Perilaku Pasca-Adopsi Teknologi Personal terhadap Intensi Perilaku Berkelanjutan
Intensi Perilaku Berkelanjutan
Jurnal Manajemen
Teknologi
Jurnal Manajemen Teknologi, 17(1), 2018,10-26
Available online at http://journal.sbm.itb.ac.id
Ardiwansyah Nanggong
Fakultas Ekonomi, Universitas Ichsan Gorontalo
Pendahuluan
Perubahan lingkungan yang makin kompetitif membuat kebutuhan teknologi menjadi
meningkat. Perkembangan teknologi
menjadikan aktivitas manusia menjadi lebih cepat dan mudah. Adanya perkembangan teknologi tersebut membuat makin meningkatnya pengadopsi teknologi. Sejalan dengan itu, dengan penyebaran ponsel teknologi komunikasi, mobile commerce mengalami perkembangan pesat di seluruh dunia (Zhou, 2011).
Pada konteks penggunaan dan penyelarasan fungsi teknologi, sering dikaitkan dengan proses adopsi teknologi. Proses adopsi teknologi dimaknai sebagai tahapan individu atau org anisasi dalam memutuskan menggunakan teknologi. Lebih lanjut dalam penelitian adopsi teknologi selama ini lebih banyak membahas adopsi teknologi pada level organisasi atau teknologi yang dimiliki oleh suatu institusi (lihat Roy & Sivakumar, 2007; Abou-Shouk, Megicks, & Lim , 2013; Saeed & Abdinnour, 2013). Fenomena ini diduga karena penelitian adopsi teknologi lebih banyak berfokus membahas sistem informasi suatu organisasi.
Disamping itu, penerimaan dan penggunaan teknologi dalam konteks organisasi bersifat mandatory sedangkan dalam konteks perilaku konsumen lebih voluntary (Venkatesh, Thong, & Xu, 2012; Arenas-Gaitan, Peral-Peral, & Ramon-Jeronimo , 2015). Menurut Oliveira dan Martins (2011) bahwa tidak banyak tinjauan literatur tentang adopsi teknologi pada level individual. Landasan teoritikal yang sering digunakan peneliti dalam menjelaskan perilaku individu dalam adopsi teknologi ialah TAM ( Technology Acceptance Model). Berlimpahnya riset dengan menggunakan rerangka TAM dan
TPB, membuat model ini cenderung menjenuhkan ( saturated) karena tidak adanya pendekatan baru yang lebih komprehensif dalam menjelaskan fenomena adopsi teknologi. Situasi ini membuat riset adopsi teknologi oleh individu lebih kompleks sehingga sangat menarik untuk diteliti.
Menindaklanjuti hal tersebut, Venkatesh et al. (2012) mengenalkan model UTAUT2 dalam konteks konsumen. Model UTAUT2 menguraikan hubungan baru dengan perilaku konsumen dengan memasukkan konstruk baru yaitu motif hedonis, nilai harga dan habit dalam formulasinya. Oleh karena itu, penelitian ini mengadaptasi tiga elemen perilaku konsumen dalam model UTAUT2 untuk menjelaskan perilaku adopsi teknologi personal.
Tahapan setelah menggunakan teknologi sering dinamakan sebagai pasca adopsi ( post- adoption). Jika dibandingkan pada banyaknya penelitian tahap awal adopsi, riset pasca-adopsi kurang mendapat perhatian (Zhou, 2011; Son & Han, 2011). Lebih lanjut, Son dan Han (2011) mengatakan kebertahanan jangka panjang suatu teknologi disandarkan pada penggunaan terus-menerus teknologi baru dibanding adopsi awal. Sementara menurut Bhattacher jee (2001) bahwa konsep penerimaan teknologi tidak menjelaskan kelangsungan perilaku yang muncul.
Beberapa penelitian perilaku intensi adopsi teknologi dominan hanya membahas dampakya terhadap penggunaan teknologi dan kepuasan pengguna (lihat Carlsson, Carlsson, & Hyvonen, 2006; Bhattacherjee, Perols, & Sanford , 2008). Padahal implikasi dari pasca adopsi menimbulkan perilaku yang beragam, termasuk pada perilaku berkelanjutan. Studi Heiskanen Kasanen, dan Timonen (2005) serta Midden, McCalley, Ham, dan Zaalberg (2008) menunjukkan bahwa penggunaan teknologi oleh konsumen sebagai pemicu perilaku berkelanjutan. Perilaku berkelanjutan tercermin dalam bentuk tindakan pro lingkungan atau ramah lingkungan, ekologi dan reduksi konsumsi energi. Sejalan dengan itu, peng gunaan teknologi infor masi mengubah perilaku individu untuk lebih menerapkan praktik keberlanjutan ( sustainable) (Iveroth & Bengtsson, 2014). Saat ini, muncul harapan yang tinggi pada kemampuan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengurangi konsumsi alam dengan lebih eko- efisien (Heiskanen et al., 2005).
Intensi individu untuk terus menggunakan
Hal ini sesuai dengan penjelasan model IT teknologi dipengaruhi oleh beragam faktor
Kemudian muncul lagi penyempurnaan oleh
Motivasi hedonis telah dimasukkan sebagai
continuance bahwa ada kepuasan yang dialami seperti nilai kegunaan, ekonomis, intrinsik, dan
Ajzen pada tahun 1991 yaitu Theory of Planned
prediktor kunci dalam banyak penelitian
pengadopsi teknologi sehingga ekstrinsik (Kwon & Song, 2012); persepsi
Behavior (TPB) yang memasukkan perceived
perilaku konsumen (Venkatesh et al., 2012) dan
mengakibatkan continuance intention atau dengan biaya finansial (Wang, Sy, & Fang, 2010);
behavioral control sebagai penentu ketiga perilaku
penelitian sistem informasi pada masa silam
kata lain, ada keinginan untuk terus menerus persepsi manfaat (Lee, 2009). Pada sisi lain
individu ketika hendak menggunakan
dalam konteks penggunaan teknologi
menggunakan teknologi tersebut . Hasil perilaku keberlanjutan dalam mengadopsi
teknologi. Pada tahun 1989, Davis dengan
konsumen (Brown & Venkatesh, 2005). Dalam
beberapa penelitian terdahulu jug a teknologi ditentukan oleh beberapa motif,
mengadaptasi TRA mengembangkan model
penggunaan teknologi konteks konsumen,
menunjukkan motivasi hedonis dan seperti adanya self-benefit dan norma sosial
yang disebut Technology Acceptance Model (TAM).
harga ( price) merupakan faktor penting. Karena
kenyamanan berimplikasi pada intensi adopsi (White & Simpson, 2013). Adanya manfaat
Model ini mendefinisikan perceived ease of use
konsumen menanggung biaya yang berkaitan
teknologi (lihat Venkatesh et al., 2012; Yang, yang diperoleh oleh konsumen ketika
dan perceived usefulness sebagai dua faktor
dengan pembelian perangkat atau layanan.
2013; Raman & Don, 2013; Nguyen, Nguyen menggunakan teknologi akan mengarahkan
penentu sikap terhadap perilaku intensi dan
Pada konteks penggunaan teknologi, kebiasaan
& Chao, 2014). Berdasarkan uraian diatas, pada perilaku berkelanjutan. Mekanisme
penggunaan.
( habit) telah terbukti menjadi faktor penting
maka dibangun hipotesis tersebut menjadikan persepsi manfaat (benefit)
yang mempengaruhi penggunaan teknologi
H1: Hedonic motivation berpengaruh terhadap memiliki indikasi untuk memperkuat perilaku
Venkatesh, Morris, Davis dan Davis (2003)
seperti dalam studi Kim dan Malhotra (2005).
meninjau kembali dan mensintesakan rerangka
perilaku intensi adopsi.
berkelanjutan konsumen dalam mengadopsi
yang mengarah kepada penyatuan pandangan
Perilaku Intensi (Behavioral Intention)
teknologi. Hal ini menjadikan peran persepsi
Nilai harga ( price value) bermakna biaya dan manfaat berperan sebagai pemoderasi dalam
penerimaan teknologi. Rerangka yang
Istilah perilaku intensi banyak digunakan
struktur harga yang mungkin berdampak hubungannya dengan perilaku berkelanjutan.
dikembangkan oleh Venkatesh et al. (2003)
dalam literatur penerimaan dan penggunaan
signifikan pada konsumen pengguna teknologi Persepsi manfaat ( perceived benefit) dalam
dengan membandingkan delapan model yang
teknologi. Perilaku intensi dimaknai sebagai
(Venkatesh et al., 2012; Nguyen et al., 2014). penelitian ini mencakup manfaat kegunaan
saling memiliki kesamaan yaitu Theory of
persepsi kemungkinan seseorang akan
Biaya dan harga akan berdampak dalam ( utility) dan ekonomis.
Reasoned Action (TRA), Technology Acceptance
menggunakan teknologi. Pada studi lain,
Model (TAM), Motivational Model (MM), Bhattacherjee et al. (2008) mengenalkan istilah
penggunaan teknologi oleh konsumen. Nilai
harga dan biaya pada konteks pengguna Berdasarkan uraian di atas, maka muncul
Theory of Planned Behavior (TPB), Combined (C-
continuance intention dalam menjelaskan perilaku
konsumen (individu) dan organisasi berbeda, pertanyaan bagaimana perilaku pengadopsi
TAM & TPB), Model of PC Utilization (MPCU),
penerimaan dan penggunaan IT. Model ini
karena konsumen biasanya akan menanggung teknologi dalam menyikapi kecanggihan
Innovation Diffusion Theory (IDT) dan Social
menjelaskan bahwa ketika pengadopsi
biaya moneter dari penggunaan teknologi teknologi mereka dalam perilaku berkelanjutan
Cognitive Theory (SCT), sehingga menghasilkan
teknologi informasi mendapatkan kepuasan
(Venkatesh et al., 2012). Selanjutnya, harga akan yang ramah lingkungan? Oleh karena itu, fokus
formulasi yang disebut teori penyatuan
maka continuance intention akan terjadi. Akan
berefek positif pada intensi ketika konsumen penelitian ini untuk menyelidiki efek dan kaitan
penerimaan dan penggunaan teknologi atau
tetapi menurut Ariaeinejad dan Archer (2014)
merasakan manfaat penggunaan teknologi perilaku pasca adopsi teknologi personal dalam
Unified Theory of Acceptance and Use of Technology
bahwa konstruk continuance intention maupun
lebih besar dari biaya moneter yang menciptakan perilaku berkelanjutan ( sustainable
(UTAUT) dengan empat prediktor kunci
behavioral intention mempunyai makna yang
dikeluarkan (Venkatesh et al., 2012). Hasil studi behavior). Adapun secara spesifik, tujuan
intensi penggunaan teknologi yaitu performance
sepadan yaitu untuk menguji apakah pengguna
dari Venkatesh et al. (2012), Yang (2013) dan penelitian ini: Pertama, untuk menguji efek
expectancy, effort expectancy, social influence, dan
terus menerus menggunakan teknologi dalam
Arenas-Gaitan et al. (2015) juga menunjukkan perilaku konsumen meliputi motivasi hedonis,
facilitating conditions.
jangka waktu yang lama. Berdasarkan argumen
nilai harga mempengaruhi intensi adopsi nilai harga dan kebiasaan (habit) terhadap
tersebut, maka pada penelitian ini akan
teknologi. Oleh karena itu, kesesuaian harga intensi adopsi teknologi; Kedua, untuk menguji
Walaupun model UTAUT cukup bisa
menggunakan istilah perilaku intensi ( behavioral
( price value) akan menentukan perilaku intensi efek peran moderasi perceived benefit terhadap
diandalkan dalam memahami penerimaan dan
intention).
seorang dalam mengadopsi teknologi. perilaku berkelanjutan ( sustainable behavior).
penggunaan teknologi terutama oleh
karyawan. Namun, masih ada kebutuhan untuk
Hedonic motivation didefinisikan sebagai
Sehingga hipotesis yang dibangun adalah:
H2: Price Value berpengaruh terhadap perilaku Konsep Adopsi Teknologi
penyelidikan sistematis tentang faktor penting
kegembiraan atau kesenangan yang didapatkan
yang akan berlaku untuk konteks penggunaan
dari penggunaan teknologi dan menunjukkan
intensi adopsi.
Perilaku adopsi dan difusi teknologi banyak
teknologi konsumen. Oleh karena itu,
peran penting dalam menentukan penerimaan
mengacu pada Theory of Reasoned Action (TRA)
Dalam studi sistem informasi terdahulu dalam yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen
Venkatesh et al. (2012) menambahkan tiga
dan penggunaan teknologi (Brown &
penggunaan teknologi, Kim dan Malhotra pada tahun 1975 yang menjelaskan bahwa yang
konstruk baru dan memodifikasi konsep
Venkatesh, 2005). Pengguna mengharapkan
(2005) memandang habit sebagai perilaku masa menentukan perilaku individu adalah niat
UTAUT sehingga menyesuaikan ke konteks
untuk memperoleh kesenang an dan
silam. Menurut Ye dan Potter (2011) habit individu, yang dipengaruhi secara bersama-
penggunaan konsumen yang dinamakan
kenyamanan ketika mengadopsi mobile phone
mempengaruhi perilaku yang akan datang sama oleh sikap individu dan norma subjektif
model UTAUT2. Pada model terbaru ini,
untuk memperoleh informasi dan jasa
hanya ketika perilaku telah dibiasakan. Lebih (Tanoglu, Basoglu & Daim , 2010).
Venkatesh et al. (2012) menambahkan dan
(Alwahaishi & Snásel, 2013). Ketika harapan
mengintegrasikan konstruk hedonic motivation,
tersebut dicapai, maka konsumen akan terus
lanjut, dia menjelaskan bahwa pembentukan
price value, dan habit sebagai mekanisme baru.
menggunakan teknologi tersebut.
habit membutuhkan suatu tindakan yang pasti untuk dipertunjukkan secara sering dan berulang-ulang.
Intensi individu untuk terus menggunakan
Hal ini sesuai dengan penjelasan model IT teknologi dipengaruhi oleh beragam faktor
Kemudian muncul lagi penyempurnaan oleh
Motivasi hedonis telah dimasukkan sebagai
continuance bahwa ada kepuasan yang dialami seperti nilai kegunaan, ekonomis, intrinsik, dan
Ajzen pada tahun 1991 yaitu Theory of Planned
prediktor kunci dalam banyak penelitian
pengadopsi teknologi sehingga ekstrinsik (Kwon & Song, 2012); persepsi
Behavior (TPB) yang memasukkan perceived
perilaku konsumen (Venkatesh et al., 2012) dan
mengakibatkan continuance intention atau dengan biaya finansial (Wang, Sy, & Fang, 2010);
behavioral control sebagai penentu ketiga perilaku
penelitian sistem informasi pada masa silam
kata lain, ada keinginan untuk terus menerus persepsi manfaat (Lee, 2009). Pada sisi lain
individu ketika hendak menggunakan
dalam konteks penggunaan teknologi
menggunakan teknologi tersebut . Hasil perilaku keberlanjutan dalam mengadopsi
teknologi. Pada tahun 1989, Davis dengan
konsumen (Brown & Venkatesh, 2005). Dalam
beberapa penelitian terdahulu jug a teknologi ditentukan oleh beberapa motif,
mengadaptasi TRA mengembangkan model
penggunaan teknologi konteks konsumen,
menunjukkan motivasi hedonis dan seperti adanya self-benefit dan norma sosial
yang disebut Technology Acceptance Model (TAM).
harga ( price) merupakan faktor penting. Karena
kenyamanan berimplikasi pada intensi adopsi (White & Simpson, 2013). Adanya manfaat
Model ini mendefinisikan perceived ease of use
konsumen menanggung biaya yang berkaitan
teknologi (lihat Venkatesh et al., 2012; Yang, yang diperoleh oleh konsumen ketika
dan perceived usefulness sebagai dua faktor
dengan pembelian perangkat atau layanan.
2013; Raman & Don, 2013; Nguyen, Nguyen menggunakan teknologi akan mengarahkan
penentu sikap terhadap perilaku intensi dan
Pada konteks penggunaan teknologi, kebiasaan
& Chao, 2014). Berdasarkan uraian diatas, pada perilaku berkelanjutan. Mekanisme
penggunaan.
( habit) telah terbukti menjadi faktor penting
yang mempengaruhi penggunaan teknologi
maka dibangun hipotesis
H1: Hedonic motivation berpengaruh terhadap memiliki indikasi untuk memperkuat perilaku
tersebut menjadikan persepsi manfaat (benefit)
Venkatesh, Morris, Davis dan Davis (2003)
seperti dalam studi Kim dan Malhotra (2005).
meninjau kembali dan mensintesakan rerangka
perilaku intensi adopsi.
berkelanjutan konsumen dalam mengadopsi
yang mengarah kepada penyatuan pandangan
Perilaku Intensi (Behavioral Intention)
teknologi. Hal ini menjadikan peran persepsi
Nilai harga ( price value) bermakna biaya dan manfaat berperan sebagai pemoderasi dalam
penerimaan teknologi. Rerangka yang
Istilah perilaku intensi banyak digunakan
struktur harga yang mungkin berdampak hubungannya dengan perilaku berkelanjutan.
dikembangkan oleh Venkatesh et al. (2003)
dalam literatur penerimaan dan penggunaan
signifikan pada konsumen pengguna teknologi Persepsi manfaat ( perceived benefit) dalam
dengan membandingkan delapan model yang
teknologi. Perilaku intensi dimaknai sebagai
(Venkatesh et al., 2012; Nguyen et al., 2014). penelitian ini mencakup manfaat kegunaan
saling memiliki kesamaan yaitu Theory of
persepsi kemungkinan seseorang akan
Biaya dan harga akan berdampak dalam ( utility) dan ekonomis.
Reasoned Action (TRA), Technology Acceptance
menggunakan teknologi. Pada studi lain,
Model (TAM), Motivational Model (MM), Bhattacherjee et al. (2008) mengenalkan istilah
penggunaan teknologi oleh konsumen. Nilai
harga dan biaya pada konteks pengguna Berdasarkan uraian di atas, maka muncul
Theory of Planned Behavior (TPB), Combined (C-
continuance intention dalam menjelaskan perilaku
konsumen (individu) dan organisasi berbeda, pertanyaan bagaimana perilaku pengadopsi
TAM & TPB), Model of PC Utilization (MPCU),
penerimaan dan penggunaan IT. Model ini
karena konsumen biasanya akan menanggung teknologi dalam menyikapi kecanggihan
Innovation Diffusion Theory (IDT) dan Social
menjelaskan bahwa ketika pengadopsi
biaya moneter dari penggunaan teknologi teknologi mereka dalam perilaku berkelanjutan
Cognitive Theory (SCT), sehingga menghasilkan
teknologi informasi mendapatkan kepuasan
(Venkatesh et al., 2012). Selanjutnya, harga akan yang ramah lingkungan? Oleh karena itu, fokus
formulasi yang disebut teori penyatuan
maka continuance intention akan terjadi. Akan
berefek positif pada intensi ketika konsumen penelitian ini untuk menyelidiki efek dan kaitan
penerimaan dan penggunaan teknologi atau
tetapi menurut Ariaeinejad dan Archer (2014)
merasakan manfaat penggunaan teknologi perilaku pasca adopsi teknologi personal dalam
Unified Theory of Acceptance and Use of Technology
bahwa konstruk continuance intention maupun
lebih besar dari biaya moneter yang menciptakan perilaku berkelanjutan ( sustainable
(UTAUT) dengan empat prediktor kunci
behavioral intention mempunyai makna yang
dikeluarkan (Venkatesh et al., 2012). Hasil studi behavior). Adapun secara spesifik, tujuan
intensi penggunaan teknologi yaitu performance
sepadan yaitu untuk menguji apakah pengguna
dari Venkatesh et al. (2012), Yang (2013) dan penelitian ini: Pertama, untuk menguji efek
expectancy, effort expectancy, social influence, dan
terus menerus menggunakan teknologi dalam
Arenas-Gaitan et al. (2015) juga menunjukkan perilaku konsumen meliputi motivasi hedonis,
facilitating conditions.
jangka waktu yang lama. Berdasarkan argumen
nilai harga mempengaruhi intensi adopsi nilai harga dan kebiasaan (habit) terhadap
tersebut, maka pada penelitian ini akan
teknologi. Oleh karena itu, kesesuaian harga intensi adopsi teknologi; Kedua, untuk menguji
Walaupun model UTAUT cukup bisa
menggunakan istilah perilaku intensi ( behavioral
( price value) akan menentukan perilaku intensi efek peran moderasi perceived benefit terhadap
diandalkan dalam memahami penerimaan dan
intention).
seorang dalam mengadopsi teknologi. perilaku berkelanjutan ( sustainable behavior).
penggunaan teknologi terutama oleh
karyawan. Namun, masih ada kebutuhan untuk
Hedonic motivation didefinisikan sebagai
Sehingga hipotesis yang dibangun adalah:
H2: Price Value berpengaruh terhadap perilaku Konsep Adopsi Teknologi
penyelidikan sistematis tentang faktor penting
kegembiraan atau kesenangan yang didapatkan
yang akan berlaku untuk konteks penggunaan
dari penggunaan teknologi dan menunjukkan
intensi adopsi.
Perilaku adopsi dan difusi teknologi banyak
teknologi konsumen. Oleh karena itu,
peran penting dalam menentukan penerimaan
mengacu pada Theory of Reasoned Action (TRA)
Dalam studi sistem informasi terdahulu dalam yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen
Venkatesh et al. (2012) menambahkan tiga
dan penggunaan teknologi (Brown &
penggunaan teknologi, Kim dan Malhotra pada tahun 1975 yang menjelaskan bahwa yang
konstruk baru dan memodifikasi konsep
Venkatesh, 2005). Pengguna mengharapkan
(2005) memandang habit sebagai perilaku masa menentukan perilaku individu adalah niat
UTAUT sehingga menyesuaikan ke konteks
untuk memperoleh kesenang an dan
silam. Menurut Ye dan Potter (2011) habit individu, yang dipengaruhi secara bersama-
penggunaan konsumen yang dinamakan
kenyamanan ketika mengadopsi mobile phone
mempengaruhi perilaku yang akan datang sama oleh sikap individu dan norma subjektif
model UTAUT2. Pada model terbaru ini,
untuk memperoleh informasi dan jasa
hanya ketika perilaku telah dibiasakan. Lebih (Tanoglu, Basoglu & Daim , 2010).
Venkatesh et al. (2012) menambahkan dan
(Alwahaishi & Snásel, 2013). Ketika harapan
mengintegrasikan konstruk hedonic motivation,
tersebut dicapai, maka konsumen akan terus
lanjut, dia menjelaskan bahwa pembentukan
price value, dan habit sebagai mekanisme baru.
menggunakan teknologi tersebut.
habit membutuhkan suatu tindakan yang pasti untuk dipertunjukkan secara sering dan berulang-ulang.
Sejalan dengan itu, Venkatesh et al. (2012)
Pada penelitian ini akan menggunakan istilah
Hal serupa juga muncul dalam perilaku
Metodologi Penelitian
berargumen bahwa kebiasaan adalah konstruk
perilaku berkelanjutan (sustainable behavior).
konsumsi energi dalam adopsi teknologi,
perseptual yang merefleksikan hasil dari
Penelitian ini bersifat deduktif-hipotetikal pengalaman terdahulu. Beberapa penelitian
Perbincangan mengenai studi perilaku
padahal teknologi dapat mengurangi
dengan penarikan kesimpulan penelitian jug a menunjukkan bahwa kebiasaan
berkelanjutan banyak disorot dengan berbagai
peng gunaan sumber daya alam dan
berdasarkan sumber data dari penyebaran berdampak pada intensi adopsi teknologi (lihat
lensa teori. Misalnya pengaplikasian variabel
meminimalisir biaya. Sehingga adopsi dan
kuesioner. Sampel penelitian ini adalah Nguyen et al., 2014; Arenas-Gaitan et al., 2015).
dengan TRA dan TPB (lihat Ertz, Karakas &
difusi teknologi seharusnya menstimuli
responden yang menggunakan perangkat Kebiasaan dalam konteks penggunaa teknologi
Sarigöllu, 2016; Joshi & Rahman, 2017;
hadirnya perilaku berkelanjutan ( sustainable
telekomunikasi smartphone atau mobile phone akan menjadikan sesorang pengadopsi untuk
Carfora, Caso, Sparks & Conner, 2017;
behavior). Hal ini sesuai dengan studi
yang memungkinkan menggunakan aplikasi ter us mener us ( continuance intention)
Va n t a m a y, 2 0 1 8 ) . Pe n d e k a t a n i n i
Heiskanen, et al. (2005) bahwa teknologi dan
atau fitur kemudahan dalam transaksi online dan menggunakan teknologi tersebut. Maka oleh
menempatkan faktor intra-personal seperti
layanan yang memiliki potensi untuk secara
sering bertransaksi menggunakan e-paperless sebab itu, hipotesis yang dibangun adalah:
sikap, norma, motivasi dan nilai sebagai
radikal mengurangi pemanfaatan sumber daya
atau e-ticketing. Konteks penelitian dengan H3: Habit berpengaruh terhadap perilaku intensi
penentu perilaku keberlanjutan. Selanjutnya,
alam. Studi Midden et al. (2008) juga
kasus penggunaan e-paperless dipilih karena adopsi.
pandang an ABC memandang faktor
mengungkap peran persuasif dari teknologi
kontekstual atau situasional sebagai sebagai
dalam mengintervensi perilaku keberlanjutan.
konsumen memanfaatkan kecanggihan
teknologi untuk tindakan sustainable behavior. Persepsi Manfaat (Perceived Benefit)
pembentuk perilaku (Ertz et al., 2016).
Metode penyebaran kuesioner online dengan Persepsi benefit dalam konteks adopsi
Faktor yang mempengaruhi perilaku
purposive sampling, agar responden dipilih teknologi memiliki kesamaan makna dengan
Perilaku manusia tidak hanya dapat bergantung
keberlanjutan dapat dikategori menjadi dua,
berdasarkan kriteria tertentu, dalam hal ini persepsi kegunaan dan kemudahan ketika di
pada faktor motivasi personal tetapi juga
yaitu terkait individu dan konteks/situasional
adalah penggunaan perangkat telekomunikasi. operasikan (Pei, Wang, Fan & Zhang, 2015).
dibutuhkan faktor kontekstual (Steg & Vlek,
(Kostadinova, 2016). Konteks situasional ini
2009). Misalnya, perilaku berkelanjutan akan
bersifat eksternal yang menyangkut
Lebih lanjut menurut Venkatesh, Thong,
Pengambilan data penelitian ini dilakukan Chan, Hu dan Brown (2011) bahwa persepsi
meningkat jika didukung ketersediaan fasilitas
ketersediaan dan akses serta kondisi ekonomi.
dengan melakukan penyebaran kuesioner kegunaan merujuk pada aspek kinerja yang
teknologi yang ramah lingkungan seperti e-
Pada sisi lain, literatur adopsi dan teknologi
online secara aksidental. Proses pengumpulan dirasakan oleh pengguna. Sementara itu, Lee
ticketing. Studi Steg dan Vlek (2009) juga
menganggap persepsi benefit seperti adanya
data mendapat bantuan dari berbagai pihak (2009) mengungkapkan bahwa persepsi benefit
mengelaborasi tiga faktor individu berupa
kemudahan, kegunaan dan manfaat ekonomis
yang berada di beberapa wilayah atau pulau di menjelaskan aspek keuntungan finansial yang
faktor motivasional, kontekstual dan perilaku
akan memotivasi untuk menggunakan
Indonesia untuk menyebarkan aplikasi diperoleh konsumen. Oleh karena itu,
kebiasaan dalam pelibatannya pada perilaku
teknologi (lihat Lee, 2009; Wang, Sy, & Fang,
kuesioner online yang telah dibuat. Selama konstruk persepsi benefit pada penelitian ini
ramah lingkungan.
2010; Zhou, 2011; Pei et al., 2015)
proses pengambilan data mengkombinasikan melingkupi kemudahan, kegunaan dan manfaat
metode accidental dan snowball sampling untuk finansial. Hal ini sejalan dengan pendapat Pei et
Menurut Melville (2010) bahwa pengrusakan
Selanjutnya, perilaku konsumsi energi
meningkatkan tingkat respons responden. al. (2015) bahwa persepsi benefit dipengaruhi
lingkungan alam menjadi isu utama dunia dan
ditentukan oleh biaya, manfaat dan preferensi
Jumlah kuesioner yang yang berhasil oleh adanya kemudahan akses, kegunaan dan
organisasi bisnis memiliki kontribusi utama
individu dimana konsumen rasional
didapatkan sebanyak 167 kuesioner dan dari manfaat finansial.
dalam hal ini. Pada studi lain, teknologi akan
memutuskan berdasarkan segenap informasi
menghilangkan kebutuhan untuk cetak boarding
yang tersedia untuk mereka (Lock, Staake, &
jumlah tersebut terdapat lima kuesioner yang
tidak dapat diolah karena tidak memenuhi Perilaku Berkelanjutan (Sustainable Behavior)
pass, yang diharapkan dapat menyelamatkan
Thiesse, 2013). Studi Wu, Zhou & Song (2016)
kriteria sehingga jumlah kuesioner yang Berdasarkan pandangan ABC ( attitude behavioral
industri $ 500 juta per tahun (Crosno & Cui ,
juga mengungkap efek faktor kontekstual
berhasil diolah sebesar 162 ( usable rate 97%). context) menjelaskan bahwa perilaku adalah
2014). Beberapa pola perilaku paradoks dalam
seperti adanya norma sosial, kemudahan,
adopsi teknologi terjadi ketika tingkat
insentif ekonomi memoderasi perilaku
Instrumen penelitian terdiri dari enam variabel kontekstual (Cosic, 2015; Kostadinova, 2016).
hasil interaktif dari sikap personal dan faktor
kecanggihan teknologi ( sophisticate) tidak
konsumen yang berkelanjutan. Hal ini
yang dioperasionalisasikan menjadi beberapa Perilaku berkelanjutan sebagai kajian yang
bersesuaian dengan perilaku individu.
menjadikan peran persepsi benefit akan
item pertanyaan. Seluruh item pertanyaan dimotivasi oleh pertimbangan sosial dan
Misalnya, ketika perilaku penggunaan bahan
memoderasi hubungan antara intensi
diadaptasi dari literatur yang telah ada untuk lingkungan sehingga menjadi topik penting
kertas masih tinggi ketika teknologi telah
peng gunaan teknologi dan perilaku
meningkatkan content validity (Straub et al., 2004 dalam kebijakan publik dan psikologi
menyediakan fitur e-technology, online untuk
berkelanjutan. Akhirnya, berdasarkan
solusi paperless. Lebih lanjut menurut Steg,
penjelasan tersebut, maka dibangun hipotesis
dalam Zhou, 2011). Variabel independen
menggunakan UTAUT2 dari Venkatesh et al. Menurut Tapia-Fonllem, Corral-Verdugo,
konsumen (Luchs & Mooradian, 2012). Bolderdijk, Keizer dan Perlaviciute (2014)
yaitu:
(2012) yaitu Hedonic motivation, price value, dan Fraijo-Sing dan Duron-Ramos (2013) bahwa
bahwa partisipasi dalam perilaku berkelanjutan
H4: Persepsi benefit akan memoderasi pengaruh
habit serta behavior intention. Variabel perilaku berkelanjutan ( sustainable behavior)
sering terjadi konflik antara tujuan normatif
perilaku intensi adopsi teknologi terhadap sustainable
pemoderasi menggunakan perceived benefit dari adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk
dan keuntungan yang diperoleh seseorang.
behavior..
Pei et al. (2015) sedangkan variabel dependen proteksi lingkungan alam dan sosial. Istilah
menggunakan konstruk sustainable behavior. sustainable behavior dalam praktiknya memiliki
kesamaan dengan perilaku pro-environmental.
Sejalan dengan itu, Venkatesh et al. (2012)
Pada penelitian ini akan menggunakan istilah
Hal serupa juga muncul dalam perilaku
Metodologi Penelitian
berargumen bahwa kebiasaan adalah konstruk
perilaku berkelanjutan (sustainable behavior).
konsumsi energi dalam adopsi teknologi,
perseptual yang merefleksikan hasil dari
Penelitian ini bersifat deduktif-hipotetikal pengalaman terdahulu. Beberapa penelitian
Perbincangan mengenai studi perilaku
padahal teknologi dapat mengurangi
dengan penarikan kesimpulan penelitian jug a menunjukkan bahwa kebiasaan
berkelanjutan banyak disorot dengan berbagai
peng gunaan sumber daya alam dan
berdasarkan sumber data dari penyebaran berdampak pada intensi adopsi teknologi (lihat
lensa teori. Misalnya pengaplikasian variabel
meminimalisir biaya. Sehingga adopsi dan
kuesioner. Sampel penelitian ini adalah Nguyen et al., 2014; Arenas-Gaitan et al., 2015).
dengan TRA dan TPB (lihat Ertz, Karakas &
difusi teknologi seharusnya menstimuli
responden yang menggunakan perangkat Kebiasaan dalam konteks penggunaa teknologi
Sarigöllu, 2016; Joshi & Rahman, 2017;
hadirnya perilaku berkelanjutan ( sustainable
telekomunikasi smartphone atau mobile phone akan menjadikan sesorang pengadopsi untuk
Carfora, Caso, Sparks & Conner, 2017;
behavior). Hal ini sesuai dengan studi
yang memungkinkan menggunakan aplikasi ter us mener us ( continuance intention)
Va n t a m a y, 2 0 1 8 ) . Pe n d e k a t a n i n i
Heiskanen, et al. (2005) bahwa teknologi dan
atau fitur kemudahan dalam transaksi online dan menggunakan teknologi tersebut. Maka oleh
menempatkan faktor intra-personal seperti
layanan yang memiliki potensi untuk secara
sering bertransaksi menggunakan e-paperless sebab itu, hipotesis yang dibangun adalah:
sikap, norma, motivasi dan nilai sebagai
radikal mengurangi pemanfaatan sumber daya
atau e-ticketing. Konteks penelitian dengan H3: Habit berpengaruh terhadap perilaku intensi
penentu perilaku keberlanjutan. Selanjutnya,
alam. Studi Midden et al. (2008) juga
kasus penggunaan e-paperless dipilih karena adopsi.
pandang an ABC memandang faktor
mengungkap peran persuasif dari teknologi
kontekstual atau situasional sebagai sebagai
dalam mengintervensi perilaku keberlanjutan.
konsumen memanfaatkan kecanggihan
teknologi untuk tindakan sustainable behavior. Persepsi Manfaat (Perceived Benefit)
pembentuk perilaku (Ertz et al., 2016).
Metode penyebaran kuesioner online dengan Persepsi benefit dalam konteks adopsi
Faktor yang mempengaruhi perilaku
purposive sampling, agar responden dipilih teknologi memiliki kesamaan makna dengan
Perilaku manusia tidak hanya dapat bergantung
keberlanjutan dapat dikategori menjadi dua,
berdasarkan kriteria tertentu, dalam hal ini persepsi kegunaan dan kemudahan ketika di
pada faktor motivasi personal tetapi juga
yaitu terkait individu dan konteks/situasional
adalah penggunaan perangkat telekomunikasi. operasikan (Pei, Wang, Fan & Zhang, 2015).
dibutuhkan faktor kontekstual (Steg & Vlek,
(Kostadinova, 2016). Konteks situasional ini
2009). Misalnya, perilaku berkelanjutan akan
bersifat eksternal yang menyangkut
Lebih lanjut menurut Venkatesh, Thong,
Pengambilan data penelitian ini dilakukan Chan, Hu dan Brown (2011) bahwa persepsi
meningkat jika didukung ketersediaan fasilitas
ketersediaan dan akses serta kondisi ekonomi.
dengan melakukan penyebaran kuesioner kegunaan merujuk pada aspek kinerja yang
teknologi yang ramah lingkungan seperti e-
Pada sisi lain, literatur adopsi dan teknologi
online secara aksidental. Proses pengumpulan dirasakan oleh pengguna. Sementara itu, Lee
ticketing. Studi Steg dan Vlek (2009) juga
menganggap persepsi benefit seperti adanya
data mendapat bantuan dari berbagai pihak (2009) mengungkapkan bahwa persepsi benefit
mengelaborasi tiga faktor individu berupa
kemudahan, kegunaan dan manfaat ekonomis
yang berada di beberapa wilayah atau pulau di menjelaskan aspek keuntungan finansial yang
faktor motivasional, kontekstual dan perilaku
akan memotivasi untuk menggunakan
Indonesia untuk menyebarkan aplikasi diperoleh konsumen. Oleh karena itu,
kebiasaan dalam pelibatannya pada perilaku
teknologi (lihat Lee, 2009; Wang, Sy, & Fang,
kuesioner online yang telah dibuat. Selama konstruk persepsi benefit pada penelitian ini
ramah lingkungan.
2010; Zhou, 2011; Pei et al., 2015)
proses pengambilan data mengkombinasikan melingkupi kemudahan, kegunaan dan manfaat
metode accidental dan snowball sampling untuk finansial. Hal ini sejalan dengan pendapat Pei et
Menurut Melville (2010) bahwa pengrusakan
Selanjutnya, perilaku konsumsi energi
meningkatkan tingkat respons responden. al. (2015) bahwa persepsi benefit dipengaruhi
lingkungan alam menjadi isu utama dunia dan
ditentukan oleh biaya, manfaat dan preferensi
Jumlah kuesioner yang yang berhasil oleh adanya kemudahan akses, kegunaan dan
organisasi bisnis memiliki kontribusi utama
individu dimana konsumen rasional
didapatkan sebanyak 167 kuesioner dan dari manfaat finansial.
dalam hal ini. Pada studi lain, teknologi akan
memutuskan berdasarkan segenap informasi
menghilangkan kebutuhan untuk cetak boarding
yang tersedia untuk mereka (Lock, Staake, &
jumlah tersebut terdapat lima kuesioner yang
tidak dapat diolah karena tidak memenuhi Perilaku Berkelanjutan (Sustainable Behavior)
pass, yang diharapkan dapat menyelamatkan
Thiesse, 2013). Studi Wu, Zhou & Song (2016)
kriteria sehingga jumlah kuesioner yang Berdasarkan pandangan ABC ( attitude behavioral
industri $ 500 juta per tahun (Crosno & Cui ,
juga mengungkap efek faktor kontekstual
berhasil diolah sebesar 162 ( usable rate 97%). context) menjelaskan bahwa perilaku adalah
2014). Beberapa pola perilaku paradoks dalam
seperti adanya norma sosial, kemudahan,
adopsi teknologi terjadi ketika tingkat
insentif ekonomi memoderasi perilaku
Instrumen penelitian terdiri dari enam variabel kontekstual (Cosic, 2015; Kostadinova, 2016).
hasil interaktif dari sikap personal dan faktor
kecanggihan teknologi ( sophisticate) tidak
konsumen yang berkelanjutan. Hal ini
yang dioperasionalisasikan menjadi beberapa Perilaku berkelanjutan sebagai kajian yang
bersesuaian dengan perilaku individu.
menjadikan peran persepsi benefit akan
item pertanyaan. Seluruh item pertanyaan dimotivasi oleh pertimbangan sosial dan
Misalnya, ketika perilaku penggunaan bahan
memoderasi hubungan antara intensi
diadaptasi dari literatur yang telah ada untuk lingkungan sehingga menjadi topik penting
kertas masih tinggi ketika teknologi telah
peng gunaan teknologi dan perilaku
meningkatkan content validity (Straub et al., 2004 dalam kebijakan publik dan psikologi
menyediakan fitur e-technology, online untuk
berkelanjutan. Akhirnya, berdasarkan
solusi paperless. Lebih lanjut menurut Steg,
penjelasan tersebut, maka dibangun hipotesis
dalam Zhou, 2011). Variabel independen
menggunakan UTAUT2 dari Venkatesh et al. Menurut Tapia-Fonllem, Corral-Verdugo,
konsumen (Luchs & Mooradian, 2012). Bolderdijk, Keizer dan Perlaviciute (2014)
yaitu:
(2012) yaitu Hedonic motivation, price value, dan Fraijo-Sing dan Duron-Ramos (2013) bahwa
bahwa partisipasi dalam perilaku berkelanjutan
H4: Persepsi benefit akan memoderasi pengaruh
habit serta behavior intention. Variabel perilaku berkelanjutan ( sustainable behavior)
sering terjadi konflik antara tujuan normatif
perilaku intensi adopsi teknologi terhadap sustainable
pemoderasi menggunakan perceived benefit dari adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk
dan keuntungan yang diperoleh seseorang.
behavior..
Pei et al. (2015) sedangkan variabel dependen proteksi lingkungan alam dan sosial. Istilah
menggunakan konstruk sustainable behavior. sustainable behavior dalam praktiknya memiliki
kesamaan dengan perilaku pro-environmental.
Variabel dan Indikator Penelitian
Behavioral Intention (BI) BI01: Saya berniat untuk terus menggunakan mobile phone
Venkatesh et
pada masa mendatang.
al. (2012). BI02: Saya akan selalu mencoba menggunakan mobile phone
dalam kehidupan sehari-hari.
H3
BI03: Saya berencana untuk terus menggunakan mobile phone
Habit
secara rutin.
PB01: Menggunakan mobile phone membantu aktivitas saya Venkatesh et Gambar 1.
Perceived Benefit (PB)
al. (2003); Model Penelitian
lebih cepat.
PB02: Perangkat mobile phone sangat berguna untuk kegiatan Cheng et al. saya.
dalam Lee, PB03: Perangkat Pengukuran variabel mobile phone dapat menyelesaikan tugas dan hedonic motivation, price Analisis data menggunakan Smart Partial Least (2009); Yu,
value, habit dan behavior intention diadaptasi dari pekerjaan saya. Square (Smart PLS) V3 untuk mengevaluasi
(2012). Venkatesh et al. (2012) dengan modifikasi
PB04: Perangkat Mobile phone mudah digunakan dalam
model yang dikembangkan. Penelitian ini
aktivitas saya.
sesuai konteks penelitian. Variabel perceived
menggunakan PLS dengan pertimbangan
PB05: Saya mahir menggunakan perangkat mobile phone.
benefit menggunakan skala dari Venkatesh et al.
mampu menganalisis model penelitian yang
PB06: Fitur dan aplikasi dari mobile phone begitu jelas dan
2003; Cheng et al. 2006 dalam Lee, 2009; Yu,
bersifat kompleks dengan jumlah data yang
dimengerti ketika digunakan.
2012. Lalu pengukuran sustainable behavior
kecil (responden penelitian berjumlah 162
PB07: Biaya menggunakan E-ticketing lebih murah
mengadaptasi 4 item dari Van de Kerk dan
dibanding menggunakan tiket konvensional/kertas di agen Manuel (2008). Item pengukuran dimodifikasi
orang). Oleh karena itu, metode PLS dianggap
tepat digunakan pada penelitian ini.
penjualan.
dalam konteks paperless atau e-ticketing. Seluruh PB08: Biaya pulsa paket data internet dalam mengakses E- item pengukuran menggunakan likert scale
ticketing tergolong murah.
PB09: Proses mengakses dengan poin 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 E-ticketing pada mobile phone
memakan biaya relatif rendah
(sangat setuju). Konstruk variabel dan
PB10: Penggunaan perangkat mobile phone mengurangi
indikator penelitian yang digunakan lebih jelas
penggunaan/pengeluaran biaya.
terlihat pada tabel 1.
Sustainable Behavior
SB01: Menggunakan E-ticketing ( paperless/tanpa tiket
Van de Kerk
dan Manuel Tabel 1.
(SB)
kertas) akan berdampak positif pada gaya hidup ramah
(2008). Variabel dan Indikator Penelitian
lingkungan.
SB02: Menggunakan E-ticketing ( paperless/ tanpa tiket kertas) akan berdampak positif pada kelestarian lingkungan.
SB03: Menggunakan E-ticketing ( paperless/tanpa tiket
Hedonic Motivation
HM01: Saya senang menggunakan perangkat mobile
Venkatesh et
kertas) akan berdampak positif pada keberlanjutan
sumberdaya alam.
HM02: Saya nyaman menggunakan perangkat mobile
SB04: Menggunakan E-ticketing ( paperless/tanpa tiket
phone.
kertas) akan berdampak positif pada keberlangsungan
HM03: Saya sangat terhibur menggunakan perangkat
hidup dunia/bumi.
mobile phone.
Price Value (PV)
PV01: Menggunakan perangkat mobile phone cukup
Venkatesh et
murah.
Hasil dan Pembahasan
Pada Tabel 2 menunjukkan komposisi
al. (2012).
PV02: Perangkat mobile phone sangat berharga dari sisi
responden berdasarkan jenis kelamin relatif
finansial.
Responden dalam penelitian ini adalah
berbeda tipis, yaitu responden laki-laki
PV03: Pada harga saat ini, perangkat mobile phon e
konsumen yang pernah menggunakan e-
sebanyak 48,7 % sedangkan perempuan 51,3
%. Pada kategori usia responden, mayoritas Habit (HB)
memberikan nilai yang baik/bermanfaat. ticketing yang bersifat paperless di seluruh
HB01: Penggunaan mobile phone menjadi kebiasaan bagi
Venkatesh et
Indonesia. Karakteristik responden meliputi
responden didominasi oleh usia muda dari 21-
saya.
al. (2012).
jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
30 tahun sebesar 79%. Hal ini juga
HB02: Saya kecanduan untuk menggunakan perangkat
pekerjaan, dan domisili responden. Untuk
meng g ambarkan bahwa peng gunaan
mobile phone.
lebih jelasnya, rincian persentase mengenai
perangkat mobile phone begitu familiar
HB03: Saya mesti menggunakan perangkat mobile phone. karakteristik responden tersebut di tunjukkan
dikalangan usia muda. Selanjutnya, sebagian
pada Tabel 2.
besar latar belakang pendidikan responden adalah sarjana dan magister dengan persentase 50,6% dan 30,8%.
Variabel dan Indikator Penelitian
Behavioral Intention (BI) BI01: Saya berniat untuk terus menggunakan mobile phone
Venkatesh et
pada masa mendatang.
al. (2012). BI02: Saya akan selalu mencoba menggunakan mobile phone
dalam kehidupan sehari-hari.
H3
BI03: Saya berencana untuk terus menggunakan mobile phone
Habit
secara rutin.
PB01: Menggunakan mobile phone membantu aktivitas saya Venkatesh et Gambar 1.
Perceived Benefit (PB)
al. (2003); Model Penelitian
lebih cepat.
PB02: Perangkat mobile phone sangat berguna untuk kegiatan Cheng et al. saya.
dalam Lee, PB03: Perangkat Pengukuran variabel mobile phone dapat menyelesaikan tugas dan hedonic motivation, price Analisis data menggunakan Smart Partial Least (2009); Yu,
value, habit dan behavior intention diadaptasi dari pekerjaan saya. Square (Smart PLS) V3 untuk mengevaluasi
(2012). Venkatesh et al. (2012) dengan modifikasi
PB04: Perangkat Mobile phone mudah digunakan dalam
model yang dikembangkan. Penelitian ini
aktivitas saya.
sesuai konteks penelitian. Variabel perceived
menggunakan PLS dengan pertimbangan
PB05: Saya mahir menggunakan perangkat mobile phone.
benefit menggunakan skala dari Venkatesh et al.
mampu menganalisis model penelitian yang
PB06: Fitur dan aplikasi dari mobile phone begitu jelas dan
2003; Cheng et al. 2006 dalam Lee, 2009; Yu,
bersifat kompleks dengan jumlah data yang
dimengerti ketika digunakan.
2012. Lalu pengukuran sustainable behavior
kecil (responden penelitian berjumlah 162
PB07: Biaya menggunakan E-ticketing lebih murah
mengadaptasi 4 item dari Van de Kerk dan
dibanding menggunakan tiket konvensional/kertas di agen Manuel (2008). Item pengukuran dimodifikasi
orang). Oleh karena itu, metode PLS dianggap
tepat digunakan pada penelitian ini.
penjualan.
dalam konteks paperless atau e-ticketing. Seluruh PB08: Biaya pulsa paket data internet dalam mengakses E- item pengukuran menggunakan likert scale
ticketing tergolong murah.
PB09: Proses mengakses dengan poin 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 E-ticketing pada mobile phone
memakan biaya relatif rendah
(sangat setuju). Konstruk variabel dan
PB10: Penggunaan perangkat mobile phone mengurangi
indikator penelitian yang digunakan lebih jelas
penggunaan/pengeluaran biaya.
terlihat pada tabel 1.
Sustainable Behavior
SB01: Menggunakan E-ticketing ( paperless/tanpa tiket
Van de Kerk
dan Manuel Tabel 1.
(SB)
kertas) akan berdampak positif pada gaya hidup ramah
(2008). Variabel dan Indikator Penelitian
lingkungan.
SB02: Menggunakan E-ticketing ( paperless/ tanpa tiket kertas) akan berdampak positif pada kelestarian lingkungan.
SB03: Menggunakan E-ticketing ( paperless/tanpa tiket
Hedonic Motivation
HM01: Saya senang menggunakan perangkat mobile
Venkatesh et
kertas) akan berdampak positif pada keberlanjutan
sumberdaya alam.
HM02: Saya nyaman menggunakan perangkat mobile
SB04: Menggunakan E-ticketing ( paperless/tanpa tiket
phone.
kertas) akan berdampak positif pada keberlangsungan
HM03: Saya sangat terhibur menggunakan perangkat
hidup dunia/bumi.
mobile phone.
Price Value (PV)
PV01: Menggunakan perangkat mobile phone cukup
Venkatesh et
murah.
Hasil dan Pembahasan
Pada Tabel 2 menunjukkan komposisi
al. (2012).
PV02: Perangkat mobile phone sangat berharga dari sisi
responden berdasarkan jenis kelamin relatif
finansial.
Responden dalam penelitian ini adalah
berbeda tipis, yaitu responden laki-laki
PV03: Pada harga saat ini, perangkat mobile phon e
konsumen yang pernah menggunakan e-
sebanyak 48,7 % sedangkan perempuan 51,3
%. Pada kategori usia responden, mayoritas Habit (HB)
memberikan nilai yang baik/bermanfaat. ticketing yang bersifat paperless di seluruh
HB01: Penggunaan mobile phone menjadi kebiasaan bagi
Venkatesh et
Indonesia. Karakteristik responden meliputi
responden didominasi oleh usia muda dari 21-
saya.
al. (2012).
jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
30 tahun sebesar 79%. Hal ini juga
HB02: Saya kecanduan untuk menggunakan perangkat
pekerjaan, dan domisili responden. Untuk
meng g ambarkan bahwa peng gunaan
mobile phone.
lebih jelasnya, rincian persentase mengenai
perangkat mobile phone begitu familiar
HB03: Saya mesti menggunakan perangkat mobile phone. karakteristik responden tersebut di tunjukkan
dikalangan usia muda. Selanjutnya, sebagian
pada Tabel 2.
besar latar belakang pendidikan responden adalah sarjana dan magister dengan persentase 50,6% dan 30,8%.
Mayoritas responden berprofesi sebagai
Dalam analisis faktor, jika suatu indikator karyawan swasta dan pelajar/mahasiswa
(i) Uji Reliabilitas
(ii) Uji Validitas
mengumpul atau menyatu dalam satu faktor (28,4% dan 35,8%). Responden tersebar di
Uji reliabilitas berfungsi untuk menguji
Suatu alat ukur di katakan baik jika memiliki
dan memiliki nilai estimasi yang signifikan seluruh wilayah di Indonesia, namun
konsistensi internal suatu instrumen penelitian
validitas sesuai kriteria tertentu. Untuk
berarti menunjukkan indikator tersebut layak partisipasi responden terbesar yang berdomisili
dalam mengukur suatu variabel. Metoda
menguji validitas instrumen, analisis faktor
digunakan dalam pengujian model ( measurement atau berasal dari Pulau Jawa/Bali dan Pulau
pengujian reliabilitas yang digunakan ialah
atau confirmator y factor analysis (CFA)
model). Penilaian average variance extracted (AVE) Sulawesi sebanyak 38,9 % dan 40,1 %.
pengukuran cronbach's alpha dan composite
diperlakukan. Rule of thumb yang digunakan
reliability, dengan nilai minimal yang disarankan
untuk pemeriksaan loading adalah > 0,6 untuk
juga digunakan untuk evaluasi validitas
konvergen dengan kriteria > 0,5 meskipun Evaluasi Model Pengukuran (Measurement Models)
antara 0,6-0,7 (Hair, Black, Babin, &
dianggap tinggi dan signifikan secara praktikal
terdapat satu variabel yaitu persepsi manfaat Pada bagian ini menguraikan hasil pengujian
Anderson, 2014). Berdasarkan hasil pengujian
(Hair et al., 2014). Pada pengujian analisis
yang memiliki nilai AVE sebesar 0,499 akan validitas dan reliabilitas instrumen pengukuran.
keseluruhan instrumen pada penelitian secara
faktor, terdapat tiga item perceived benefit yang
tetapi dianggap telah mendekati kriteria yang Hasil statistik uji instrumen ini untuk
umum dapat dinyakan reliabel dengan nilai
harus dikeluarkan ( dropping) karena tidak
ditetapkan. Hasil analisis faktor lebih jelas menggambarkan kelayakan suatu instrumen
koefisien ≥ 0,70 (lihat tabel 3). Hal ini
memenuhi kriteria loading.
menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas
tersaji pada Tabel 3.
digunakan pada penelitian dan dapat
instrumen telah memenuhi syarat.
dinyatakan valid atau reliabel. Hal ini
Tabel 3.
merupakan tahapan awal yang dilakukan
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
sebelum pengujian hipotesis. Tabel 2.
Cronbach alpha/
Jumlah
Loading
AVE Karakteristik Responden
Composite reliabilility
Hedonic Motivation
Deskripsi Responden
Jumlah (orang)
Jenis Kelamin
Perempuan 83 51,3 % 2. Price Value (PV)
0,851 0,731 31-40 tahun
3. Habit (HB)
Behavioral Intention
Pendidikan Terakhir
0,908 SMP/SMA
0,790 Sarjana (S1)
5. Perceived Benefit (PB) 0,832 / 0,874
7 PB5
Magister (S2)
Doktor (S3) 3 1,9 %
0,617 Pegawai Pemerintah
PB9
0,904 Karyawan Swasta
Sustainable Behavior
0,915 Pelajar/Mahasiswa
Pulau Sumatra
Pulau Jawa/Bali
Pulau Kalimantan
Pulau Sulawesi
Maluku/NTB/NTT/Papua 8 4,9 %
Total
Mayoritas responden berprofesi sebagai
Dalam analisis faktor, jika suatu indikator karyawan swasta dan pelajar/mahasiswa
(i) Uji Reliabilitas
(ii) Uji Validitas