Parameter Stabilitas minyak Sawit Merah

Stabilitas minyak
Vitamin larut lemak
Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Bentuk vitamin A
yang tidak jenuh menyebabkan mudah rusak oleh oksidasi (terutama pada suhu
tinggi), sinar ultraviolet dan oksigen. Reaksi oksidasi tersebut dapat dipercepat oleh
beberapa ion logam seperti tembaga dan besi

Pada proses pemanasan ada beberapa kemungkinan terjadinya perubahan reaksi yang disebabkan oleh
panas, terutama isomerisasi bentuk cis-trans menjadi bentuk neo--karoten, Reaksi ini terjadi baik pada
pemasakan maupun pengalengan sayur. Pada suhu yang tinggi -karoten terpecah menjadi beberapa
bentuk hidrokarbon aromatik, terutama ionen. Bahan makanan yang dikeringkan sangat
mudah mmengalami kehilangan aktivitas vitamin A dan pro vitamin A karena pengeringan di samping
memberikan kesempatan terjadinya oksidasi yang terjadi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas juga
karena adanya degradasi termal. Pengukusan menghasilkan kerusakan
-karoten yang lebih sedikit dibandingkan perebusan karena pada perebusan bahan mengalami kontak
langsung dengan air sehingga bahan mudah rusak

Penggorengan merupakan salah satu proses olahan pangan yang sabgat
populer. Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan
pengeringan produk dengan media panas berupa minyak sebagai media
pindah panas. Penggorengan dari segi ilmiah sangat sulit karena terjadi

perpindahan panas dan massa secara simultan. Ketika bahan pangan
digoreng menggunakan minyak goreng panas, banyak reaksi komplek
terjadi di dalam minyak dan pada saat itu minyak akan mulai mengalami
kerusakan.
Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi, adanya udara dan
air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak mengalami kerusakan.
Adanya interaksi antara produk dan minyak menyebabkan terjadinya reaksi
yang sangat komplek, akan terbentuk senyawa volatile maupun nonvolatile
yang akan memberikan tanda bahwa
minyak telah rusak.
Berdasarkan sifat fisikanya, kualitas minyak dapat diketahui dari
kandungan asam dienoat, warna, dielektrik konstan, titik asap, dan

viskositas. Berdasarkan perubahan kimia pada minyak, kandungan asam
lemak bebas, bilangan karbon, penentuan total senyawa polar dan
viskositas dapat digunakan untuk pengujian kualitas minyak goreng.
Kriteria minyak goreng yang baik dapat diketahui dengan membandingkan
beberapa sifat fisika-kimianya seperti dieletrik konstan, bilangan peroksida,
dan asam lemak bebas.
Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya hidrolisa minyak menjadi

asam-asamnya. Asam lemak bebas merupakan indikator kesegaran suatu
minyak goreng, meskipun bukan menjadi satu-satunya indikator kerusakan.
Air dapat menghidrolisa minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas.
Proses ini dibantu oleh adanya asam, alkali, uap air, temperatur tinggi dan
enzim. Kandungan asam lemak bebas minyak meningkat selama
pemanasan, disebabkan peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Pada proses ini
terjadi pemutusan rantai triglesirida menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol.
Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi mengakibatkan
terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang
terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi. Minyak yang rusak
akibat dari proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan
bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat
dalam minyak. Minyak yang telah rusak tidak hanya mengakibatkan
kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur, flavor dari bahan pangan
yang digoreng.
Reaksi oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh akan
menyebabkan terbentuknya peroksida, aldehid, keton serta asam-asam
lemak berantai pendek yang dapat menimbulkan perubahan organoleptik

yang tidak disukai seperti perubahan bau dan flavour (ketengikan). Oksidasi
disebabkan oleh udara yang ada disekitar saat pemanasan atau
penggorengan, umumnya proses ini berjalan lambat. Derajat oksidasi
ditandai dengan penyerapan oksigen, semakin lama dan tinggi suhu
pemanasan, proses oksidasi berjalan cepat. Oksidasi terjadi pada ikatan
tidak jenuh dalam asam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan

peroksida dan hidroperoksida dengan pengikatan oksigen pada ikatan
rangkap pada asam lemak tidak jenuh.
Minyak mengalami oksidasi menjadi senyawa antara peroksida yang tidak
stabil ketika dipanaskan. Pemanasan minyak lebih lanjut akan merubah
sebagian peroksida volatile decomposition products (VDP) dan non volatile
decomposition products (NVDP). Senyawa-senyawa VDP dan NVDP yang
dihasilkan oleh senyawa antara peroksida seperti aldehid, keton, ester,
alkohol, senyawa siklik dan hidrokarbon, secara keseluruhan membuat
minyak menjadi polar dibandingkan minyak yang belum dipanaskan.
Peningkatan kandungan senyawa polar pada minyak sawit yang dipanaskan
berbentuk linear, peningkatan ini yang tertinggi dibandingkan dengan
minyak kedelai, shortening, dan beef tallow.
Salah satu parameter kerusakan minyak goreng adalah titik asap. Titik asap

adalah suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Semakin
tinggi titik asap, semakin baik mutu minyak goreng. Asap tipis yang muncul
saat pemanasan minyak merupakan tanda yang normal, namun jika minyak
mengeluarkan asap sangat banyak, menandakan minyak tidak layak lagi
digunakan.
Penggunaan jelantah (minyak goreng yang telah digunakan lebih dari satu
kali penggorengan) merupakan hal yang biasa di masyarakat. Sebagian
orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah lebih sedap dan
sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi. Minyak yang dipanaskan
secara berulang-ulang, menyebabkan proses destruksi minyak bertambah
cepat. Kadar peroksida meningkat pada tahap pendinginan dan akan
mengalami dekomposisi jika minyak tersebut dipanaskan kembali. Minyak
yang rusak akibat proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang
tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang
terdapat dalam minyak
http://hariskal.wordpress.com/2009/05/09/kerusakan-minyak-goreng/

Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada

bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi
dari suhu normal (168-196 oC) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng berlangsung
dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada kadar
gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan dan dapat
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Lemak hewan (babi dan kambing) banyak mengandung asam lemak tidak jenuh seperti oleat dan
linoleat. Asam lemak ini dapat mengalami oksidasi, sehingga timbul bau tengik pada daging. Proses
penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Hasil pemecahan dan oksidasi
ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau
tengik. Dengan adanya anti oksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol), maka kecapatan proses
oksidasi lemak akan berkurang. Sebaliknya dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat
(tembaga, besi, kobalt, dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim
lipoksidase maka lemak akan dipercepat.
Kecepatan oksidasi berbanding lurus dengan tingkat ketidak jenuhan asam lemak. Asam linoleat
dengan 3 ikatan rangkap akan lebih mudah teroksidasi daripada asam lemak linoleat dengan 2 ikatan
rangkapnya dan oleat dengan 1 ikatan rangkapnya. Pada minyak kedelai kurang baik dijadikan minyak
goreng, karena banyak mengandung linoleat. Sedangkan minyak jagung baik digunakan sebagai
minyak goreng, karena linoleatnya rendah. Untuk mengatasi masalah pada minyak kedelai, maka
dilakukan proses hidrgenasi sebagian untuk menurunkan kadar asam linoleatnya.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama degradasi asam lemak didasarkan atas penguraian asam lemak.

Produk degradasi terbentuk menjadi dua :
a. Hasil dekomposisi tidak menguap, yang tetap terdapat dalam minyak dan diserap oleh bahan
pangan yang digoreng.
b. Hasil dekomposisi yang dapat menguap, yang keluar bersama-sama uap pada waktu lemak
dipanaskan.
Pembentukan produk yang tidak menguap sebagian besar disebabkan oleh
otooksidasi, polimeriasai thermal, dan oksidasi thermal dari asam lemak tidak jenuh yang terdapat
pada minyak goreng. Reaksi-reaksi minyak dibagi atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi
(perambatan), dan terminasi (penghentian). Oksidasi dari hidroperoksida yang lebih lanjut juga
menghasilkan produk-produk degradasi dengan tiga tipe utama yaitu pemecahan menjadi alkohol,
aldehid, asam, dan hidrokarbon, dimana hal ini juga berkontribusi dalam perubahan warna minyak
goreng yang lebih gelap dan perubahan flavor, dehidrasi membentuk keton, atau bentuk radikal bebas
yang berbentuk dimer, trimer, epksid, alkohol, dan hidrokarbon.
Seluruh komponen tersebut berkontribusi terhadap kenaikan vuiskositas dan pembentukan fraksi NUAF
(Nonurea Aduct Forming). Fraksi NUAF yang merupakan derifat dari asam lemak yang tidak dapat
membentuk kompleks dengan urea, bersifat toksis bagi manusia. Pada dosis 2,5 % dalam makanan,
fraksi ini dapat mengakibatkan keracunan yang akut pada tikus setelah tujuh hari masa percobaan.

Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi dengan adanya oksigen, disebut oksidasi thermal. Derajat
ketidak jenuhan yang diukur dengan bilangan iod, akan berkurang selama pemanasan, jumlah asam

tak berkonyugasi misalnya linoleat akan berkurang dan asam berkonyugasi (asam linoleat
berkonyugasi) bertambah sampai mencapai maksimum, dan kemudian berkurang karena proses
penguraian.
Proses pemanasan dapat menurunkan kadar lemak bahan pangan. Demikian juga dengan asam
lemaknya, baik esensial maupun non esensial. Kandungan lemak daging sapi yang tidak dipanaskan
(dimasak) rata-rata mencapai 17,2 %, sedangkan jika dimasak dengan suhu 60 oC, kadar lemaknya
akan turun menjadi 11,2-13,2%.
Adanya lemak dalam jumlah berlebihan dalam bahan pangan kadang-kadang kurang dikehendaki.
Pada pengolahan pangan dengan teknik ekstrusi, diinginkan kadar lemak yang rendah. Tepung yang
kadar lemaknya telah diekstrak sebelum proses ekstrusi akan menghasilkan produk yang mempunyai
derajat pengembangan yang lebih tinggi. Kompleks lemak dengan pati pada proses ekstrusi akan
menyebabkan penurunan derajat pengembangan.
Sumber : http://jurnalmahasiswa.blogspot.com/2007/09/efek-pengolahan-terhadap-zat-gizi.html