YUNDA CITRA KALANDRA MAKALAH KEWARGANEGA

MAKALAH KEWARGANEGARAAN
RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA

DOSEN MATA KULIAH : Anwar Aulia,M.Pd
TINGKAT 1B-TLM
DISUSUN OLEH :
YUNDA CITRA KALANDRA : P2790311097

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANTEN
JURUSAN D3 ANALIS KESEHATAN
2018

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat, sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat
sederhana. Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai Rule of law dan Hak asasi
manusia.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki

sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. saya berharap
semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu pedoman dan juga berguna untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Tangerang, 20 Maret 2018
Penulis

2

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 4
1.3 Tujuan................................................................................................................ 4
1.4 Manfaat.............................................................................................................. 5
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rule of Law ..................................................................................... 6
2.1.1 Prinsip-prinsip Rule of Law............................................................................ 6
2.2 Hak Asasi Manusia............................................................................................ 8
2.2.1 Hak asasi manusia diindonesia....................................................................... 9
BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan............................................................................................................ 13
3.2 Saran.................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

14

BAB I
3

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan
bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas negara hukum (the rule of law). Pakar ilmu sosial,
Franz-Magnis Suseno (1990), melihat bahwa perlindungan HAM adalah salah satu elemen
dari the rule of law, selain hukum yang adil. Kita bisa melacak akar prinsip the rule of law

dari putusan-putusan pengadilan internasional seperti Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM)
Eropa dan Komite HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengetahui pembahasan
antara the rule of law dan Hak Asasi Manusia. Pembukaan UUD 1945 menyatakan
terbentuknya Negara adalah untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dinyatakan bahwa untuk itu, UUD 1945 harus mengandung
ketentuan yang “mewajibkan Pemerintah dan penyelenggara Negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.”
UUD 1945 selanjutnya menegaskan bahwa “Negara Indonesia berdasar atas hukum
(rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat).
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui secara
universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran
manusia itu sebagai manusia. Dikatakan „universal‟ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai
bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis
kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan
spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan „melekat‟ atau „inheren‟ karena hak-hak itu dimiliki
sesiapapun yang manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena
pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan „melekat‟ itu pulalah
maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut. Dari uraian
pendahuluan di atas, penulis melihat penting dan menariknya wawasan tentang HAM dan

rule of law. Oleh sebab itu, penulis berusaha menjabarkan pembahasannya dalam bentuk
makalah ini untuk menambah wawasan kita
2.1 Rumusan masalah
1.
2.
3.
4.
4.1

Apa yang dimaksud dengan rule of law?
Apa saja prinsip psinsip rule of law?
Apa yang di maksud Hak asasi manusia?
Bagaimana HAM diindonesia?

Tujuan
1. Mengetahui pengertian rule of law
2. Mengetahui prinsip rule of law
3. Mengetahui pengertian Hak asasi manusia
4. Mengetahui HAM diindonesia


3.2 manfaat
4

1.
2.
3.
4.

Dapat mengetahui rule of law
Dapat mengetahui prinsip rule of law
Dapat mengetahui hak asasi manusia
Dapat mengetahui HAM diindonesia

BAB II
5

PEMBAHASAN
A. RULE OF LAW

Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19,

bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh
suburnya demokrasi dan meningkatnya peren parlemen dalam penyelenggaraan negara dan
sebagai reaksi sebagai negara absolut yang berkembamng sebalumnya. Rule of law
merupakan konsep tentang cammon law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara
beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas
prinsip keadilan dan egalitarin. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man.
Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja ningrat, dan kerajaan; menggeser
negara kerajaan; dan memunculkan negara konstitusi, asal lahirnya doktrin rule of law. Ada
tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benarbenar menikmati keadilan, dalam arti perlakuaan yang adil, baik sesama warga negara
maupun pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku disuatu
negara merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan
hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
1. Pengertian dan Lingkup Rule Of Law
Friedman (1995) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara
formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideologikal). Secara
formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public
power), misalnya negara. Sementara itu , secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan
rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law).
Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang
dirasakan oleh masyarakat/bangsa.

Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat
dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, dan tidak
memihak, tidak personal, dan otonom.
2. Prinsip-prinsip Rule Of Law
a. Prinsip Secara Formal di Indonesia
Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara folmal tertera dalam pembukaan UUD
1945. Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap
“rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ”keadilan sosial” sehingga pembukaan UUD
1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti rule of
law adalah jaminan keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas
merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan,
baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan
terutama keadilan sosial.

6

Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD
1945, yaitu sebagai berikut.
Ø Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
Ø Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1).
Ø Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjug hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal
27 ayat 1).
Ø Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal, antara lain bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1).
Ø Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
b. Prinsip-prinsip Secara Hakiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan“the
enforcement of the rules of law”dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal
penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman
diberbagai negara dan hasil kajian, keberhasilan “the enforcement of the rules of law”
tergantung kepada kepribadian nasional masing-masing bangsa (sunarjati hartono,1982). Hal
ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki
struktur sosiologi yang khas dan akar budaya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan
legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya terkamdung wawasan sosial,
gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara sehingga memuat nilai-nilai
tertentu yang memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung

gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang
sengaja bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif,
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di
negara kita, namun implementasi/penegaknya belum mencapai hasil yang optimal sehingga
rasa keadilan sebagai prwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan oleh sebagian
besar masyarakat.
3. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule Of Law
Agar pelaksanaan (Pengembangan) rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang
diharapkan, perlu diterapkan hal-hal berikut:
Ø Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak
masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing bangsa.
Ø Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang
tumbuh dan berkembang pada bangsa.
7

Ø Rule of law sebagai suatu legalisme yang membuat wawasan sosial, gagasan tentang
hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil dan
hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif (Satjipto
Rahardjo,2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik

yang memihak kepada kekuasaan seperti yang selama ini diperhatikan. Hukum progresif
merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum di
Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif, yaitu “Hukum adalah untuk
manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut yang final.
Hukum selalu berada dalam proses untuk terus-menerus menjadi (law as process, Law in the
making). Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat karena tidak ingin
menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang
bermoral, yaitu kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan
terpanggil untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju hukum yang ideal. Hukum progresif
menolak keadaan status quo. Ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas, serta aksiaksi karena “Hukum untuk manusia.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang sinergis dengan
kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia atau “back to law and order”, yang berarti kembali
kepada orde hukum dan ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus
berani mengangkat “Pancasila” sebagai alternatif dalam membangun negara berdasarkan
versi Indonesia sehingga dapat menjadi “rule of moral” atau “rule of justice” yang bersifat
“ke-Indonesia-an” yang lebih mengedepankan olah hati nurani daripada otak, atau lebih
mengedepankam komitmen moral.
C. HAK ASASI MANUSIA
1.1 pengertian hak asasi manusia
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia

tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan
kelahirannya atau kehadirannya didalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat
umum (universal) karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa,
ras, atau jenis kelamim. HAM juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya
suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki
kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No.39
Tahun 1999 Tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperngkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
1.2 Ciri Pokok dan Tujuan HAM
Dasar Hak Asasi Manusia adalah manusia berada dalam kedudukan yang sejajar dan
memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai macam aspek untuk mengembangkan segala
potensi yang dimilikinya.

8

Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri pokok
hakikat HAM, yaitu sebagai berikut :
1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli maupun diwarisi.HAM merupakan bagian dari
manusia secara otomatis .
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik, atau asal-usul sosial bangsanya.
3. HAM tidak bisa dilanggar.Tidak sdorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan
membatasi hak orang lain.
Tujuan Hak Asasi Manusia adalah :
1. HAM adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang-wenangan.
2. HAM mengenmbangkan saling menghargai antar manusia
3. HAM mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk
menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar
1.3 Macam-macam Hak Asasi Manusia
1. Hak asasi manusia menurut sifat/masyarakat pada umumnya, hak asasi manusia dapat
dibagi enam macam,yaitu:
2. Hak asasi pribadi (personal right) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
3. Has asasi ekonomi (proverty right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan
menjual sesuatu serta memanfaatkannya.
4. Hak asasi politik (political right), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak
memilih (hak memilih dan dipilih dalam pemilu), hak untuk mendirikan partai politik
dan sebagainya.
5. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
(right legal equality)
6. Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture right), yaitu hak untuk memilih
pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
7. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlidungan
(procedural right), misalnya perlakuaan dalam hal penahanan. penangkapan,
penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
1.4 HAM di Indonesia
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga undangundang dalam 4 periode, yaitu :
a) Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945,
b) Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi Republik
Indonesia Serikat.
c) Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
d) Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.

9

Pencantuman pasal-pasal tentang Hak-hak Asasi Manusia dalam tiga UUD tersebut berbeda
satu sama lain. Dalam UUD 1945 butir-butir Hak Asasi Manusia hanya tercantum beberapa
saja. Sementara Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 hampir bula-bulat mencantumkan isi
Deklarasi HAM dari PBB. Hal demikian ini karna memang situasinya sangat dekat dengan
Deklarasi HAM PBB yang masih aktual. Di samping itu terdapat pula harapan masyarakat
dunia agar deklarasi HAM PBB dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar atau
perundangan lainnya di negara-negara anggota PBB, agar secara yuridis formal HAM dapat
berlaku di negara masing-masing.
Ketika UUD 1945 berlaku kembali sejak 5 Juli 1959, secara yuridis formal, hak-hak asasi
manusia tidak lagi lengkap seperti Deklarasi HAM PBB, karena yang terdapat di dalam UUD
1945 hanya berisi beberapa pasal saja, khususnya pasal 27, 28, 29, 30 dan 31. Pada awal
Orde baru saja tujuan Pemerintah adalah melaksanakan hak asasi manusia yang tercantum
dalam UUD 1945 serta berupaya melengkapinya. Tugas untuk melengkapi HAM ini ditanda
tangani oleh sebuahh panitia MPRS yang kemudian menyusun Rancangan Piagam Hak-hak
Asasi Manusia serta hak-hak dan Kewajiban warganegara yang dibahas dalam sidang MPRS
tahun 1968. Dalam pembahasan ini sidang MPRS menemui jalan buntu, sehingga akhirnya
dihentikan. Begitu pila setelah MPR terbentuk hasil pemilihan umum 1971 persoalan HAM
tidak lagi diagendakan, bahkan dipeti-eskan sampai tumbangnya Orde Baru di tahun 1998
yang berganti dengan era Reformasi. Pada awal Reformasi itu pula diselenggarakan sidang
istimewa MPR tahun 1998 yang salah satu ketetapannya berisi Piagam HAM.
1.5 Lembaga penegak HAM
Hak asasi manusia merupakan hak yang harus dilindungi, baik oleh individu,
masyarakat maupun oleh Negara. Hal ini dikarenakan Hak Asasi Manusia merupakan hak
paling asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Oleh
sebab itu, HAM harus dijaga, dihormati dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Tidak seorangpun berhak untuk melanggar hak asasi yang dimiliki oleh manusia
dengan alasan apapun.
Untuk merealisasikan penegakan HAM di Indonesia, telah dibentuk suatu komisi
mengenai hak asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan HAM di Indonesia sudah sangat
jelas, baik melalui UUD, ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang sudah
disahkan, maupun ratifikasi dari konvensi hak asasi manusia yang ada di dunia Internasional.
1.6 Komisi Nasional HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga
Negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM antara lain :
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia;
10

2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan
1.7 Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional
Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum
tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar
Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang.
Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah,
keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat,
karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain
melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam
konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam
konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP
MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan
pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya
kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan
1.8 Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja, untuk siapa
saja, dan tidak dapat diambil siapapun. Hak-hak tersebut dibutuhkan individu melindungi diri
dam martabat kemanusiaan, juga seagai landasan moral dlam bergaul dengan sesama
manusia. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat sesuka
hatinya maupun seenak-enaknya.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Kasus Ham sering kali terjadi, tidak
hanya di Indonesia tapi juga dinegara-negara lain di dunia. Di Indonesia sendiri kasus seperti
ini masih sering terjadi walaupun sudah ada lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan
11

terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia seperti Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas Ham). Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam
interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun,
yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.
Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham yang terjadi,
tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu saja tak lepas dari kemauan
dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya sebagai pemegang kekuasaan sekaligus
pengendali keadilan bagi bangsa ini.
1.9 Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1)
Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2)

Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan

3)

Penyiksaan

4)

Penghilangan orang secara paksa

5)

Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

1.10 Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1.

Pemukulan

2.

Penganiayaan

3.

Pencemaran nama baik

4.

Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

5.

Menghilangkan nyawa orang lain

Penindakan terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui proses peradilan HAM
mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang
terjadi harus bersifat nondiskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum.
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah
hukumnya meliputi daerah hokum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM
bertugas memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pengadilan HAM berwewenang juga memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak
asasi manusia yang berada dan dilakukan diluar batas territorial wilayah Negara Republik
Indonesia oleh warga Negara Indonesia.

12

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19,
bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh
suburnya demokrasi dan meningkatnya peren parlemen dalam penyelenggaraan negara dan
sebagai reaksi sebagai negara absolut yang berkembamng sebalumnya.
Friedman (1995) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara
formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideologikal). Secara
formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public
power). secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut
ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan
keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh
masyarakat/bangsa.
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia
tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan
kelahirannya atau kehadirannya didalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat
umum (universal) karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa,
ras, atau jenis kelamim. HAM juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya
suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki
kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No.39
Tahun 1999 Tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperngkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
3.2 saran
kepada para pembaca agar lebih banyak mencari inormasi tentang HAM dan Rule of
Law untuk memahami kedua aspek tersebut

13

DAFTAR PUSTAKA
Kaelan dan achmad zubaidi.2010.pendidikan kewarganegaraan.yogyakarta:paradigma
Herdiawan, H., & Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwargannegara.
Jakarta: Erlangga.
Kaelan. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogjakarta: Paradigma.
Raika, Tika.2012.Pengertian-hak-asasi-manusia. (diakses lewat internet)
inforingankita.blogspot.com/.../
Chieva,C.”Perkembangan dan pemikiran ham di Indonesia”.2012. (diakses lewat internet)
chieva-chiezchua.blogspot.com

14