View of MODERNISASI PENDIDIKAN PESANTREN DALAM PERSPEKTIF ABDURRAHMAN WAHID
MODERNISASI PENDIDIKAN PESANTREN DALAM PERSPEKTIF ABDURRAHMAN WAHID
Oleh : Ahmad Budiyono
(STIT Al-Urwatul Wutsqo Jombang)
Pesantren is an Islamic institution which has the advantage of both aspects of the scientific tradition as well as the transmission side and the intensity of the Muslims. the Rise of globalization has threatened the existence of pesantren, so the idea of modernization in boarding schools emerges as a response to the challenges of social transformation.
Pesantren education has redirected the orientation of development of institutional education by conducting skills and entering public schools in pesantren environment. According to Gus Dur, pesantren should appreciate all the developments taking place in the present and future in order to keep pesantren
Jurn tradition by taking something new that is considered to be better and not leaving
the old tradition. Entering natural and social sciences in pesantren has caused problems in both pesantren and the community ,that is exactly how it describes
al Pusaka sciences epysthemology; whether they are empirical or secular.
According to Gus Dur, the idea to orient the contemporary pesantren may need
Ju li - D
to be reviewed because the idea will negatively affect the existence of the basic tasks of pesantren. Pesantren always has to open itself to contemporary issues as
es em
well as providing enlightenment to the audience in the form of the best solutions
b er 2015
in solving the problems of life in addition to the strengthening of the scientific tradition in pesantren. According to Gus Dur, pesantren has relevance to the employment needs, for the field of work, both in services and in the field of trade
16 and craft. pesantren must provide input for the education community, about
what skills are actually needed by employment in the era of globalization. Keywords : Modernization, Education of Pesantren
Jurn
al Pusaka
b er 2015
17
A. PENDAHULUAN
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjang- kau hampir seluruh lapisan masyarakat Muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendi- dikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mencerahkan dunia pendidikan
Pada awal 1970-an, Mukti Ali, Menteri Agama yang baru, menyeru- kan adanya peremajaan sistem nilai pesantren dan berkeinginan agar pesantren bisa bertindak sebagai agen perubahan dalam masyarakat Indone- sia supaya memfasilitasi pengembang- an masyarakat. Dalam menjelaskan visinya ini. Mukti Ali, yang dikenal sebagai seorang pemikir yang cukup progresif dan seorang pembimbing yang baik bagi kaum intelektual muda, suka sekali mengutip ayat Al-Qurán: “Jadilah diantara kamu sekelompok orang yang akan melakukan pekerjaan baik dan melaksanakan kewajiban aga- ma dan mematuhi apa yang dilarang dalam agama.” Mukti Ali memilih teks ini untuk menunjukkan bahwa kelom- pok-kelompok kecil yang terdiri dari pemuka-pemuka agama yang berpan- dangan jauh ke depan dan berkomit- men dapat memainkan peran sebagai katalisator dalam masyarakat dan hal ini merupakan bagian dari tugas Islam. Tergolong oleh adanya kesempatan yang terbuka di Indonesia, demiki-
an ungkap Gus Dur, ia memutuskan untuk menunda studinya dan untuk tahun ke depan ia akan berkonsen- trasi pada upaya bagaimana membina pesantren. 1
Pada tahun 2007 Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Departemen Agama tercatat dalam data statistik 4.404 pesantren , Lalu, di Jawa Tengah 2.187 pesantren, Jawa Barat 3.561 pesantren, dan Jakar- ta 87 pesantren. Dalam skala nasional, berdasar kategori pesantren, jenis pesantren salaf (tradisional) di Indo- nesia sebanyak 8.905, pesantren khalaf (modern) 878, dan pesantren terpadu 4.284. Total keseluruhan tak kurang
dari 14.000 pesantren di Indonesia. 2 Dengan asumsi bahwa kiai adalah pimpinan pondok pesantren, berarti jumlah kiai minimal sama dengan jumlah pondok pesantren. Jumlah kiai di masyarakat jauh lebih banyak dari yang disebut di atas, sebab dalam satu pondok pesantren bisa terdapat lebih dari satu kiai. Selain itu, ada juga kiai yang tidak mempunyai pondok pe- santren sebagai lembaga pendidikan yang terorganisir. Namun dari sekian banyak kiai dengan segala karakter, pemikiran dan keunikannya, salah satu diantaranya adalah KH. Abdurrahman Wahid atau yang biasa akrab di pang- gil Gus Dur. Beliau adalah figur kiai nyentrik yang gagasan dan pemikir- annya banyak di ikuti bahkan menjadi referensi beberapa ulama’ dan intek- tual muslim tidak hanya di internal keluarga besar masyarakat Nahdliyyin melainkan juga menjadi rujukan para pemikir Islam di dunia.
Pemikiran-pemikiran Gus Dur
1 Greg Barton, Biografi Gusdur, (Yogyakarta: LKiS 2002), hlm. 118-119
2 Puja, Satra Indonesia: “Buku Biografi Kiai Pe- santren”, http://sastra-indonesia.com/ 2009/12/buku-bio- grafi-kiai pesantren. (Di Akses Pada Tg, 22 Oktober 2015)
Jurn al Pusaka
Ju li - D
es em
b er 2015
dimulai sejak tahun 1970-an hingga setidaknya akhir tahun 1980-an, masa dilancarkannya program pembangun- an (modernisasi) oleh rezim orde baru. Pemikiran Gus Dur pada saat itu ber- seberangan dengan para pengamat dan pemegang kebijakan. Pesantren, seba- gai pranata tradisional, pada saat itu dicurigai sebagai sarang kejumudan, stagnasi dan konservatisme. Pesantren sering dianggap sebagai lembaga yang menjadi penghalang besar bagi usaha- -usaha pembangunan. Menurut Gus Dur, pesantren sangat dinamis, bisa berubah, dan mempunyai dasar-dasar yang kuat untuk ikut mengarahkan dan menggerakkan perubahan yang diinginkan. 3
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki akar historis yang cukup kuat sehingga menduduki posisi relatif sentral dalam dunia keilmuan. Pesantren sebagai subkultur lahir dan berkembang seiring dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat global. Asketisme (faham Kesufian) digunakan pesantren sebagai pilihan ideal bagi masyarakat yang dilanda krisis kehidupan sehing-
ga pesantren, sebagai unit budaya yang terpisah dari perkembangan waktu, menjadi bagian dari kehidupan masya- rakat. Peranan seperti ini yang dika- takan Abdurrahman Wahid: “Sebagai ciri utama pesantren sebagai sebuah
sub kultur.” 4 Kehadiran pesantren di-
katakan unik karena dua alasan yakni: Pertama, pesantren hadir untuk me- respon terhadap situasi dan kondisi su- atu masyarakat yang dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral atau bisa
3 Ahmad Robihan, “Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid”, blogspot.com /2011/12/pemikiran-kh-abdurrah- man-wahid, (di akses pada Tanggal, 10 Oktober 2015)
4 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2001), hlm. 10
juga disebut mengalami perubahan social. Kedua, didirikannya pesan- tren adalah untuk menyebar luaskan ajaran universalitas Islam ke seluruh
pelosok Nusantara. 5 Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memiliki karakteristik yang berbeda dibanding- kan dengan lembaga-lembaga pendi- dikan yang lain, terutama jika ditinjau dari sejarah pertumbuhannya, pola kehidupan warganya, serta pola adopsi terhadap berbagi macam inovasi yang dilakukannya dalam rangka mengem- bangkan sistem pendidikan baik pada ranah konsep maupun praktik. 6
Di tengah kepungan modernisasi sistem pendidikan nasional, pesantren sebagai lembaga pendidikan agama tetap mampu bertahan, bahkan lebih dari itu, ia mampu mengembangkan dirinya pada posisi yang penting dan strategis dalam sistem pendidikan nasional. Transformasi sengaja dihem- buskan oleh pemerintah terhadap pe- santren karena ada dua pertimbangan: Pertama, pesantren dianggap sebagai lembaga tradisional yang terbelakang dan kurang partisipatif, namun memi- liki potensi besar dalam hal mobilisasi sumber daya lokal, sumber tenaga kerja potensial, dan sumber dukungan politik. Bahkan, lebih jauh, pesantren bisa saja menjadi lembaga kekuatan tanding yang potensial. Kedua, pesan- tren dapat dijadikan instrumen untuk mencapai tujuan pembangunan, dan lain sebagainya. Selain itu pesantren juga dapat dijadikan instrumen untuk memekarkan dan melestarikan keku-
asaan politik. 7 Dalam perkembangan akhir-akhir ini, tampak juga kecende-
5 Said Aqil Siradj, Pesantren Masa Depan, Waca- na Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 202.
6 Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2013), hlm. 33
7 Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesan- tren…, hlm. 1-2 7 Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesan- tren…, hlm. 1-2
usaha secara sadar dari suatu bangsa ulama. Penyempitan kriterium dengan atau Negara untuk menyesuaikan diri sendirinya bergerak menuju penciutan dengan konstelasi dunia pada suatu lapangan bagi orang yang akan dikirim kurun tertentu dengan memperguna- ke pesantren, yaitu orang-orang yang
kan kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh merasa dirinya santri dan memiliki ko- karenanya, usaha dan proses moderni- mitmen kepada islam sebagai ideologi. sasi itu selalu ada dalam setiap zaman Dengan mempertahankan kriterium
dan tidak hanya terjadi pada abad ke- semacam ini maka bisa dilihat bahwa
20. Hal ini secara historis dapat diteliti pesantren adalah lembaga pendidikan dan dikaji dalam perjalanan sejarah dimana tingkat drop-out cukup besar. 8 bangsa-bangsa di dunia. Antara abad 2
Sebelum Masehi sampai abad 2 Ma- sehi, kerajaan Romawi menentukan
B. MODERNISASI
Modernisasi berasal dari kata mo- konstelasi dunia. Banyak kerajaan di dern yang berarti terbaru, mutakhir,
sekitar Laut Mediteranian, kerajaan- atau sikap dan cara berfikir yang sesuai -kerajaan di Eropa Tengah dan Eropa
dengan tuntutan zaman. Selanjutnya Utara, secara sadar berusaha menye- modernisasi diartikan sebagai proses
suaikan diri dengan kerajaan Romawi, pergeseran sikap dan mental sebagai
baik dalam kehidupan ekonomi, poli- warga masyarakat untuk bisa hidup
tik, dan kebudayaan. Dalam melaksa- sesuai dengan tuntutan masa kini. 9 nakan program-program modernisasi
Istilah modernisme bukan merupakan demikian, tiap-tiap kerajaan tetap hal yang baru dalam pendengaran
memelihara dan menjaga kekhasan mayoritas masyarakat di dunia ini.
masing-masing.
Secara definitif, modernisasi bukanlah Antara abad 4 sampai 10 Masehi,
suatu penciptaan standar norma baru. kerajaan-kerajaan besar di Tiongkok
Tetapi, standar norma itu sudah ada sebelumnya. Secara bahasa “moder-
dan India menentukan konstelasi dunia. Pada abad-abad tersebut banyak
nisasi” berasal dari kata modern yang kerajaan di Asia Timur dan kerajaan
berarti; a) Terbaru, mutakhir; b) Sikap di Asia Tenggara, termasuk kerajaan
dan cara berfikir sesuai dengan per- di Nusantara, berusaha secara sadar
kembangan zaman. Kemudian men- dapat imbuhan “sasi” yakni “moderni- menyesuaikan diri dengan kehidup-
an ekonomi, politik, dan kebudayaan sasi”, sehingga mempunyai pengertian
yang pada waktu itu ditentukan oleh proses pergeseran sikap dan mental
kerajaan-kerajaan besar di Tiong- sebagai warga masyarakat untuk bisa
kok dan India. Dalam melaksanakan hidup sesuai dengan perkembangan
zaman. 10 modernisasi itu, tiap-tiap kerajaan
al Pusaka
er 2015
di Asia Timur dan di Asia Tenggara
1. Sejarah Modernisasi
memelihara dan menjaga kekhasannya
em es
Sebagaimana telah dikemuka- sendiri-sendiri, sehingga walaupun
Jurn
dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan
li - D
8 Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus
Ju
Dur, ( Yogyakarta: LKiS 2000), hlm. 114
besar di Tiongkok dan India. Namun
9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
demikian, kelihatan kebudayaan kera-
19
1989), hlm. 589 10 Ibid
jaan-kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
Jurn al Pusaka
Ju li - D
es em
b er 2015
berbeda dengan kerajaan-kerajaan di India. Begitu pula kebudayaan-kebu- dayaan Vietnam, Jepang, dan Korea berbeda dengan kebudayaan kerajaan- -kerajaan di Cina.
Antara abad 7 sampai 13 Masehi, baik Daulah Islam di Dunia Timur yang berpusat di Baghdad (Irak) maupun Daulah Islam di Dunia Barat yang berpusat di Cordoba (Spanyol), menentukan konstelasi dunia. Dalam abad-abad tersebut banyak kerajaan termasuk kerajaan-kerajaan di Eropa- -Kristen yang menyesuaikan diri de- ngan Daulah Islam. Dalam melaksana- kan modernisasi itu, kerajaan-kerajaan di Eropa-Kristen tetap memelihara sifat dan kekhasannya sendiri, bahkan dalam hal agama mereka. Mereka ha- nya mau memetik buah-buah budaya Islam, tetapi tidak mau menerima agama Islam.
Dalam abad ke-20 ini, konstelasi dunia ditentukan oleh negara-negara besar yang telah memperoleh kemaju- an pesat di bidang ekonomi. Sebelum Perang Dunia II, negara-negara itu adalah negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Sesudah perang dunia II, kekuatan yang menentu- kan konstelasi dunia bervariasi, yaitu negara-negara yang tergabung dalam pasar bersama Eropa, Amerika Seri- kat, Uni Soviet (sebelum mengalami kehancuran seperti sekarang ini), dan Jepang.
Dalam pergaulan dan interaksi in- ternasional, bangsa kita lebih condong ke Barat. Menurut Maryam Jameelah, modernisasi di Barat telah berkem- bang pesat pada abad ke-18 yang menghasilkan para filosof pencerahan Perancis dan mencapai puncaknya pada abad ke-19 dengan munculnya
tokoh-tokoh seperti Charles Darwin, Karl Marx, dan Sigmund Freud. Semua ideologi kaum modernis bercirikan penyembahan manusia dengan kedok ilmu pengetahuan. Kaum modernis yakin bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan akhirnya bisa memberi- kan kepada manusia semua kekuatan Tuhan, sehingga mereka kemudian menolak nilai-nilai transendental. Dari sinilah lahir pengertian dan pema- haman tentang modernisasi yang tidak proporsional, bahkan keliru. Banyak orang mengartikan konsep moderni- sasi itu sama dengan mencontoh Barat. Pemahaman dan pengertian ini meng- identikkan Modernisasi itu dengan Westernisasi, yaitu mengadaptasi, meniru-niru, dan mengambil alih cara hidup Barat. 11
2. Modernisasi Pesantren
Menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat, dunia pesantren mengalami pergeseran ke arah per- kembangan yang lebih positif, baik secara struktural maupun kultural, menyangkut pola kepemimpinan, pola hubungan pimpinan dan santri, pola komunikasi, cara pengambilan keputusan dan sebagainya, yang lebih memperhatikan prinsip-prinsip mana- jemen ilmiah dengan landasan nilai- -nilai Islam. Dinamika perkembang- an pesantren semacam inilah yang menampilkan sosok pesantren yang dinamis, kreatif, produktif dan efektif serta inovatif dalam setiap langkah yang ditawarkan dan dikembangkan- nya. Pesantren merupakan lembaga yang adaptif dan antisipatif terhadap perubahan dan kemajuan zaman dan teknologi tanpa meninggalkan nilai- -nilai religius.
11 Ahmad Efendy, “Sejarah Modernisasi”, blogs- pot.com/2010/03/ sejarah-modernisasi, (Di Akses Pada Tgl, 12 Oktober 2015)
Pesantren yang sementara diang- perubahan Islam di Indonesia. 13 gap sebagai lembaga pendidikan yang
Mencermati perkembangan yang paling stagnan, ternyata mengalami
terjadi pada pesantren, unsur-unsur perubahan yang sangat mendasar. Ada yang terdapat di pesantren antara lain:
perubahan teologi pendidikan yang
a. Fisik
luar biasa. Pesantren yang selalu dila- bel dengan tempat pendidikan ilmu-
Hasil penelitian Arifin di Bogor -ilmu agama murni, seperti Al-Qur’an, menunjukkan lima macam pola fisik Hadist, Tafsir, Kitab Kuning dengan
pondok pesantren, yaitu; 14
berbagai variannya, tiba-tiba mela-
1) Terdiri dari masjid dan rumah kukan perubahan mendasar dalam
kiai. Pondok pesantren ini masih konten pendidikannya. Dunia pesan-
berifat sederhana, kiai memper- tren yang selama ini dianggap hanya
gunakan masjid atau rumahnya menyiapkan ilmu-ilmu untuk kepen-
sendiri sebagai sarana untuk tempat tingan akhirat, tiba-tiba berubah arah
interaksi belajar mengajar. Dalam dengan mengadopsi pendidikan sistem
pola semacam ini, santri hanya sekuler. 12
datang dari daerah sekitar pondok Sebab-sebab terjadinya modernisasi
pesantren itu sendiri sehingga tidak pesantren antara lain:
diperlukan sarana untuk bermukim
a. Munculnya wancana penolakan
bagi santri.
taqlid dengan “kembali kepada Al-
2) Terdiri dari Masjid, rumah kiai -Qur’an dan Sunnah” sebagai isu
dan pondok (asrama) sebagai sentral yang mulai ditadaruskan
tempat menginap para santri yang sejak tahun 1900. Sejak saat itu,
datang dari jauh sehingga tidak perdebatan antara kaum tua dengan
mengganggu mereka dalam menun- kaum muda, atau kalangan refor-
tut ilmu pada kiai tersebut. mis dengan kalangan konservatif,
3) Terdiri dari masjid, rumah kiai mulai mengemuka sebagai wancana
dan pondok dengan sistem wetonan publik.
dan sorogan. Pondok pesantren tipe
b. Kian mengemukanya wacana per- ini telah menyelenggarakan pendi- lawanan nasional atas kolonialisme
dikan formal seperti madrasah seba- belanda.
gai sarana penunjang bagi pengem-
c. Terbitnya kesadaran kalangan Mus- bangan wawasan para santri. lim untuk memperbaharui organi-
4) Pondok pesantren yang selain sasi keislaman mereka yang berkon-
memiliki komponen-komponen sentrasi pada aspek sosial ekonomi.
fisik seperti pola ketiga, memiliki
d. Dorongan kaum Muslim untuk pula tempat untuk pendidikan kete- memperbaharui sistem pendidikan
rampilan seperti kerajinan, perbeng-
al Pusaka em
b er 2015
Islam. Salah satu dari empat faktor kelan, toko, koperasi, sawah, ladang
tersebut, dalam pandangan Karel dan sebagainya. Pesantren dengan
es
A. Steenbrink, yang sejatinya sela- tipe ini, karena memiliki sarana
Jurn
li - D
lu menjadi sumber inspirasi para
13 Nurudh Dholam, “Antara Tradisi dan Moderni-
Ju
sasi”, blogspot.com /2013/01/antara-tradisi-dan-moder-
pembaharu Islam untuk melakukan nisasi, (Di Akses Pada Tgl, 12 Desember 2013) 14 Imran Arifin, Kepemimpinan Kiai: Kasus Pon-
12 Achmad Junaidi, Gus Dur Presiden Kiai Indone- dok Pesantren Tebu Ireng (Malang: Kalimasada Press, sia, (Surabaya: Diantama, 2010), hlm. xxiii
1993), hlm. 7 1993), hlm. 7
masih disebut lurah juga. pola ketiga.
Dari aspek sistem, banyak pe-
5) Pondok pesantren yang telah santren yang menggunakan sistem berkembang dengan pesatnya sesuai klasikal, dengan metodologi yang
dengan perkembangan zaman dan disesuaikan dengan metode pengajar- yang lazim disebut dengan pondok
an modern, yaitu; metode ceramah, pesantren modern atau pondok
metode kelompok, metode tanya jawab pesantren pembangunan. Di sam-
dan diskusi, metode demonstrasi dan ping masjid, rumah kiai atau ustadz, eksperimen, serta metode dramatisa-
pondok, madrasah dan atau sekolah si. Dalam hal pengembangan materi umum, terdapat pula bangunan-
pembelajaran, pesantren modern tidak -bangunan fisik lainnya sebagai
hanya mematok kitab tertentu sebagai- penunjang seperti; perpustakaan,
mana pesantren lama, namun sudah dapur umum, rumah makan umum, mengembangkan materi dalam bentuk
kantor administrasi, toko/unit kurikulum dengan muatan yang lebih usaha, koperasi rumah penginapan
komprehensif.
tamu, ruang operasi dan sebagainya. Pola kehidupan pesantren terma-
b. Non Fisik nifestasikan dalam istilah “panca jiwa” Sebagai upaya mengantisipasi
yang di dalamnya memuat “lima jiwa” perkembangan yang terjadi agar pe-
yang harus di wujudkan dalam proses santren tetap eksis, maka terjadi suatu pendidikan dan pembinaan karakter perubahan dalam hal sikap. Pesantren santri. Kelima jiwa tersebut adalah jiwa semakin terbuka menerima peru-
keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa bahan yang terjadi di luar pesantren.
kemandirian, jiwa ukhuwah islamiyah, Pesantren yang dikesankan sebagai
dan jiwa kebebasan yang bertanggung gejala pedesaan, mengalami perubah- 15 jawab. Untuk mencapai orientasi di
an menjadi gejala urban (perkotaan). atas maka pendidikan dalam proses Kesan konservatif berubah menjadi
modernisasi akan mengalami peru- liberal, pola kepemimpinan kiai centris bahan fungsional dan antar sistem. berubah menjadi pola kolektif dalam
Jurn Perubahan-perubahan tersebut pada
bentuk yayasan dan organisasi. tingkat konseptual dapat dirumuskan dengan menggunakan pendekatan sis-
Dalam hal kepengurusan pe- santren, menurut KH. Abdurrahman
al Pusaka tem-sistem. Dalam hal ini bila dilihat
dari kajian modernisasi menemukan Wahid, adakalanya berbentuk sederha-
Ju
variabel yang relevan dengan perubah-
li - D
na. Kiai memegang pimpinan mutlak
an pendidikan.
dalam segala hal, sedangkan kepemim-
es em
pinannya itu seringkali diwakilkan
C. PONDOK PESANTREN
er 2015 b
kepada seorang ustadz senior selaku
Pesantren berarti tempat para “lurah pondok”. Dalam pesantren yang santri. Poerwadarminta mengartikan
telah mengenal bentuk organisasi yang pesantren sebagai asrama dan tempat
22 komplek, peranan “lurah pondok” murid-murid belajar mengaji. Louis
ini digantikan oleh susunan pengu- rus lengkap dengan pembagian tugas
15 Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesan- tren…, hlm. 44
Ma’luf mendefinisikan kata pondok yang dimiliki oleh kehidupan pede- sebagai “khon” yaitu setiap tempat
saan. Begitu juga pesantren dengan singgah besar yang disediakan untuk
sistem dan karakter tersendiri telah menginap para turis dan orang-orang
menjadi bagian integral dari satu insti- yang berekreasi. Pondok juga bermak- tusi sosial masyarakat. na ”rumah sementara waktu seperti
1. Sejarah Pondok Pesantren
yang didirikan di ladang, di hutan dan Sejarah awal berdirinya lembaga
sebagainya”. Soegarda Purbakawatja pendidikan pondok pesantren tidak
juga menjelaskan, pesantren berasal lepas dari penyebaran Islam di bumi
dari kata santri, yaitu seorang yang Nusantara. Sedangkan asal-usul sistem
belajar agama Islam, dengan demiki- pendidikan pondok pesantren, dikata-
an pesantren mempunyai arti tempat kan oleh Karel A. Steenberink peneliti
orang berkumpul untuk mempelajari asal Belanda, berasal dari dua penda-
agama Islam. pat yang berkembang yaitu; Pertama, Secara definitif Imam Zarkasyi,
dari tradisi Hindu. Kedua, dari tradisi mengartikan pesantren sebagai lem-
dunia Islam dan Arab itu sendiri. baga pendidikan Islam dengan sis-
tem asrama atau pondok dengan kiai Pendapat pertama yang menya- sebagai figur sentralnya, masjid sebagai takan bahwa pesantren berasal dari pusat kegiatan yang menjiwainya, dan
tradisi Hindu berargumen bahwa pengajaran agama Islam di bawah bim- dalam dunia Islam tidak ada sistem bingan kiai yang diikuti santri sebagai
pendidikan pondok tempat para pela- kegiatan utamanya. Secara singkat
jar menginap di sekitar lokasi guru. I.J. pesantren bisa juga dikatakan sebagai
Brugman dan K. Meys menyimpulkan laboratorium kehidupan, tempat para
tradisi pesantren seperti; penghormat- santri belajar hidup dan bermasyarakat an santri kepada kiai, tata hubungan
dalam berbagai segi dan aspeknya. 16 keduanya yang tidak didasarkan kepa-
da uang, sifat pengajaran yang murni Sebagai sebuah wadah sosial,
agama dan pemberian tanah oleh pesantren memiliki ketentuan dan
resistensi dalam menghadapi setiap Negara kepada para guru dan pendeta. Gejala yang menunjukkan azas non-
perubahan zaman. Untuk menentang -Islam pesantren yang tidak terdapat di
kolonialisme, pesantren melakukan
Negara-negara Islam.
‘uzlah (menghindarkan atau menutup diri) terhadap sistem yang dibawa oleh
Pendapat kedua menyatakan kolonialisme termasuk pendidikan
bahwa sistem pondok pesantren me- agar tetap relevan bagi kehidupan
rupakan tradisi dunia Islam dengan masyarakat. Pesantren membuka diri
menghadirkan bukti bahwa di zaman dengan mengadopsi sistem sekolah.
Abbasiyah telah ada model pendi-
al Pusaka
er 2015
Pesantren juga melakukan perubahan dikan pondokan. Muhammad Junus,
secara bertahap perlahan dan hampir misalnya mengemukakan bahwa
em es
sulit untuk diamati. Selain itu peru- model pembelajaran individual seperti bahan yang memang perlu dilakukan
Jurn
sorogan, serta sistem pengajaran yang
li - D Ju
dijaga agar tidak merusak segi positif
dimulai dengan balajar tata bahasa
16 Umiarso, & H. Nur Zazin, Pesantren Ditengah
Arab ditemukan juga di Baghdad
Arus Mutu Pendidikan, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), hlm. 14-15
ketika menjadi pusat pemerintahan
Islam. Begitu juga mengenai tradisi Akar sejarah pesantren sebagai- penyerahan tanah wakaf oleh penguasa mana tergambar di atas tersebut tentu kepada tokoh religius untuk dijadikan sudah banyak diketahui. Singkatnya
pusat keagamaan. 17 dalam konteks ini, fungsi dan peran Sebagaimana telah diketahui ber- pesantren diakui sangat besar wa- sama bahwa sejarah pesantren setua
laupun ada sementara kalangan yang sejarah penyebaran Islam di Indonesia. memandang pesantren tidak lebih dari Kemudian yang menjadi pertanyaan
kepingan sejarah masa lalu. adalah siapa tokoh yang pertama kali
2. Unsur-Unsur Pondok Pesantren
mengaplikasikan sistem pendidikan Saat ini pesantren dari sisi ke- pesantren di Indonesia? Nama Maula-
lembagaan telah mengalami perkem- na Malik Ibrahim, pioneer Wali Songo,
bangan dari yang sederhana sampai disebut sebagai tokoh pertama yang
yang paling maju. Bahkan Zamakhsari mendirikan pesantren. Pesantren per-
Dhofier dalam pengamatannya menye- tama kali dirintis oleh Syaikh Maulana derhanakan pesantren ke bentuk yang
Malik Ibrahim pada 1399 M, yang ber- paling tradisional. Ia menyebutkan ada
fokus pada penyebaran agama Islam di lima unsur yang membentuk pesan-
Jawa. Selanjutnya tokoh yang berhasil
tren, yaitu: 19
mendirikan dan mengembangkan pe-
a. Kiai, adalah gelar yang diberikan santren adalah Raden Rahmat (Sunan
kepada seseorang yang mempunyai Ampel). Pesantren pertama didirikan
di Kembang Kuning, yang waktu itu ilmu dalam bidang agama Islam dan merupakan suatu personifikasi yang
hanya dihuni oleh tiga orang santri, ya- sangat erat dengan suatu pondok pe-
itu; Wiryo Suroyo, Abu Hurairah, dan santren. Kiai dalam dunia pesantren
Kiai Bang kuning. Pesantren tersebut adalah penggerak dalam mengem-
kemudian dipindah ke kawasan Ampel di seputar Delta Surabaya. Karena ini
ban dan mengembangkan pesantren. Kiai bukan hanya pemimpin pondok
pula Raden Rahmat akhirnya dikenal pesantren tetapi juga pemilik pon-
dengan sebutan Sunan Ampel. Selan- dok pesantren. Dengan demikian,
jutnya, putra dan santri dari Sunan kemajuan dan kemunduran pondok
Ampel mulai mendirikan beberapa pesantren baru, seperti pesantren Giri
Jurn pesantren benar-benar terletak pada
kemampuan kiai dalam mengatur oleh Sunan Giri, pesantren Demak
pelaksanaan pendidikan di dalam oleh Raden Patah, dan pesantren Tu-
al Pusaka ban oleh Sunan Bonang. Fungsi pesan-
pesantren.
tren pada awalnya hanyalah sebagai
b. Asrama (pondok), adalah bangunan
Ju
li - D
media islamisasi yang memadukan tiga unsur, yaitu ibadah untuk menanam-
tempat tinggal bagi kelompok orang
untuk sementara waktu, terdiri atas
es em
kan iman, tabligh untuk menyebarkan sejumlah kamar dan dipimpin oleh er 2015 b Islam, dan ilmu serta amal untuk me-
seorang kepala asrama. Asrama bagi wujudkan kegiatan sehari-hari dalam
santri merupakan ciri khas tradisi kehidupan bermasyarakat. 18 pesantren yang membedakannya
24 dari sistem pendidikan tradisional
17 Bambu Moeda, Sejarah Pesantren Indonesia,
wordpress.com /2011/06/24/sejarah -pesantren-di-indo- nesia. (Di Akses Pada Tgl, 12 Oktober 2015)
di masjid-masjid yang berkembang
18 Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesan- 19 Umiarso, & H. Nur Zazin, Pesantren Dite- tren…, hlm. 33-34
ngah…, hlm. 32-39 ngah…, hlm. 32-39
balisasi, modernisasi, dan istilah kon- membedakan pesantren dengan
temporer lainnya yang dibanggakan sistem pendidikan surau di daerah
manusia sekarang ini bukannya tanpa Minangkabau.
menimbulkan problem yang serius.
c. Masjid, merupakan elemen yang Manusia di Barat, misalnya, banyak tidak bisa dipisahkan dengan pesan- yang terjebak dalam krisis eksistensial, tren dan dianggap sebagai tempat
teralienasi dari dirinya sendiri. yang paling tepat untuk mendidik
M. Ridlwan Nashir, dalam buku- para santri, terutama dalam shalat
nya yang berjudul “Mencari Tipologi lima waktu, khutbah, shalat jama’ah,
Format Pendidikan Ideal” 20 menjelas- dan mengajarkan kitab-kitab klasik. kan bahwa dunia modern yang telah
Masjid juga merupakan tempat yang menggeser orientasi dunia pendidikan paling penting dan merupakan jan- tidak mempengaruhi orientasi pendi- tung dari eksistensi pesantren.
dikan dalam pesantren. Walaupun pe-
d. Santri, adalah seorang belajar seko- santren juga mengembangkan model lah agama. Santri mengacu kepada
pendidikan umum, namun tetap me- seorang anggota penduduk Jawa
nanamkan karakter agamisnya dengan yang menganut Islam dan dengan
mempertahankan pendidikan agama sungguh-sungguh menjalankan ajar- dalam pendidikan umum. Pendidikan an Islam, shalat lima waktu dan sha- agama akan tetap menjadi prioritas lat jum’at. Karena itu, hanya seorang utama membentuk karakter santri, santri yang memiliki kesungguhan
sementara pendidikan umum hanya dan kecerdasan saja yang diberi
bekal santri di tengah arus modernisa- kesempatan untuk belajar di sebuah si dewasa ini. pesantren besar.
Seiring dengan lajunya per-
e. Pengajaran kitab kuning. Kitab kembangan masyarakat, pendidikan kuning sebagai kurikulum pesantren pesantren, baik tempat, bentuk hingga
ditempatkan pada posisi istimewa, substansinya, telah jauh mengalami karena keberadaannya menjadi un-
perubahan sesuai dengan pertumbuh- sur utama dan sekaligus ciri pembe- an dan perkembangan zaman. Ridlwan
da antara pesantren dan lembaga- Nasir mengatakan bahwa ada beberapa -lembaga pendidikan Islam lainnya. tipe pesantren, yaitu; 21
Waktu pengajian kitab kuning
a. Pondok pesantren salaf-klasikal; yai- ditentukan pagi dan sore hari atau
tu pondok pesantren yang di dalam- pagi hari hingga menjelang masuk
nya terdapat sistem pendidikan salaf madrasah/sekolah.
(wetonan dan sorongan), dan sistem
3. Tipologi Pondok Pesantren
al Pusaka
klasikal (madrasah) salaf.
er 2015 b
Di tengah kompetisi kehidupan
yang multikompleks sekarang ini, es bang; yaitu pondok pesantren yang
b. Pondok pesantren semi berkem-
em
mendambakan pendidikan ideal ada- di dalamnya terdapat sistem pendi-
Jurn
li - D
lah keniscayaan. Tanpa pengetahuan Ju dikan salaf (wetonan dan sorongan),
yang memadai, kita akan terpinggirkan bahkan termarginalkan secara tragis di 20 M. Ridlwan Nashir, Mencari Tipologi Format
Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
21 Ibid, hlm. 87-88 21 Ibid, hlm. 87-88
yaitu; 22
a. Pesantren yang mempertahankan yaitu pondok pesantren seperti semi
c. Pondok pesantren berkembang:
kemurnian identitas aslinya seba- berkembang, hanya saja sudah lebih
gai tempat mendalami ilmu-ilmu bervariasi dalam kurikulumnya,
agama bagi para santrinya. Semua yakni 70% agama dan 30% umum.
materi yang diajarkan di pesantren Di samping itu juga diselenggarakan
ini sepenuhnya bersifat keagamaan madrasah SKB Tiga Menteri dengan
yang bersumber dari kitab-kitab penambahan madrasah diniyah
berbahasa arab (kitab kuning) yang
d. Pondok pesantren khalaf atau Mo- ditulis oleh para ulama’ abad perte- dern; yaitu seperti bentuk pondok
ngahan. Pesantren model ini masih pesantren berkembang, hanya saja
banyak kita jumpai hingga sekarang, sudah lebih lengkap pendidikan
seperti pesantren Lirboyo di Kediri yang ada didalamnya, antara lain
Jawa Timur, beberapa pesantren di diselenggarakanya sistem sekolah
daerah Sarang Kabupaten Rembang, umum dengan penambahan madra-
Jawa tengah dan lain-lain. sah diniyah (praktik membaca kitab
b. Pesantren yang memasukkan ma- salaf), perguruan tinggi (baik umum
teri-materi umum dalam pengajar- maupun agama), bentuk koperasi
annya, namun dengan kurikulum dan dilengkapi dengan takhassus
yang disusun sendiri menurut ke- (bahasa Arab dan Inggris).
butuhan dan tidak mengikuti kuri-
e. Pondok pesantren ideal; yaitu seper- kulum yang ditetapkan pemerintah ti bentuk pondok pesantren modern
secara nasional sehingga ijazah yang hanya saja lembaga pendidikan yang
dikeluarkan tidak mendapatkan ada lebih lengkap, terutama bidang
pengakuan dari pemerintah sebagai keterampilan yang meliputi pertani-
ijazah formal.
an, teknik, perikanan, dan perbank-
c. Pesantren yang menyelenggarakan an. Di samping itu, tipe ini benar-
pendidikan umum di dalamnya, -benar memperhatikan kualitasnya
Jurn baik berbentuk madrasah (sekolah
dengan tidak menggeser ciri khusus umum berciri khas Islam di dalam kepesantrenannya yang masih rele-
naungan Kemenag) maupun sekolah van dengan kebutuhan masyarakat
al Pusaka
(sekolah umum di bawah Depdik- dan perkembangan zaman.
nas) dalam berbagai jenjangnya,
Ju
Pondok pesantren yang ideal bahkan ada yang sampai Perguruan
li - D
adalah pondok pesantren yang mampu Tinggi yang tidak hanya meliputi
es
mengantisipasi adanya pendapat yang fakultas-fakultas keagamaan mela-
em
mengatakan bahwa alumni pondok pe- inkan juga fakultas-fakultas umum
er 2015 b
santren tidak berkualitas. Oleh sebab seperti pesantren Tebuireng di Jom- itu, sasaran utama yang diperbaharui
bang Jawa Timur.
26 adalah mental, yakni mental manusia
dibangun diganti dengan mental mem- bangun. 22 STIE Banten, Tipologi Pondok Pesantren, blog-
spot.com/2011/06/ tipologi-pondok -pesantren, (Di Akses Pada Tgl, 13 Oktober 2013)
4. Sistem pendidikan pesantren
hampa melainkan lebih bernilai dan Secara vertikal, pesantren se-
bermakna.
layaknya berusaha untuk semakin Pendidikan pondok pesantren mengembangkan fungsinya sebagai
yang merupakan bagian dari Sistem lembaga pendidikan keagamaan yang
Pendidikan Nasional memiliki 3 unsur memberikan pembinaan secara lebih
utama Kiai sebagai pendidik sekali- khusus terhadap moralitas dan spiritu- gus pemilik pondok dan para santri,
al santri. Bidang ini merupakan muat- Kurikulum pondok pesantren, dan an pragmatis, yaitu perhatian terhadap Sarana ibadah dan pendidikan, seperti hubungan dengan masalah-masalah
masjid, rumah kiai, dan pondok, serta kebutuhan moral dan spiritual masya- sebagian madrasah dan bengkel-beng-
rakat modern yang dihadapkan kepada kel kerja keterampilan. Kegiatannya masalah-masalah kontemporer.
terangkum dalam «Tri Dharma Pon- Pembangunan manusia, tidak
dok pesantren» yaitu: a) Keimanan hanya menjadi tanggung jawab pe-
dan ketaqwaan kepada Allah SWT; b) merintah atau masyarakat semata,
Pengembangan keilmuan yang ber- tetapi menjadi tanggung jawab semua
manfaat; c) Pengabdian kepada agama, komponen, termasuk dunia pesantren. 23 masyarakat, dan negara. Sistem yang
Pesantren yang telah memiliki nilai digunakan untuk mendalami kitab- historis dalam membina dan mengem- -kitab kuning di pondok pesantren
bangkan masyarakat, kualitasnya harus adalah sistem sorogan, wetonan dan terus didorong dan dikembangkan.
juga sistem gabungan antara wetonan Proses pembangunan manusia yang
dan diskusi. Hanya saja gabungan dilakukan pesantren tidak bisa di-
tersebut tidak dapat berkembang dan pisahkan dari proses pembangunan
yang paling banyak dipakai adalah sis- manusia yang tengah di upayakan 24 tem wetonan. Materi kitab yang dikaji
pemerintah. lewat sistem sorogan adalah sesuai de- ngan persetujuan kiai dan santri, dan
Proses pengembangan dunia pe- biasanya berupa kitab yang agak besar.
santren yang selain menjadi tanggung Sejak awal berdirinya, pondok pesan- jawab internal pesantren, juga harus
tren senantiasa menyajikan kitab-kitab didukung oleh perhatian yang serius
kuning, terutama yang bermadzhab dari proses pembangunan pemerintah.
Syafi’i.
Meningkatkan dan mengembangkan peran serta pesantren dalam proses
D. MODERNISASI PENDIDIKAN
pembangunan merupakan langkah
PESANTREN MENURUT
strategis dalam membangun masyara-
ABDURRAHMAN WAHID
kat, daerah, bangsa, dan negara. Terle- Zaman sudah sedemikian maju, bih, dalam kondisi yang tengah meng- dunia terus berkembang, teknologi
al Pusaka
er 2015 b
alami krisis moral. Pesantren sebagai
dan modernisasi terus berjalan mera-
em
lembaga pendidikan yang membentuk es suk ke segala lini kehidupan. Mau ti-
dan mengembangkan nilai-nilai mo- dak mau, pesantren harus menentukan
Jurn
li - D
ral harus menjadi pelopor sekaligus Ju
23 PP. Al-Fatah, “Pesantren Dalam Sistem Pendi-
inspirator pembangkit moral bangsa
dikan”, blogspot.com/2011/02/pesantren-dalam-sistem-
sehingga pembangunan tidak menjadi -pendidikan, (Di Akses Pada Tgl, 13 Oktober 2013)
24 H.M. Ridlwan Nashir, Mencari Tipologi …, hlm.
Terkait dengan modernisasi pe- lama, menutupi diri dari perkembang- santren, Gus Dur mencontohkan tiga
an zaman, dan akhirnya pelan-pelan elemen dasar yang berpotensi tinggi mati dan membeku, ataukah pesantren menjadi wilayah untuk dilakukan
mulai berfikir untuk menambal ke- rekonstruksi secara besar-besaran. kurangan-kekurangannya agar selalu
Oleh Gus Dur, tiga elemen ini disebut update dengan zaman?
dengan “wilayah rawan”, yaitu; 26 Modernisasi tentu telah memba-
1. Sistem pembelajaran di pesantren, wa dampak begitu besar bagi berlang-
mulai dari orientasi, hingga kuriku- sungnya sebuah realitas sosial. Ada
lum (materi pembelajaran). Dalam beberapa fenomena, seperti yang di
hal ini Gus Dur mencontohkan eksplorasi oleh A. Malik Fajar, yang
dukungannya terhadap beberapa pe- bisa diungkapkan mengenai implikasi
santren yang ingin membuka “seko- dari modernisme: 25 lah umum” bahkan sekolah kejuruan dengan asumsi tidak semua santri
1. Berkembangnya mass culture karena dapat dicetak menjadi ahli agama
pengaruh kemajuan media massa, seperti televisi, hingga arus informa-
atau ulama’ sekaligus mampu mem- bantu program pemerintah untuk
si tidak lagi bersifat lokal. mencerdaskan bangsa dan mengu-
2. Tumbuhnya sikap hidup yang lebih rangi angka pengangguran.
terbuka sehingga memungkinkan
2. Rekonstruksi administrasi dan fisik terjadinya proses perubahan dalam
pesantren secara besar-besaran berbagai bidang kehidupan, terma-
karena perubahan dalam konteks ini suk kehidupan beragama.
sama sekali kurang bersinggungan
3. Tumbuhnya sikap hidup rasional dengan persoalan etis di pesantren,
sehingga banyak hal didasarkan kecuali peran dan fungsi dan kha-
pada pertimbangan-pertimbangan risma kiai harus dipertimbangkan rasional, termasuk dalam menyikapi
kembali untuk dirubah sesuai etika ajaran agamanya.
modern yang mengedepankan azas
Jurn profesionalitas dan kepastian hu-
4. Tumbuhnya sikap dan orientasi
hidup pada kebendaan atau sikap kum. Dalam hal ini bukan berarti hidup materialistik.
pesantren menolak profesionalitas
al Pusaka
5. Tumbuhnya mobilitas penduduk dan azas kepastian hukum, namun yang semakin cepat, sehingga mem-
hal ini harus didialogkan dengan
Ju percepat proses urbanisasi. tradisi dan kultur masing-masing
li - D
6. Tumbuhnya sikap hidup yang indi- pesantren karena bagi Gus Dur pada
es
vidualistik sehingga merenggangkan realitasnya banyak pesantren yang
em
silaturrahmi dan kebersamaan. masih tergantung pada figur kharis-
er 2015 b
matik kiai.
7. Munculnya sikap hidup yang cen- derung “permisif ”, yaitu sikap hidup
3. Relasi hubungan dengan masyarakat yang longgar terhadap berbagai
dan pesantren yang harus dikem-
28
bangkan sesuai dengan kebutuhan
25 H. Amin Haedari, Dkk, Panorama Pesantren Dalam Cakrawala Modern, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004),
26 Achmad Junaidi, Mencari Tipologi, hlm. 144- hlm. 38
145
Jurn
al Pusaka
b er 2015
29
zaman. Gus Dur mencontohkan, di era kolonial (awal pembentukan pesantren) lembaga pendidikan pesantren menjadi tempat perjuang- an masyarakat. Dalam hal ini Gus Dur mencontohkan dengan dimensi awal berdirinya pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur yang selain untuk menata moral masyarakat juga bertujuan utnuk merespon kegelisahan masyarakat saat terjadi polemik dengan pabrik gula milik Belanda.
Menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat, dunia pesantren mengalami pergeseran ke arah per- kembangan yang lebih positif, baik secara struktural maupun kultural, yang menyangkut pola kepemimpinan, pola hubungan pimpinan dan santri, pola komunikasi, cara pengambilan keputusan dan sebagainya, yang lebih memperhatikan prinsip-prinsip mana- jemen ilmiah dengan landasan nilai- -nilai Islam. Dinamika perkembang- an pesantren semacam inilah yang menampilkan sosok pesantren yang dinamis, kreatif, produktif dan efektif serta inovatif dalam setiap langkah yang ditawarkan dan dikembangkan. Dengan demikian, pesantren menjadi lembaga yang adaptif dan antisipatif terhadap perubahan dan kemajuan zaman dan teknologi tanpa meninggal- kan nilai-nilai religius.
Seiring dengan berkembangan za- man, persoalan-persoalan yang harus dihadapi dan dijawab oleh pesantren juga semakin kompleks dan harus kita sadari mulai dari sekarang. Persoalan- -persoalan yang dihadapi ini tercakup persoalan yang dibawa kehidupan modern. Artinya, pesantren dihadap- kan pada tantangan-tantangan yang
di timbulkan oleh kehidupan modern. Kemampuan pesantren menjawab tantangan tersebut dapat dijadikan tolak ukur seberapa jauh pesantren dapat mengikuti arus modernisasi. Jika pesantren mampu menjawab tantang- an itu, maka memperoleh kualifikasi sebagai lembaga yang modern. Seba- liknya, jika kurang mampu memberi- kan respon pada kehidupan modern, biasanya kualifikasi yang diberikan adalah hal-hal yang menunjukkan sifat ketinggalan zaman, seperti kolot dan konservatif. 27
Jika dilacak dari segi kultural pe- santren, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya pesantren; (1) Kultur dunia pesantren yang sangat hirar- kis, penuh dengan etika yang serba formal, dan apresiasi dengan budaya lokal; (2) Budaya Timur Tengah yang terbuka dan keras; (3) Lapisan budaya Barat yang liberal, rasional dan sekuler. Semua lapisan kultural itu tampaknya terinternalisasi dalam pribadi Gus Dur dan membentuk sinergi. Hampir tidak ada yang secara dominan berpengaruh membentuk pribadi Gus Dur. Ia selalu berdialog dengan semua watak budaya tersebut. Dan inilah barangkali anasir yang menyebabkan Gus Dur selalu kelihatan dinamis dan tidak segera mudah dipahami alias kontroversial baik dalam pemikiran politik, budaya, dan pendidikan di pesantren.
Modernisasi pesantren, secara konseptual tidak bisa lepas dari pema- haman Gus Dur terhadap modernisme secara parsial. Gus Dur memaknai modernisme bukan sebagai kesatuan utuh, statis dan tidak bisa dipertemu- kan dengan budaya, tradisi dan nilai- -nilai etis lain yang selama ini diang-
27 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 88
Jurn al Pusaka
Ju li - D
es em
b er 2015
gap berlawanan. Gus Dur mengartikan modernisme sebagai sebuah perubah- an entitas (baru) yang dilatarbelakangi sekaligus dimotori oleh semangat tradisionalitas. Artinya dengan kata lain Gus Dur memaknai modernisme sebagai sebuah pandangan hidup po- sitif yang selalu ingin berubah dengan memanfaatkan sekaligus mengem- bangkan spirit tradisional yang ada.
Dengan pemahaman modernis- me yang semacam ini, tentunya akan berdampak pula terhadap pandangan- nya mengenai modernisme di dunia pendidikan pesantren. Terkait dengan hal ini, secara konseptual Gus Dur le- bih suka memakai kata dinamisasi dari pada modernisasi. Hal ini mengindi- kasikan bahwa pandangan Gus Dur tentang modernisasi pesantren lebih diarahkan dialog nilai-nilai kultural pesantren yang berciri khas dan unik dengan budaya dan praktik moderni- tas secara etis, hingga akhirnya meng- hasilkan entitas baru yang kemudian oleh Gus Dur diartikan sebagai “mo- dernisasi”. Sebagaimana pendapatnya tentang “dinamisasi dan modernisasi pesantren”;
“Dinamisasi pada asasnya men- cakup dua proses, yaitu mengga- lakkan kembali nilai-nilai lama dengan nilai baru yang dianggap lebih sempurna. Proses perganti- an nilai itu dinamai ‘modernisasi’. Dari keterangan ini, bahwa peng- ertian modernisasi sebenarnya telah terkandung dalam kata dina- misasi. Sedangkan kata dinamisasi itu sendiri dalam penggunaannya di sini akan memiliki konotasi (mafhum) ‘perubahan kearah penyempurnaan keadaan’ dengan menggunakan sikap hidup dan peralatan yang telah ada sebagai dasar”. 28
28 Achmad Junaidi, Gus Dur Presiden Kiai Indone- sia. (Surabaya, Diantama, 2010), hlm. 142
Selanjutnya, Gus Dur menjelaskan bahwa dalam melakukan moderni- sasi dan dinamisasi pesantren, perlu adanya langkah-langkah sebagai ber- ikut; (1) adanya perbaikan keadaan di pesantren yang didasarkan pada proses regenerasi kepemimpinan yang sehat dan kuat; (2) adanya persyaratan yang melandasi terjadinya proses dinamisasi tersebut. Persyaratan yang dimaksud meliputi rekonstruksi bahan-bahan pelajaran ilmu-ilmu agama dalam ska- la besar-besaran.
Sejalan dengan perubahan visi, misi dan tujuan pendidikan pesantren, Gus Dur juga berbicara tentang kuri- kulum pendidikan pesantren. Menu- rutnya, kurikulum yang berkembang di dunia pesantren selama ini dapat diringkas menjadi tiga hal; (1) Kuri- kulum yang bertujuan untuk mence- tak para ulama di kemudian hari; (2) Struktur dasar kurikulumnya adalah pengajaran pengetahuan agama da- lam segenap tingkatan dan pemberian bimbingan kepada para santri secara pribadi yang dilakukan oleh guru atau kiai; (3) Secara keseluruhan kurikulum yang ada di pesantren bersifat fleksibel, yaitu dalam setiap kesempatan para santri memiliki kesempatan untuk menyusun kurikulumnya sendiri, baik secara seluruhnya maupun sebagian saja. 29
Selanjutnya Gus Dur juga meng- inginkan agar kurikulum pesantren memiliki keterkaitan dengan kebu- tuhan lapangan kerja, baik dalam jasa maupun dalam bidang perdagangan dan keahliannya. Pesantren harus memberikan masukan bagi kalangan pendidikan, tentang keahlian apa yang
29 Wawan Suand, Makalah Pemikiran KH. Abdur- rahman Wahid, blogspot.com/2013 /04/makalah-pemi- kiran-kh-abdurrahman-wahid, (Di Akses Pada Tgl, 30 Oktober 2013) 29 Wawan Suand, Makalah Pemikiran KH. Abdur- rahman Wahid, blogspot.com/2013 /04/makalah-pemi- kiran-kh-abdurrahman-wahid, (Di Akses Pada Tgl, 30 Oktober 2013)
an.
si seperti sekarang ini demikian cepat
3. Melihat gejala sosial yang tumbuh dan beragam.
di masyarakat, sehingga keberadaan Keterlibatan Gus Dur pada ma-
pesantren dapat berperan sebagai salah pendidikan, bermula dari tahun
pusat pengembangan masyarakat. 1970-an, yaitu sejak keterlibatan Gus
4. Melibatkan peran serta dalam kegi- Dur dengan LP3ES. Keberpihakannya
atan atau membentuk pendidikan kepada rakyat menemukan titik temu
yang berbasis masyarakat. dengan tujuan yang ingin dicapai
Modernisasi menurut Gus Dur oleh LP3ES, yang di antaranya adalah
merupakan prinsip dasar yang tidak memajukan pendidikan pesantren.
bisa dinafikan keberadaannya ke- Selama bergabung di LP3ES, Gus
tika kita mau mengadakan sebuah Dur banyak berkeliling ke berbagai
konsep baru di dunia pendidikan pesantren dan menemukan beberapa
pesantren. Gus Dur menambahkan, kenyataan yang membuatnya gundah,
dikemukakannya prinsip ini karena seperti banyaknya pesantren yang
masih adanya sebuah keyakinan yang ingin mengadopsi pendidikan sistem
mengatakan bahwa konsep-konsep pendidikan Negeri. 30
yang dirasa asing di dunia pesantren Peran Abdurrahman Wahid
akan menghadapi hambatan luar biasa sebagai Presiden Republik Indonesia
diinternal pesantren. Karena itu, untuk yang ke empat menyebabkan ia me-
melakukan perubahan secara masif di miliki kesempatan dan peluang untuk
dunia pendidikan pesantren, terlebih memperjuangkan tercapainya gagasan- dahulu harus memperoleh pengakuan -gagasannya tersebut. Sebagai seorang dari warga dan masyarakat pesantren ilmuwan yang genius dan cerdas, ia
itu sendiri. Pengakuan ini bisa dalam juga melihat bahwa memberdayakan
bentuk kesamaan visi, antara nilai- umat Islam harus dilakukan dengan
-nilai yang terkandung dalam tradisi cara memperbarui pesantren, yaitu; 31
keilmuan pesantren yang biasa disebut indigenous latar sosial masyarakat se-
1. Kemampuan fleksibilitas, dalam arti pesantren mampu mengambil peran tempat, atau sekedar rekomendasi para pimpinan pesantren dalam bentuk
secara signifikan, tidak hanya dalam dukungan. Hal ini karena perubahan
wacana keagamaan akan tetapi juga dalam setting sosial budaya, politik
tersebut tidak bertentangan dengan tradisi keilmuan pesantren secara his-
dan ideologi negara. toris, sosiologis ataupun epistimologis.
2. Mempertahankan identitas dirinya Proses modernisasi yang semacam ini,
sebagai penjaga tradisi keilmuan dengan sendirinya akan menimbulkan
al Pusaka
b er 2015
klasik, dalam artian tidak larut se-
dialog antara pembaharuan, tradisi
penuhnya dengan modernisasi, tapi
em
dan kebutuhan yang akan dijadikan
es
mengambil sesuatu yang dipandang
sebagai entitas baru. 32
Jurn
li - D
30 MN. Ibad dan Akmal Fikri AF, Gus Dur Bapak
Pesantren telah mengalami
Ju
Tionghoa Indonesia, (Yogyakarta: LKiS Group, 2012), hlm.
4 31 Fahri El-Banjari, Pemikiran Gus Dur Dalam
perubahan-perubahan. Terbukti dari
Pendidikan, blogspot.com/2011/12/pemikiran-gus-dur- 32 Achmad Junaidi, Mencari Tipologi…, hlm. 143- -dalam-pendidikan, (Di Akses Pada Tgl, 19 Oktober 2015)
1. Keadaan bangsa yang serba transisi- dap inovasi-inovasi baru yang terkait
onal.
dengan pendidikan. Jika di masa lalu
2. Kesadaran akan sedikitnya ke- hanya dijumpai pesantren yang me-
mampuan untuk mengatasi tan- ngembangkan ilmu-ilmu keislaman
tangan-tantangan yang dihadapi murni, sekarang sudah lumrah dijum-
oleh pesantren terutama kemajuan pai pesantren yang mengembangkan
teknologi.
berbagai konten pendidikan yang akan
3. Bekunya struktur sarana-sara- dipergunakan untuk mengakses kehi-
na yang dihadapi pesantren pada dupan, seperti pengembangan ilmu-
umumnya, baik sarana yang berupa -ilmu umum atau ilmu-ilmu praktis.
manajemen atau pemimpin maupun Dalam bahasa yang lebih tepat, me-
sarana materiil yang masih sangat ngembangkan ilmu nadhari dan juga
terbatas.
ilmu ‘amali.
4. Sulitnya mengajak masyarakat Dinamisasi, pada dasarnya men-
tradisional yang variatif ke arah cakup dua buah proses, yaitu pengga-