BAB II STUDI KEPUSTAKAAN II.1. PELAYANAN PUBLIK - Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Tirta Wampu Unit Pangkalan Berandan Kabupaten Langkat – Sumatera Utara

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN II.1. PELAYANAN PUBLIK Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan adalah

  suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sejalan dengan hal tersebut Cristopher dalam Tjandra (2005:10), menyatakan bahwa pelayanan pelanggan dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan/harapan pelanggan dalam jangka panjang.

  Rohman (2008:3) mendefinisikan pelayanan publik adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat berupa penggunaan fasilitas- fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik yaitu pemerintahan.

  Moenir dalam Sinambela (2006:42-43), menyatakan pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan. Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih luas pada tatanan organisasi pemerintah. Hal ini disebabkan oleh perkembangan imu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan kompetisi global yang sangat ketat.

  Pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Kurniawan. 2005:4). Selanjutnya dalam Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang di atur dalam peraturan perundang-undangan.

  Dalam ruang lingkup tersebut, termasuk pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.

  Adapun penyelenggaraan pelayanan publik adalah lembaga dan petugas pelayanan publik baik pemerintah daerah maupun Badan Usaha Milik Daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Sedangkan penerima pelayanan publik adalah orang perorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memiliki hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik. (Rohman. 2008; 3).

  Pelayananan publik (publik services) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik dimaksudkan untuk menyejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan

  (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Sementara Osborne dan Gaebler (1993: 231) menyatakan bahwa tugas pelayanan publik adalah persoalan rowing, yang lebih cocok dilaksanakan oleh swasta dan tugas pemerintah adalah steering. Untuk itu, solusi yang tepat menurut kedua pakar tersebut adalah pelayanan publik perlu diserahkan kepada pihak- pihak diluar pemerintah. Namun demikian, penyelenggaraan pelayanan publik dengan model privatisasi di Indonesia ternyata belum menghasilkan sesuatu yang menggembirakan. Sebagai contoh, kepemilikan pemerintah atas sebuah perusahaan yang menguasai barang publik (publik goods) sekilas adalah sangat ideal, karena tugas pemerintah adalah menjamin keseimbangan antara kepentingan publik dan swasta. Barang publik dipercaya tidak akan dikelola sepenuhnya oleh perusahaan swasta. Pada perjalanannya, inefektifitas kepemilikan pemerintahan atas perusahaan penghasil barang dan jasa publik malah makin menguat.

  Selama ini proses penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah masih sangat tertutup bagi partisipasi warga negara. Warga ditempatkan hanya sebagai pengguna yang pasif dan harus menerima pelayanan publik sebagaimana adanya. Mereka tidak memiliki hak untuk berbicara, kesulitan mengajukan komplain, apalagi ikut memutuskan mengenai apa pelayanan yang akan diselenggarakan, bagaimana kualitasnya, dan bagaimana pelayanan tersebut seharusnya dilakukan. Namun dengan pendekatan paradigma baru tentang pelayanan publik, warga masyarakat bisa diberdayakan potensinya bukan hanya sebagai pengguna pasif tetapi juga bisa ikut menentukan bagaimana proses penyelenggaraan pelayanan tersebut seharusnya diselenggarakan.

  Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

  Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

  Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atas pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang ada pada prinsipnya menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II.1.1 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik

  Pemerintah merupakan pihak yang memberikan pelayanan bagi masyarakat. Adapun didalam pelaksanaannya pelayanan ini terdiri dari beberapa bentuk. Menurut Moenir (2002:190) , bentuk pelayanan itu terdiri dari : 1.

  Pelayanan lisan Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat (HUMAS), dibidang layanan informasi dan di bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas yang tersedia. Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan yaitu : a.

  Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.

  b.

  Mampu memberikan penjelasan apa saja yang perlu dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

  c.

  Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.

2. Pelayanan berbentuk tulisan

  Ini merupakan jenis pelayanan dengan memberikan penjelasan melalui tulisan di dalam pengelolahan masalah masyarakat. Pelayanan dalam bentuk tulisan ini terdiri dari dua jenis yakni: a.

  Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan institusi atau lembaga.

  b.

  Pelayanan yang berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.

3. Pelayanan yang berbentuk perbuatan.

  Pelayanan yang berbentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekadar kesanggupan dan penjelasan secara lisan. Oleh sebab itu faktor keahlian dan keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan tersebut.

II.1.2 Standar Pelayanan Publik

  

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi standar

  pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi : 1.

  Dasar Hukum Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan.

  2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna layanan publik.

  3. Jangka Waktu Penyelesaian Pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien, pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standar waktu yang singkat.

  4. Biaya/Tarif Pelayanan publik pada hakikatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya atau tarif yang diberikan harus memiliki standar harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga yang murah.

  5. Produk Pelayanan Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa publik

  good, publik service dan administration service.

  6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas Keefektifan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pemberian pelayanan serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat.

  7. Kompetensi Pelaksana Petugas pemberi pelayaanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta kemampuan yang menyangkut sikap dan perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

  8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

  9. Jumlah Pelaksana Organisasi pemerintahan memiliki pelaksanaan pelayaanan yang memadai agar dalam pemberian pelayanan dapat berjalan efektif.

  Sedangkan dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar- standar pelayanan publik dalam Ratminto (2005:24) yaitu :

  1. Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima layanan termasuk pengaduan.

  2. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.

  3. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan.

  4. Produk pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

  5. Sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik.

  6. Kompetensi petugas pemberi layanan publik harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

II.1.3 Faktor Pendukung Pelayanan Publik

  Pelayanan publik pada dasarnya memuaskan kebutuhan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah, oleh karena itu Moenir (2006:47) berpendapat bahwa pemerintah dalam memberikan pelayanan publik terbaik kepada publik, dapat dilakukan dengan cara: a.

  Kemudahan dalam pengurusan kepentingan.

  b.

  Mendapatkan pelayanan secara wajar.

  c.

  Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih-kasih.

  d.

  Mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang.

  Pelayanan yang baik dan memuaskan yang dilakukan oleh institusi pemerintah ataupun organisasi publik lainnya terhadap masyarakatnya, bahwa pelayanan yang terbaik harus dilakukan dengan cara-cara seperti yang dikutip oleh Moenir di atas yaitu dengan cara: pertama, harus memberikan kemudahan dalam pengurusan berbagai urusan agar pelayanan yang dilakukan bisa berjalan dengan cepat. Kedua, harus memberikan pelayanan yang wajar dan tidak berlebihan sesuai dengan keperluannya masing-masing.

  Pelayanan yang diperoleh secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik alasan untuk institusi pemerintah ataupun organisasi publik atau alasan untuk kesejahteraan. Misalnya apabila ingin mendapatkan pelayanan yang cepat maka unit kerja diberikan sesuatu sebagai imbalannya agar mendapatkan pelayanan yang sewajarnya, hal demikian sebenarnya ikut membantu penyimpangan secara tidak langsung.

  Ketiga, harus memberikan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih dan tidak membeda-bedakan masyarakat dari segi ekonomi maupun dari segi apapun, sehingga masyarakat mendapatkan perlakuan yang adil dalam mengurus berbagai urusan tanpa membedakan status apapun. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang status, artinya apabila memang untuk mendapatkan pelayanan diharuskan antre secara tertib, hendaknya semuanya diwajibkan antre sebagaimana yang lain.

  Keempat, masyarakat harus mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang tanpa membohongi masyarakat yang akan mengurus urusannya. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan. Cara tersebut menjadikan orang lebih mengerti dan akan menyesuaikan diri secara ikhlas tanpa emosi. Pelayanan yang memuaskan dapat memberikan dampak yang positif untuk masyarakat, sesuai dengan pendapat Moenir (2006:47) bahwa dampak positif tersebut adalah: a.

  Masyarakat menghargai kepada korps pegawai, b.

  Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan layanan, c. Masyarakat akan merasa bangga kepada korps pegawai, d.

  Adanya kegairahan usaha dalam masyarakat, dan e. Adanya peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan Pancasila.

  Dampak positif untuk masyarakat menurut Moenir di atas terdapat lima indikator, pertama masyarakat menghargai korps pegawai sehingga pegawai tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kedua, masyarakat akan patuh terhadap aturan yang telah dibuat sehingga tercipta suasana yang tertib, aman, dan nyaman.

  

Ketiga , masyarakat akan bangga terhadap pegawai sehingga masyarakat

  mengagumi pegawai tersebut dan ditunjukan dengan saling menghormati dan menghargai antara masyarakat dengan pegawai atau pegawai dengan pegawai.

  Keempat adanya kegairahan usaha dalam masyarakat, kelima adanya peningkatan

  dan pengembangan dalam masyarakat. Kelima dampak positif di atas dapat terlaksana dengan baik maka akan mewujudkan kepuasan terhadap masyarakat.

  Menjelaskan uraian di atas bahwa pelayanan yang baik juga dapat memberikan kepuasan masyarakat, maka menurut Moenir (2006:45) dampak kepuasan masyarakat dapat terlihat pada: a.

  Masyarakat sangat menghargai kepada korps pegawai yang bertugas di bidang pelayanan umum. Mereka tidak memandang remeh dan mencemooh korps itu dan tidak pula berlaku sembarang.

  b.

  Masyarakat terdorong mematuhi aturan dengan penuh kesadaran tanpa prasangka buruk, sehingga lambat laun dapat terbentuk sistem pengendalian diri yang akan sangat efektif dalam ketertiban berpemerintahan dan bernegara.

  c.

  Ada rasa bangga pada masyarakat atas karya korps pegawai di bidang layanan umum, meskipun di lain pihak ada yang merasa ruang geraknya dipersempit karena tidak dapat lagi mempermainkan masyarakat.

  d.

  Kelambatan-kelambatan yang biasa ditemui, dapat dihindarkan dan ditiadakan. Sebaliknya akan dapat ditumbuhkan percepatan kegiatan di masyarakat di semua bidang kegiatan baik ekonomi, sosial maupun budaya.

  e.

  Adanya kelancaran di bidang pelayanan umum, usaha dan inisiatif masyarakat mengalami peningkatan, yang berdampak meningkatnya pula usaha pengembangan ideologi, politik, sosial dan budaya masyarakat ke arah tercapainya masyarakat adil dan makmur berlandaskan pancasila.

  Masyarakat akan sangat menghargai kepada pegawai karena pelayanan yang mereka dapatkan sangat memuaskan dengan begitu masyarakat dapat mematuhi peraturan yang ada dengan penuh kesadaran dan pada akhirnya adanya . kelancaran dalam pelayanan umum yang diberikan kepada masyarakat

II.1.4 Asas-Asas Pelayanan Publik

  

Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-

  cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas juga dapat diartikan sebagai pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berfikir tentang sesuatu. Pelaksanaan pelayanan publik dilaksanakan berdasarkan asas- asas pelayanan publik. Dalam Riawan (2005:11), asas-asas pelayanan publik adalah:

  1. Transparan Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

  2. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

  4. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  5. Kesamaan hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, gender dan status ekonomi.

  6. Keseimbangan hak dan tanggung jawab Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

  Dengan melaksanakan pelayanan publik yang berdasarkan asas-asas yang telah dijelaskan di atas maka aparatur publik dapat melaksanakan peranan yang baik dalam memberikan pelayanan.

  II.2 Kualitas Pelayanan

   II.2.1 Pengertian Kualitas

  Konsep kualitas itu sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan.

  Definisi kualitas juga dapat diartikan sebagai sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Kualitas merupakan aspek yang sangat penting dan mendukung segala sesuatu untuk menunjukkan dan membandingkan seberapa baik atau buruk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Suatu pelayanan dikatakan baik dan berkualitas jika masyarakat merasa bahwa kebutuhan atau kepentingannya dapat terpenuhi dan dapat merasa puas akan pelayanan tersebut.

  Dalam perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan dan manusia. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005:110) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapannya.

  Davis dalam Yamit (2004:8) mengemukakan definisi kualitas yang lebih luas cakupannya yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas. Dari pengertian tersebut mengandung elemen-elemen yang meliputi usaha yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, yang mencakup produk, jasa, manusia, proses, serta lingkungan yang merupakan kondisi yang selalu berubah.

  Jadi kualitas dapat diartikan sebagai suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku di tempat produk atau jasa tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh pengguna jasa atau produk tersebut.

  Suatu mutu atau kualitas disebut sangat baik jika penyedia jasa atau produk tersebut memberikan pelayanan yang melebihi harapan pelanggan atau setara dengan apa yang diharapkan pelanggan. Sedangkan mutu atau kualitas yang disebut jelek jika pelanggan memperoleh pelayanan yang lebih rendah dari harapannya.

  Berkaitan dengan kualitas, Tangkilisan (2005:211-213) menyatakan bahwa harapan pelanggan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas barang dan jasa, hal ini dikarenakan pelanggan adalah orang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya pelangganlah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka pula yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Harapan pelanggan tersebut umumnya meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan iklan.

  Davis dalam Yamit (2004:9) mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu :

  1. Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur.

  2. Product-based Approach

  Kulitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.

  3. User-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

  4. Manufacturing-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratan (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar – standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya.

  5. Value-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable ascellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli.

II.2.2 Kualitas Pelayanan

  Dalam bisnis jasa, pelayanan merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan. Untuk bisa tampil dalam suasana yang kompetitif, organisasi harus berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya sebagai strategi untuk memenangkan persaingan. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi serta pelayanan yang diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, selain diproduksi dengan cara baik dan benar.

  Menurut Usmara (2005:231), Kualitas pelayanan merupakan suatu pernyataan tentang sikap, hubungan yang dihasilkan dari perbandingan antara ekspektasi (harapan) dengan kinerja (hasil). Sedangkan menurut Tjiptono (2002:59), kualitas pelayanan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

  Wyckof dalam Tjiptono (2002 :58) mengartikan kualitas jasa atau layanan, yaitu tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut memenuhi keinginan pelanggan. Ini berarti, bila jasa atau layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan dipersepsikan baik dan memuaskan, sebaiknya bila jasa atau layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk.

  Konsep kualitas pelayanan dipahami pula melalui “consumer behaviour” (perilaku konsumen) yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan dan mengevaluasi suatu produk pelayanan yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Keputusan-keputusan konsumen untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu barang/jasa dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain persepsinya terhadap kualitas pelayanan.

  Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan. Kaitannya dengan pelayanan publik, dapat diartikan bahwa segala seuatu yang berkaitan dengan pelayanan, semuanya sudah terukur ketepatannya karena pelayanan/jasa yang diberikan adalah jasa yang berkualitas. Di samping itu, pengertian dari pelayanan itu sendiri adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pelayanan yang diperlukan manusia pada dasarnya ada dua jenis, yaitu layanan yang fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi, baik organiasi massa atau negara.

  Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Oleh karena itu sebagai suatu kesatuan yang terorganisir dalam membentuk keutuhan sebagai sistem, maka dalam sistem pelayanan perlu diperhatikan unsur-unsur dari pelayanan itu sendiri. Unsur-unsur dari pelayanan publik terdiri dari : pedoman pelayanan publik, syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur buku panduan, media informasi yang terpadu yang saling terkait. Dengan demikian, pelayanan publik dapat dikatakan berkualitas dan memiliki mutu yang prima apabila dalam pelaksanaannya berpedoman pada standar umum pelayanan publik.

  Karl Albert dalam Dwiyanto (2005:153) mengemukakan suatu pendekatan pelayanan berkualitas berdasarkan pada dua konsep pelayanan berkualitas, yaitu : 1.

   Service Triangel

Service Triangel adalah suatu model interaktif manajemen pelayanan yang

  menghubungkan antara perusahaan dan pelanggannya. Model tersebut terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik fokus, yaitu : a)

  Strategi Pelayanan Strategi Pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan pelanggan. Strategi Pelayanan harus pula dirumuskan dan diimplementasikan seefektif mungkin sehingga mampu membuat pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan pesaingnya. Untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelayanan yang efektif, perusahaan harus fokus kepada pelanggan sehingga perusahaan harus mampu membuat pelanggan melakukan pembelian ulang, bahkan mampu meraih pelanggan baru. b) Sumber Daya Manusia yang memberikan pelayanan

  Orang yang berinteraksi secara langsung maupun yang tidak berinteraksi langsung dengan pelanggan harus memberikan pelayanan kepada pelanggan secara tulus (emphaty), responsif, ramah, fokus dan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan kebutuhan pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja, penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penilaian kerja yang objektif, dan menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya perusahaan membuat standar pelayanan dan menerapkannya secara baik untuk memuaskan pelanggan, sementara pada saat yang sama perusahaan gagal memberikan kepuasan kepada pelanggan internal, demikian pula sebaiknya.

  c) Sistem pelayanan

  Sistem pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit-belit dan sesuai standar yang ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu melakukan desain ulang sistem pelayanannya, jika pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem pelayanan tidak berarti merubah total sistem pelayanan, tetapi dapat dilakukan hanya di bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas pelayanan. Misalnya dengan memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan pekerjaan secara general sehingga pelayanan dapat dilayani secara cepat dengan menciptakan one stop service.

2. Total Quality Service (TQS)

  Pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan pelayanan (stakehoders) yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik. Pelayanan mutu tepadu memiliki lima elemen penting yang saling terkait :

  a) Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui struktur pasar segmen pasar, analisis pasar potensial, analisis kekuatan pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang diberikan.

  b) Stategy Formula adalah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahaan dapat mempertahankan pelanggan bahkan meraih pelanggan baru.

  c) Education, training, and communication tindakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu memberikan pelayanan yang berkualitas, mampu memahami keinginan dan harapan pelanggan.

  d) Process improvement adalah desain ulang berkelanjutan untuk menyempurnakan proses pelayanan. e) Assesment, measurement and feedback adalah penilaian dan pengukuran kinerja yang telah dicapai oleh karyawan tentang proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki.

  Pelayanan yang berkualitas juga dapat dilakukan dengan konsep “layanan sepenuh hati”, yaitu “pelayanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkan emosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan”. Oleh karena itu, aparatur pelayanan dituntut untuk memberikan layanan kepada pelanggan dengan sepenuh hati. Layanan seperti ini tercermin dari kesungguhan aparatur untuk melayani. Kesungguhan yang dimaksudkan, aparatur pelayanan menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya. Menurut Patton dalam Sinambela, (2006:8) nilai yang sebenarnya dalam pelayanan sepenuh hati terletak pada kesungguhan empat sikap “P”, yaitu:

  1. Passionate (gairah), ini menghasilkan semangat yang besar terhadap pekerjaan, diri sendiri, dan orang lain.

  2. Progressive (progresif), penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan dan gaya pribadi.

  3. Proactive (proaktif), untuk mencapai kualitas layanan yang lebih bagus diperlukan inisiatif yang tepat.

  4. Positive (positif), sikap ini mengubah suasana dan kegairahan interaksi dengan konsumen.

  Kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Chistopher Lovelock (2004:76) dalam bukunya “Product Plus”. Apa yang dikemukakan merupakan sutau gagasan yang menarik tentang bagaimana suatu produk bila ditambah dengan pelayanan (service) akan meghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaat pada organisasi dalam meraih keuntungan bahkan untuk menghadapi persaingan. Ada 8 suplemen pelayanan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.

  Information yaitu proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari produk dan jasa yang diperlukan pelanggan. Penyediaan saluran yang langsung memberikan kemudahan dalam rangka menjawab keinginan pelanggan tersebut adalah penting.

  2. Consultation, setelah memperoleh informasi yang diinginkan, pelanggan memerlukan konsultasi baik menyangkut masalah teknis, administrasi, biaya. Untuk itu, suatu organisasi harus menyiapkan sarananya menyangkut materi konsultasi, tempat konsultasi, karyawan/petugas yang melayani, dan waktu untuk konsultasi secara cuma-cuma.

  3. Ordertaking, penilaian pelanggan pada titik ini adalah ditekankan pada kualitas pelayanan yang mengacu pada pengisian aplikasi maupun administrasi yang tidak berbelit-belit, fleksibel, biaya murah, dan syarat- syarat yang ringan.

  4. Hospitality, pelanggan yang berurusan secara langsung akan memberikan penilaian kepada sikap ramah dan sopan dari karyawan, ruang tunggu yang nyaman dan fasilitas lain yang memadai.

  5. Caretaking, variasi latar belakang pelanggan yang berbeda-beda akan menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula.

  6. Exceptation, beberapa pelanggan kadang-kadang menginginkan pengecualian kualitas pelayanan.

  7. Billing, titik rawan berada pada administrasi pembayaran. Artinya pelayanan harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pembayaran hingga keakuratan perhitungan tagihan.

8. Payment, pada ujung pelayanan harus disediakan fasilitas pembayaran berdasarkan keinginan pelanggan.

  Menurut Zeithaml et. all dalam Tjiptono (2002:69) ada sepuluh dimensi yang saling melengkapi dan merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas pelayanan. Kesepuluh dimensi tersebut meliputi: 1.

   Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability), selain itu memperhatikan saat pertama berhadapan dengan pelanggan baru (right the

  

first time ), hal ini berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi

janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

  3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.

  4. Acess, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan yang mudah dihubungi, dan lain-lain.

  5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personal (seperti resepsionis, operator telepon dan lain-lain).

  6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

  7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakterisrik pribadi, contact personal, dan interkasi dengan pelanggan.

  8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial security), dan kerahasiaan (confidentiality).

  9. Understanding/knowing the costumer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.

  10. Tangibles, yakni bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, dan lain-lain.

  Metode pengukuran kualitas pelayanan dengan menggunakan sepuluh dimensi tersebut di atas, dikenal dengan metode SERVQUAL (Service Quality).

  Dalam perkembangannya, dari sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi hanya lima dimensi pokok. Kelima dimensi tersebut menurut Parasuraman dalam Tangkilisan (2005:216-217) meliputi: 1.

   Tangible (bukti fisik), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

  2. Reliability (keandalan), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dalam menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

  3. Responsiveness (daya tanggap), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.

  4. Assurance (jaminan), yakni perilaku para karyawan yang mampu menimbulkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga berarti para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. Dalam dimensi assurance, terbagi lagi menjadi empat, yaitu : a.

  Comptence (kompetensi), yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

  b.

  Courtesy (kesopanan), yaitu berkaitan dengan sikap santun, respek, dan keramahan para karyawan terhadap pelanggan.

  c.

  Credibility (kredibilitas), yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.

  Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan penyedia jasa, dan interaksi dengan pelanggan.

  5. Emphaty, berarti kemudahan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Dimensi empahty terdiri atas : a.

  Acces (akses), kemudahan melalui komunikasi, berhubungan dengan penyedia jasa.

  b.

  Communication (komunikasi), yaitu berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan dan selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

  c.

  Understanding The Customer (kemampuan memahami pelanggan), yaitu berupaya memahami pelanggan dengan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan reguler.

  Sedangkan menurut Gronsroos dalam Tjiptono (2005:72-73) menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome-related,

  process-related , dan image-related criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat

  dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu: 1.

   Profesionalism dan skills, kriteria ini merupakan outcome-related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa (service provider), karyawan, sistem operasional, dan sumbangan fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

  2. Attitudes and behavioral, kriteria ini adalah process-related, pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personal) menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu mereka dalam memecahkan masalah secara spontan dan senang hati.

  3. Accessibility and flecsibility, kriteria ini termasuk process-related criteria.

  Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasinalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa, sehingga pelanggan dapat melakukan dengan mudah. Selain itu juga dirancang agar dapat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.

  4. Reliability and trustworthtiness, kriteria ini termasuk process-related . Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa

  criteria

  mempercayakan segala sesuatu kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.

  5. Recovery, termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan memahami bahwa bila ada kesalahan atau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka pemyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.

  6. Reputation and credibility, kriteria ini merupakan process-related criteria.

  Pelanggan menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbangan yang sesuai dengan pengorbanannya.

II.3 Peran Pemerintah Daerah Dalam Menyelenggarakan Pelayanan Publik

  Peranan pemerintahan daerah dalam pelayanan publik selama ini lebih bermuatan dekonsentrasi dibanding desentralisasi (devolusi), dengan alasan efisiensi dan kesatuan bangsa, standarisasi pelayanan public dalam berbagai bidang dibuat dengan prinsip herarkhi sentralistis. Dengan penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang sedang berlangsung, diharapkan terjadi pula perubahan kualitas pelayanan publik karena Pemerintahan Daerah sebagai representasi masyarakatnya, secara otonom dapat melayani secara langsung kebutuhan masyarakatnya.

  Penentuan kualitas pelayanan inilah yang tidak mudah. Lucy Gaster (1995 : 35) mengemukakan bahwa kesulitan menetapkan kualitas pelayanan disebabkan adanya berbagai dimensi perbedaan; antara harapan dan kenyataan, kepentingan warga negara secara langsung dengan kepentingan pemerintah atau produsen secara tidak langsung. Karena itulah diperlukan penentuan standarisasi kualitas pelayanan dalam berbagai dimensi secara cermat, dan merepresentasikan kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan.

  Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, terdapat beberapa dimensi pelayanan yang harus diperhatikan yaitu menyangkut diterapkannya mekanisme pasar, penerapan sistem manajemen modern, dan terlaksananya proses demokratisasi. Relevan dengan pendapat Leach, Stewart, dan Waish (1994 : 236) bahwa petunjuk ke arah pilihan publik dalam Pemerintahan Daerah adalah menyangkut dimensi ekonomis (economics), pemerintahan (govermental), dan bentuk demokratisasi (form of democracy).

  Dimensi ekonomis adalah menyangkut pilihan antara market emphasis dan public sector agencies; dimensi pemerintahan pilihan antara weak role for local government dan strong role for local government; sedangkan dimensi bentuk demokratisasi pilihan antara representative democracy dan participatory democracy. Selanjutnya dikemukakan bahwa pilihan dari dimensi-dimensi tersebut adalah berada pada kontinum antara model traditional bureaucratic authority dan community oriented enabler.

  Berdasarkan kerangka dimensi pilihan-pilihan tersebut dapat dikemukakan bahwa Pemerintahan Daerah di Indonesia selama ini adalah menganut model traditional bureaucratic authority. Pelayanan publik sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan pilihan penggunaan strong local goverment dan strong public sector. Artinya meskipun Pemerintahan Daerah tidak memiliki otonomi yang kuat (dari sisi kewenangan dan keuangan), namun memiliki peranan yang kuat dalam memberikan pelayanan publik.

  Dalam kondisi seperti itu dapat dipahami apabila pelayanan public menjadi tidak memuaskan, bersifat bloated, underperforming, wasteful, bahkan menjadi overbureaucratic. Dalam rangka perubahan ke arah peningkatan kualitas pelayanan, tentunya harus berorientasi pada model community oriented enabler.

  Model ini merupakan suatu pilihan bahwa Pemerintah Daerah harus berperan besar dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang beraneka ragam.

  Seperti telah dikemukakan, sulitnya menentukan kualitas pelayanan karena adanya berbagai kepentingan di masyarakat. Menghadapi kenyataan ini; Pemerintah Daerah melalui demokrasi perwakilan atau demokrasi partisipatif menentukan perlunya penyediaan pelayanan publik baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, privat sector, maupun menyerahkan pada mekanisme pasar. Model dengan baik dapat diterapkan apabila ditunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang signifikan dan proses demokrasi yang berjalan normal.

  Dalam model ini ada variasi model yang disebut residual enabling authority; pengertiannya karena pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam memberikan pelayanan maka kebijakan yang dilakukan lebih berorientasi pada berjalannya mekanisme pasar. Pemerintah Daerah hanya memberikan pelayanan pada sector-sektor yang tidak dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Sekalipun dimungkinkan berperannya privat sector, sedapat mungkin hal ini tetap dibatasi dan pelayanan publik lebih berorientasi pada market mecanism. Variasi lain dari model community oriented enabler adalah model oriented enabling authority.

  Model ini dalam memberikan pelayanan juga lebih berorientasi pada berjalannya mekanisme pasar, meskipun demikian Pemerintah Daerah tetap memegang peranan penting dalam perencanaan dan implementasi kebijakan terhadap pelayanan publik.

  Dasar pemikiran yang digunakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat memerlukan keterlibatan intervensi yang kuat dari Pemerintah Daerah, untuk kepentingan semua lapisan masyarakat tidak bisa terlalu menggantungkan pada berjalannya mekanisme pasar. Alternatif model terakhir ini tampaknya merupakan pilihan yang baik untuk dilakukan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, meskipun demikian dalam jangka panjang apabila pertumbuhan ekonomi daerah dan proses demokrasi telah berjalan baik harus berorientasi pada penerapan model community oriented enabler. Berdasarkan analisis model pilihan alternatif tersebut semakin jelas bahwa perubahan dalam berbagai dimensi perlu dilakukan oleh Pemerintahan Daerah dalam mewujudkan otonomi dan memberikan pelayanan publik yang berkualitas.

  

Upaya perbaikan kualitas pelayanan public harus dilakukan melalui

  pembenahan system pelayanan public secara menyeluruh dan terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang yang diharapkan menjadi payung hukum bagi pelaksanaan kegiatan pelayanan public dan yang memiliki sanksi sehingga memiliki daya paksa terhadap pemenuhan standar tertentu dalam pelayanan public.

  Paling tidak terdapat dua hal pokok dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan yaitu unsure sumber daya manusia aparaturnya serta system manajemen pelayanannya. Pelayanan public dapat lebih berkualitas apabila petugas pelayanan dapat diandalkan, responsive, meyakinkan dan empati. Dapat diandalkan berarti dapat dipercaya, teliti dan konsisten. Responsive berarti tanggap terhadap kebutuhan masyarakat serta cepat dalam memberikan pelayanan.