak ada perbuatan buruk yang
tidak mendapat ganjaran. Serta menunjukkan peran penegak hukum yang mampu
memberikan kepuasan bagi apa yang diharapkan korban atau keluarga korban.

5.9

4.22
40%

Negatif


Merespon kekerasan dengan kekerasan akan menghasilkan kekerasan yang lebih luas
Terkadang kekerasan tidak menyelesaikan masalah bagi korban maupun keluarga
korban. Kerugian mental seperti kesedihan tak akan dengan mudah diselesaikan
dengan jalan kekerasan pula. Kekerasan tidak dengan mudahnya hilang karena pelaku
suatu kasus telah dijatuhi hukuman mati. Dalam beberapa kasus misalnya, hal ini
justru memunculkan pembalasan yang lebih besar atau tren kekerasan akibat ekspose
terhadap peradilan itu sendiri.




Kesalahan eksekusi bagi yang tidak bersalah
Tidak ada yang sempurna di dunia, termasuk sistem hukum dan penyelidikan yang
ada. Apa yang terjadi apabila seseorang tidak bersalah namun kesalahan atau sistim
error yang membuatnya dijatuhi hukuman mati ? Dan ketika kemudian terbukti ia
tidak bersalah, sementara hukuman mati telah dijatuhkan, apa yang akan terjadi ?
Bisakan hukum mengembalikan nyawa seseorang dengan alasan sebatas kesalahan
hukum atau sistim ? Tentu saja tidak. Meski beberapa pendukung hukuman mati
menganggap hal ini sebagai kejadian yang sangat langka dan merupakan resiko yang
masih dapat diterima dari adanya sistim hukuman mati. Sejak 1973, 138 orang
dibebaskan dari penjatuhan hukuman mati dan 1000 lainnya dieksekusi atas tuduhan
yang salah. (Death Penalty Facts, Amnesty International)



Pembelaan yang lemah dari segi hukum
Pengalaman menunjukkan bahwa terdakwa hukuman mati kebanyakan adalah yang
tidak mampu menyewa pengacaranya sendiri, sehingga tergantung kepada pengacara
yang diberikan negara atau negara bagian, di mana biasanya pengacara-pengacara

tersebut lebih sedikit dalam pengalaman dan kemampuan yang baik dalam
mengumpulkan barang bukti. (Death Penalty Information Center)



Deskriminasi
Di negara-negara dengan tingkat diskriminasi yang masih tinggi seperti Amerika
Serikat, diskriminasi masih menjadi penghalang penegakan hukum, termasuk dalam
pemberian hukuman mati. Tentu saja hal ini didukung dengan anggapan rasis yang
menganggap nyawa orang kulit putih lebih berharga disbanding nyawa orang kulit
hitam, sehingga dalam kenyataannya pembunuh korban-berkulit putih cenderung
mendapat hukuman mati dibanding pembunuh korban-berkulit hitam.

(Death Penalty Information Center)


Pendapat pribadi
 ‘Why do we kill people who’re killing people to show that killing people is
wrong ?’
Apabila diresapi maka pertanyaan ini sangatlah menuntut pemahaman kita akan

hukuman mati. Seperti halnya apabila anda melakukan hal yang sama untuk
membalas perbuatan buruk kepada anda, maka anda tak ada bedanya dengan orang
tersebut. Lalu bagaimana orang tahu apabila menghilangkan nyawa itu salah,
apabila hukum yang seharusnya memberikan pemahaman kepada masyarakat justru
juga melakukan penghilangan nyawa ?
 ‘ … jika seluruh manusia bekerjasama mengerahkan segala kemampuan untuk
membuat satu nyawa niscaya mereka tidak mampu melakukannya. Nyawa adalah
karya Tuhan, manusia dengan alasan apapun tidak berhak mengambilnya dari orang
lain.’
Kalimat tersebut saya ambil dari sebuah buku mengenai Arab Springs. Meski
berbeda konteks pembahasan, kalimat tersebut saya rasa mampu mewakili
ketidaksetujuan akan penghilangan nyawa dengan alasan apapun. Begitu
berharganya penciptaan nyawa, hingga nyawa pendosa sekalipun tetap memiliki
nilai.

Kesimpulan : Dari poin-poin yang telah saya sebutkan di atas, sikap saya tentang pro-kontra
mengenai hukuman mati adalah tidak mendukung atau menyetujui. Menghukum mati
seseorang tak akan dengan mudah menyelasaikan masalah. Bagi pelaku kejahatan
kemanusiaan misalnya, hukuman mati saja bisa dianggap terlalu ringan, karena suatu


hukuman seumur hidup lebih akan membuat menderita dan sadar akan perbuatannya. Dan
bukankah sejahat apapun manusia, ia perlu diberi waktu untuk menyadari & mencari
pengampunan Tuhan ?

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

The correlation intelligence quatient (IQ) and studenst achievement in learning english : a correlational study on tenth grade of man 19 jakarta

0 57 61

An analysis of moral values through the rewards and punishments on the script of The chronicles of Narnia : The Lion, the witch, and the wardrobe

1 59 47

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Transmission of Greek and Arabic Veteri

0 1 22