IKTIOSIS HARLEQUIN: KELAINAN KULIT YANG LANGKA

  Laporan Kasus

IKTIOSIS HARLEQUIN: KELAINAN KULIT YANG LANGKA

  

Niken Wulandari, Karina Komala, Martha Saulina, Elly D Arifin

Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Indonesia /

RSU Kabupaten Tangerang

  ABSTRAK Penyakit iktiosis harlequin (1H) merupakan penyakit genetik yang terjadi akibat gangguan keratinisasi kulit yang parah. Penyakit yang langka ini umumnya dijumpai pada bayi barn lahir. Diagnosis pranatal masih merupakan hal yang sulit, tetapi dapat dimungkinkan pada kehamilan risiko tinggi melalui biopsi kulit fetus atau ultrasonografi 3 dimensi.

  Ditemukan 2 buah kasus IH di RSU Kabupaten Tangerang, pada bulan November dan Desember 2014. Kasus pertama, seorang ibu berusia 26 tahun, primipara, melahirkan bayi perempuan aterm, usia gestasi 9 bulan, dengan berat badan 3 kg dan panjang badan 48 cm, lingkar kepala 3 7 cm, skor APGAR 6/7. Ditemukan riwayat kawin tungkupada kedua orang tuanya (masih ada hubungan saudarajauh). Kasus kedua, ibu berusia 37 tahun, G5P4, melahirkan bayi perempuan aterm, usia gestasi 9 bulan, dengan berat badan 2.300 gram dan panjang badan 46 cm, lingkar kepala 32 cm, APGAR 6/7. Pada pemeriksaan fisis kedua neonatus ditemukan kelainan kulit di seluruh tubuh berupa hiperkeratosis dengan fisura dan berbentuk seperti berlian, sehingga disebut diamond-shaped cracks, eversi bibir (eklabion) dan palpebra (ektropion), hiperfleksi lengan dan kaki, displasia telinga, dan hipoplasiajari-jari tangan. Kelainan khas IH ditemukan padapasien ini, sehingga dilakukan biopsi kulit pada neonatus ini.

  Dengan 2 buah laporan kasus IH yang langka ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan dokter dalam mendeteksi secara dinipenyakit ini. (MDVI 2016:42 /S: 41S -45S) Kata kunci: iktiosis harlequin, penyakit genetik, langka, deteksi dini ABSTRACT

  Harlequin ichthyosis (HI) is a genetic disease that occurs as a result of severe skin keratinization disorders. The disease is rare and generally found in newboms. Prenatal diagnosis is still difficult but enable in high-risk pregnancies through fetal skin biopsy or 3-dimensional ultrasonography.

  We present 2 neonates born with HI in Tangerang General Hospital during November through December 2014. The first case born from a 26 years old woman, 40 weeks of gestation, birth weight 3 kg, length 48 cm, head circumferential 37 cm and APGAR score 6/7. No family history of HI nor other genetic disorders. There was cosanguity in the family. The second case born from a 37 years old woman, 40 weeks of gestations, birth weight 2300 grams, length 46 cm, head circumferential 32 cm and APGAR score 6/7. Physical examination foundhyperkeratotic skin, diamond-shaped cracks, fissures, eclabium, bilateral ectropion, semi-flaxed limbs, ear dysplasia and hypoplasia of fingers. Characteristic features of HI was found in both patients. Skin biopsy was not performed in both neonates.

  Harlequin ichtyosis is a rare dermatological disorders. Cosanguity is a predisposing factor for HI. We reports this case to increase awereness among doctors to recognize the sign and symptoms, also identify the condition promptly. (MDVI 2016:42/S: 41S-45S) Keywords: harlequin ichthyosis, genetic disease, rare, early detection.

  Korespondensi: Jl. A. Yani no. 9, Tangerang, Indonesia Telp: (021)5523507, 5512948 Email: nikensukmawan@yahoo.com

   Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan

MDVI Vol. 42 No. Suplemen Tahun 2015,438-478

PENDAHULUAN

  5 Gambaran histopatologik memperlihatkan ortohiperkeratosis

  Dilaporkan 2 buah kasus IH di RSU Kabupaten Tangerang, pada bulan November dan Desember 2014. Kasus pertama, seorang bayi perempuan aterm, usia gestasi 9 bulan, dengan berat badan 3.000 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 37 cm, nilai APGAR 6/7, dilahirkan oleh seorang ibu primipara berusia 26 tahun (gambar 1). Selama hamil ibu pasien diketahui sehat dan melakukan pemeriksaan antenatal bulan 1 -5 pada dokter spesialis kandungan dan bulan 6-9 pada bidan di dekat rumah. Ibu hanya minum vitamin untuk kehamilan dan banyak makan ikan. Selama kehamilan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi biasa selama 3 kali, hanya ditemukan pengurangan jumlah cairan ketuban, otak dan berat badan fetus. Dilakukan pemeriksaan ultrasonografi 3 dimensi. Tidak ditemukan riwayat sakit, minum jamu, atau obat-obatan selama hamil. Pada riwayat keluarga ditemukan riwayat kawin tungku pada kedua orang tua pasien (masih ada hubungan saudara jauh). Dalam keluarga pasien tidak ditemukan penyakit seperti ini ataupun penyakit genetik lainnya. Pola pewarisan genetik pada keluarga pasien tertera pada gambar 2. Direncanakan pemeriksaan darah perifer lengkap dan pemberian obat- obatan, namun keluarga pasien menolak untuk dilakukan tindakan medis.Tidak dilakukan biopsi kulit pada neonatus ini. Pasien dipuasakan (per NGT), hanya mendapat infus 180 cc/ 24 jam. Pasien meninggal pada hari ketiga perawatan dipediactric intensive care unit (PICU).

  KASUS

  yang terjadi, dalam dua bulan berturut-turut (November dan Desember 2014) di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/ RSU Kabupaten Tangerang.

  menyeluruh, kesempatan hidup neonatus dengan IH bertambah bahkan sampai anak-anak dan dewasa. Prinsip penatalaksanaan IH adalah pemberian pelembab berupa petrolatum, minyak mineral, atau vaselin yang mengandung keratolitik.

  yang padat, penebalan stratum granulosum dan akantosis sedang.

  4 Penyakit ini dilaporkan pertama kali oleh Reverand Lover Hart pada tahun 1750.

  Iktiosis harlequin (IH) merupakan kelainan resesif autosomal yang jarang terjadi pada bayi baru lahir dan seringkali menyebabkan kematian dalam beberapa hari setelah kelahiran karena infeksi atau dehidrasi akibat komplikasi. Penyakit ini ditandai oleh penebalan stratum korneum yang parah, sehingga bayi seperti terbungkus oleh membran kencang dan berkilat, berada dalam posisi semi- fleksi, dipisahkan oleh fisura yang dalam dan kemerahan.

  3 Pada IH ditemukan mutasi gen ABCA12.

  2 Insidens IH sekitar satu per 300.000 kelahiran dan tidak ditemukan predileksi jenis kelamin.

  eklabium pada mulut, telinga yang melekat pada kulit kepala, hipoplasia hidung dan polidaktili.

  2 Gambaran klinis lainnya meliputi ektropion pada mata,

  '

  1

5 Dengan perawatan medis yang intensif dan

5 Pada makalah ini akan dilaporkan dua kasus IH

  TV Wulandari, dkk

  Iktiosis Harlequin

Gambar 1.Pasien 1 (tampak depan).Pada seluruh tubuh pasien ditemukan kulit hiperkeratotik dengan fisura yang disebut diamond-shaped

cracks, eversi bibir (eklabion) dan palpebra (ektropion), hiperfleksi lengan dan kaki, displasia telinga, dan hipoplasia jari-jari tangan.

  

Gambar 2. Pasien 2 (tampak seluruh badan). Pada seluruh tubuh pasien ditemukan kulit hiperkeratotik dengan fisura, eversi bibir (eklabion)

dan palpebra (ektropion), hiperfleksi lengan dan kaki, displasia telinga, dan hipoplasia jari-jari tangan.

   Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan

MDVI Vol. 42 No. Suplemen Tahun 2015,438-478

  9 Penatalaksanaan pasien IH bersifat suportif, terdiri

  eversi bibir (eklabion) dan palpebra (ektropion), hiperfleksi lengan dan kaki, displasia telinga atau hidung, dan hipoplasia jari-jari tangan. Bayi dengan IH juga rentan terhadap infeksi, kesulitan bernafas karena restriksi otot dinding dada yang mengakibatkan hipoventilasi dan gagal nafas, serta dehidrasi.

  2 Kelainan khas sindroma Harlequin, ditemukan pada pasien ini. Diagnosis banding IH adalah collodion baby.

  Tidak sulit membedakannya, karena gambaran collodion

  baby lebih ringan. Sebagian kecil neonatus menunjukkan

  gambaran klinis di antara keduanya yang disebut sebagai

  chrysalis babies. Sebagian besar collodion baby bertahan

  hidup hingga dewasa. Pada pasien ini, diagnosis banding

  collodion baby dapat disingkirkan karena kontak manifestasi klinis yang sangat parah.

  atas manajemen cairan dan elektrolit, obat-obatan topikal untuk hidrasi kulit berupa emolien yang mengandung bahan keratolitik antara lain urea, asam salisilat, propilen glikol, asam laktat dan kombinasinya

  Kasus kedua, seorang bayi perempuan aterm, usia gestasi 9 bulan, dengan berat badan 2.300 gram, panjang badan 46 cm, lingkar kepala 32 cm, nilai APGAR 6/7, dilahirkan oleh seorang ibu G5P4 berusia 37 tahun. Tidak ditemukan riwayat sakit, minum jamu, atau obat-obatan selama kehamilan. Riwayat kawin tungku kedua orang tua pada kasus kedua tidak diketahui. Selain itu dalam keluarga pasien kedua juga tidak ditemukan penyakit seperti ini ataupun penyakit genetik lainnya. Pasien mendapat makanan cair per NOT 8x20 ml. Obat topikal yang didapat dari Poliklinik Kulit dan Kelamin berupa kompres NaCl 2 kali selama masing-masing 30 menit untuk lesi basah, krim gentamisin 2 kali sehari pada luka, oleum olivarum 2 kali sehari pada lesi kering. Pasien juga dikonsultasikan ke dokter spesialis mata. Pasien direncanakan untuk tes laboratorium darah perifer lengkap namun orang tua pasien meminta pulang paksa. Tidak dilakukan biopsi kulit pada neonatus ini.

  4

  '

  8 Retinoid topikal, vitamin D,

  petrolatum atau lanolin, sabun berpelembab juga cukup efektif. Antibiotik spektrum luas sebagai profilaksis seringkali diberikan, namun efektivitasnya masih meragukan.

  4 Konsultasi mata penting untuk mencegah kebutaan.

  10 Pemberian bahan keratolitik ditujukan untuk

  mempercepat proses deskuamasi korneosit sehingga dapat menghilangkan skuama dan menipiskan stratum korneum yang tebal. Terapi retinoid sistemik dengan isotretinoin atau asitretin dapat menginduksi perbaikan klinis yang nyata pada beberapa kasus iktiosis. Asitretin merupakan retinoid yang tersering digunakan untuk neonatus dengan IH.

  2 Pada kedua pasien ini tidak diberikan asitretin

  sistemik karena terkendala biaya. Demikian juga untuk pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap tidak dapat dilakukan. Biopsi kulit tidak dilakukan pada kedua neonatus

  shaped cracks yang mengakibatkan terbatasnya pergerakan,

  deformitas kranial dan fasial. Bayi dengan IH biasanya lahir prematur dengan lembaran kulit hiperkeratotik dan fisura, serta berbentuk seperti berlian, sehingga disebut diamond-

  8 Kelainan klinis pada bayi dengan IH meliputi

  pewarisan, iktiosis dibagi menjadi 3, yaitu secara dominan autosom (contohnya iktiosis vulgaris-IV), resesif terangkai X dan resesif autosom (contohnya iktiosis lamelar dan non bullous congenital ichtyosiform erythroderma-NClE). Berdasarkan keparahan gejala klinis dibagi menjadi bentuk ringan (IV), bentuk sedang (IL dan NCIE) dan bentuk parah (iktiosis Harlequin).

  Pada pemeriksaan fisis kedua neonatus ditemukan kelainan kulit di seluruh tubuh berupa hiperkeratosis dengan fisura, dan berbentuk seperti berlian sehingga disebut

  diamond-shaped cracks, eversi bibir (eklabion) dan palpebra

  (ektropion), hiperfleksi lengan dan kaki, displasia telinga, dan hipoplasia jari-jari tangan. Neonatus didiagnosis klinis sebagai sindrom Harlequin dengan kelainan khas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan hasil pemeriksaan penunjang.

  PEMBAHASAN

  Iktiosis harlequin disebut juga bayi harlequin atau iktiosis kongenital terjadi pada 1 dari 300.000 kelahiran.Tidak ada perbedaan insidens untuk jenis kelamin.

  Insidens meningkat bila terdapat hubungan konsanguinitas atau riwayat kawin tungku, yaitu masih ada hubungan keluarga antara ayah dan ibu pasien.

  3 Literatur tahun 2007

  menyatakan, sejumlah 101 kasus iktiosis harlequin ditemukan di dunia.

  6 Di Indonesia, terdapat 3 kasus yang

  pernah dilaporkan, yaitu: 1 kasus di RS Hasan Sadikin, Bandung (1994), 1 kasus di RSUP Manado (1994) dan 1 kasus di RS Dr. Soetomo (2002).

  Kelamin subbagian Dermatologi Anak FKUI/RSCM tahun 2001 sampai dengan bulan Mei 2006, dilaporkan 18 kasus iktiosis, namun bukan iktiosis Harlequin.

  diturunkan secara genetik (genodermatosis) biasanya secara resesif autosom, namun pada banyak kasus pola penurunan secara genetik tidak jelas dan kelainan dapat disebabkan oleh proses mutasi gen dominan baru.

  ABCA12 (kromosom 2q35) pada IH yang mengkode ikatan adenosin trifosfat dalam sekresi granul lamelar dan transpor lipid epidermis.

  2 Risiko munculnya keturunan dengan

  penyakit IH dari kedua orang tua pembawa gen resesif autosom sebesar 25%.

  8 Pada kasus ini pemeriksaan gen

  tersebut tidak dilakukan karena masalah biaya. Selain itu hasil pemeriksaan ini tidak akan mengubah penatalaksanaan pasien maupun prognosis penyakit. Pada orang tua pasien 1 ditemukan konsanguinitas (masih ada hubungan saudara jauh). Keadaan ini sesuai dengan insidens IH yang meningkat bila terdapat hubungan konsanguinitas.

  8 Klasifikasi iktiosis dapat berdasarkan pola pewarisan, keparahan gejala klinis dan histopatologi.

  8 Berdasarkan pola

7 Di Departemen Kulit dan

8 Iktiosis harlequin adalah penyakit kulit yang

6 Ditemukan mutasi gen

  TV Wulandari, dkk

  Iktiosis Harlequin

  ini. Pasien pertama meninggal pada hari ketiga perawatan

DAFTAR PUSTAKA

  mendapat makanan cair per NOT 8x20 ml. Obat-obatan topikal yang didapat untuk pasien kedua berupa kompres NaCl 2x30 menit untuk lesi basah, krim gentamisin 2 kali sehari pada luka, oleum olivarum 2 kali sehari pada lesi kering. Pasien juga dikonsultasikan ke dokter spesialis mata. Pasien direncanakan untuk pemeriksaan laboratorium darah, namun orang tua pasien meminta pulang paksa. Tidak dilakukan biopsi kulit pada neonatus ini.

11 Pada

  6. Kelsell DP, Norget EE, Unsworth H, Teh MT, Cullup T, Mein CA, dkk.. Mutations in ABCA12 underlie the severe congenital skin disease harlequin ichtyosis. Am J Hum Genet. 2005; 76: 794- 803.

  12. Akiyama M. Pathomechanisms of harlequin ichthyosis and ABCA transporters in human diseases. Arch Dermatol. 2006; 142: 914-8.

  1983; 1(8316):132.

  11. Blanchet-Bardon C, Dumez Y, Labbe F, Lutzner MA, Puissant A, Henrion R, dkk. Prenatal diagnosis of harlequin fetus. Lancet.

  10. Warouw M, Sutanto HU, Pandaleke HE, Wilar R. Satu kasus iktiosis harlequin pada bayi aterm. MDVI. 2012; 39: 15-20.

  9. Richard G. Harlequin ichthyosis. Dalam: Schachner LA, Hansen RC, penyunting. Pediatric Dermatology. Edisi ke-4. Kota: Mosby Elsevier; 2011. h.597-99.

  8. Suraiyah, Soedibyo S, Boediardja SA. Iktiosis lamellar pada anak dengan riwayat bayi kolodion. Sari Pediatri. 2007; 9: 32-38.

  Harlequin ichtyosis. BIPKK. 2002; 14: 197-203.

  7. Permono B, Indarso F, Damanik S, Harianto A, Etika R, Rizal M.

  5. Falco B, Plewig G, Wolf HH, Burgdorf WH. Disorders of keratinization. Dermatology. Edisi ke-2. Completely Revised, penyunting. Berlin: Springer Kerlag; 2000. h. 709-46.

  Diagnosis pranatal dini tidaklah mudah namun sangat penting dan berperan pada prognosis penyakit ini melalui biopsi kulit fetus atau ultrasonografi 3 dimensi.

  4. Dubey AK, Tuibeqa IV, Pio NB. Harlequin ichtyosis: A rare dermatological disorder. Int J Case Reports and Images. 2014; 5: 590-4.

  Aipediactric intensive care unit (PICU). Pasien kedua

  2. Fleckman P, DiGiovanna JJ. The ichtyoses. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine.Edisi ke-7. New York: McGraw Hill Companies; 2008. h. 401-24.

  129-258.

  1. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz. Clinical Pediatric Dermatology. Philadelphia: WB Saunders Company; 1981. h.

  Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan dokter untuk mendeteksi secara dini penyakit ini. Di masa mendatang, konseling genetik untuk rekurensi pada saudara kandung pasien juga perlu diperhatikan.

  ketiga, hal ini mungkin disebabkan oleh sepsis, respirasi yang terhambat dan dehidrasi sebagai komplikasi pada iktiosis Harlequin karena terdapatnya gangguan fungsi epidermis yang menyebabkan hilangnya cairan dan panas tubuh. Pasien kedua dipulangkan paksa oleh keluarga karena masalah biaya.

  penyakit ini pengetahuan mengenai mutasi gen yang spesifik berperan penting dalam menentukan terapi yang tepat. Prognosis penyakit ini sangat buruk, sebagian besar pasien meninggal 2 hari perinatal karena sepsis dan plak hiperkeratosis masif yang mengganggu respirasi dan pemberian makanan.

  '

  4

  3. Williams M. Disorder of cornification. Dalam: Spitz JL, penyunting. Genodermatoses. Maryland: Williams & Wilkins; 1996. h. 2-44.