Perbandingan Stabilitas Antioksidan antara Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Bentuk Mikropartikelnya Menggunakan Meode DPPH

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN STABILITAS ANTIOKSIDAN

ANTARA EKSTRAK ETANOL 50% KULIT BUAH

MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DENGAN

BENTUK MIKROPARTIKELNYA MENGGUNAKAN

METODE DPPH

SKRIPSI

LIANA PUSPITA CAHYANINGRUM

1110102000072

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2014


(2)

ii

PERBANDINGAN STABILITAS ANTIOKSIDAN

ANTARA EKSTRAK ETANOL 50% KULIT BUAH

MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DENGAN

BENTUK MIKROPARTIKELNYA MENGGUNAKAN

METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

LIANA PUSPITA CAHYANINGRUM

1110102000072

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2014


(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : LIANA PUSPITA CAHYANINGRUM

NIM : 1110102000072

Tanda Tangan :


(4)

(5)

(6)

vi

ABSTRAK

Nama : Liana Puspita Cahyaningrum Program Studi : Farmasi

Judul : Perbandingan Stabilitas Antioksidan antara Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Bentuk Mikropartikelnya Menggunakan Meode DPPH Ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas farmakologi sebagai antioksidan. Antioksidan bersifat tidak stabil sehingga ekstrak kulit buah manggis perlu diformulasikan ke dalam bentuk sediaan yang tepat, seperti mikropartikel. Penelitian ini bertujuan membandingkan stabilitas antioksidan antara ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dengan bentuk mikropartikelnya. Mikropartikel diformulasikan menggunakan HPMC dengan formula ekstrak : HPMC (1:4) dan dibuat dengan menggunakan metode semprot kering. Perbandingan stabilitas antioksidan antara ekstrak dan mikropartikel dideteksi menggunakan metode DPPH. Uji stabilitas dievaluasi pada suhu 45±50C dan kelembaban 75±5% selama 21 hari. Hasil menunjukkan bahwa persentase efisiensi penjerapan mikropartikel sebesar 24,87±0,17% dan kadar alfa-mangostin sebesar 0,9±0,004%. Uji stabilitas menunjukkan konstanta laju penurunan absorbansi DPPH pada mikropartikel sebesar 0,0036 per hari dan konstanta laju penurunan absorbansi DPPH pada ekstrak sebesar 0,0051 per hari. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa mikropartikel memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan bentuk ekstraknya. Kata kunci : Mikropartikel, ekstrak kulit buah manggis, antioksidan, uji


(7)

vii

ABSTRACT

Name : Liana Puspita Cahyaningrum Program Study : Pharmacy

Title : The Comparison of Antioxidant Stability between 50% Ethanol Extract of Mangosteen Rind (Garcinia mangostana L.) with The Microparticles Using DPPH Method Extract of mangosteen rind has pharmacological activities such as antioxidant. Antioxidant is not stable, therefore extract of mangosteen rind have to formulated into an appropriate dosage forms like microparticle. This study aim to compare the antioxidant stability between 50% ethanol extract of mangosteen rind with the microparticles. The microparticles were formulated using HPMC with formula extract:HPMC (1:4) and were prepared using spray drying method. The comparison of antioxidant stability between extract and the microparticles was detected using DPPH method. Stability test was evaluated at temperature 45±50C and humidity 75±5% for 21 days. The result showed that the percentage of entrapped drug efficiency of microparticles was 24,87±0,17% and the levels of alpha-mangostin was 0.9±0.004%. Stability test showed that the constant of absorbance decreasing rate of microparticles was 0.0036 per day and the constant of absorbance decreasing rate of extract was 0.0051 per day. The result of this study showed that microparticles have better stability than the extract form.

Keywords : Microparticles, extract of mangosteen rind, antioxidant, stability test, and DPPH method


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Perbandingan Stabilitas Antioksidan antara Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana L.) dengan Bentuk Mikropartikelnya Menggunakan

Metode DPPH” dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan

kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta para pengikutnya di jalan yang diridhoi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Sabrina, M. Farm., Apt dan Ibu Yuni Anggraeni, M. Farm., Apt selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dukungan, dan semangat kepada penulis.

2. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kedua orang tua tercinta, ibunda Saliyah dan ayahanda Baryadi yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, serta doa tiada henti yang menyertai setiap langkah penulis. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan, perlindungan, dan keberkahan hidup kepada kedua orang tua penulis.


(9)

ix

6. Kakakku tercinta Mieftah Achbar Putra dan adikku tersayang Maulana Alfath yang dengan sabar senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

7. Danu Wisnu Wardhana atas segala perhatian, pengertian, semangat, bantuan, kasih sayang, dan kesetiaannya menemani di saat suka maupun duka kepada penulis.

8. Teman curhatku Oktaviyani dan teman-teman seperjuangan Adina, Delvina, Metharezqi, Hanny, Deisy, Niswah, Desi, Mala, dan Myra atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya sejak awal penelitian hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman Farmasi β010 “Andalusia” atas persaudaraan dan kebersamaan yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama masa perkuliahan.

10.Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Eris, Kak Liken, dan Kak Rani, yang telah membantu penulis mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.

11.Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, September 2014


(10)

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Liana Puspita Cahyaningrum NIM : 1110102000072

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

PERBANDINGAN STABILITAS ANTIOKSIDAN ANTARA EKSTRAK ETANOL 50% KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

DENGAN BENTUK MIKROPARTIKELNYA MENGGUNAKAN METODE DPPH

untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang – Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : September 2014 Yang menyatakan,


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 4

2.1.1 Sistematika Buah Manggis ... 4

2.1.2 Uraian Tanaman ... 4

2.1.2.1 Nama Umum dan Daerah... 4

2.1.2.2 Morfologi ... 5

2.1.2.3 Ekologi dan Penyebaran ... 5

2.1.3 Kandungan Kimia Kulit Buah Manggis ... 5

2.1.4 Khasiat dan Kegunaan ... 6

2.2 Xanton... 6

2.3 Alfa-mangostin ... 7

2.4 Antioksidan ... 8

2.5 Radikal Bebas... 9

2.6 Mikropartikel ... 11

2.6.1 Definisi ... 11

2.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Mikropartikel ... 12

2.6.3 Komponen Mikropartikel ... 13

2.6.3.1 Bahan Inti ... 13

2.6.3.2 Bahan Penyalut ... 14

2.6.3.3 Pelarut ... 14

2.6.4 Metode Mikroenkapsulasi ... 14

2.6.4.1 Proses Kimia ... 15

2.6.4.2 Proses Mekanik ... 16

2.7 Hidroksi Propil Metil Selulosa ... 18


(12)

xii

2.9 Uji Stabilitas ... 21

2.10 Spektrofotometer UV-Vis ... 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 24

3.2.1 Bahan Penelitian ... 24

3.2.2 Alat Penelitian ... 24

3.3 Prosedur Kerja ... 24

3.3.1 Formula Mikropartikel ... 24

3.3.2 Pembuatan Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 25

3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 25

3.3.3.1 Panjang Gelombang Maksimum Alfa-mangostin ... 25

3.3.3.2 Pembuatan Larutan Standar Alfa-mangostin ... 25

3.3.4 Pengukuran Kandungan Alfa-mangostin dalam Mikropartikel ... 26

3.3.5 Uji Efisiensi Penjerapan Alfa-mangostin dalam Mikropartikel ... 26

3.3.6 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Bentuk Mikropartikelnya Dengan Metode DPPH ... 27

3.3.7 Uji Stabilitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana. L) dan Bentuk Mikropartikelnya ... 28

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Formulasi Mikropartikel ... 30

4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 31

4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum Alfa-mangostin ... 31

4.2.2 Kurva Kalibrasi Alfa-mangostin... 31

4.3 Kandungan Alfa-mangostin dalam Mikropartikel ... 32

4.4 Hasil Uji Penjerapan ... 32

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH .. 32

4.6 Hasil Uji Stabilitas Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis dan Bentuk Mikropartikelnya ... 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Formula Mikropartikel ... 24 Tabel 4.1 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah

Manggis ... 33 Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Mikropartikel Ekstrak Etanol

50% Kulit Buah Manggis ... 33 Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C ... 34 Tabel 4.4 Hasil Uji Stabilitas Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis dan

Bentuk Mikropartikelnya ... 37 Tabel 4.5 Penurunan Absorbansi DPPH pada Sampel Uji Ekstrak dan


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 4

Gambar 2.2 Struktur Kimia Xanton... 7

Gambar 2.3 Struktur Kimia Alfa-mangostin ... 8

Gambar 2.4 Mikrokapsul ... 12

Gambar 2.5 a) monocore, b) polycore, c) tipe matriks ... 12

Gambar 2.5 Mikrosfer ... 12

Gambar 2.6 Skematik Ilustrasi Mikroenkapsulasi dengan Semprot Kering ... 17

Gambar 2.7 Struktur Kimia HPMC ... 19

Gambar 2.8 Reaksi Penghambatan Antioksidan Terhadap Radikal DPPH .... 20

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Alfa-mangostin ... 31

Gambar 4.2 Kurva Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis ... 33

Gambar 4.3 Kurva Uji Aktivitas Antioksidan Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis ... 34

Gambar 4.4 Kurva Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C ... 34

Gambar 4.5 Reaksi DPPH dengan Antioksidan ... 35


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 45

Lampiran 2. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian ... 46

Lampiran 3. Sertifikat Analisa Alfa-mangostin ... 47

Lampiran 4. Sertifikat Analisa DPPH ... 48

Lampiran 5. Sertifikat Analisa HPMC ... 49

Lampiran 6. Scanning Panjang Gelombang Alfa-mangostin ... 50

Lampiran 7. Scanning Panjang Gelombang DPPH ... 50

Lampiran 8. Perhitungan Sampel Kurva Kalibrasi ... 51

Lampiran 9. Perhitungan Kadar Alfa-mangostin dalam Mikropartikel ... 51

Lampiran 10. Perhitungan Kadar Terjerap ... 52

Lampiran 11. Perhitungan Mikropartikel Setara Ekstrak ... 53

Lampiran 12. Perhitungan Larutan DPPH ... 53

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Persen Inhibisi dan IC50 ... 53

Lampiran 14. Data Uji DPPH Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-0 ... 54

Lampiran 15. Data Uji DPPH Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-2 ... 55

Lampiran 16. Data Uji DPPH Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-7 ... 56

Lampiran 17. Data Uji DPPH Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-14 ... 57

Lampiran 18. Data Uji DPPH Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-21 ... 58

Lampiran 19. Data Uji DPPH Mikropartikel Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-0 ... 59

Lampiran 20. Data Uji DPPH Mikropartikel Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-2 ... 60

Lampiran 21. Data Uji DPPH Mikropartikel Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-7 ... 61

Lampiran 22. Data Uji DPPH Mikropartikel Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-14 ... 62

Lampiran 23. Data Uji DPPH Mikropartikel Ekstrak Kulit Manggis Hari Ke-21 ... 63


(16)

1

1.1 Latar Belakang

Tanpa disadari di dalam tubuh akan terbentuk radikal bebas secara terus menerus baik melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh (Winarsi, 2007), seperti polusi lingkungan yang disebabkan oleh asap rokok, asap kendaraan bermotor, asap pembakaran pabrik, ultraviolet (UV) dari cahaya matahari, senyawa kimia, radiasi, dan lain-lain (Vimala

et al., 2003). Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif. Radikal bebas dapat terbentuk ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas, misalnya hidrogen peroksida. Namun, reaktivitas radikal bebas dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh (Winarsi, 2007).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Antioksidan juga didefinisikan sebagai senyawa yang ketika ada pada konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan senyawa yang bersifat oksidatif secara signifikan akan menunda atau menghambat senyawa oksidatif tersebut dalam proses oksidasi. Antioksidan akan bereaksi secara langsung dengan radikal bebas atau senyawa oksidatif lainnya untuk mencegah peristiwa oksidasi pada senyawa penyusun sel (Boots et al., 2008).

Salah satu sumber antioksidan alami yaitu berasal dari kulit buah manggis. Ekstrak kulit buah manggis memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan sehingga dapat dijadikan produk suplemen. Aktivitas farmakologi zat yang terkandung dalam ekstrak kulit buah manggis salah satunya sebagai antioksidan (Yu, Zhao M., Yang, & Zhao Q., Jiang, 2006). Jenis antioksidan yang terkandung di dalam kulit buah manggis


(17)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

adalah xanton. Salah satu turunan xanton yaitu alfa-mangostin, dihasilkan dari isolasi kulit buah manggis yang mampu menghambat sel leukemia HL-60 pada manusia dengan konsentrasi 10 mikron/mL (Matsumo et al.,

2003). Melihat besarnya potensi nutrisi yang terdapat di dalam kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan alami, namun dengan sifat antioksidan yang tidak stabil maka ekstrak kulit buah manggis perlu diformulasikan ke dalam bentuk sediaan yang tepat.

Salah satu bentuk sediaan yang dapat digunakan adalah sediaan mikropartikel. Tujuan dari pembuatan sediaan mikropartikel adalah untuk melindungi senyawa antioksidan yang mudah teroksidasi dalam ekstrak kulit buah manggis sehingga antioksidan stabil dan tidak kehilangan aktivitasnya. Mikropartikel terbukti mampu menjaga stabilitas senyawa

α-tokoferol yang berfungsi sebagai antioksidan (Yosephine, 2008). Selain itu sediaan mikropartikel juga dapat mempercepat sistem penghantaran obat, eliminasi inkompatibilitas, menutupi rasa yang tidak menyenangkan, meningkatkan bioavaibilitas obat dan meminimalkan efek samping (Gattani YS,2010).

Dalam penelitian ini, mikropartikel diformulasikan dengan basis hidroksi propil metil selulosa (HPMC). HPMC dipilih karena bersifat hidrofil semi sintetik yang secara umum dianggap tidak toksik. HPMC

banyak digunakan sebagai pembawa yang ditujukan untuk memperbaiki kelarutan, menjaga stabilitas, melindungi komponen yang tidak tahan terhadap lingkungan serta meningkatkan bioavabilitas senyawa zat aktif (Rowe, 2006).

Untuk memastikan kestabilan aktivitas anitioksidan dalam sediaan mikropartikel maka perlu adanya uji stablilitas aktivitas antioksidan. Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan aktivitas antioksidan senyawa alfa-mangostin pada sediaan mikropartikel. Dari uji stabilitas dapat terlihat ada tidaknya perbedaan aktivitas antioksidan antara senyawa alfa-mangostin di dalam ekstrak kulit buah manggis dan sediaan mikropartikel. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dengan prinsip reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat


(18)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

antioksidan. DPPH berperan sebagai sumber radikal bebas. Metode DPPH dipilih karena pengujiannya yang sederhana, mudah, cepat, dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel (Hanani et al., 2005). Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh pembuatan sediaan mikropartikel terhadap stabilitas antioksidan senyawa xanton.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana stabilitas antioksidan mikropartikelekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan basis HPMC jika dibandingkan dengan bentuk ekstraknya?

1.3 Hipotesa

Mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan basis HPMC memiliki stabilitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk ekstraknya.

1.4 Batasan Masalah

Pengujian yang dilakukan pada mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan basis HPMC dalam penilitian ini adalah uji stabilitas antioksidan menggunakan metode DPPH.

1.5 Tujuan Penelitian

Membandingkan stabilitas antioksidan antara mikropartikelekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan basis

HPMC dan bentuk ekstraknya.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang stabilitas antioksidan di dalam mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan basis HPMC dan bentuk ekstraknya sehingga dapat diketahui efektifitas mikropartikel dalam menjaga stabilitas senyawa antioksidan.


(19)

4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstrak Kulit Buah Manggis 2.1.1 Sistematika Buah Manggis

Ekstrak kulit buah manggis diperoleh dari hasil ekstraksi kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang memiliki sistematika tanaman sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Guttiferanales Family : Guttiferae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L. (Hutapea, 1994)

Gambar 2.1 Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) [sumber : koleksi pribadi]

2.1.2 Uraian Tanaman

2.1.2.1Nama Umum dan Daerah

Nama umum Garcinia mangostana L. di Indonesia adalah manggis. Namun, manggis memiliki beragam nama daerah untuk manggis di Indonesia, yaitu : Manggoita (Aceh), Gusteu (Gayo), Manggisto, Manggus, atau Manggusta (Sumatra Utara), Magi (Nias), Lakopa,


(20)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Malakopa (Mentawai), Manggista (Sumatra Barat), Manggusta, Manggustan (Manado, Maluku, Makassar), Manggos (Minangkabau), Manggih (Lampung), Manggus, Manggos (Madura), Mangghis (Bali), Manggis, Manggista, Manggusta (Bima), Manggustang (Sulawesi Utara), Manggastan (Gorontalo), Kirasa, Manggisi, Mangkosota (Bugis), Manggisi (Roti),Mangustang (Halmahera, Ternate dan Tidore). Di negara lain buah manggis dikenal dengan Mangistan (Belanda), Mangoustan (Perancis), dan Mangosteen (Inggris) (Heyne, 1987).

2.1.2.2 Morfologi

Manggis memiliki tinggi sekitar 15 meter. Berbatang kayu bulat, tegak, memiliki percabangan simpodial dan berwarna hijau kotor. Berdaun tunggal dengan bentuk lonjong, ujung meruncing, pangkal yang tumpul dan tepi rata, pertulangan menyirip, panjang daun sekitar 20 sampai 25 cm dengan lebar 6 hingga 9 cm, tebal dan tangkai berbentuk silinder berwarna hijau. Manggis berbunga tunggal dan berkelamin dua berada di ketiak daun dengan panjang sekitar 1 sampai 2 cm. Buah berbentuk bulat dengan diameter 6 sampai 8 cm berwarna cokelat keunguan. Biji bulat berwarna kuning dengan diameter 2 cm dan dalam satu buah terdapat 5 sampai 7 biji. Berakar tunggang dengan warna putih kecokelatan (Hutapea, 1994).

2.1.2.3Ekologi dan Penyebaran

Garcinia mangostana L. tumbuh baik pada iklim tropis yang bercurah hujan tinggi per tahun dan banyak dijumpai di negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina, kemudian tersebar di benua Australia, Afrika dan Amerika (Morton, 1987).

2.1.3 Kandungan Kimia Kulit Buah Manggis

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung flavonoid, xanton dan derivatnya, dan tannin (Heyne, 1997). Senyawa metabolit sekunder yang bersifat bioaktif terbesar adalah senyawa Xanton dan turunannya. Alfa-mangosteen (α-mangosteen) dan


(21)

gamma-UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

mangosteen ( -mangosteen) merupakan senyawa bioatif xanton yang utama (Jung, et al. 2006). Senyawa xanton lain yang terdapat dalam kulit

buah manggis adalah -mangosteen, gartanin, 8-deoxygartanin, garcinone A,B,C,D dan E, mangostinon, mangistanin, 9- hidroksicalabaxanton, dan isomangostin (Obolskiy et al., 2009; Walker, 2007).

Senyawa xanton yang terkandung di dalam kulit buah manggis ini merupakan senyawa fenolik yang tergolong dalam kelas polifenol, yang memiliki aktivitas antioksidan dan manfaat lainnya dalam bidang kesehatan. (Walker, 2007).

2.1.4 Khasiat dan Kegunaan

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) memiliki aktivitas antioksidan (Yu, Zhao M., Yang, & Zhao Q., Jiang, 2006), antibakteri kariogenik (Torrungruang, Piraporn, & Suchada, 2007), antiinflamasi dan antialergi (Nakatani et al., 2002), antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al., 2003), serta aktivitas antikanker; diantaranya kanker hepatoseluler, kanker payudara (Moongkarndi, Kosem, Lurantana, Jogsonboonkusol, Pongpan, & Neungton, 2004), dan leukemia (Matsumoto et al., 2004).

2.2 Xanton (9H-xanthen-9-one)

Xanton adalah kelompok senyawa bioaktif yang mempunyai struktur cincin 6 karbon dengan kerangka karbon lengkap. Struktur ini menjadikan xanton bersifat stabil. Xanton tergolong derivat dari difenil -pyron, yang memiliki nama IUPAC 9H-xantin-9-one. Xanton terdistribusi luas pada tumbuhan tingkat tinggi, tumbuhan paku, jamur dan lumut. Sebagian besar xanton ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku yaitu Guttiferae, Moraceae, Polygalaceae


(22)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Gambar 2.2 Struktur Kimia Xanton

[sumber : www.sigmaaldrich.com]

Menurut Obolskiy et al (2009), xanton merupakan kelas utama phenol dalam tanaman. Xanton memiliki kandungan senyawa yang meliputi mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostenon B,

trapezifolixanton, tovophyllin B, α-mangostin, -mangostin, -mangosteen, garcinon B, mangostanol, flavonoid epicatechin, dan gartanin (Shaza M. Al-Massarani, 2013).

Xanton yang telah diisolasi dari kulit, buah, kulit kayu, dan dauh manggis (Garcinia mangostana L.) dalam beberapa studi menunjukkan bahwa xanton yang terkandung tersebut memiliki aktivitas biologi (Suksamram et al., 2006). Antioksidan, antitumoral, anti inflamasi, antialergi, antibakteri, antifungi, dan antivirus adalah beberapa aktivitas biologi yang telah dilaporkan terdapat dalam xanton yang diisolasi dari manggis (Chaverri et al., 2008).

2.3 Alfa-mangostin

Alfa-mangostin merupakan senyawa derivat xanton yang memiliki rumus molekul C23H26O6 dengan nilai berat molekul yaitu sebesar 410.46.

Nama IUPAC dari alfa-mangostin yaitu 1,3,6-Trihydroxy-7-methoxy-2,8-bis(3-methylbut-2-en-1-yl)-9H-xanthen-9-one.

Alfa-mangostin merupakan senyawa dari turunan xanton yang paling banyak terkandung dalam kulit buah manggis (mayor compound). Selain komposisinya yang paling banyak, alfa-mangostin juga memiliki aktivitas biologi sebagai antimikroba yang potensial (Shaza M. Al-Massarani, 2013). Selain itu, alfa-mangostin terbukti dapat meningkatkan level antioksidan dalam darah sehingga dapat memberikan proteksi


(23)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

terhadap penyebaran penyakit kronis yang disebabkan oleh proses penuaan (Kondo, et al., 2009).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Alfa-mangostin

[sumber : www.biopurify.com]

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda proses oksidasi, menghambat polimerasi dari rantai radikal bebas dan reaksi oksidasi berikutnya. Konsep ini merupakan dasar bagi ilmu biomedis, ilmu gizi, ilmu kimia makanan, dan fitokimia (Cespedes et al., 2010).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi electron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal (Winarsi, 2007).

Antioksidan juga didefinisikan sebagai senyawa yang ketika ada pada konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan senyawa yang bersifat oksidatif, secara signifikan akan menunda atau menghambat senyawa oksidatif tersebut dalam proses oksidasi. Antioksidan akan bereaksi secara langsung dengan radikal bebas atau senyawa oksidatif lainnya untuk mencegah peristiwa oksidasi pada senyawa penyusun sel, yang akan terjadi akibat radikal bebas (Boots et al., 2008).

Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau SOD, katalase dan glutation peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E, C, A dan beta-karoten), dan senyawa non enzim (misalnya flavanoid, albumin bilirubin, seruloplasmin dan lain-lain). Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :


(24)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

a. Antioksidan primer

Berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru. Antioksidan yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim

superoksida dismutase (SOD) yang dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas.

b. Antioksidan sekunder

Berfungsi untuk menangkal radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, misalnya Vitamin E, Vitamin C, Cod Liver Oil, Virgin Coconut Oil dan betakaroten.

c. Antioksidan tersier

Berfungsi untuk memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, yang termasuk dalam kelompok ini adalah jenis enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang dapat memperbaiki DNA pada penderita kanker (Winarsi, 2007).

2.5 Radikal Bebas

Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif. Senyawa ini terbentuk di dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa terbentuk misalnya ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme ini, seringkali terjadi kebocoran elektron dan mudah terbentuknya radikal bebas, contohnya anion superoksida. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas. Misalnya hidrogen peroksida (Winarsi, 2007).

Radikal bebas merupakan Reactive Oxygen Species (ROS) yang akan menyerang molekul lain disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai terjadi dan menghasilkan radikal bebas yang beragam, seperti anion superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2) yang sudah

dijelaskan sebelumnya, hidroksi bebas (OH), asam hipoklorous (HOCl) dan peroksinitrat (ONOO-) (Vimala et al., 2003).


(25)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Secara umum, tahapan reaksi radikal bebas melalui 3 tahapan sebagai berikut:

 Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas Fe ++ + H2O → Fe +++ + OH-+ ●OH

R1-H + ●OH → R1● + HβO

 Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal R2-H + R1● → Rβ● + R1-H

R3-H + Rβ● → Rγ● + Rβ-H

 Tahap terminasi, yaitu beraksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah

R1● + R1● → R1 - R1

Rβ● + R1● → R2 - R1

Rβ●+ Rβ● → R2 - R2, dst (Winarsi, 2007)

Berikut pembagian dari sumber radikal bebas antara lain : a. Sumber Endogen

Di dalam tubuh, radikal bebas sering diproduksi selama proses aerob seperti metabolisme, reaksi biokimia di sel, detoksifikasi di liver dan pembentukan energi oleh mitokondria. Semua diproduksi di mitokondria selama proses metabolisme aerob ketika oksigen digunakan untuk mengoksidasi makanan yang kita makan untuk memproduksi energi. Sumber radikal bebas dan hidrogen peroksida juga dihasilkan oleh tubuh sebagai bagian dari sistem imun untuk melawan dan membunuh bakteri. Sehingga tubuh membutuhkan dan menggunakan beberapa radikal bebas. Akan tetapi kelebihan radikal bebas, seperti yang kita ketahui, dapat menyebabkan kematian sel dan kerusakan jaringan (Vimala et al., 2003). b. Sumber Eksogen

Produksi radikal bebas dipertinggi oleh kadar lemak tinggi, minyak jenuh, daging panggang, makanan siap saji dan makanan basi. Selain itu juga diperparah oleh gaya hidup tidak sehat seperti merokok, minum minuman beralkohol, stress dan radiasi yang akan mempertinggi produksi radikal bebas. Radikal bebas juga masuk ke dalam tubuh dari bahan kimia


(26)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

pada pewarna makanan, bahan pengawet dan perasa dengan kadar tinggi, polusi lingkungan dan pestisida (Vimala et al., 2003).

2.6 Mikropartikel 2.6.1 Definisi

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu inti berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding pembentuk mikrokapsul (Bakan, 1986). Penyalutan pada suatu padatan, cairan, atau gas dengan bahan lain untuk membentuk partikel disebut enkapsulasi. Istilah kapsul sering digunakan ketika zat terenkapsulasi (inti, agen aktif, bahan yang diisi, fase internal, atau nucleus) dikelilingi oleh material membran (enkapsulan, pembawa, penyalut, membrane, cangkang atau dinding) sedangkan istilah sphare digunakan ketika inti terdispersi atau terlarut dalam pembawa (Senatore, 2008).

Mikropartikel adalah suatu tipe sistem penghantaran obat dimana ukuran partikel berkisar antara satu mikron hingga beberapa milimeter. Teknologi mikroenkapsulasi memungkinkan proteksi obat dari pengaruh lingkungan, stabilitas senyawa obat yang sensitif, eliminasi inkompatibilitas, atau menutupi rasa yang tidak menyebangkan. Oleh karena itu, mikropartikel sebagai sistem penghantaran obat bertujuan untuk meningkatkan bioavaibiliti obat konvensional dan meminimalkan efek samping (Gattani YS,2010).

Mikropartikel dapat dibedakan menjadi dua bagian umum yaitu mikrokapsul dan mikrosfer. Mikrokapsul adalah sistem dimana obat berada di dalam inti yang diselubungi oleh lapisan polimer (Gambar 2.3). Mikrokapsul dikategorikan menjadi 3 yaitu : monocore, polycore dan tipe matriks (Gambar 2.4). Sedangkan mikrosfer adalah suatu sistem dimana obat terlarut atau terdispersi homogen dalam matriks polimer (Gambar 2.5) (Kumar et al.,2011).


(27)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Gambar 2.4 Mikrokapsul

[sumber : Kumar et al, 2011]

a) b) c)

Gambar 2.5 a) monocore, b) polycore, c) tipe matriks

[sumber : Kumar et al, 2011]

Gambar 2.5 Mikrosfer

[sumber : Kumar et al, 2011]

2.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Mikropartikel

Kelebihan dari mikropartikel dilihat segi farmasetik dan biomedik antara lain :

 Menutupi rasa dan bau yang tidak enak, seperti minyak ikan dan obat sulfa


(28)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA  Mengurangi ukuran partikel untuk meningkatkan kelarutan obat yang

sukar larut

 Menghasilkan produk lepas lambat dan lepas terkendali

 Menghasilkan obat dengan pelespasan tertarget

 Menyelubungi sel hidup seperti resealed erythrocytes  Mengubah bentuk cair menjadi bentuk padat

 Mengurangi penguapan

 Memisahkan komponen yang inkompatibel seperti eksipien, dapar, dan obat lain

 Memperbaiki laju alir serbuk

 Melindungi senyawa toksik

 Membantu dispersi senyawa yang tidak larut air dalam media air (Dubey et al., 2009 ; Park et al., 2002 ; Brick et al., 1988).

Selain kelebihan terdapat kekurangan dari mikropartikel, antara lain yaitu:

 Biaya material dan proses untuk preparasi produk lepas terkontrol lebih mahal dibandingkan formulasi produk obat biasa

 Memerlukan polimer matriks dan memiliki efek untuk lingkungan

 Memerlukan polimer tambahan seperti sebagai penyalut, penstabil, antioksidan, dan pengisi

 Kondisi selama proses produksi seperti suhu, pH, penambahan pelarut, dan evaporasi akan mempengaruhi stabilitas inti partikel yang terkapsulasi

 Terjadi degradasi produk terhadap pengaruh lingkungan seperti pemanasan, hidrolisis, oksidasi, radiasi sinar

 Memerlukan biaya dan waktu (Markus, 1988).

2.6.3 Komponen Mikropartikel 2.6.3.1 Bahan Inti

Bahan inti adalah bahan yang spesifik akan disalut, dapat berupa cairan atau padatan. Bahan inti cair berupa bahan terdispersi atau terlarut. Bahan inti padat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif dengan


(29)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

pembawa lain seperti stabilisator, pengisi, penghambat atau pemacu pelepasan bahan aktif dan sebagainya. Bahan inti yang digunakan sebaiknya tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut yang digunakan (Bakan, 1986; Ghosh,2006).

2.6.3.2 Bahan Penyalut

Bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyalut inti dengan tujuan tertentu. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dan mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalut. Bahan penyalut yang digunakan dapat berupa polimer alam, semi sintetis maupun sintetis (Bakan, 1986).

2.6.3.3 Pelarut

Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut dan mendispersikan bahan inti. Pemilihan bahan pelarut berdasarkan sifat kelarutan dan kestabilan zat aktif dan bahan penyalut, keamanan dalam proses, dan pertimbangan ekonomis. Pelarut tidak melarutkan atau hanya sedikit melarutkan bahan inti tetapi dapat melarutkan bahan penyalut (Swarbrick, 2007).

2.6.4 Metode Mikroenkapsulasi

Metode mikroenkapsulasi cukup beragam. Berdasarkan sifatnya, tipe pembuatan mikroenkapsulasi dibagi dalam dua proses yaitu proses kimia dan mekanik. Proses kimia terdiri dari komplek koaservasi, polimer-polimer tidak tercampur, polimer-polimerisasi antar permukaan, polimer-polimerisasi in situ, dan penguapan pelarut. Sedangkan proses mekanik terdiri dari semprot kering, semprot beku, penyalutan dalam panci, ekstruksi sentrifugal dan suspensi kering (Thies, 1996).

Metode yang umum digunakan dalam bidang farmasi meliputi semprot kering, semprot beku, koaservasi, suspensi udara, polimerisasi antar permukaan, penguapan pelarut dan penyalutan dalam panci (Bakan, 1986).


(30)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2.6.4.1 Proses kimia

a) Pemisahan koaservasi

Metode koaservasi merupakan salah satu teknik mikroekapsulasi yang digunakan untuk berbagai produk. Prinsip dari metode ini adalah pemisahan larutan polimer hidrofilik dalam dua fase, yaitu fase kaya polimer dan fase cairan pengencer. Koaservasi dapat dibagi menjadi koaservasi sederhana dan koaservasi komplek yang bergantung pada jumlah polimer yang digunakan dalam pembuatan mikropartikel. Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu polimer contoh gelatin, polivinil alkohol, karboksil metilselulosa. Pemisahan fase dapat dipicu oleh adanya dehidrasi atau desolvasi dari fase polimer. Kondisi ini termasuk penambahan non-solven (contoh: etanol, aseton, dioksan, dan isopropanol), penambahan garam-garam anorganik (contoh: natrium sulfat), dan perubahan temperatur. Sedangkan koaservasi komplek menggunakan dua polimer hidrofilik dengan muatan yang berlawanan (Thies, 1996; Swarbrick, 2007). b) Polimerisasi Antar Permukaan

Prinsip metode ini adalah dua cairan yang tidak saling bercampur, yang masing-masing mangandung monomer reaktif yang berbeda, didispersikan satu sama lainnya dalam bentuk globul halus dan pada permukaan kedua cairan tersebut terjadi polimerisasi. Biasanya digunakan dua monomer yang reaktif, yaitu monomer larut dalam air dan monomer yang larut dalam pelarut organik, dimana satu monomer dilarutkan setelah satu tahap emulsifikasi dari fase terdispersi tersebut. Kedua monomer akan berpolimerisasi pada permukaan antara dua cairan sehingga membentuk lapisan penyalut (Swarbrick, 2007).

c) Polimerisasi in situ

Prinsip metode ini mirip dengan polimerisasi antarmuka, perbedaanya adalah metode ini hanya menggunakan satu jenis monomer yang berada dalam salah satu fase yaitu fase inti atau fase luarnya saja. Jika inti berupa zat-zat padat, maka monomer dilarutkan


(31)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ke dalam fase luar atau medium, sedangkan jika inti berupa cairan maka monomer dilarutkan di dalamnya. Proses polimerisasi terjadi karena penambahan katalis yang dapat dilakukan pada fase luar atau fase inti, sehingga membentuk suatu lapisan polimer yang menyelimuti seluruh permukaan inti. Syarat dari metode ini adalah polimer penyalut yang terbentuk harus tidak larut dalam medium yang digunakan (Thies, 1996).

d) Penguapan pelarut

Penyalut mikrokapsul dilarutkan dalam suatu pelarut yang mudah menguap, yang tidak bercampur dengan fase cairan pembawa. Bahan inti dilarutkan atau didispersikan dalam larutan penyalut polimer. Dengan pengocokan campuran bahan penyalut inti terdispesi dalam fase cairan pembawa untuk mendapatkan ukuran mikrokapsul yang sesuai. Campuran jika perlu dipanaskan untuk menguapkan pelarut untuk polimer. Bila bahan inti terdispersi dalam larutan polimer, polimer berkumpul sekeliling inti. Bila bahan inti terlarut dalam larutan polimer penyalut, terbentuk mikrokapsul tipe matriks. Mikrokapsul dapat digunakan dalam bentuk suspensi, terlarut dalam substrat atau diisolasi sebagai serbuk (Bakan, 1986).

2.6.4.2 Proses mekanik

a) Semprot Kering

Semprot kering atau spray drying dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan dari bentuk cair (larutan, dispersi atau pasta) menjadi bentuk partikel-partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium pengering yang panas (Kissel, 2006). Prinsip mikroenkapsulasi dengan semprot kering meliputi proses pendispersian bahan inti ke dalam larutan penyalut, kemudian pelarut penyalut tersebut dikeringkan dengan menyemprotkan campuran tersebut dengan udara panas pada kamar pengering (Gambar 2.6). Udara panas tersebut akan menguapkan pelarut sehingga terbentuk mikrosfer (Ghosh, 2006). Proses pengeringan dengan


(32)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

semprot kering terdiri dari empat tahap yaitu pengabutan (atomization), pencampuran semprot dan udara, penguapan pelarut, dan pemisahan produk dari alat (Kissel, 2006).

Bentuk ukuran mikropartikel dengan menggunakan metode semprot kering dikontrol oleh laju penyemprotan, laju pemasukan larutan penyalut dan bahan inti, ukuran nozzel, temperatur dan ukuran kamar pengering. Kualitas dari semprot kering dapat ditingkatkan dengan penambahan plasticizers yang mendorong terjadinya pembentukan film dan koalesensi polimer, sehingga meningkatkan permukaan mikropartikel yang halus dan sferis (Swarbrick, 2007).

Gambar 2.6 Skematik Ilustrasi Mikroenkapsulasi dengan Semprot Kering

[sumber : Ghosh, 2006]

Beberapa keuntungan penggunaan semprot kering yaitu metodenya sederhana, ekonomis, teknologinya sudah banyak dikuasai, tersedianya peralatan, dan dapat digunakan untuk produksi mikrosfer dalam jumlah besar (Thies, 1996).

b) Semprot Beku

Proses semprot beku atau spray chilling sama dengan semprot kering, meliputi pendispersian bahan inti dalam bahan penyalut yang


(33)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

dicairkan, dan penyemprotan campuran inti-penyalut ke dalam suatu kondisi lingkungan dimana pemadatan yang relatif cepat dari penyalutan diganggu. Perbedaan antara kedua metode ini adalah cara dilaksanakan pemadatan penyalut. Pemadatan pada metode semprot beku dilaksanakan dengan pembekuan secara termal suatu bahan penyalut yang melebur, atau dengan memadatkan suatu penyalut yang dilarutkan dengan memasukan bahan inti dan bahan penyalut ke dalam suatu bukan pelarut. Penghilangan bahan bukan pelarut atau pelarut dengan cara teknik peresapan, ekstraksi atau penguapan. Sedangkan pada semprot kering dipengaruhi oleh penguapan cepat dari pelarut dimana bahan penyalut dilarutkan (Bakan, 1986).

c) Penyalutan dalam Panci

Mikroenkapsulasi dengan menggunakan metode penyalutan dalam panci telah luas digunakan dalam industri farmasi. Pada metode ini penyalut digunakan sebagai satu larutan atau sebagai semprotan halus ke suatu bahan inti padat di dalam panci penyalut. Untuk memindahkan larutan penyalut, biasanya air hangat digunakan pada bahan-bahan tersalut saat penyalutan ada di dalam panci penyalut. Penghilangan penyalut dilakukan dalam oven pengering (Bakan, 1986).

d) Suspensi Udara

Prinsip metode ini adalah partikel inti didispersikan ke dalam arus udara dan pada tempat-tempat tertentu mengalami penyalutan oleh polimer yang disemprotkan secara berkala. Metode suspensi udara, digunakan untuk bahan inti yang tahan panas dengan menggunakan medium udara/gas dan penyalut polimer (Deasy, 1984).

2.7 Hidroksi Propil Metil Selulosa

Hidroksipropilmetilselulosa merupakan polimer semi sintetik turunan selulosa yang bersifat hidrofilik. Nama lain hidroksi propel metil selulosa adalah benecel MHPC E464, hydroxypropyl methylcellulose, HPMC, methocel, methylcelullulose propylene glycol ether, methyl


(34)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA hydroxypropylcellulose, metholose, pharmacoat, thylopur. Nama kimianya

cellulose,2-hydroxypropy methyl ether (Rowe, 2006). Struktur kimia

HPMC ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Keterangan : R adalah H, CH3, atau CH3CH(OH)CH2

Gambar 2.7 Struktur Kimia HPMC [sumber : Rowe, Paul dan Marian, 2009]

HPMC merupakan campuran eter selulosa yang terdiri dari 16,5-30% gugus hidroksi yang termetilasi dan 4-32% gugus hidroksipropil, tergantung dari tipe substitusinya masing-masing. Tipe substitusi tersebut akan berpengaruh pada kecepatan hidrasi dari partikel-partikel HPMC serta kekuatan gelnya yang akhirnya akan mempengaruhi profil disolusinya (Leuner dan Jennifer, 2000). HPMC memiliki pemberian berupa serbuk granul berwarna putih, praktis tidak berbau dan tidak berasa. HPMC mempunyai berat molekul dengan rentang 10.000 – 1.500.000. HPMC larut dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol, dan eter tetapi larut dalam campuran etanol dengan diklormetan, dan campuran metanol dengan diklormetan. HPMC telah bayak digunakan sebagai sistem pembawa untuk memperbaiki laju pelepasan dan bioavabilitas obat yang sukar larut dalam air. Selain itu HPMC dapat digunakan untuk menghambat rekristalisasi obat (Rowe, 2006; Leuner dan Jennifer, 2000). Penelitian Alanzi (2007) menujukan HPMC dapat membantu meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air.

2.8 Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH

Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil) digunakan secara luas untuk menguji kemampuan senyawa yang berperan sebagai pendonor elektron atau atom hidrogen. Metode DPPH merupakan metode yang


(35)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

dapat mengukur aktivitas total antioksidan baik dalam pelarut polar maupun nonpolar. Beberapa metode lain terbatas mengukur komponen yang larut dalam pelarut yang digunakan dalam analisa. Metode DPPH mengukur semua komponen antioksidan, baik yang larut dalam lemak maupun dalam air (Prakash, 2001).

Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat dan peka, serta hanya memerlukan sedikit sampel. DPPH adalah senyawa radikal bebas stabil kelompok nitrit oksida. Senyawa ini mempunyai ciri-ciri padatan berwarna ungu kehitaman, larut dalam pelarut DMF atau etanol/metanol 394,3 g/mol, rumus molekul C18H12N5O6 (Prakash, 2001).

Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan memberikan warna ungu dan menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 517 nm. Warna akan berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumlah elektron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Sehingga pengurangan intensitas warna mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal bebas (Prakash, 2001).

Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan % aktivitas. Nilai ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Molyneux, 2003).

Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat diskolorisasi (absorbansi semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas (Molyneux, 2003).

(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyn) Gambar 2.8 Reaksi Penghambatan Antioksidan Terhadap Radikal DPPH


(36)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50

(Inhibition Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan

konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan.

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0.05 mg/mL, kuat untuk IC50 antara 0.05-0.1

mg/mL, sedang jika IC50 bernilai 0.101–0.150 mg/mL dan lemah jika IC50

bernilai 0.151 – 0.200 mg/mL (Blois, 1958).

AAI (Antioxidant Activity Index) adalah nilai yang menunjukkan besarnya aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu ekstrak atau bahan uji. Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara menghitung konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh

(ppm). Penggolongan nilai AAI ini dilakukan oleh Scherer dan Godoy (2009). Nilai AAI <0,5 menandakan antioksidan lemah, AAI >0,5-1 menandakan antioksidan sedang, AAI >1-2 menandakan antioksidan kuat, dan AAI >2 menandakan antioksidan yang sangat kuat (Vasic, Stefanovic, Licina, Radojevic & Comic, 2012).

2.9 Uji Stabilitas

Uji stabilitas merupakan bagian penting dalam program uji bahan obat karena ketidakstabilan produk ditentukan oleh tiga syarat utama yaitu kualitas, efikasi, dan keamanan (Carstensen dan Rhodes, 2000).

Alasan dilakukannya penentuan stabilitas obat karena menyangkut kesehatan masyarakat. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan stabilitas obat sebagai kemampuan dari suatu produk farmasi untuk mempertahankan sifat kimia, fisika, mikrobiologi dan biofarmasetik sampai batas durasi spesifik pemakaian produk (WHO, 1996).

Beberapa efek yang tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan produk farmasi, yaitu :

1. Hilangnya zat aktif


(37)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3. Bioavailabiliti berubah

4. Hilangnya keseragaman kandungan 5. Menurunnya status mikrobiologis

6. Hilangnya elegansi produk dan ‘patient acceptability’ 7. Pembentukkan hasil urai yang toksik

8. Hilangnya kekedapan kemasan 9. Menurunnya kualitas label

10.Modifikasi faktor hubungan fungsional (Carstensen dan Rhodes, 2000).

Stabilitas obat perlu diperhatikan untuk mengurangi terjadinya penguraian pada zat yang terkandung dalam obat, sehingga tidak mencapai efek terapi atau memberikan efek lainnya. Terdapat beberapa jenis penguraian, yaitu :

a. Kimia

Degradasi kimia (solvolisis, oksidasi, dan lain-lain). Hal ini terjadi karena adanya bahan yang terkandung dalam obat tersebut mengalami degradasi kimia.

b. Fisika

Degradasi fisika dapat terjadi karena berbagai faktor, dan sampai sekarang belum diketahui secara lengkap penyebab terjadinya degradasi fisika. Hal ini dapat dicegah dengan metode tes fisik obat (misal; tablet friability, tablet impact resistance, suspension redispersibility, atau injection syringability).

c. Biologi

Degadrasi biologi ini disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam obat yang menyebabkan masalah stabilitas obat. Selain itu tikus, kecoa, semut, dan bukan golongan mikroorganisme dapat menjadi penyebab masalah stabilitas obat. d. Kombinasi

Degradasi ini disebabkan adanya interaksi antara obat dengan tubuh manusia yang memberikan efek, baik itu efek terapi maupun toksik. Semua tergantung pada stabilitas obat tersebut.


(38)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2.10 Spektrofotometer UV-VIS

SpeKtrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan molekul. Radiasi elektromagnetik merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang, maka ada parameter-parameter yang perlu diketahui, antara lain panjang gelombang (λ),

frekuensi (υ), bilangan gelombang (v), dan serapan (A). REM memiliki vektor listrik dan magnet yang bergetar dalam bidang yang tegak lurus satu sama lain dan masing-masing tegak lurus pada arah perambatan radiasi (Harmita, 2006).

Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorpsi atau diteruskan. Jika radiasi monokromatik melewati larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap, maka radiasi ini akan dipantulkan, diabsorpsi oleh zatnya, dan sisanya akan ditransmisikan. Lambert dan Beer telah menurunkan secara empiris hubungan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan dan hubungan antara intensitas dengan konsentrasi zat. Hukum Labert-Beer (Harmita, 2006) :

Keterangan : A = serapan

Io = intensitas sinar yang datang It = intensitas sinar yang diteruskan

Γ = absorbtivitas molekuler (mol.cm.It-1)

a = daya serap (g.cm. It-1)


(39)

24

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Sediaan Steril, dan Laboratorium Teknologi Sediaan Padat, FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung dari bulan Januari hingga September 2014.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1. Bahan Penelitian

Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis yang telah dikarakterisasi oleh Hanny Narulita (2014) dengan kandungan alfa-mangostin yaitu sebesar 4%, aquades, HPMC (Ashland), standar alfa-mangostin (Biopurify), Vitamin C (DSM), DPPH (Sigma-Aldrich), kloroform pro analisis (Merck), dan metanol pro analisis (Merck).

3.2.2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan antara lain neraca analitik digital (AND GN-202), homogenizer (IKA RW 20 Digital), spay dryer (Eyela SD-1000),

spektrofotometer UV-Visibel (Hitachi U-2910), oven (Eyela NDO-400), mikropipet (Bio-rad), alat gelas, kertas saring, tisu, alumunium foil, dan plastik wrap.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Formula Mikropartikel

Tabel 3.1. Formula Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis dengan Basis HPMC

Bahan Formula Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis 5 gram

HPMC 20 gram


(40)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3.3.2 Pembuatan Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana L.)

Masing-masing ekstrak dan HPMC ditimbang secara akurat. Kemudian ekstrak dilarutkan dalam 400 mL aquadest pada gelas beker dan diaduk menggunakan batang pengaduk. Pada gelas beker terpisah, HPMC

dilarutkan dalam 400 mL aquadest dan diaduk menggunakan batang pengaduk. Setelah kedua larutan terbentuk, larutan ekstrak dicampurkan ke dalam gelas beker berisi larutan HPMC. Dimasukkan 200 mL aquadest ke dalam gelas beker ekstrak untuk membilas kemudian dicampurkan ke dalam gelas beker yang berisi ekstrak dan HPMC. Selanjutnya larutan ekstrak-HPMC dihomogenkan menggunakan alat homogenizer dengan kecepatan 1000 rpm selama 30 menit hingga terbentuk larutan ekstrak-polimer. Kemudian larutan yang terbentuk dijadikan mikropartikel dengan alat spray dryer. Alat spray dryer dioptimasi dengan pengaturan suhu masuk 165-170 0C, suhu keluar 80 0C, laju alir 0,35-0,40 m3/menit, dan tekanan atomizing 4x10 kPa. Selanjutnya mikropartikel yang terbentuk disimpan dalam wadah dilapisi alumunium foil (Eliana Harue Endo, 2012, dengan modifikasi).

3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.3.3.1 Panjang Gelombang Maksimum Standar Alfa-mangostin

Dilakukan scanning panjang gelombang dari larutan standar alfa-mangostin dengan konsentrasi 8 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Visibel dengan panjang gelombang 200-400 nm (Abdalrahim F.A. Aishal, et al., 2013).

3.3.3.2 Pembuatan Larutan Standar Alfa-mangostin

Ditimbang secara akurat 2,0 mg alfa-mangostin, kemudian dilarutkan dalam 50 mL metanol pro analisis sehingga diperoleh konsentrasi larutan induk standar yaitu sebesar 40 ppm. Dari larutan induk standar tersebut dipipet sebanyak 62,5; 250; 500; 1000; 1250; 1500; 1750; dan 2000 µL


(41)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

kemudian dicukupkan volumenya hingga 5 mL sehingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5; 2; 4; 8; 10; 12; 14; dan 16 ppm. Masing-masing larutan standar alfa-mangostin diambil dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang maksimum sesuai hasil scanning sebelumnya (Abdalrahim F.A. Aishal, et al., 2013).

3.3.4 Pengukuran Kadar Alfa-mangostin dalam Mikropartikel

Jumlah kadar alfa-mangostin pada mikropartikel ditentukan dengan metode spektrofotometer UV-Visibel. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5 mL metanol pro analisis dan selanjutnya disonikasi selama lebih kurang 5 menit. Kemudian larutan pada erlenmeyer dipindahkan dan dicukupkan volumenya dengan metanol pro analisis ke dalam labu ukur 10 mL. Kemudian larutan tersebut dipipet 1 mL dan diencerkan ke dalam labu ukur 5 mL. Selanjutnya absorbansi diukur pada panjang gelombang 316 nm. Pengerjaan dilakukan secara triplo. (Abdalrahim F.A. Aishal, et al., 2013, dengan modifikasi).

3.3.5 Uji Efisiensi Penjerapan Alfa-mangostin dalam Mikropartikel

Ditimbang akurat 50,0 mg mikropartikel, lalu dicampur dengan kloroform pro analisis pada labu ukur 10 mL hingga terbentuk larutan induk 5000 ppm. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring dan filtrat yang terbentuk dipisahkan, filtrat yang terbentuk dianggap sebagai jumlah zat aktif yang bebas. Selanjutnya mikropartikel yang tidak terlarut dan tertahan di kertas saring dikerok dan dikumpulkan kembali. Mikropartikel tersebut kemudian dilarutkan dengan metanol pro analisis dalam labu ukur 10 mL dan disonikasi selama kurang lebih 5 menit hingga larut sempurna. Selanjutnya larutan diencerkan kembali dari konsentrasi 5000 ppm menjadi konsentrasi 1000 ppm. Larutan tersebut lalu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer sebagai jumlah zat aktif yang terjerap (Kumar, et al., 2011, dengan modifikasi).


(42)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3.3.6 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana L.) dan Bentuk Mikropartikelnya dengan

Metode DPPH(Weecharangsan, 2005)

Disiapkan masing-masing larutan DPPH, larutan kontrol negatif, larutan uji mikropartikel, dan larutan uji ekstrak serta larutan vitamin C sebagai kontrol positif dengan menggunakan pelarut metanol pro analisis, setelah itu dilakukan pengukuran serapan.

a. Pembuatan larutan DPPH 0,004%

Ditimbang seksama lebih kurang 2 mg DPPH (BM 394,32), lalu dilarutkan dengan metanol pro analisis pada labu ukur 50 mL yang dilapisi alumunium foil.

b. Pembuatan larutan kontrol negatif

Dipipet 2 mL larutan DPPH 0,004% ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2 mL metanol pro analisis. Mulut tabung reaksi ditutup dengan alumunium foil lalu larutan uji divortex hingga homogen. c. Pembuatan larutan uji ekstrak

Ekstrak ditimbang sebanyak 50,0 mg dan dilarutkan dalam metanol pro analisis pada labu ukur 50 mL hingga didapatkan konsentrasi larutan induk ekstrak 1000 ppm. Dari larutan induk dipipet sebanyak 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 µL kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 mL pada labu ukur sehingga didapatkan larutan uji dengan seri konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; dan 15 ppm. Dari tiap konsentrasi tersebut dipipet masing-masing 2 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,004%. Mulut tabung reaksi ditutup dengan alumunium foil lalu larutan uji divortex hingga homogen. d. Pembuatan larutan uji mikropartikel

Mikropartikel ditimbang sebanyak 200,0 mg dan dilarutkan dalam metanol pro analisis pada labu ukur 50 mL hingga didapatkan konsentrasi larutan induk mikropartikel 4000 ppm. Dari larutan induk dipipet sebanyak 50, 100, 150, 200 dan 250 µL kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 mL pada labu ukur sehingga didapatkan larutan uji dengan seri konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm. Dari tiap konsentrasi tersebut dipipet masing-masing 2 mL ke dalam tabung


(43)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

reaksi dan ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,004%. Mulut tabung reaksi ditutup dengan alumunium foil lalu larutan uji divortex hingga homogen.

e. Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif

Vitamin C ditimbang sebanyak 5 mg dan dilarutkan dalam metanol pro analisa pada labu ukur 10 mL hingga didapatkan konsentrasi larutan induk vitamin C 500 ppm. Dari larutan induk dipipet sebanyak 50, 100, 150, 200, dan 250 µL kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 mL pada labu ukur sehingga didapatkan larutan seri konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; dan 15 ppm. Dari tiap konsentrasi tersebut dipipet masing-masing 2 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,004%. Mulut tabung reaksi ditutup dengan alumunium foil lalu larutan uji divortex hingga homogen.

f. Pengukuran serapan

Semua seri konsentrasi dari larutan uji mikropartikel, larutan uji ekstrak, dan larutan kontrol positif didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit, selanjutnya diukur serapannya pada panjang gelombang 516 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sebagai larutan blanko digunakan metanol pro analisis. Pengujian dilakukan sebanyak triplo dan aktivitas antioksidan dihitung dengan menggunakan rumus :

Aktivitas antioksidan larutan uji ditunjukan dengan nilai IC50 yang

dianggap sebagai konsentrasi larutan uji yang dapat menghambat 50% radikal bebas. Vitamin C digunakan sebagai larutan standar uji antioksidan (Weecharangsan, 2005).

3.3.6 Uji Stabilitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

(Garcinia Mangostana. L) dan Bentuk Mikropartikelnya

Sampel mikropartikel dan ekstrak etanol 50% kulit buah manggis diuji stabilitas antioksidannya pada kondisi dipercepat selama 21 hari. Ditimbang 50,0 mg ekstrak dan 200,0 mg mikropartikel, masing-masing


(44)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

sebanyak 12 vial dengan dibungkus alumunium foil dan diberi label keterangan lalu disimpan di dalam wadah kedap dengan kelembaban relatif 75 5% dan suhu 45 5 0C tanpa sinar langsung. Wadah kedap dimasukkan ke dalam oven yang telah dikondisikan. Sampel lalu diuji stabilitas aktivitas antioksidan pada waktu 2, 7, 14 dan 21 hari (Lopes, et al., 2012, dengan modifikasi). Dari tiap titik pengambilan sampel dilakukan uji aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH sesuai tahap yang dilakukan pada uji aktivitas antioksidan sub bab 3.3.5. Kemudian didapatkan nilai IC50 dan dibuat grafik stabilitasnya.


(45)

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi Mikropartikel

Pada penelitian ini diformulasikan ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan polimer HPMC (1:4) untuk membentuk mikropartikel agar senyawa alfa-mangostin yang berfungsi sebagai antioksidan terlindungi. Proses penyalutan ekstrak dengan polimer

HPMC terbukti dapat menjaga stabilitas senyawa α-tokoferol yang bersifat tidak stabil karena mudah teroksidasi (Yosephine, 2008).

Mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dibuat dengan metode semprot kering. Metode semprot kering dipilih karena memiliki keuntungan antara lain metode yang sederhana, ekonomis, teknologinya sudah banyak dikuasai, ketersediaan alat, dan dapat digunakan untuk produksi dalam jumlah besar (Thies,1996). Pada penelitian ini dilakukan optimasi alat kembali karena keadaan alat spray dryer yang belum dapat terkondisikan secara otomatis. Kondisi proses pembuatan mikropartikel yang digunakan adalah suhu masuk 165-1700C; suhu keluar 800C; blower 0,35-0,40 m3/menit; atomizing 4x10 kPa.

Suhu yang digunakan pada pembuatan mikropartikel adalah suhu kisaran sedang-tinggi dengan kondisi yang ditetapkan melalui uji pendahuluan. Jika suhu keluar yang digunakan lebih rendah maka proses pengeringan mikropartikel berjalan kurang sempurna dan serbuk yang dihasilkan akan lembab dan banyak yang tertinggal pada kamar pengering sehingga perolehan kembali sampel menjadi sedikit. Sedangkan jika suhu masuk lebih tinggi akan menghasilkan mikropartikel yang tidak stabil dan cenderung berwarna cokelat karamel. Besar tekanan pada atomizing

dioptimasi agar didapatkan ukuran mikropartikel yang diinginkan. Jika nilai tekanan semakin tinggi maka serbuk yang dihasilkan akan semakin halus dan nilai kehilangan akan semakin besar karena sifatnya yang sangat ringan. Kondisi proses pengeringan ini menghasilkan serbuk yang halus, kering, dan sedikit mengalami agregasi. Hal ini dikarenakan proses


(46)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

semprot kering berjalan dengan kecepatan penguapan yang tinggi, sehingga kandungan air pada mikropartikel rendah dan tidak saling melekat (Thies,1996).

Pelarut yang digunakan dalam pembuatan mikropartikel adalah air. Air dipilih karena sifatnya yang netral, tidak toksik dan spesifikasi alat

spray dryer yang tidak memungkinkan penggunakan pelarut organik. Mikropartikel yang diperoleh berbentuk serbuk halus, warna putih kecoklatan, bau khas, dan rasa pahit.

4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi

4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum Alfa-mangostin

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel. Serapan maksimum alfa- mangostin yang diperoleh yaitu pada panjang gelombang 243 nm dan 316 nm. Pengukuran senyawa alfa mangostin dilakukan pada panjang gelombang 316 nm karena senyawa lain yang memiliki stuktur cincin xanton dapat memberikan serapan pada panjang gelombang 243 nm (Abdalrahim F.A. Aishal, et al, 2013).

4.2.2 Kurva Kalibrasi Alfa-mangostin

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Alfa-mangostin

y = 0.0571x - 0.0037 R² = 0.9999

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

A

b

so

rb

an

si


(47)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Hasil kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi y= -0,0037 + 0,0571x dengan nilai R=0,999, yang menunjukkan garis linear, data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8.

4.3 Kadar Alfa-Mangostin dalam Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Penentuan kadar alfa-mangostin di dalam mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dilakukan dengan melarutkan mikropartikel dengan metanol pro analisis dengan cara sonikasi hingga didapatkan larutan induk, kemudian larutan induk tersebut diencerkan hingga konsentrasi 100 ppm. Sonikasi dilakukan agar HPMC yang menyalut zat aktif dapat dipecah sehingga zat aktif terlarut sempurna. Kemudian larutan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis sehingga dapat diketahui kadar alfa-mangostin total yang terkandung di dalam mikropartikel ekstrak etanol 50% kulit buah manggis, yaitu sebesar 0,9±0,004%. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 9.

4.4 Hasil Uji Penjerapan

Evaluasi terhadap efisiensi penjerapan dilakukan untuk mengetahui kemampuan polimer dalam menjerap zat aktif dan mengetahui efisiensi dari metode yang digunakan. Nilai efisiensi penjerapan dari formula yang telah dibuat adalah 24,87±0,17%. Nilai efisiensi yang rendah disebabkan karena pada formula menggunakan pelarut air sehingga proses pengeringan dengan alat spray dryer membutuhkan suhu tinggi. Suhu tinggi menyebabkan senyawa alfa-mangostin rentan terdegradasi dan menyebabkan kadar terjerap menjadi rendah. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 10.

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

Pengujian absorbansi peredaman DPPH dilakukan terhadap beberapa seri konsentrasi baik ekstrak etanol 50% kulit buah manggis,


(48)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

bentuk mikropartikelnya, dan kontrol positif vitamin C. Hasil absorbansi dapat dilihat berturut-urut pada tabel 4.1, tabel 4.2, dan tabel 4.3.

Tabel 4.1 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Konsentrasi % Inhibisi 2,5 ppm 28,53

5 ppm 41,76 7,5 ppm 52,43 10 ppm 64,06 12,5 ppm 78,11 15 ppm 88,32

Nilai IC50 6,90 ppm

Gambar 4.2 Kurva Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Konsentrasi % Inhibisi 20 ppm 29,43 40 ppm 47,36 60 ppm 66,48 80 ppm 84,15 100 ppm 97,86

Nilai IC50 42,70 ppm

y = 4.7958x + 16.905 R² = 0.9986 0

20 40 60 80 100

0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5

%

I

n

h

ibi

si


(49)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Gambar 4.3 Kurva Uji Aktivitas Antioksidan Mikropartikel Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C Konsentrasi % Inhibisi

2,5 ppm 22,26 5 ppm 42,40 7,5 ppm 61,25 10 ppm 81,45 12,5 ppm 98,65

Nilai IC50 5,97 ppm

Gambar 4.4 Kurva Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode penangkal radikal bebas (DPPH) terhadap ekstrak dan bentuk mikropartikelnya. Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) dilakukan karena kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen kepada DPPH. Metode DPPH dipilih karena merupakan metode

y = 0.8689x + 12.896 R² = 0.9968 0

50 100 150

0 20 40 60 80 100 120

%

I

n

h

ibi

si

Konsentrasi (ppm)

y = 7.5932x + 4.653 R² = 0.9981

0 20 40 60 80 100

0 2.5 5 7.5 10 12.5 15

%

I

n

h

ibi

si


(50)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

yang cepat, sederhana dan murah untuk mengukur aktivitas antioksidan (Prakash, et al., 2001). Reaksi DPPH dengan antioksidan akan menetralkan radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.5 Reaksi DPPH dengan Antioksidan

[sumber : Prakash, et al., 2001]

Analisis terhadap sampel uji yang memiliki aktivitas antioksidan dapat dilihat dari penurunan intensitas warna DPPH menjadi pudar. Pada awalnya sebelum direaksikan, larutan senyawa DPPH berwarna ungu namun ketika direaksikan dengan senyawa antioksidan larutan menjadi kuning. Hal ini terjadi karena adanya donor elektron dari senyawa antioksidan ke atom nitrogen (N-N) senyawa DPPH, reaksi ini memberikan peningkatan kompleks nonradikal dan menurunkan radikal DPPH. Pengukuran absorbansi diukur menggunakan spektofotometer UV

-Visibel pada panjang gelombang 516 nm (Reynetson, 2007).

Vitamin C yang digunakan sebagai kontrol positif dibuat dengan konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5 ppm. Vitamin C merupakan senyawa dengan rumus molekul C6H8O6 yang diketahui memiliki aktivitas

antioksidan yang tinggi karena bersifat reduktor. Sifat reduktor disebabkan karena mudah terlepasnya atom-atom hidrogen pada gugus hidroksil yang terikat pada atom C2 dan atom C3 (atom-atom C pada ikatan rangkap),

sehingga radikal bebas dapat dengan mudah menangkapnya dan membentuk radikal bebas tereduksi yang stabil (Soewoto, 2001).


(51)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Setelah pengukuran, didapat data absorbansi yang kemudian dihitung persen inhibisinya. Persen inhibisi adalah kemampuan sampel untuk menghambat aktivitas radikal bebas dan berhubungan dengan konsentrasi sampel. (Molyneux, 2004). Penentuan IC50 dari

masing-masing sampel bertujuan untuk memperoleh jumlah penangkapan radikal bebas DPPH sebesar 50% dibandingkan dengan larutan blanko yang dihitung secara regresi linier. Dari hasil uji maka diperoleh nilai IC50

untuk masing-masing sampel. Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas

antioksidannya semakin tinggi. Dari tabel 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 menunjukkan bahwa ekstrak etanol 50% kulit buah manggis memiliki nilai IC50 sebesar 6,91 ppm, bentuk mikropartikelnya memiliki nilai IC50

sebesar 42,70 ppm setara dengan larutan ekstrak 9,17 ppm (perhitungan lihat lampiran 11), dan vitamin C memiliki IC50 sebesar 5,97 ppm. Jika

dibandingkan antara IC50 ekstrak sebesar 6,91 ppm dan IC50 kandungan

ekstrak dalam mikropartikel sebesar 9,17 ppm, terlihat bahwa aktivitas antioksidan ekstrak pada mikropartikel lebih rendah dibandingkan sebelum dibuat mikropartikel. Hal ini dapat disebabkan karena selama proses pembuatan mikropartikel yang menggunakan suhu tinggi dapat menyebabkan senyawa antioksidan terdegradasi.

Dari hasil di atas, dapat dihitung nilai AAIekstrak etanol 50% kulit buah manggis yaitu sebesar 5,78 (antioksidan sangat kuat), lebih baik dibandingkan dengan nilai AAI bentuk mikropartikelnya yaitu sebesar 0,94 (antioksidan sedang). AAI dapat dihitung dengan cara konsentrasi larutan DPPH (ppm) dibagi dengan IC50 larutan uji (ppm).

4.6 Hasil Uji Stabilitas Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis dan Bentuk Mikropartikelnya

Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dan bentuk mikropartikelnya diuji stabilitas antioksidannya dalam wadah kedap udara yang disimpan pada oven suhu 45±50C dengan kelembaban 75±5% selama 21 hari. Penentuan pengujian sampel adalah 2, 7, 14, dan 21 hari. Hasil uji stabilitas antioksidan dapat dilihat pada tabel 4.4.


(52)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tabel 4.4 Hasil Uji Stabilitas Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis dan Bentuk Mikropartikelnya

Waktu (hari ke-) IC50 Ekstrak IC50 Mikropartikel

0 6,90 ppm 42,70 ppm 2 7,23 ppm 43,13 ppm 7 7,99 ppm 43,69 ppm 14 9,68 ppm 48,29 ppm 21 10,98 ppm 66,37 ppm

Tabel 4.4 menunjukkan hasil bahwa aktivitas antioksidan ekstrak dan mikropartikel tidak stabil. Aktivitas antioksidan ekstrak menurun dapat disebabkan karena pada uji stabilitas menggunakan suhu 45±50C dan kelembaban 75±5% selama penyimpanan. Suhu tinggi dapat mendegradasi alfa-mangostin sehingga aktivitas antioksidan akan menurun. Sedangkan aktivitas antioksidan mikropartikel menurun dapat disebabkan karena nilai efesiensi penjerapan yang rendah dan proses pembuatan mikropartikel menggunakan suhu tinggi. Nilai efesiensi yang rendah menyebabkan senyawa alfa-mangostin yang terjerap sedikit sehingga alfa-mangostin yang tidak terjerap akan mudah teroksidasi dan menyebabkan penurunan aktivitas. Penggunaan suhu tinggi pada proses pembuatan mikropartikel juga dapat menyebabkan degradasi alfa-mangostin karena atom hidrogen teroksidasi dan berpengaruh pada jumlah senyawa antioksidan aktif sehingga senyawa yang akan mengikat radikal bebas akan berkurang dan menyebabkan persen inhibisi DPPH berkurang.

Tabel 4.5 Penurunan Absorbansi DPPH pada Sampel Uji Ekstrak dan Mikropartikel

Waktu (hari ke-) Abs DPPH-Ekstrak Abs DPPH-Mikropartikel

0 0,439 0,352

2 0,369 0,338

7 0,363 0,337

14 0,317 0,316


(53)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Dari tabel 4.5, diregresikan antara waktu sebagai x dan absorbansi sebagai y sehingga diperoleh kurva dibawah ini. Pada gambar 4.6 terlihat bahwa terjadi penurunan absorbansi DPPH yang terinhibisi. Penurunan ini mengindikasikan bahwa senyawa alfa-mangostin yang memberikan aktivitas antioksidan tidak stabil. Dari hasil regresi linier diperoleh konstanta laju penurunan absorbansi DPPH pada ekstrak yaitu sebesar 0,0051 per hari sedangkan konstanta laju penurunan absorbansi DPPH pada mikropartikel yaitu sebesar 0,0036 per hari. Konstanta laju penurunan absorbansi pada mikropartikel lebih kecil dibandingkan dengan ektrak. Pada kurva juga dapat terlihat bahwa kurva ekstrak terlihat lebih curam dibandingkan dengan mikropartikel. Hal ini menandakan bahwa stabilitas mikropartikel lebih baik dibandingkan ekstrak.

Gambar 4.6 Kurva Laju Reaksi Eksrak dan Mikropartikel

Hasil penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian lain yang menguji aktivitas antioksidan ekstrak dan mikropartikel dari daun dan batang Tinospora cordifolia. Hasil uji DPPH dari ekstrak daun dan batang

Tinospora cordifolia menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan bentuk mikropartikelnya. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tinggi selama proses pembuatan mikropartikel dapat mendegradasi senyawa antioksidan sehingga aktivitas antioksidan menurun (Sarala , et al., 2012). Penurunan aktivitas antioksidan juga terjadi selama proses penyimpanan seperti pada bentuk sediaan lain yaitu krim. Uji aktivitas antioksidan pada krim yang mengandung ekstrak tomat mengalami penurunan aktivitas setelah dilakukan proses penyimpanan selama 8 minggu pada suhu ruang (Berna, et al., 2013).

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

0 7 14 21

A

b

so

rb

an

si

Waktu (hari)

Ekstrak


(54)

39

5.1 Kesimpulan

1. Stabilitas antioksidan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan bentuk mikropartikelnya selama penyimpanan 21 hari mengalami penurunan aktivitas.

2. Stabilitas antioksidan mikropartikel lebih baik dibandingkan dengan bentuk ekstraknya. Konstanta laju penurunan absorbansi DPPH pada mikropartikel 0,0036 per hari sedangkan konstanta laju penurunan absorbansi DPPH pada ekstrak 0,0051 per hari.

5.2 Saran

1. Dapat dilakukan metode pembuatan mikropartikel lainnya seperti metode freeze drying.

2. Dapat digunakan pelarut organik dengan alat spray dryer yang sesuai.


(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Konsentrasi Inhibisi Absorbansi absorbansi

Blanko

0,528

0,530 0,530

0,532 20 ppm

0,370 30,19

0,374 29,43

0,374 29,43 0,378 28,68 40 ppm

0,276 47,92

0,279 47,36

0,280 47,17 0,281 46,98 60 ppm

0,169 68,11

0,178 66,48

0,180 66,04 0,184 65,28 80 ppm

0,078 85,28

0,084 84,15

0,080 84,91 0,094 82,26 100 ppm

0,010 98,11

0,011 97,86

0,011 97,92 0,013 97,55

y = 0,8689x + 12,896 50 = 0,8689x + 12,896

x = 42,7022 → IC50

y = 0.8689x + 12.896 R² = 0.9968

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100 120

%

I

n

h

ibi

si

Konsentrasi (ppm)


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Blanko

0,482

0,488 0,486

0,495 20 ppm

0,361 25,97

0,367 24,74

0,369 24,33 0,371 23,92 40 ppm

0,241 50,58

0,246 49,62

0,246 49,56 0,250 48,74 60 ppm

0,146 70,06

0,150 69,31

0,150 69,24 0,153 68,63 80 ppm

0,063 87,08

0,070 85,58

0,070 85,65 0,078 84,01 100 ppm

0,011 97,74

0,018 96,24

0,017 96,51 0,027 94,46

y = 0,8948x + 11,41 50 = 0,8948x + 11,41

x = 43,1269 → IC50

y = 0.8948x + 11.41 R² = 0.9778

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100 120

%

I

n

h

ibi

si

Konsentrasi (ppm)


(3)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Blanko

0,480

0,486 0,488

0,489 20 ppm

0,351 27,73

0,363 25,26

0,365 24,85 0,373 23,20 40 ppm

0,256 47,29

0,261 46,33

0,258 46,88 0,268 44,82 60 ppm

0,143 70,56

0,149 69,25

0,148 69,53 0,157 67,67 80 ppm

0,068 86,00

0,062 87,23

0,060 87,65 0,058 88,06 100 ppm

0,011 97,74

0,012 97,60

0,012 97,53 0012 97,53

y = 0,9279x + 9,46 50 = 0,9279x +9,46

x = 43,6900 → IC50

y = 0.9279x + 9.46 R² = 0.9832

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100 120

%

I

n

h

ibi

si

Konsentrasi (ppm)


(4)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Blanko

0,481

0,485 0,485

0,489 20 ppm

0,386 20,41

0,389 19,73 0,390 19,59

0,392 19,18 40 ppm

0,256 47,22

0,264 45,64 0,267 44,95

0,268 44,74 60 ppm

0,143 70,52

0,169 65,09 0,182 62,47

0,183 62,27 80 ppm

0,092 81,03

0,101 79,24 0,100 79,38

0,110 77,32 100 ppm

0,030 93,81

0,034 93,06 0,035 92,78

0,036 92,58

y = 0,9013x + 6,474 50 = 0,9013x +6,474

x = 48,2924 → IC50

y = 0.9013x + 6.474 R² = 0.9801

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100 120

%

I

n

h

ibi

si

Konsentrasi (ppm)


(5)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Blanko

0,562

0,576 0,576

0,590 20 ppm

0,451 21,70

0,460 20,20 0,458 20,49

0,470 18,40 40 ppm

0,392 31,94

0,398 30,96 0,400 30,56

0,401 30,38 60 ppm

0,302 47,57

0,307 46,70 0,309 46,35

0,310 46,18 80 ppm

0,236 59,03

0,241 58,22 0,240 58,33

0,246 57,29 100 ppm

0,154 73,26

0,157 72,80 0,155 73,09

0,161 72,05

y = 0,6623x + 6,038 50 = 0,6623x +6,038

x = 66,3777 → IC50

y = 0.6623x + 6.038 R² = 0.9971

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 20 40 60 80 100 120

%

I

n

h

ibi

si

Konsentrasi (ppm)


(6)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Konsentrasi I II III Absorbansi

blanko 0,557 0,567 0,574 0,566 2,5 ppm 0,439 0,440 0,441 0,440 22,26

5 ppm 0,320 0,328 0,330 0,326 42,40 7,5 ppm 0,211 0,222 0,225 0,219 61,25 10 ppm 0,092 0,103 0,120 0,105 81,45 12,5 ppm 0,002 0,009 0,012 0,008 98,65

y = 7,5932x + 4,653 50 = 7,5932x + 4,653

x = 5,9720 → IC50

y = 7.5932x + 4.653 R² = 0.9981

0 20 40 60 80 100

0 2.5 5 7.5 10 12.5 15

%

I

n

h

ibi

si

Konsentrasi (ppm) Uji DPPH Vitamin C


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Terhadap Porphyromonas Gingivalis Sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 81 67

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti-Aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia magostana L.) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenil-2-Picril Hidrazil).

7 47 93